TB Milier
TB Milier
Disusun oleh: Audra Firthi Dea
Disusun oleh: Audra Firthi Dea
Noorafiatty
Noorafiatty
Pembimbing: dr. Tjahja D, Sp.A
Pendahuluan
Pendahuluan
DEFINISI
DEFINISI
Tuberkulosis
Tuberkulosis
penyakit infeksi pulmo dan
penyakit infeksi pulmo dan
ekstr
ekstr
apulmo
apulmo
yang disebabkan oleh
yang disebabkan oleh
Mycobacterium
Mycobacterium
tuberculosis.
tuberculosis.
kronik, berulang,
kronik, berulang,
dikarakteristikan dengan terbentuknya
dikarakteristikan dengan terbentuknya
granuloma dengan kaseosa, fibrosis serta
granuloma dengan kaseosa, fibrosis serta
kavitas.
kavitas.
Tuberkulosis Milier
Tuberkulosis Milier
penyakit limfo-hematog
penyakit limfo-hematog
en sistemik
en sistemik
akibat
akibat
penyebaran
penyebaran
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis
dari kompleks primer yang biasanya terjadi
dari kompleks primer yang biasanya terjadi
dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi awal.
dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi awal.
bisa juga menyebabkan
bisa juga menyebabkan
acute respiratory
acute respiratory
distress
Pendahuluan
Pendahuluan
DEFINISI
DEFINISI
Tuberkulosis
Tuberkulosis
penyakit infeksi pulmo dan
penyakit infeksi pulmo dan
ekstr
ekstr
apulmo
apulmo
yang disebabkan oleh
yang disebabkan oleh
Mycobacterium
Mycobacterium
tuberculosis.
tuberculosis.
kronik, berulang,
kronik, berulang,
dikarakteristikan dengan terbentuknya
dikarakteristikan dengan terbentuknya
granuloma dengan kaseosa, fibrosis serta
granuloma dengan kaseosa, fibrosis serta
kavitas.
kavitas.
Tuberkulosis Milier
Tuberkulosis Milier
penyakit limfo-hematog
penyakit limfo-hematog
en sistemik
en sistemik
akibat
akibat
penyebaran
penyebaran
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis
dari kompleks primer yang biasanya terjadi
dari kompleks primer yang biasanya terjadi
dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi awal.
dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi awal.
bisa juga menyebabkan
bisa juga menyebabkan
acute respiratory
acute respiratory
distress
Epidemiologi
Epidemiologi
•
•
Dari seluruh kasus TB
Dari seluruh kasus TB
1,5%
1,5%
mengalami TB milier
mengalami TB milier
••
WHO
WHO
2-3 juta pasien
2-3 juta pasien
meninggal tiap tahun akibat TB
meninggal tiap tahun akibat TB
Milier.
Milier.
••
Insidensi TB Milier tinggi di Afrika.
Insidensi TB Milier tinggi di Afrika.
••
Faktor risiko: sosial ekonomi yang
Faktor risiko: sosial ekonomi yang
rendah, lelaki > perempuan, dan
rendah, lelaki > perempuan, dan
faktor kesehatan.
faktor kesehatan.
••
TB milier ini merupakan salah
TB milier ini merupakan salah
satu bentuk TB
satu bentuk TB berat
berat
angka
angka
kejadian 3-7% dari seluruh kasus
kejadian 3-7% dari seluruh kasus
TB
TB dengan
dengan angka
angka kema
kematian 25%
tian 25%
pada bayi
pada bayi
••
T
Tuberkulosis milier sering
uberkulosis milier sering pada
pada
usia <2 tahun
Etiologi
Mycobacterium
tuberculosis
•
bakteri batang (basil) lengkung,
gram positif, pleomorfik, tidak
bergerak, tidak membentuk spora.
•
panjang 2-4µm
•
aerob obligat
•
tumbuh paling baik suhu 37-41ºC
•
Dinding selnya kaya akan kompleks
lipid:
•
Mycolic acid
tahan asam
•
Wax
-D
untuk melawan respon
imun dan menimbulkan resistensi
terhadap daya bakterisid,
antibodi dan komplemen.
•
fosfatid
nekrosis kaseosa.
