• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMBAHASAN. Bab sebelumnya telah memaparkan informasi tentang negara Saudi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PEMBAHASAN. Bab sebelumnya telah memaparkan informasi tentang negara Saudi"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

96

BAB III PEMBAHASAN

Bab sebelumnya telah memaparkan informasi tentang negara Saudi Arabia secara detail dan juga menjelaskan apa saja kebijakan pemerintah Indonesia terkait TKI. Pada bab ini akan dijelaskan tentang apa saja yang menjadi faktor penarik maupun faktor pendorong yang membuat TKI ingin bekerja di Saudi Arabia. Selain itu bab ini juga akan menjelaskan alasan mendasar yang mewajibkan pemerintah untuk membuat kebijakan yang mengatur TKI dan seperti apa hasil dari implementasi kebijakan tersebut.

A. PERLINDUNGAN TERHADAP TKI

1. Fondasi Pemerintah Indonesia dalam Membuat Kebijakan

Melihat banyaknya permasalahan yang menimpa TKI di Saudi Arabia, maka pemerintah Indonesia wajib untuk mengambil langkah tegas untuk menangani kasus tersebut. Tindakan pemerintah berupa membentuk suatu kebijakan untuk menyelesaikan masalah-masalah TKI, tentu dilandasi oleh beberapa faktor, antara lain :

1) Responsibility to Protect

Konsep ini merupakan konsep yang dihasilkan dari adanya dilematis antara prinsip kedaulatan negara dengan intervensi kemanusiaan demi membela HAM. Namun dalam konteks ini, peneliti lebih menyoroti konsep Responsibility to Protect (R2P) ini dari segi prinsip kedaulatan negara.

(2)

97

Negara wajib memiliki ketegasan dalam menentukan kedaulatan negaranya, bahkan wajib untuk membela diri bila muncul serangan asing yang masuk ke dalam negara dan mengancam kedaulatan negara.

Banyaknya kasus TKI yang bermasalah di Saudi Arabia dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan bangsa Indonesia. Menurut Morgenthau, Kedaulatan merupakan aspek khusus dari kekuasaan tertinggi masing-masing bangsa yang terkandung dalam pengecualian kekuasaan bangsa lain manapun.1 Sehingga dapat diartikan bahwa kedaulatan merupakan harga mutlak suatu negara yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun ataupun negara manapun.

TKI merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang menjadi tanggung jawab dari pemerintah Indonesia untuk dilindungi dan diperjuangkan hak-haknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa TKI juga merupakan bagian dari kedaulatan Indonesia yang patut untuk dipertahankan keberadaannya. Oleh karena itu pemerintah wajib untuk mengupayakan perlindungan bagi TKI khususnya yang sedang bermasalah, dalam konteks ini adalah TKI di Saudi Arabia. Apabila pemerintah Indonesia tidak bisa mengupayakan secara maksimal untuk melindungi TKI yang bermasalah di Saudi Arabia, tentu kedaulatan bangsa Indonesia secara tidak langsung dapat terancam. Bahkan hal ini dapat menimbulkan citra yang buruk bagi Indonesia yang tidak mampu menyelesaikan rakyatnya yang sedang dalam

(3)

98

masalah, mengingat angka TKI yang bermasalah maupun yang dihukum mati sangat banyak di Saudi Arabia. Terlebih lagi saat pemerintah Saudi Arabia mengeksekusi TKI tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak Indonesia, ini merupakan ancaman pula bagi kedaulatan pemerintah atas rakyatnya yang berada di Saudi Arabia, bahkan dapat dikatakan bahwa pemerintah Indonesia gagal untuk mengupayakan perlindungan bagi kelangsungan hidup rakyatnya.

Sebagai presiden yang berdaulat atas pemerintahan Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono memiliki kewajiban untuk membela rakyatnya, terlebih yang terancam hukuman mati. Oleh karena itu eksekusi hukuman mati tanpa adanya pemberitahuan kepada pihak Indonesia terlebih dahulu, secara otomatis menjadi pukulan keras bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk lebih cepat dan tanggap dalam menangani kasus TKI, terlebih lagi kasus yang menimpa TKI di Saudi Arabia tidak hanya kasus hukuman mati. Selain itu kredibilitas seorang presiden dalam memimpin negara dalam kasus ini, juga menjadi taruhannya.

Salah satu implementasi yang ada dalam konsep R2P ini adalah suatu negara bertanggung jawab untuk melindungi rakyatnya sendiri dari ancaman genosida, war crimes, ethnic cleansing, crimes against

humanity, dan berbagai macam tindakan yang mengarah pada

(4)

99

juga wajib untuk melindungi rakyat Indonesia – dalam kasus ini adalah kasus TKI di Saudi Arabia – dari berbagai macam tindakan yang mengancam kelangsungan hidup rakyatnya. Oleh karena itu pemerintah Indonesia wajib untuk mengupayakan cara terbaik berupa memberikan perlindungan dengan cara menetapkan regulasi yang mengatur manajemen sebelum dan sesudah TKI diberangkatkan, serta mengupayakan jalur diplomasi untuk membebaskan TKI yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia.

2) Politik Luar Negeri Indonesia

Politik Luar Negeri Indonesia bersifat tetap dan tidak dapat diubah, karena dalam pembentukannya didasarkan pada ideologi bangsa yang mencerminkan ciri khas dan juga merupakan karakteristik bangsa Indonesia. Sedangkan Kebijakan Luar Negeri Indonesia sifatnya lebih fluktuatif dan dapat dirubah menyesuaikan kondisi bangsa Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian yang menyoroti bagaimana Kebijakan Pemerintah Indonesia menangani kasus TKI di Saudi Arabia yang terancam hukuman mati. Kebijakan Luar Negeri Indonesia yang diambil pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan produk implementasi Politik Luar Negeri Indonesia.

(5)

100

Pembentukan Kebijakan Luar Negeri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor di mana seringkali suatu negara disetir oleh negara lain dalam proses penentuan Kebijakan Luar Negeri.

Seperti kita ketahui bersama, bila dibandingkan dengan negara Saudi Arabia, negara Indonesia sangat jauh dari segi kapabilitas untuk mengelola sumber dayanya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya Sumber Daya Manusia dari Indonesia yang diizinkan pemerintah untuk dikirim ke luar negeri karena faktanya lapangan pekerjaan di dalam negeri sangat terbatas. Namun di sisi lain negara Saudi Arabia memiliki kondisi yang berkebalikan, yaitu kurangnya tenaga kerja, sehingga sangat membutuhkan tenaga kerja dari luar negeri.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengirimkan pekerja migran untuk bekerja di luar negeri dalam jumlah yang cukup besar. Pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 6,5 hingga 9 juta pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di luar negeri. Jumlah tersebut diantaranya sebanyak 69-75 persen merupakan pekerja migran wanita, dan sebagian besar bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang sangat rentan terhadap berbagai bentuk permasalahan berupa kekerasan dan jenis permasalahan lainnya. 2 Kenyataan ini membuat Indonesia seakan tidak dapat berbuat apa-apa untuk menangani persoalan sulitnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Maka salah satu langkah yang efektif yang dilakukan pemerintahadalah dengan

(6)

101

membuat Kebijakan Luar Negeri untuk melegalkan adanya pengiriman TKI ke luar negeri salah satunya ke negara Saudi Arabia.

Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan Kebijakan Luar Negeri adalah adanya kemampuan aktor untuk mempengaruhi

behaviour aktor lain agar mau untuk mengikuti keinginan aktor

tersebut. Tindakan tersebut sering kali disebut dengan istilah power. Seperti kita ketahui, pada tanggal 28 Mei 2011 telah diadakan Pertemuan antar pejabat tinggi Indonesia dengan Saudi Arabia di Jeddah yang membahas perbaikan penempatan dan perlindungan TKI di Saudi Arabia yang menghasilkan penandatanganan MoU antara pihak Indonesia dengan Saudi Arabia.3 Selain itu pertemuan kedua diadakan pada tanggal 11-15 Juli 2011 di Riyadh. Pada pertemuan ini mereka membahas mengenai perundingan tahap awal tentang pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) mengenai penempatan dan perlindungan TKI di Saudi Arabia yang ditargetkan selesai dalam waktu 6 bulan ke depan sejak diadakannya pertemuan tersebut. Meski sudah diterapkan kebijakan soft moratorium masalah tidak kunjung usai dan memuncak saat TKI Ruyati dieksekusi tanpa adanya pemberitahuan dengan pihak Indonesia.

Melalui kronologi di atas, pertemuan antara pejabat Indonesia dengan pejabat Saudi Arabia dirasa tidak efektif meskipun telah membentuk MoU terkait penempatan dan perlindungan TKI di Saudi Arabia. Menurut peneliti, pertemuan tersebut hanyalah cara Saudi

(7)

102

Arabia untuk mengulur waktu bahkan mencegah Indonesia untuk melakukan moratorium atas pengiriman TKI ke Saudi Arabia. Pihak Saudi Arabia memiliki power untuk membuat Indonesia tetap menjalankan kerjasama tersebut, bahkan seolah mengindahkan kasus-kasus TKI yang masih terancam hukuman mati. Namun untungnya pemerintah Indonesia tidak lama berada dalam ikatan

power pihak Saudi Arabia. Kebijakan tegas pemerintah Saudi Arabia

mengadakan moratorium menunjukkan posisi dan menegaskan kedaulatan penuh Indonesia atas rakyatnya.

Hal lain yang menjadi faktor pengaruh pembentukan Kebijakan Luar Negeri Indonesia adalah aset bangsa Indonesia yang bisa diukur dan digunakan sebagai suatu indikator potensi kekuatan seperti apa dan bagaimana proses pengambilan Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Potensi penting yang menentukan tersebut akan dijelaskan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal adalah pengaruh-pengaruh yang berada pada level internal negara misalnya situasi politik, pembangunan ekonomi, kapabilitas pertahanan keamanan, dan kondisi masyarakat Indonesia itu sendiri. Pada masa kepempimpinan Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua ini, negara Indonesia mengalami kondisi yang cukup rumit, karena pemerintah masih saja disibukkan pada persoalan-persoalan korupsi internal pemerintahan dan banyaknya PR pemerintah yang masih perlu untuk diselesaikan. Susilo Bambang

(8)

103

Yudhoyono juga dituntut untuk segera memenuhi janji-janjinya karena telah dipercaya untuk memimpin Indonesia pada periode yang kedua. Jika dilihat dari segi pembangunan ekonomi, Indonesia dapat dibilang cukup stabil waktu itu. Tetapi berbeda dengan kondisi masyarakat Indonesia. Pemerintah masih belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi rakyatnya. Oleh karena itu banyak TKI yang ingin bekerja di luar negeri terutama di Saudi Arabia demi mengejar taraf hidup yang lebih baik.

Setelah membahas faktor internal, pembahasan faktor eksternal juga tidak kalah pentingnya. Faktor eksternal yang akan dibahas adalah geopolitik dan karakter negara Saudi Arabia.4 Faktor ini menjadi faktor penarik bagi TKI untuk mengadu nasib di Saudi Arabia.

Negara Saudi Arabia terkenal sangat kaya dengan sumber daya minyak. Perekonomian Saudi Arabia bergantung pada kegiatan produksi dan ekspor migas. Nilai produksi minyak di negara ini memiliki angka tertinggi di dunia sehingga membuat negara Saudi Arabia mendapat julukan negara petro dollar.

Indonesia juga memiliki cadangan minyak, tetapi tidak sebanding dengan cadangan minyak di Saudi Arabia. Bagi sebagian masyarakat awam, negara Saudi Arabia cukup memukau untuk dikunjungi. Calon-calon TKI yang ingin bekerja di sana tentu berharap dapat mendulang upah yang besar di negara petro dollar.

(9)

104

Namun terkadang tidak semua harapan TKI dapat terwujud setelah sampai di negara itu. Mimpi mereka untuk menaikkan taraf hidup seringkali berujung pada penyiksaan yang dilakukan oleh majikan mereka. TKI yang tidak mencoba untuk mempelajari seperti apa karakteristik penduduk asli setempat tentu dapat mengalami

cultural shock, yang merupakan kondisi masyarakat pendatang yang

kaget menghadapi kebudayaan yang jauh berbeda dengan kebudayaan di negara asalnya. Kebudayaan asli mereka tentu berbeda dengan kebudayaan di Indonesia. Oleh karena itu, mengirim TKI yang tidak memiliki skill ke Saudi Arabia tanpa ada seleksi ketat dan bimbingan khusus sebelumnya, hanya akan menambah deretan kasus TKI yang bermasalah di Saudi Arabia.

3) National Interest Indonesia

Salah satu national interest Indonesia adalah untuk melindungi rakyatnya sebagai perwujudan responsibility to protect. Pemerintah Indonesia wajib untuk melindungi warga negaranya yang sedang berada di luar negeri, termasuk TKI di Saudi Arabia. Selain itu pemerintah Indonesia harus membela warga negaranya seperti yang diatur pada Undang-undang nomor 39 tahun 2004 pasal 7, yang akan dijabarkan satu persatu.

Poin pertama adalah menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI,

(10)

105

maupun yang berangkat secara mandiri. Pemerintah memiliki kuasa untuk mengontrol TKI yang ada di luar negeri untuk menaati peraturan yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia.

Poin kedua adalah mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI. Pada poin ini dijelaskan bahwa pemerintah Indonesia wajib untuk mengawasi persiapan TKI yang akan diberangkatkan agar sesuai dengan standar prosedur yang ditetapkan, termasuk TKI yang berangkat melalui PJTKI.

Poin ketiga adalah membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia terkait TKI tentu secara berkala harus mengalami proses pengkajian ulang sembari melihat kondisi yang ada dan seberapa efektifkan kebijakan yang diambil.

Poin yang terakhir melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan dan memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan. Pemberian perlindungan diplomatik berlaku bagi TKI yang memiliki masalah di Saudi Arabia. Mereka wajib dilindungi oleh wakil negara yang berada di Saudi Arabia. Oleh sebab itu kasus-kasus TKI yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia tentu harus mendapat perhatian khusus bagi pemerintah. Pemerintah wajib untuk membela TKI yang bermasalah. Tidak berhenti sampai di situ saja, perlindungan

(11)

106

pemerintah terhadap TKI akan terus diberikan sampai TKI menyelesaikan kewajibannya dan pulang ke tanah air.

Kredibilitas Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemimpin negara sedang diuji melalui kebijakannya terhadap TKI yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia. Kedaulatan Indonesia akan dianggap lemah apabila dengan mudahnya pihak Saudi Arabia menghukum mati TKI. Oleh karena itu demi menegakkan posisi kedaulatan pemerintah Indonesia, pemerintah wajib mengusahakan cara terbaik berupa mendampingi sekaligus membela TKI yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia.

Kepentingan lain yang dimiliki Indonesia dalam membuat Kebijakan Luar Negeri terkait TKI yang dihukum mati di Saudi Arabia adalah ambisi pemerintah untuk meningkatkan bargaining position di mata dunia. Indonesia ingin membuktikan bahwa negara mampu membebaskan TKI dari ancaman hukuman mati pemerintah Saudi Arabia. Meskipun negara Indonesia memiliki angka pengiriman tenaga kerja yang banyak di Saudi Arabia khususnya dalam profesi PRT, bukan berarti citra masyarakat Indonesia di mata Saudi Arabia menjadi rendah. Indonesia ingin membuktikan bahwa Indonesia mampu menangani kasus ini dengan jalur diplomasi.

(12)

107 2. Undang-Undang Perlindungan TKI

Setelah membahas tentang dasar-dasar mengapa suatu negara perlu melindungi rakyatnya, pada sub bab kali ini akan dibahas mengenai perlindungan yang diberikan suatu pemerintah terhadap rakyatnya khususnya TKI yang terwujud dalam ratifikasi Konvensi PBB oleh pemerintah Indonesia dan undang-undang yang menjamin perlindungan TKI.