•
parasit intraseluler (hidup dalam
sitoplasma makrofag)
•
dapat bersifat
dormant
Etiologi
Faktor yang
mempengaruhi TB
Milier
•
M. Tuberculosis
(jumlah dan
virulensinya)
•
Sistem imun turun (infeksi HIV,
malnutrisi, morbili, pertusis,
diabetes mellitus, gagal ginjal,
keganansan dan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang)
•
faktor lingkungan (kurangnya
paparan sinar matahari,
perumahan yang padat, polusi,
asap rokok)
•
sosial ekonomi rendah
Faktor resiko terjadinya
infeksi TB
•
anak yang terpajan orang
dewasa dengan TB aktif (BTA
+)
•
Resiko timbulnya transmisi
kuman lebih tinggi jika: BTA
+, infiltrat luas atau kavitas
pada lobus atas, sputum
banyak dan encer, batuk
produktif dan kuat, sirkulasi
udara tidak baik.
Anak yang telah
terinfeksi TB akan
berkembang
menjadi sakit TB
karena:
•
usia < 5 tahun
•
Infeksi baru (konversi
uji turberkulin) dalam 1
tahun terakhir
•
imunokompromais
•
malnutrisi
Cara Penularan
•
Sumber penularan TB: TB BTA positif (hasil positif makin
tinggi
makin menular, hasil negatif
tidak menular)
•
Secara droplet (percikan dahak)
•Risiko infeksi tergantung:
–
sumber infeksi
–
kedekatan dengan kontak
–
banyaknya basil yang terinhalasi.
•
Anak dengan tuberkulosis jarang menginfeksi karena:
–
Basil tuberkel sedikit disekresi oleh endotracheal
–batuk sering tidak ada
–
Jumlah kuman lebih sedikit (paucibacillary)
–
Lokasi Infeksi primer
parenkim (jauh dari lobus)
tidak
Patogenesis
inhalasi dari basil TB (dropletinfection)
saluran pernafasan dan paru diikuti dengan limfangitis paru dan
limfadenopati hilus.
Droplet yang terinhalasi dapat melewati sistem imun di bronkus karena ukurannya terlalu kecil dan
berpenetrasi ke dalam alveoli.
sebagian besar kuman TB dihancurkan oleh mekanisme
imunologis non spesifik
Makrofag alveolus memfagosit kuman TB dan menginisiasi terbentuknya berbagai reaksi yang
berkelanjutan dan mengontrol terjadinya infeksi akibat basil ini faselatent tuberculosis ( perubahan
menjadi aktifnya penyakitnya TB) primary progressive
tuberculosis
pada sebagian kecil makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB kuman akan bereplikasi dalam
makrofag setiap 25-32 jam
menghasilkan enzim proteolitik dan sitokin (merangsang limfosit T
pada proses imunitas)
Makrofag akan menggiring antigen dari basil ini ke permukaan sel T
untuk terus bereaksi melawan bakteri ini, bakteri ini akan terus
berkembang biak di dalam makrofag
makrofag lisis dan bakteri membentuk koloni di tempat
tersebut
fokus primer GOHN
Dari fokus primer,bakteri menyebar melalui saluran limfe
kelenjar limfe regional Terjadi inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan kelenjar limfe (limfadenitis)
Patogenesis
Kompleks primer
•gabungan antara fokus primer, limfadenitis, limfangitis
•Infeksi TB primer (+)
•Uji tuberkulin (+)
•Komplikasi yang terjadi: Focus primer di paru pneumonitis atau pleuritis fokal, kavitas, Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal membesar, atelectasis, TB endobronkial atau membentuk fistula.
masa inkubasi TB
•Waktu yang diperlukan sejak masuknyaMycobacterium tuberculosis hingga terbentuknya kompleks primer (4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu)
•kuman tumbuh hingga 103 -104 ( jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler)
•Uji tuberkullin (-)
Individu dengan sistem imun baik
sistem imun seluler berkembang dan proliferasi bakteri terhenti, sejumlah
kecil bakteri tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk alveoli
dimusnahkan oleh imunitas selular
spesifik (
cellular mediated immunity, CMI
).
Setelah itu fokus primer di jaringan paru
resolusi sempurna (fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami
nekrosis perkejuan dan enkapsulasi). Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi
Bakteri dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini tapi t idak menimbulkan
gejala sakit TB.
Cara penyebaran bakteri
bronkogen
Limfogen
•kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer limfohematogen
hematogen
•langsung masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa:
•Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar) •Paling sering
•kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit gejala klinis (-)
•kuman bereplikasi membentuk koloni kuman, mencapai berbagai organ, bersarang di limfe superfisialis, hidup dalam bentuk dormant.