1) Ratifikasi Konvensi Migran 1990

Konvensi yang biasa disebut dengan Konvensi Migran 1990 meurupakan Konvensi yang dideklarasikan di New York, Amerika Serikat dan disahkan melalui resolusi PBB 45/158 pada tanggal 18 Desember tahun 1990. International Convention on The Protection

of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families

tersebut merupakan konvensi yang fokus terhadap perlindungan hak buruh migran beserta keluarga. Konvensi ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 2003 dan telah diratifikasi oleh 20 negara pada bulan Maret 2003, serta menjadi konvensi dengan kekuatan hukum yang mengikat. Konvensi Migran 1990 ini telah diratifikasi oleh 42 negara hingga tahun 2010. Indonesia merupakan salah satu negara pengirim buruh migran terbesar, namun Indonesia juga tergolong memerlukan waktu yang lama dalam meratifikasi konvensi ini, yakni delapan tahun terhitung setelah proses penandatanganan yang dilakukan pada tanggal 22

(13)

108

September 2004 di New York. Ratifikasi yang dilakukan negara Indonesia dilakukan karena timbulnya banyak tekanan dari dalam negeri baik lembaga sosial masyarakat maupun organisasi-organisasi lain yang memperjuangkan nasib tenaga kerja. Maka pada tanggal 2 Mei 2012 Indonesia meratifikasi Konvensi Migran 1990 tersebut. 5

Pemerintah Indonesia mengalami proses yang penuh dengan dinamika yang dimulai setelah proses penandatanganan pada tahun 2004. Faktor utama penghambat proses ratifikasi adalah ketidaksepakatan antara pemerintah dan DPR tentang perlunya ratifikasi konvensi ini. Menurut surat Kementrian tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) pada tahun 2005, dengan nomor surat B.359/SJ/HK/2005 yang ditunjukan kepada Pusat Litbang Hak-Hak Ecosoc, Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Kementrian Hukum dan HAM pada tanggal 12 September 2005, Kemenakertrans menyatakan keberatan untuk meratifikasi Konvensi Migran 1990. Adapun beberapa argumentasi yang disampaikan oleh Kemenakertrans dalam surat tersebut. Pertama, dengan meratifikasi konfensi tersebut dapat menimbulkan sejumlah kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan peluang yang sama bagi tenaga kerja asing dan anggota keluarganya untuk datang dan bekerja di Indonesia, hal ini termasuk pemberian kompensasi berupa tunjangan

(14)

109

pengangguran jika tenaga kerja asing tersebut mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kedua, substansi Konvensi Migran 1990 mengatur kewajiban bagi negara peratifikasi untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja asing yang bekerja di negara tersebut, sehingga meskipun Indonesia meratifikasi, konvensi tersebut tidak bisa memberikan perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri, di sisi lain dengan adanya jaminan yang sama dengan pekerja lokal, hal yang menjadi ancaman adalah semakin banyaknya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia yang semakin lama merebut lahan pekerjaan bagi para pekerja lokal. Ketiga, pasal-pasal yang ada dalam konvensi tersebut antara lain tentang hak berserikat bagi buruh migran, pengaturan tidak boleh memutus hubungan kerja dengan buruh migran, serta akses untuk mencari dan mendapat pekerjaan, dinilai tidak sejalan dengan substansi UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan. 6

Direktur Jendral Pembinaan Penemparan Tenaga Kerja Luar Negeri Kemenakertrans, I Made Arka, pada tahun 2006, menyatakan bahwa Indonesia belum siap untuk meratifikasi Konvensi Migran 1990 tersebut, karena Indonesia belum mampu untuk memfasilitasi tenaga kerja asing sebagaimana fasilitas yang didapatkan oleh pekerja lokal. Menanggapi hal tersebut, Wahyu Susilo, analisis kebijakan Migrant Care, mengatakan bahwa

(15)

110

pemerintah tidak memiliki inisiatif untuk melindungi buruh migran dengan tidak adanya keputusan politik untuk meratifikasi konvensi itu menjadi hukum nasional. Hingga tahun 2008, Kemenakertrans masih tetap mengandalkan Memorandum of

Understanding (MoU) yang dilakukan antara PJTKI dengan

negara-negara penempatan, namun hal ini dirasa kurang ata bahkan tidak signifikan dalam mengatur mengenai permasalahan perlindungan TKI. 7

Perdebatan yang terjadi antara elit pemerintah terkait ratifikasi Konvensi Migran 1990 terjadi sampai tahun 2011. Pada tahun 2009 Kemenakertrans, Kementrian Luar Negeri (Kemenlu), Kementrian Hukum dan HAM, beserta pakar mengadakan pembahasan yang pada akhirnya tetap tidak mengakomodasi presepsi para pemangku kepentingan utama tentang pentingnya ratifikasi konvesi tersebut. Lalu pada tahun 2011,Kemenlu menyuarakan persiapan ratifikasi Konvensi Migran 1990 dengan menyusun ulang draft naskah akademik ratifikasi Konvensi Migran 1990 yang sebelumnya telah dibahas sebanyak dua kali dalam workshop yang diadakan oleh Kemenlu bersama dengan departemen dan masyarakat sipil pada 15-16 Juli 2011 dan Oktober 2011, yang berisi tentang argumentasi setuju dan tidak setuju untuk meratifikasi konvensi tersebut. 8

(16)

111

Pada tahun 2012, terbitlah Amanat Presiden (AmPres) No. R-17/Pres/02/2012 terkait ratifikasi Konvensi Migran 1990 yang telah ditandantangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 7 Februari 2012, yang kemudian diserahkan kepada ketua DPR pada 9 Februari 2012. AmPres tersebut tidak ditindaklanjuti dengan diadakannya rapat kerja antara Komisi IX DPR RI dengan Pemerintah yang diwakili oleh Kemenlu, Kemenakertrans dan Kementran Hukum dan HAM. Rapat tersebut menghasilkan suatu keputusan bahwa Konvensi Perlindungan Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarga atau yang biasa disebut Konvensi Migran 1990 perlu segera diratifikasi unutk lebih memaksimalkan perlindungan para TKI. Setelah itu Rancangan Undang-Undang Ratifikasi Konvensi dibawa ke rapat paripurna DPR RI pada tanggal 12 April 2012, dan menghasilkan Undang-undang tanpa reservasi pada tanggal 2 Mei 2012. 9

Konvensi Migran 1990 memiliki arti penting yang diutarakan dalam 10 poin sebagai berikut :

a. Konvensi tersebut berupaya membangun standar minimum perlindungan buruh migran beserta anggota keluarga terkait hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, selain itu konvensi tersebut juga mendorong agar negara semakin menyelaraskan undang-undang negara

(17)

112

dengan standar universal yang termaktub dalam konvensi tersebut.

b. Konvensi tersebut melihat buruh migran bukan sebagai komoditas ekonomi melainkan sebagai manusia yang memiliki hak asasi.

c. Konvensi mengakui banyaknya kontribusi yang disumbangkan oleh buruh migran baik dalam sektor ekonomi maupun sosial masyarakat di negara penempatan serta di negara asal buruh tersebut, sehingga perlu adanya pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak asasi mereka.

d. Konvensi ini mengakui kerentanan nasib yang dialami oleh buruh migran melihat banyaknya buruh migran yang sering mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, sehingga harus adanya perlindungan yang lebih baik yang menaungi nasib buruh migran.

e. Konvensi ini dianggap paling komperhensif untuk menangani nasib buruh migran dikarenakan berisi serangkaian standar untuk menangani berbagai aspek diantaranya kesejahteraan dan hak-hak seluruh buruh migran beserta anggota keluarga, kewajiban dan tanggung jawab negara terkait meliputi negara pengirim (asal), negara penerima, maupun negara transit.

(18)

113

f. Konvensi ini berupaya untuk melindungi hak-hak seluruh buruh migran baik yang berdokumen maupun yang tidak berdokumen dikarenakan konvensi ini bersifat inklusif bagi seluruh buruh migran tanpa memandang status hukum yang dimiliki, namun konvensi juga berusaha untuk mendorong buruh migran untuk tetap mematuhi prosedur yang ada dengan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan.

g. Konvensi memegang teguh prinsip-prinsip non diskriminasi sehingga seluruh buruh migran tanpa memandang status hukum yang dimiliki berhak mendapat fasilitas dan perlakuan yang sama dengan warga lokal di negara penempatan.

h. Konvensi tersebut membuat satu definisi buruh migran dengan cakupan yang luas dan mencakup seluruh buruh migran baik laki-laki, perempuan, yang akan, sedang, maupun telah menjalani aktivitas di negara penempatan yang disepakati secara universal.

i. Konvensi ini berupaya mencegah dan menghapus praktek-praktek eksploitasi buruh migran beserta anggota keluarganya dalam seluruh proses yang dijalani baik pra, sedang, maupun pasca migrasi, selain itu konvensi ini juga

(19)

114

berkomitmen untuk mengakhiri perekrutan buruh migran ilegal dan tidak berdokumen.

j. Bertujuan untuk memaksimalkan perlindungan buruh migran beserta anggota keluarga, konvensi ini membentuk Komite Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarga. Komite tersebut berfungsi untuk mengkaji pelaksanaan konvensi oleh negara peratifikasi melalui pengkajian laporan mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan oleh negara peratifikasi terkait pengimplementasian konvensi tersebut (The International Steering Committee For The Campaign For Ratification Of The Migrants Rights Convention. 2012).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menemukan beberapa alasan mengapa terdapat rintangan yang cukup rumit untuk meratifikasi Konvensi Migran 1990 tersebut. Seperti kita ketahui bersama untuk meratifikasi sebuah konvensi diperlukan kesepakatan antar golongan pemerintah yang terkait untuk bersama-sama memproses menjadi sebuah kebijakan yaitu Kebijakan Luar Negeri.

(20)

115

Gambar 3.1 Proses Terbentuknya Kebijakan Luar Negeri Setelah Ratifikasi Perjanjian Internasional

Sumber : http://journal.unair.ac.id/filerPDF/-Jurnal.docx

Hal tersebut digambarkan dengan diagram tersebut, dimana Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam bentuk UU yang terbentuk pada tanggal 2 Mei 2012 terkait ratifikasi Konvensi Migran 1990 dilakukan setelah adanya pembahasan internal dan kesepakatan antar pihak yang berkepentingan untuk meratifikasi kebijakan tersebut. Proses untuk menyepakati kebijakan tersebut mengacu pada national interest yang tidak lain merupakan fondasi terbentuknya kebijakan yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara teoritis substansi suatu Politik Luar Negeri Indonesia adalah bagaimana pemerintah Indonesia mengedepankan

national interest dalam membentuk suatu kebijakan, dimana

national interest tersebut adalah untuk melindungi rakyatnya

yaitu TKI. Implikasinya pada penelitian ini adalah negara Indonesia meratifikasi Konvensi Migran 1990 karena pemerintah Indonesia harus menlindungi rakyatnya dari ancaman hukuman mati yang diberikan pemerintah Saudi Arabia kepada TKI yang bermasalah

Perjanjian

(21)

116

di Saudi Arabia, sebagai bagian dari ancaman bagi kedaulatan pemerintah Indonesia.

Selain itu kondisi domestik sebuah negara memiliki peranan yang penting dalam membuat Kebijakan Luar Negeri, karena dalam proses pembuatan kebijakan negara harus benar-benar memperhatikan dan mempertimbangkan segala saran maupun anjuran yang datang baik dari lingkup domestik maupun internasional. 10 Menurut pengamatan peneliti, pada saat itu pemerintah Indonesia tengah dihadapkan dengan kondisi yang bergejolak dengan adanya eksekusi hukuman mati secara mendadak yang dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia. Hal ini sangat memukul pihak Indonesia dan memunculkan banyak protes dari internal Indonesia maupun eksternal. Pemerintah dituntut untuk mengambil langkah tegas dalam menyikapi kasus ini. Desakan tersebut membuat Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan moratorium untuk pengiriman TKI ke Saudi Arabia. Setelah penetapan moratorium, pihak internal pemerintah khususnya DPR dan Presiden menjadi lebih kooperatif untuk membahas pentingnya ratifikasi Konvensi Migran 1990. Sehingga pada tanggal 2 Mei 2012 terbentuklah kesepakatan dan pembentukan Kebijakan Luar Negeri Indonesia yang adalah meratifikasi Konvensi PBB tersebut.

(22)

117

2) Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia

Sub bab ini akan membahas tentang apa saja kebijakan pemerintah Indonesia yang mengatur tentang TKI, yang tertuang dalam wujud undang atau pasal-pasal regulasi. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagarkerjaan di Indonesia salah satunya adalah undang no. 13 tahun 2003. Undang-undang ini memuat landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan; Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan; Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh; Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan; Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja; Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan; Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses produksi; Pembinaan kelembagaan dan sarana

(23)

118

hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial; Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/ buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja; Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Berdasarkan Undang-undang tersebut, pasal ke 2,3, dan 4 menjelaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mana dalam proses pembangunannya diselenggarakan bersama-sama dengan berkoordinasi antara sektoral pusat dan daerah. Tujuan dari pada pembangunan ketenagakerjaan itu sendiri adalah memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional daerah; memberikan perlindungan

(24)

119

kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Selain itu kebijakan pemerintah Indonesia yang juga mengatur tentang TKI tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006, mengenai Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Kebijakan tersebut ditandandatangani sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang mencakup lima poin utama. Pertama, instruksi untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing dalam rangka pelaksanaan Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Kedua, dalam mengambil langkah-langkah sebagaimana yang diinstruksikan sebelumnya, harus berpedoman kepada program-program yang tercantum dalam lampiran instruksi Presiden. Ketiga, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bertugas untuk membentuk Tim Koordinasi dan Pemantau Pelaksanaan Instruksi Presiden ini dan Kelompok kerja sesuai kebutuhan, serta menetapkan keanggotaan, susunan organisasi, tugas, tata kerja dan kesekretariatan Tim Koordinasi dan Pemantau Pelaksanaan Instruksi Presiden ini. Keempat, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan

(25)

120

dan memantau pelaksanaan Instruksi Presiden ini sesuai bidang tugasnya, serta melaporkan secara berkala pelaksanaan Instruksi Presiden ini. Kelima, segala biaya sebagai akibat dikeluarkannya Instruksi Presiden ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keenam, melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab.

Lampiran yang tercantum dalam Instruksi Presiden ini memuat beberapa kebijakan yang harus dilaksanakan, lengkap dengan program, tindakan, keluaran, dan sasaran serta siapa yang menjadi penanggungjawab kegiatan tersebut.

Kebijakan pertama adalah mengenai Penempatan TKI. Program pertama adalah penyederhanaan dan desentralisasi pelayanan penempatan TKI yang diwujudnyatakan dalam pengesahan permitaan nyata TKI oleh KBRI/KJRI secara online sistem, dengan penanggung jawab Menlu, Menakertrans, dan Mendagri. Tindakan selanjutnya adalah penerbitan Surat Izin Pengerahan (SIP) yang terbit dalam waktu 1 hari kerja dengan penanggung jawab Menakertrans. Selain itu, tindakan berupa penyuluhan, seleksi, dan penandatanganan Perjanjian Penempatan yang dilaksanakan dalam waktu 3 hari kerja dengan penanggung jawab Menakertrans, BNP2TKI, Bupati/Walikota. Tindakan lainnya adalah penerbitan Paspor TKI di Daerah dengan cara biaya pengurusan paspor menjadi murah dengan

(26)

121

pengamanan biometric dalam waktu 3 hari kerja dengan penanggung jawab Menkumham. Selain itu, tindakan berupa penelitian Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dengan cara membuat KTKLN tersebut menjadi murah dan penerbitannya 1 hari kerja saja dengan penanggung jawab Menakertrans dan BNP2TKI.

Program kedua yang masih berkaitan dengan Penempatan TKI adalah Peningkatan Kualitas dan Kuantitas calon TKI. Tindakan pertama adalah peningkatan fungsi market intelegence dari perwakilan Indonesia dengan kegiatan Roadshow atau promosi jasa TKI di negara penerima TKI dengan penanggung jawab Menlu, Menakertrans, dan BNP2TKI. Tindakan selanjutnya pemeriksaan awal kesehatan calon TKI dengan keluaran berupa hasil pemeriksaan yang harus selesai dalam 1 hari kerja dengan penanggung jawab Menkes, BNP2TKI, dan PPTKIS. Tindakan ke tiga adalah peningkatan mutu penyelenggaraan pelatihan dengan harapan adanya jumlah TKI yang meningkat dan keterampilan TKI pun juga meningkat, dengan penanggung jawab Mankertrans, BNP2TKI, Gubernur, Bupati/Walikota. Tindakan lainnya adalah uji kompetensi oleh Lembaga yang terakreditasi dengan keluaran pelaksanaan dan hasil uji kompetensi hanya 1 hari kerja, penanggung jawabnya Menakertrans, BNP2TKI, Kepala Lembaga Uji Kompetensi. Tindakan selanjutnya adalah pemeriksaan

(27)

122

lanjutan kesehatan dengan keluaran hasil pemeriksaan selesai tidak lebih dari 14 hari kerja, penanggung jawab adalah Menkes, BNP2TKI, dan PPTKIS. Tindakan lainnya berupa peningkatan perjanjian kerja sama dengan Negara Penerima TKI berketerampilan yang mana diharapkan jumlah Manatory

Counsular Notification (MCN) atau MoU dengan negara penerima

TKI meningkat dari 5 menjadi 17 buah, yang menjadi tanggung jawab Menlu, Menakertrans dan BNP2TKI. Tindakan yang tidak kalah pentingnya adalah optimalsiasi Bursa kerja kabupaten/kota agar calon TKI terdaftar pada Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi ketenagakerjaan dengan penanggung jawab Menakertrans, BNP2TKI, Gubernur dan Bupati/Walikota.