•Sarang di apeks paru focus Simon (berpotensi menjadi fokus reaktivasi terjadi TB apeks paru pada saat dewasa (daya tahan tubuh menurun)
• Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik generalisata akut) •Tuberkulosis milier
•Bakteri masuk dan beredar dalam darah ke seluruh tubuh. •timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut
•Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-ulang). • jarang
•Bentuk penyebaran ini terjadi bila focus perkejuan di dinding vascular pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah
Manifestasi Klinis
Gejala
•
Anoreksia
•
BB tidak naik atau gagal tumbuh
pada anak
•
demam lama dengan penyebab
yang tidak jelas
•
Malaise
•
batuk lama lebih dari 3 minggu
•
sesak nafas
Pemeriksaan fisik
•
Ronkhi
•
Mengi
•
limfadenopati perifer (multiple,
unilateral, tidak nyeri tekan, tidak
hangat pada perabaan, mudah
digerakkan dan dapat saling
melekat)
Manifestasi klinis
Akut
demam tinggiremittent , tampak sakit berat, limfadenopati superfisial,
splenomegali dan hepatomegali yang akan
terjadi dalam beberapa minggu. Demam bertambah tinggi dan
terus menerus. foto rontgen thorax biasanya masih normal. Beberapa minggu kemudian, hampir diseluruh organ terbentuk tuberkel difus multipel, terutama diparu, limpa, hati dan sumsum tulang.
Meningitis
TB
nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk,
muntah proyektil dan kejang.
TB tulang
nyeri, bengkak pada sendi yang terkena dan
gangguan atau keterbatasan gerak.
Kelainan
kulit
tuberkuloid, papula nekrotik, nodul atau
Pemeriksaan penunjang
Tuberculin Skin Test
(TST)
atau
Mantoux Test
•
Jenis tuberkulin:
–
OT (Old Tuberkulin))
–
Tuberkulin PPD (Purified Protein Derivatif)
•PPD-S (Seibert) dan PPD-RT23.
•
Cara :
–
Suntikkan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5 TU
atau OT 1/2000 intrakutan di volar lengan bawah
–
48-72 jam kemudian dibaca
–Interpretasi:
•
Indurasi >
10 mm→
reaksi +
(
sedang /pernah
terinfeksi)
•
Indurasi 5
– 9 mm →
reaksi meragukan
(
kesalahan
teknik /memang ada infeksi/ setelah BCG. Perlu
diulang dengan konsentrasi yang sama)
•
Indurasi 0
– 4 mm →
reaksi negatif (tidak ada
infeksi)
Funduskopi
•
Tuberkuloid koroid
tuberkel single atau
multipel, berwarna
putih keabuan atau
kekuningan dan
berdiameter 0,5
–
3 mm
dapat dilihat di koroid
mata.
Pemeriksaan penunjang
•untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap cord factor
Uji serologis ELISA
(Enzyme Linked
Immunosorbent
Assay)
•apusan langsung untuk menemukan BTA •pemeriksaan biakan kumanM. tuberculosis•Pada anak dilakukan bilas lambung karena sulit mendapatkan sputum.
•Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen
Pemeriksaan
mikrobiologi
• merangsang limfosit T dengan antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T telah tersensitisasi dengan antigen TB, limfosit T akan menghasilkan interferon gammaUji
interferon
•Reaksi rantai polimerase (PCR-Polimerase Chain Reaction) merupakan pemeriksaan yang sensitif. •menggunakan DNA spesifik yang dapat mendeteksimeskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam bahan pemeriksaan
Teknik
biomolekuler
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Hematologi
Anemia
Leukositosis
Neutrofilia
Lymfositosis
Monositosis
Thrombositosis
Leukopeni
Limfopenia
Thrombositopeni
Peningkatan ESR (
Erythrocyte Sedimentation Rate)
Peningkatan CRP (C-reactive protein)
Biokimia
Hiponatraemia
Hipoalbuminaemia
Hipercalcaemia
Hipophosphatemia
Hiperbilirubinaemia
Peningkatan serum transaminase
Peningkatan serum alkaline phosphatase
Peningkatan serum feritin
Pemeriksaan Penunjang
•IGRAs memiliki spesifitas yang sangat baik (lebih tingg i dibandingkan tuberkulin) dan tidak dipengaruhi oleh vaksinasi BCG.