Kebijakan kedua yang penting dan berkaitan dengan penelitian ini adalah Intruksi Presiden tentang Perlindungan TKI. Tindakan pertama adalah advokasi dan Pembelaan TKI dengan cara memberikan fasilitas bantuan hukum bagi TKI yang bermasalah. Fasilitiasi hukum berupa penyediaan lembaga bantuan hukum di Provinsi sumber utama TKI, Kerjasama perwakilan Indonesia dengan law firm setempat di 11 negara penempatan TKI, dan penugasan pejabat POLRI pada negara penempatan TKI sesuai kebutuhan. Tugas ini menjadi tanggung jawab Menlu, Kapolri, Menakertrans dan BNP2TKI. Tindakan kedua adalah penguatan fungsi perwakilan Indonesia dalam

(28)

123

perlindungan TKI dengan cara pembentukan Citizen Service/Atase Ketenagakerjaan di negara penerimaan TKI. Harapan dari adanya tindakan tersebut adalah terbentuknya Citizen service/Atase Ketenagakerjaan di 6 negara yaitu Korea Selatan, Brunei Darussalam, Singapura, Jordania, Syria, Qatar. Tugas ini dipegang oleh Menlu.

Selain dua kebijakan tadi, masih terdapat beberapa kebijakan terkait tenaga penempatan dan perlindungan kerja. Namun dua kebijakan tadi cukup mewakili analisis peneliti tentang kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono terkait TKI.

Berdasarkan pemaparan di atas, Susilo Bambang Yudhoyono tetap menggunakan Undang-undang seperti yang diterapkan pada masa pemerintahannya periode pertama, yang terwujud dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006. Selain itu Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk Undang-undang tahun 39 tahun 2014 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mengeluarkan Permenakertrans No. 14 tahun 2010 yang mana setelahnya dibentuk Kebijakan Luar Negeri terkait Ratifikasi Konvensi PBB tentang Konvensi Migran 1990.

Perlindungan yang diberikan Susilo Bambang Yudhoyono yang diwujudnyatakan dalam bentuk undang-undang dan kebijakan di atas

(29)

124

merupakan bukti tanggung jawab pemerintah Indonesia untuk melindungi rakyatnya yang ada di luar negeri. Kebijakannya terhadap TKI di periode pertama tahun pemerintahannya dinilai efisien untuk menyelesaikan permasalahan terkait TKI-TKI yang bermasalah sehingga sampai pemerintahannya periode kedua pun peraturan terus tetap digunakan.

TKI Indonesia merupakan bagian dari kedaulatan republik Indonesia yang wajib untuk dipertahanakan, karena TKI merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang juga menjadi tanggung jawa pemerintah Indonesia untuk dilindungi. Ini merupakan wujud dari implementasi Responsibility to Protect yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia bagi rakyatnya. Selain menjaga TKI sebagai tanggung jawab pemerintah, di dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan TKI di Saudi Arabia, terdapat pula kepentingan negara atau National Interest yang terkandung untuk diwujudkan setelah kebijakan itu diterapkan.

National Interest yang dimiliki oleh Indonesia akan dibahas sesuai

dengan kebijakan yang dibuat.

Meratifikasi Konvensi Migran 1990 tentu menuntut pertimbangan yang amat matang bagi pemerintah Indonesia khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena kebijakan tersebut seperti mata uang yang memiliki dua sisi yaitu baik dan buruk namun tidak dapat dipisahkan dampak baik maupun buruk yang ditimbulkan setelahnya.

(30)

125

Dampak buruk yang ditimbulkan apabila Indonesia meratifikasi Konvensi Migran 1990 adalah datangnya pekerja asing ke Indonesia bersama keluarganya, untuk menetap dan mengadu nasib di Indonesia. Hal ini tentu akan menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk mengontrol kedatangan pekerja asing, karena selain akan menjadi pesaing bagi pekerja lokal Indonesia, pemerintah Indonesia juga akan mengeluarkan biaya lebih yang akan diterima oleh pekerja asing apabila ia mengalami Putus Hubungan Kerja (PHK), karena di dalam Undang-undang ketenagakerjaan dan Konvensi Migran 1990 pemerintah negara setempat wajib untuk menjamin hak-hak pekerja dan memberikan perlindungan. Dampak buruk ini tentu menjadi pertimbangan khusus bagi Indonesia, karena sampai saat ini pun pemerintah Indonesia belum mampu menyediakan pekerjaan yang cukup bagi rakyatnya sendiri dan tingkat pekerja yang produktif beserta lapangan kerja yayng tersedia tidak sebanding. Selain itu muncul juga desakan dari dalam negeri seperti organisasi yang khusus memperhatikan migran, dan juga tuntutan masyarakat Indonesia agar Indonesia segera untuk meratifikasi Konvensi PBB ini.

Namun di sisi lain konvensi ini juga akan membawa keuntungan bagi para peratifikasi karena perlindungan TKI dapat ditingkatkan, terutama TKI yang ada di luar negeri. Hal ini sesuai dengan tujuan dari konvensi ini yaitu untuk memaksimalkan perlindungan buruh migran beserta anggota keluarga, konvensi ini membentuk Komite

(31)

126

Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarga. Komite tersebut berfungsi untuk mengkaji pelaksanaan konvensi oleh negara peratifikasi melalui pengkajian laporan yang membahas tentang langkah-langkah yang telah dilakukan oleh negara peratifikasi terkait pengimplementasian konvensi tersebut. Oleh karena itu dengan meratifikasi Konvensi Migran 1990, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat untuk membentuk badan hukum yang berfungsi untuk mengimplementasikan konvensi ini khususnya melindungi TKI yang bermasalah di Saudi Arabia.

Selain meratifikasi Konvensi Migran 1990, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga melanjutkan penerapan kebijakan yang diimplementasikan dalam wujud Undang-undang yang berfungsi untuk melindungi TKI di luar negeri secara khusus, seperti Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2006 yang mana sampai saat ini masih terus dilakukan dibawah pertanggungjawaban masing-masing aparatur negara yang ditunjuk. Selain itu untuk melengkapi kebijakan tersebut, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mengeluarkan Permenakertrans No. 14 tahun 2010 yang mana setelahnya dibentuk Kebijakan Luar Negeri terkait Ratifikasi Konvensi PBB tentang Konvensi Migran 1990. Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk kebijakan lain yang fungsinya adalah untuk mengevaluasi dan menyempurnakan kebijakan sebelumnya yaitu Undang-undang

(32)

127

tahun 39 tahun 2014 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selalu mengevaluasi kebijakan yang ada sehingga dapat mencapai tingkat efisiensi penerapan kebijakan pemerintah yang telah dibuat. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan angka permasalahan TKI di Saudi Arabia dari tahun 2010-2013. Pembahasan lebih lengkap akan dipaparkan pada akhir dari bab ini.

B. PEMBAHASAN KASUS-KASUS TKI YANG DIHUKUM MATI DI SAUDI ARABIA

Setelah membahas mengenai regulasi yang dibentuk pemerintah untuk melindungi TKI, sub bab ini akan membahas tentang kasus-kasus TKI yang terancam hukuman mati. Pembahasan ini akan memberikan gambaran tentang bagaimana kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam menangani TKI yang akan dihukum mati.

Darsem bin Daud Tawar adalah salah satu TKI yang terbebas dari hukuman mati di Saudi Arabia setelah pemerintah membayar diyat sebesar 4,7 miliar rupiah kepada keluarga majikan Darsem. Proses pemerintah membebaskan Darsem dari ancaman hukuman mati yang ditujukan kepadanya merupakan salah satu bentuk upaya perlindungan pemerintah kepada warga negaranya. Menurut juru bicara Kementrian Luar Negeri, Michael Tene, proses

(33)

128

banding untuk kasus Darsem yang didakwa membunuh majikannya karena hendak diperkosa, waktu itu terus dilangsungkan. Pemerintah menyediakan pengacara sejak Darsem diajukan ke meja hijau. Meskipun demikian, pemerintah juga mengantisipasi semua kemungkinan termasuk pembayaran

diyat, sembari menantikan hasil proses bandingnya.11

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono melalui aparatur negara yang bertugas yaitu Kemenlu berupaya terus menerus dalam rangka memberikan pembelaan hukum bagi Darsem. Melalui Direktur Timur Tengah Kementrian Luar Negeri, Ronny Yuliantoro, pemerintah memberikan bantuan konsuler perhatian kepada Darsem selama menjalani proses persidangan hingga pemberian hukuman oleh pemerintah Saudi Arabia. Setelah pemerintah Indonesia memutuskan permasalah ini ke Kemenlu, pihak Kemenlu segera mengutus tim yang dipimpin oleh Direktur Timur Tengah dengan tugas menyelesaikan masalah, termasuk memulangkan Darsem melalui kerjasama dan koordinasi kepada pihak KBRI di Riyadh. 12