T-cell-based
interferon-gamma
release assay
(IGRAs)
•untuk mengetahui terdapatnya organisme atau antigennya dalam CSF
•Diagnosis pasti meningitis TB
•warna xantokrom, peningkatan protein, jumlah sel 200 – 500/mm, glukosa menurun, dan kultur 50% positif.
Pemeriksaan analisis
cairan serebrospinal
•gambaran granuloma kecil, terbentuk dari agregasi sel e piteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
•sel datia langhans(multinucleat giant cell)
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologis
•
Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya
penyakit, pada foto Rontgen thorax,
dapat dilihat lesi milier yang tidak
teratur seperti kepingan salju.
•
TB tulang:
–
foto polos vertebrae
osteoporosis,
osteolitik dan destruksi korpus vertebrae,
disertai penyempitan diskus intervertebralis,
massa abses paravetebral.
–
foto AP
abses paravetebral di daerah
servikal berbentuk sarang burung
( bird’s nest
), torakal berbentuk bulbus dan pada lumbal
abses berbentuk fusiform
–
stadium lanjut terjadi destruksi vertebrae
kifosis
–
Melografi
gejala penekanan sumsum tulang
–CT scan atau MRI
Penegakkan diagnosis berdasarkan
WHO
•Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TB (BTA positif)
•keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan
•berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan pengobatan
•pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit
Dicurigai TB
(
suspected
tuberculosis)
•
Uji tuberculin positif (10 mm atau lebih)
•
Foto roentgen paru sugestif TB
•
Pemeriksaan histopatologis biopsy sugestif TB
•
Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT
Mungkin TB
(probable
tuberculosis)
•
Ditemukan basil tuberkulosis pada
pemeriksaan langsung atau biakan.
Pasti TB
(confirmed
tuberculosis)
Skoring TB
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
•
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya
•
Jika dijumpai skrofuloderma
langsung didiagnosis tuberkulosis.
•
Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
•
Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
•
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
•
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
•
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
•
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini: Tanda bahaya:
kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran kegawatan lain, misalnya sesak napas, foto toraks
menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura, gibbus dan koksitis
•
Pasien dengan jumlah skor
≥6
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT, Bila
skor <6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB maka perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,
pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan
Diagnosis banding
•Acute respiratory distress syndrome
•
Addison disease
•Blastomikosis
•
Cardiac tamponade
•
Disseminated intravascular coagulation
•Epididymal tuberculosis
•
Hypersensitivity pneumonitis
•Pneumocystis carinii
pneumonia
•Pneumonia bakterial
•
Community-acquired pneumonia
•Pneumonia fungal
OAT Lini Pertama
Isoniazid
•bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, bakteriostatik terhadap kuman yang diam.
•efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh
•adverse reactionsangat rendah
•Dosis 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan dalam satu kali pemberian, per oral.
•Sediaan tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/5cc.
•Metabolisme di hati
•dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi kadar obat yang mencapai janin/bayi tidak
membahayakan.
•pasien anak yang menggunakan isoniazid mengalami peningkatan kadar transaminase darah
Rifampisin
•bakterisid pada intrasel dan ekstrasel
•Rifampisin diabsorbsi melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong
•Oral,dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan satu kali pemberian per hari.
•Efek samping: perubahan warna urin, ludah, sputum dan air mata, menjadi warna oranye kemerahan. gangguan gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis)
•sedian kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg.
Pirazinamid
•berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh
•bakterisid hanya pada intrasel suasana asam, dan diabsorbsi baik pada saluran cerna.
•Per oral, dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2
gram/hari. Kadar serum puncak 45
μg/ml dalam waktu 2 jam.
•Efek samping adalah
hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna.
•Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg,
OAT Lini Pertama
Etambutol
•
jarang diberikan pada anak
toksisitasnya
pada mata.
•
bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisid
jika diberikan dengan dosis tinggi
•
Dosis etambutol 15-20 mg/kgBB/hari,
maksimal 1,25 gr/hari dengan dosis tunggal.
Kadar serum puncak 5
μg
dalam waktu 24
jam.
•
tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500
mg.
•
Eksresi utama melalui ginjal dan saluran
cerna.
•
neuritis optikus dan buta warna merah-hijau
•
dapat diberikan pada anak dengan TB berat
dan kecurigaan TB resisten-obat
Streptomisin
•
bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraseluler pada keadaan basal atau netral
•
penggunaannya penting pada pengobatan
fase intensif meningitis TB dan MDR-TB
•
dosis 15-40 mg/kgBB/hari intramuskular,
maksimal 1 gr/hari dan kadar puncak 40-50
μg
/ml dalam waktu 1-2 jam
•
melewati selaput otak yang meradang
•
berdifusi baik pada jaringan dan cairan pleura
•
di eksresikan melalui ginjal
•
Toksisitas utama streptomisin: nervus
kranialis VIII
telinga berdegung (tinismus)
dan pusing.
•
dapat menembus plasenta
dapat merusak
saraf pendengaran janin
Penatalaksanaan
Pengobatan TB dibagi
menjadi dua fase:
• fase intensif: minimal tiga macam obat selama2 bulan pertama. Biasanya
diberikan 4-5 macam OAT kombinasi rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol atau
streptomisin
•fase lanjutan : dua macam obat selama 4 bulan atau lebih, biasanya diberikan rifampisin dan isoniazid
OAT diberikan pada
anak setiap hari
kortikosteroid
(prednison)
2mg/kgbb/hari
selama 4 minggu
full
dose
(dibagi dalam 3
dosis) kemudian
diturunkan secara
perlahan (
tappering
off
) selama 1-2
minggu
Respons keberhasilan
terapi: hilangnya
demam setelah 2-3
minggu pengobatan,
peningkatan nafsu
makan, perbaikan
kualitas hidup dan
peningkatan berat
badan. Gambaran
milier pada foto
toraks
berangsur-angsur menghilang
dalam 5-10 minggu
Dosis OAT FDC
(Fixed Dose Combination)
Dosis OAT Kombipak pada anak
Keterangan:
Bayi dengan berat badan <5 kg dirujuk ke RS
Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
Evaluasi Pengobatan
evaluasi klinis
•
penambahan berat badan, hilangnya
demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu
makan dan lain-lain
pemeriksaan LED
•
digunakan sebagai sarana evaluasi bila
pada awal nilainya tinggi.
evaluasi radiologis
•
2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin, kecuali
pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata.
•
Pada TB milier, foto rontgen toraks perlu diulang setelah 1 bulan
•
pada efusi pleura TB pengulangan foto rontgen toraks dilakukan
setelah 2 minggu.
•
Foto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu
dilakukan secara rutin.
Setelah
pengobatan 6-12
bulan dan terdapat
perbaikan klinis,
pengobatan dapat
dihentikan
Evaluasi Efek Samping
•
SGOT atau SGPT meningkat
≥ 5 kali
tanpa gejala
•
Meningkat
≥ 3 kali
batas normal (40 U/I) disertai
dengan gejala dan peningkatan bilirubin total lebih dari
1,5 mg/dl,
•
peningkatan SGOT/SGPT dengan nilai berapapun
disertai dengan ikterus, anoreksia, nausea dan muntah
Hepatotoksisitas :
•
semua OAT dihentikan
•
kadar enzim transaminase diperiksa kembali setelah 1
minggu penghentian OAT
•
OAT diberikan kembali apabila nilai laboratorium telah
normal dengan cara memberikan isoniazid dan
rifampisin dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap
Apabila peningkatan
enzim transaminase
≥
5 kali tanpa gejala
atau
≥ 3 kali
batas
normal disertai
dengan gejala
Non Medikamentosa
Pendekatan DOTS
(Directly
Observed Treatment
Shortcourse)
•
Pengawasan secara langsung
untuk meningkatkan keteraturan
dalam minum obat
Aspek edukasi dan sosial ekonomi
•
biaya yang diperlukan cukup besar
•
penanganan gizi yang baik, meliputi
kecukupan asupan makanan, vitamin dan
mikronutrien
Sumber penularan dan
case finding
•
dilakukan dengan pemeriksaan radiologis dan BTA sputum. Bila telah
ditemukan sumbernya
cari anak lain di sekitarnya yang mungkin
tertular, dengan cara uji tuberculin
•
pasien TB dewasa aktif
anak disekitarnya harus ditelusuri ada atau
tidaknya infeksi TB dengan cara anamnesis, PF, dan uji tuberkulin
Pencegahan
Imunisasi BCG
•
diberikan pada usia sebelum 2 bulan
•
Dosis untuk bayi 0,05 ml dan untuk anak
0,10 ml, intrakutan di daerah insersi otot
deltoid kanan
•
Bila diberikan usia >3 bulan
uji
tuberkulin
Imunisasi BCG efektif
•
mencegah TB milier, meningitis TB dan
spondilitis TB
Kemoprofilaksis primer
•
mencegah terjadinya infeksi TB
•
isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari dosis tunggal. 6-12 bulan
•
diberikan pada anak yang kontak dengan BTA sputum +,