Fungsi Kemenlu kepada Direktur Timur Tengah adalah untuk tetap berada di Saudi Arabia sampai pembebasan dan pemulangan Ibu Darsem. Menurut informasi Ronny, pada 24 Juni 2011 setiap hari telah dilakukan penyerahan diyat sebesar 2 juta real atau 4,7 miliar rupiah yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh, yang disaksikan oleh tiga orang Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Riyadh. Pembayaran diyat tersebut menandai Darsem secara sah telah dibebaskan dari hukuman mati, dan secara otomatis bebas dari hukuman publik. 13

(34)

129

Usaha pemerintah melindungi Darsem tidak berhenti sampai di situ saja. Pemerintah juga terus memantau proses penyelesaian pembebasan berkas perkara Darsem sampai diserahkan pengadilan tinggi Riyadh kepada Kantor Gubernur Riyadh yang bertugas melakukan pengkajian mengenai kasus ini termasuk menghitung lamanya hukuman yang telah dijalani Darsem. Kantor Gubernur Riyadh telah menghitung lamanya hukuman yang dijalani Darsem dan kriteria pengampunan yang diberi oleh raja Saudi Arabia kepada narapidana yang tersangkut perkara pidana. Kemudian pada 27 Juni 2011, diperoleh kepastian bahwa masa hukuman Darsem yang dijalani sejak Desember 2007 memiliki kriteria pengampunan yang diberikan oleh Kerajaan Saudi Arabia. Maka dari itu Darsem secara hukum publik dibebaskan dan dapat pula dipulangkan ke Indonesia. Mulai 27 Juni-12 Juli 2011 dilakukan proses pembebasan dan pemulangan Darsem, antara lain pemenuhan persyaratan administrasi mulai dari sidik jari dan lainnya, serta kelengkapan dokumen sampai kepada pemesanan tiket penerbangan. 14

Selain itu pemerintah juga memberikan fasilitas berupa proses akses kekonsuleran yang dilakukan oleh KBRI. Proses ini berlangsung semenjak kasus ini bergulir. Pada 27 Juni hingga 12 Juli 2011 proses ini dilanjutkan setiap hari di penjara tempat Darsem ditahan. Akses ini dilakukan guna memastikan, memantau dan mempercepat proses pemulangan Darsem. 15

Peneliti tidak banyak menemukan bagaimana proses negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk membebaskan Darsem dari hukuman mati. Berdasarkan temuan peneliti, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

(35)

130

memberikan fasilitas kepada Darsem ketika kasusnya mulai dibawa ke meja hijau. Hal ini dibuktikan dengan adanya akses konsuler yang dilakukan oleh KBRI bahkan sampai Darsem dinyatakan bebas dari hukuman publik. Selain itu pemerintah juga melakukan upaya-upaya berupa memfasilitasi pengacara yang akan membela Darsem dalam proses persidangan. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah pun menyanggupi tuntutan keluarga korban yang meminta diyat sebagai permohonan maaf bagi Darsem. Kasus tersebut merupakan salah satu kasus TKI yang terancam hukuman mati namun dapat diselesaikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.

Kasus lainnya adalah TKI Tuti Tursilawati yang juga terancam hukuman mati di Saudi Arabia. Tuti Tursilawati adalah TKI asal Dusun Manis, RT 01.01, Desa Cikeusik, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Tuti Tursilawati diberangkatkan oleh PT Arunda Bayu pada 5 September 2009. Tuti divonis hukuman mati karena telah melakukan pembunuhan pada tahun 1999 dengan membunuh majikannya yang bernama Suud Malhaq Al Utibi, pada Mei 2010. Ia terpaksa memukul majikannya dengan balok kayu setelah majikannya ingin melakukan perbuatan asusila terhadap dirinya. Selain membunuh majikannya, Tuti juga diketahui membawa kabur uang senilai 31.500 riyal serta satu buah jam tangan dari keluarga majikan itu.16

Kasus pembebasan TKI Tuti tidak lepas oleh aktor yang berperan penting dalam melakukan negosiasi. Dalam kasus ini, Fadhly Bachmid yang merupakan Diplomat Indonesia untuk Saudi Arabia melakukan skill negosiasinya dengan baik. Kasus yang ditangani terkait TKI Tuti digolongkan dalam kategori

(36)

131

hirabah, artinya meski dimaafkan, tetapi Tuti tetap harus dieksekusi karena tergolong dalam kasus pembunuhan berencana, perampokan dan dilakukan secara kejam. 17

Setiap Fadhly datang kepada anak-anak korban, salah satunya bernama Abdullah, mereka bahkan merespon negatif kehadirannya bahkan menyebutnya sebagai bagian dari krimial karena membela seorang pembunuh. Tetapi Fadhly tidak lantas menanggapi respon negatifnya dengan amarah, justru sebaliknya, ia mengungkapkan rasa empatinya kepada Abdullah atas kepergian orang tuanya. Ia bahkan menepis bahwa ia datang atas nama hukum. Fadhly bahkan mengucapkan ucapan syukurnya karena kedatangannya bersama staf KJRI masih diterima dan masih menghormati hukum dan membiarkan kasus tersebut ditangani oleh pengadilan. Ia juga bermaksud untuk meluruskan jalan pikiran Abdullah tentang orang Indonesia, bahwa tidak semua orang Indonesia bersikap seperti itu, banyak yang masih bersikap baik. 18

Percakapan secara kekeluargaan yang dibangun oleh Fadhly membuatnya menjadi akrab dengan keluarga korban dan menjadi sosok teman yang baik. Hal ini dibuktikan dengan setiap Fadhly ke Toif, ia diundang makan oleh Abdullah. Hubungan ini terjalin sudah 6 tahun. Meskipun demikian, kedekatan mereka belum membuahkan hasil berupa maaf dari keluarga untuk Tuti Tursilawati. Namun demikian meskipun mereka melepaskan maaf bagi Tuti, jenis kasusnya adalah hirabah, jadi tidak bisa dimaafkan dan harus dieksekusi. Oleh karena itu, pemerintah terus

(37)

132

mengadakan naik banding untuk mengusahakan yang terbaik bagi Tuti Tursilawati. 19

Diplomasi yang dilakukan oleh Fadhly tergolong efektif untuk mendapatkan maaf dari keluarga korban. Kedatangannya sebagai sosok teman bukan sebagai pemohon maaf atas nama hukum dan negara menjadikannya diterima baik oleh keluarga korban. Caranya tersebut bahkan telah membebaskan 6 TKI yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia. Meskipun demikian, mendapatkan maaf bukan berarti membebaskan Tuti dari ancaman mati, melalui diplomasinya Fadhly menunjukkan bahwa tim yang dikerahkan oleh pemerintah Indonesia untuk menangani TKI yang bermasalah merupakan tim yang ahli dibidangnya sehingga mereka mampu mengerjakan tugas dan bagiannya dengan baik.

Selain TKI Tuti Tursilawati, terdapat juga TKI Satinah yang juga akan dihukum mati. Tetapi pemerintah berhasil menyelamatkannya dari ancaman hukuman mati berkat kerja keras para negosiator pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kasus TKI Satinah akan dibahas lebih lanjut dalam sub bab negosiasi yang akan menjelaskan lebih lanjut apa itu negosiasi.

C. KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MENANGANI TKI YANG BERMASALAH DI SAUDI ARABIA

Cara pemerintah Indonesia melindungi warganya yang berprofesi sebagai TKI di luar negeri terwujud dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu kebijakan tersebut adalah Undang-Undang

(38)

133

Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri yaitu menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri; mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI; membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.

Pemerintah Indonesia wajib melindungi rakyatnya yang sedang berada di luar negeri sebagai wujud dari responsibility to protect pemerintah terhadap rakyatnya. Pada sub bab ini akan dibahas tentang apa saja kebijakan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan kasus TKI yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia.

(39)

134

Gambar 3.2 Proses Penempatan dan Kepulangan TKI Sumber : Buku Saku TKI Formal oleh BNP2TKI

Gambar tersebut merupakan bagan yang dikutip dari buku Saku TKI Formal yang dibuat oleh BNP2TKI.

1. Usaha Pemerintah Melindungi TKI

Usaha pemerintah memenuhi kewajibannya dalam melindungi TKI di Saudi Arabia diimplikasikan pada prosedur yang meliputi manajemen TKI sebelum dikirim dan setelah TKI dikirim. Prosedur tersebut harus dilalui oleh calon TKI yang memilih untuk mendaftar di Disnakertrans.20 Menurut BNP2TKI yang tertulis dalam Buku Saku TKI Formal yang memuat tentang cara-cara untuk menjadi TKI melalui sektor formal adalah sebagai berikut :

(40)

135 1) Manajemen TKI Sebelum Dikirim

Bagi calon TKI yang mendaftarkan dirinya melalui jalur Disnakertrans, mereka akan melalui tahap seleksi dan rekrutment. Pada tahap ini mereka wajib untuk mengikuti penyuluhan mengenai

job order yang tersedia. Apabila profil calon TKI sesuai dengan

syarat-syarat administrasi dari job order tersebut, Disnakertrans akan menghubungi calon TKI tersebut dan meminta calon TKI untuk menghadiri seleksi minat dan bakat. 21

Seleksi yang diadakan merupakan seleksi yang nantinya akan menggali tentang minat dan keterampilan dari calon TKI yang sesuai untuk jenis pekerjaan yang tersedia. Jika calon TKI lulus diseleksi, selanjutnya Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) akan menawarkan calon TKI untuk menandatangani perjanjian penempatan yang diketahui oleh Disnakertrans. 22

Setelah calon TKI menandatangani perjanjian penempatan, khususnya bagi calon TKI yang melamar di sektor informal seperti PRT, PPTKIS biasanya akan meminta calon TKI untuk tinggal di penampungan yang tersedia unutk melatih calon TKI, menjalani tes kesehatan dan psikologi, sembari memproses dokumen yang dibutuhkan untuk bekerja di luar negeri. 23

Pada saat di penampungan, calon TKI akan menerima pelatihan kerja, pelatihan bahasa dan budaya yang terkait dengan negara yang dituju maupun sektor pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan. Lama

(41)

136

waktu pelatuhan tergantung syarat-syarat yang ditetapkan oleh negara tujuan. 24

Setelah selesai mengikuti pelatihan, calon TKI akan menerima Sertifikat Kehadiran mengikuti Uji Kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikat Profesi untuk mendapatkan Sertifikat Keterampilan. 25

Selain itu calon TKI juga harus mengikuti tes kesehatan dan psikologi serta menerima Surat Keterangan Sehat. Mendaftarkan diri untuk memperoleh paspor, izin kerja dan visa kerja juga merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui calon TKI di penampungan. Para calon TKI juga wajib memiliki Kartu Peserta Asuransi (KPA) dengan cara mendaftarkan diri menjadi peserta asuransi tenaga kerja. Calon TKI yang mengikuti proses ini di penampungan harus membayar Dana Pembinaan Tenaga Kerja. 26

Setelah proses tersebut selesai dilalui, calon TKI wajib mengikuti Pembekalan Akhir Pemberkangkatan (PAP) selama 2 hari atau 20 jam, paling lambat 2 hari sebelum keberangkatan ke luar negeri. PAP ini akan menjelaskan calon TKI tentang peraturan/undang-undang negara penempatan, kebudayaan, kepabeanan, dan iklim di negara tujuan; prosedur pada saat pemberangkatan dari negara asal ke kedatangan di negara tujuan; peran KBRI dan Konjen Indonesia ber-hadapan dengan TKI dan bagaimana cara mengakses bantuan; klaim asuransi; bank yang aman untuk mengirim uang; saran-saran

(42)

137

kesehatan; hal-hal yang perlu diwaspadai, seperti narkoba, HIV/AIDS, dan perdagangan orang; pelatihan percaya diri menghadapi kejutan budaya, stres, kesepian, dsb; serta prosedur untuk kepulangan ke rumah. 27

Setelah melalui PAP, calon TKI wajib untuk menandatangani kontrak kerja yang dilanjutkan penerimaan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang diterbitkan oleh BNP2TKI. Apabila calon TKI sudah memiliki KTKLN maka mereka tidak perlu lagi membayar fiskal di imigrasi bandara. 28

Semua layanan yang diberikan oleh PPTKIS, calon TKI hanya akan diminta untuk membayar biaya penempatan kepada PPTKIS yang memberangkatkan calon TKI. Biaya penempatan akan mencakup biaya : pengadaan dokumen perjalanan dan bekerja; tes kesehatan dan psikologi; pelatihan; uji dan sertifikat ketrampilan; akomodasi dan makan selama di penampungan; tiket keberangkatan dan pajak bandara; transportasi dari tempat tinggal asal ke penampungan; biaya administrasi dan premi asuransi. 29

Pada saat hari keberangkatan, calon TKI akan diantar oleh PPTKIS ke bandara atau pelabuhan. Begitu sampai di bandara atau pelabuhan laut, PPTKIS akan membantu calon TKI dalam memproses dokumen keberangkatan seperti tiket, kartu naik pesawat, kartu kedatangan/keberangkatan dan melakukan check-in bagasi. 30

(43)

138

Setelan calon TKI sudah berangkat, PPTKIS wajib menginformasikan keberangkatan calon TKI tersebut kepada agen mitra resmi di negara tujuan tentang jadwal kedatangan mereka dan memastikan bahwa kedatangan mereka akan dijemput. 31

2) Manajemen TKI Sesudah Dikirim

Setelah TKI sampai di negara tujuan, agen mitra akan menjemput dan membawa calon TKI ke pengguna jasa atau ke kantor agen. Pengguna jasa atau agen akan segera mendaftarkan kedatangan TKI di KBRI/KJRI terdekat. 32

Mungkin TKI akan melalui tahap pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan yang diselenggarakan oleh pemerintah negara tujuan, tergantung dengan prosedural negara yang ditempati. Biasanya penyuluhan yang diberikan akan memberikan informasi tentang hukum/undang-undang negara, perkumpulan pekerja asing yang ada di negara tujuan, hak dan kewajiban calon TKI di negara tersebut, siapa yang bisa dihubungi jika mengalami masalah, dan informasi penting lainnya. 33

TKI yang sudah tiba di negara tujuan wajib bekerja sesuai dengan tugasnya secara maksimal sesuai dengan perjanjian yang sudah ditetapkan saat masih berada di Indonesia. 34

TKI memiliki hak-hak yang harus ia dapatkan selama TKI bekerja di luar negeri yaitu menerima gaji atas pekerjaan yang telah dilakukan;

(44)

139

Menerima perawatan kesehatan jika sakit atau dalam kondisi darurat. Selain itu TKI juga berhak bebas dari diskriminasi ras, kebangsaan atau etnik asal, jenis kelamin, agama, atau status lainnya. TKI juga memiliki kesamaan dalam hukum dan dalam perlindungan hukum; Bebas dari kerja paksa; Jam kerja yang masuk akal, istirahat, dan libur; Bebas dari siksaan, eksploitasi, dan kekerasan seksual di tempat kerja. Mereka juga bebas bergerak; Memiliki standar kehidupan yang cukup untuk ke-sehatan dan hidup; Tinggal di lingkungan dan kondisi kerja yang aman; Kembali ke Indonesia setelah TKI menyelesaikan kontrak kerjanya. 35

Setelah kontrak kerjanya berakhir, sebelum pulang ke tanah air, TKI masih menjadi tanggung jawab PPTKIS yang memberangkatkan. Oleh karena itu PPTKIS akan memberitahu TKI dan juga agen mitra kurang dari 3 bulan sebelum berakhirnya masa kontrak kerja. Selain itu PPTKIS wajib melaporkan secara tertulis tentang jadwal kepulangan TKI kepada KBRI/KJRI melalui agen mitra yang bersangkutan. Setelah itu agen atau pengguna jasa akan mendampingi TKI ke bandara dan membantu proses kepulangan TKI.36

Setelah TKI tiba di Indonesia, TKI akan melewati imigrasi untuk pemeriksaan dokumen, mengambil bagasi dan melalui bea cukai untuk disahkan. Kemudian TKI akan diarahkan ke Pos Pelayanan TKI untuk proses pemeriksaan yang tujuannya untuk mengidentifikasi

(45)

140

apakah TKI tersebut merupakan korban kekerasan, penipuan atau eksploitasi, termasuk menjadi korban perdaganan orang selama masa penempatan. Apabila tidak ada yang perlu dilaporkan berkaitan dengan permasalahan pada saat bekerja di luar negeri, maka TKI dapat melanjutkan perjalanan dan dibantu untuk mendaptkan tiket pulang ke kampung halaman. Namun sebaliknya jika TKI tersebut adalah korban kekerasan, penipuan dan eksploitasi seperti kasus perdagangan orang, makan TKI akan ditanya beberapa pertanyaan, diperiksa kesehatannya, disediakan pengobatan bila perlu, dan dirujuk ke lembaga lain untuk layanan lebih lanjut. 37