tapi uji tuberkulin
-•
akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji
tuberkulin ulang:
•
tetap (-) sumber penularan telah sembuh
INH
profilaksis dihentikan
•
terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi status TB
kemoprofilaksis sekunder
•
mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit
TB
•
diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit (uji tuberkulin +, klinis dan radiologis
normal)
•
Diberikan terutama pada anaka dengan
imunokompromais
Komplikasi
Paru
ARDS
Pneumoth
orax
(kesulitan
bernafas,
dispneu
dan nafas
pendek,
batuk
kering dan
perubahan
fungsi dan
struktur
anatomi
jantung)
abses
paru
Hematogen
meningitis
TB
tuberculoma
TB
enteritis
(nyeri
abdomen
dan
demam)
limfogen
lymphodenitis TB (Tersering dicervical adenitis, limfadenitis kolli)Komplikasi Tuberkulosis Milier
Sistemik
Cryptic miliary tuberculosis
Pireksia yang tidak diketahui asalnya
Syok, disfungsi multi organ
Pulmo
Acute respiratory distress syndrome
“Air leak” syndrome
(pneumothorax, pneumomediastinum)
Empiema akut
Hematologi
Myelopthisic anaemia
Immune haemolytic anaemia
Endocrinological
Thyrotoxicosis
Renal
Failure due to granulomatous destruction of
the interstitium
Immune complex glomerulonephritis
Kardiovaskular
Perikarditis dengan atau tanpa efusi perikardial
Sudden cardiac death
Mycotic aneurysm of aorta
Native valve, prosthetic valve endocarditis
Hepatik
Cholestatic jaundice
Prognosis
•
Prognosis baik bila diagnosa dini dapat diketahui
dan dilakukan pengobatan yang tepat
•
Dipengaruhi:
–
umur anak, lama infeksi, luas lesi, gizi, sosial ekonomi
keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan
infeksi lain
•
Adanya infeksi HIV,
multidrug resistance
(MDR)
dan reaksi obat (
rash,
hepatitis dan
trombositopenia) dengan TB milier
1. Grange JM, Zumla AI. Tuberculosis. InCook GC, editor. M anson's Tropical Di sease 22nd edit ion . Elsevier Ltd; London, 2008 : p. 1-57. 2. World Health Organization. Tuberculosis Control in the South-East Asia Region. The Regional Report. 2012: p. 77-83.
3. World Health Organization. WHO. [Online].; 2010 [cited 2012 November 28. Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241564069_eng.pdf..
4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012: p. 2-98.
5. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 194-227.
6. Basir D, Yani FF. Tuberkulosis dengan Keadaan Khusus. In Buku Ajar Respirologi Anak . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012:. p. 228-45.
7. World Health Organization. Management of TB meningitis and miliary TB . Guidance for national tuberculosis programmes on management of tuberculosis in children. 2006: p. 10-50.
8. Reviono , Probandari AN, Pamungkasari EP. Keterlambatan Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Journal o Respiratory Indonesian. 2008; 28 1: p. 1-10.
9. Kemenkes RI. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. In Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2011: p. 16-59.
10. World Health Organization. WHO. [Online].; 2009 [cited 2012 November 28. Available from: http://www.who.int/TB /publications/global_report/2009/key_points/en/index.html.
11. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. Available from: http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp 12. Kelompok Kerja TB Anak IDAI. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Departemen Kesehatan Indonesia. J akarta, 2008.
13. Rahajoe NN, Setiawati L. Tatalaksana TB. In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 214-27. 14. Rahajoe NN, Setiawati L. Epidemiologi. In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 162-6.
15. Kar A. Characterization, Classification and Taxonomy of Microbes. In Pharmaceutical Microbiology. New Age International Ltd. New Delhi, 2008: p. 23-62.
16. Levinson W. Mycobacteria. In Review of Medical Microbiology and Immunology. The McGraw-Hill Companies. United State of America, 2008: p. 25-45.
17. Rahajoe NN, Setiawati L. Patogenesis dan Perjalanan Penyakit TB . In Buku Ajar Respirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 169-76.
18. Said M, Boediman I. Imunisasi BCG pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 252-259.