TKI yang terbukti menjadi korban perdagangan manusia, akan memperoleh pelayanan kesehatan dan konsultasi psikologi. Selain itu ia akan diantar kembali ke kampung halaman atau tempat lain yang aman. TKI juga akan mendapatkan bantuan reintegrasi yang meliputi bantuan hukum, pendidikan, pelatihan kerja dan dukungan mendapatkan mata pencaharian. 38

Pemerintah juga memberikan pelatihan-pelatihan bagi TKI purna yang akan menunjang keberlangsungan hidupnya setelah tiba di tanah air. Program tersebut meliputi pelatihan wirausaha, pelatihan pengelolaan keuangan, bantuan pinjaman lunak untuk memberikan modal bagi TKI yang ingin berwirausaha, dan lain sebagainya. Namun tidak semua provinsi menyediakan program ini. Oleh karena itu TKI perlu untuk mencari informasi ini di BNP3TKI provinsi setempat. 39

(46)

141

2. Usaha Pemerintah dalam Menangani TKI yang Bermasalah 1) Negosiasi

Negosiasi erat kaitannya dengan diplomasi, bahkan merupakan bagian penting dari diplomasi itu sendiri. Namun sebelum membahas lebih lanjut tentang negosiasi, diperlukan pengertian yang jelas tentang apa itu diplomasi. Diplomasi adalah jalur damai yang ditempuh suatu negara untuk menyelesaikan sebuah konflik. Menurut Adam Watson, diplomasi bukanlah masalah kekuatan semata, juga bukan teknik yang menjamin penyelesaian masalah. Diplomasi melalui negosiasi bertujuan untuk menyelesaikan konflik negara-negara tanpa menggunakan kekuatan. 40

Negosiasi merupakan cara yang menjadi andalan pemerintah pada masa Susilo Bambang Yudhoyono untuk membebaskan TKI dari ancaman hukuman mati ataupun menyelesaikan masalah-masalah TKI lainnya. Cara ini tergolong efektif membantu menyelesaikan kasus-kasus TKI yang dihukum mati di Saudi Arabia pada tahun 2010-2013. 41

Contoh kasus negosiasi yang akan dibahas pada bab ini adalah kasus TKI Satinah dengan profesi PRT yang merupakan salah satu dari sekitar 1,4 juta TKI yang bekerja di Saudi Arabia. Ia mulai bekerja di Saudi Arabia setelah September 2006 dengan mendaftar melalui Perusahaan PT Djamin Harapan Abadi. 42

Satinah bukan merupakan TKI pertama yang mendapatkan vonis hukuman pancung di Saudi Arabia. Sebelumnya di tahun 2011 lalu,

(47)

142

Darsem binti Dawud terbebas dari hukuman pancung setelah pemerintah membayar diyat sebesar Rp 4,7 miliar sebagai kompensasi dari hukuman yang diterimanya. Pada tahun 2010 TKI Ruyati harus menjalani hukuman pancung karena keluarga korban pembunuhan menolak untuk memberikan pengampunan berupa diyat. Oleh karena itu pengampunan dari pihak keluarga merupakan kunci penting agar TKI yang terancam hukuman mati dapat bebas. 43

Kasusnya berawal dari upayanya membela diri dari tindakan penganiayaan majikannya pada tanggal 18 September 2007. Upayanya ini justru membawanya kepada sebuah masalah yang berujung pada insiden pembunuhan terhadap majikannya. 44

Satinah kemudian menyerahkan diri ke polisi. Ia diberi kesempatan untuk menghubungi keluarganya bahwa dirinya tengah berada dalam masalah. Sejak tahun 2007 pihak keluarganya tidak lagi mendapatkan kabar tentang keberadaan Satinah. Pada tahun 2008 barulah keluarganya mendapat kabar bahwa Satinah sedang dipenjara. Lalu pada tahun 2009 ia baru sempat memberi kabar dan menjelaskan mengapa ia sampai dipenjara. Selama 2 tahun ia menjalani proses persidangan, ia tidak mendapatkan pendampingan sama sekali dari pengacara maupun pihak KBRI. 45

Pada tanggal 13 Oktober 2009, kakak kandung Satinah mendatangi Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Kementrian Luar Negeri Indonesia (Kemenlu),

(48)

143

namun laporannya tidak mendapat tanggapan. Selama 2 tahun itu kedua pihak terus berkomunikasi dengan Kemenlu tetapi jawabannya selalu tidak memuaskan. Lalu setelah mereka mendapat dukungan dari Migrant Care dan kembali melaporkannya pada Kemenlu pada tanggal 26 September 2011, ditambah ramainya pemberitaan kasus Satinah di media massa, pemerintah mulai menyoroti kasus ini. 46

Pemerintah Indonesia yang pada waktu itu di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono bergegas membentuk Satgas penanganan TKI yang terancam hukuman mati. Tim ini berkomitmen kepada keluarga Satinah untuk berupaya melakukan negosiasi supaya Satinah bisa terbebas dari hukuman mati. 47

Upaya pemerintah bernegosiasi dengan pihak Saudi Arabia terus dilakukan dalam rangka membebaskan Satinah dari ancaman hukuman pancung. Bahkan terhitung 6 kali pemerintah mengirimkan negosiator untuk menangani kasus Satinah. Pihak pemerintah Saudi Arabia memfasilitasi proses negosiasi dengan keluarga majikan Satinah dan akhirnya bersedia memaafkan dan meminta diyat sebesar 500 ribu riyal atau sekitar Rp 1,25 miliar. 48

Nilai diyat kemudian berkemband menjadi 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar. Pembayaran diyat tersebut sudah tertunda hingga empat kali. Pembayaran terakhir harusnya dibayarkan pada Desember 2012, tetapi kemudia diperpanjang hingga Desember 2013, dan kembali ditunda sampai dengan Februari 2014. Lalu terakhir menjadi tanggal 3

(49)

144

April 2014. Saat ini negosiasi secara total telah memasuki tahap kelima. 49

Pemerintah Indonesia telah mengirimkan surat permohonan secara resmi atas penundaan pembayaran diyat TKI Satinah yang jatuh pada tanggal 3 April 2014. Selain berkirim surat, pemerintah juga mengirimkan tim dari Kemenlu untuk melobi keluarga agar bersedia menerima perpanjangan tenggang waktu pembayaran diyat. 50

Selain itu tim satgas TKI bentukan Susilo Bambang Yudhoyono ini ditugaskan melobi para tokoh masyarakat maupun pemerintah Saudi Arabia. Mereka berupaya kembali mendekati pihak keluarga, tokoh-tokoh masyarakat Saudi Arabia, juga aparat pemerintah untuk melobi sembari berupaya melakukan koordinasi agar eksekusi pembayaran

diyat bisa ditunda. 51

Negosiasi juga dilakukan terkait besaran diyat yang dinilai tinggi yaitu senilai Rp 25-26 miliar. Oleh karena itu tim Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) dari Indonesia juga diminta untuk berkoordinasi merencanakan skema baru yang dapat disepakati kembali antara Indonesia dengan Saudi Arabia terkait pembayaran dan nominal

diyat.52

Pada akhirnya, menurut keterangan Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Indonesia (Menkopolhukam), Djoko Suyanto, pemerintah Indonesia telah menjalin kesepakatan kepada keluarga korban dan menyanggupi pembayaran diyat sebesar Rp 21

(50)

145

miliar. Maka dengan kata lain Tim Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh mantan Menteri Agama yang juga mantan Ketua Satgas TKI Maftuh Basyumi berhasil menyelamatkan Satinah dari hukuman pancung di Saudi Arabia. 53

Pembayaran diyat dilakukan pada Kamis, 3 April 2014 di hadapan Gubernur Porvinsi Gasim. Sebanyak 5 juta riyal langsung didepositokan di pengadilan setempat. Sisanya akan dibayarkan di kemudian hari. Uang diyat tersebut di antaranya 3 juta riyal berasal dari APBN, sedangkan sisanya berasal dari donatur di Indonesia, Saudi Arabia, dan asosiasi pengerah tenaga kerja. 54

Pemerintah Indonesia berencana untuk melakukan sejumlah upaya perbaikan dalam permasalahan TKI dengan cara membentuk badan yang dapat menggalang dana dan memberi kesempatan bagi masyarakat apabila ingin menyumbang pembayaran diyat agar lebih terkontrol. 55

Masyarakat Indonesia merespon positif upaya pembebasan Satinah dari ancaman hukuman mati. Namun keberhasilan pemerintah bukan menandai akhir dari kasus Satinah. Pemerintah menyesalkan adanya euforia aksi pembebasan Satinah yang dinilai dapat menaikkan nominal diyat yang telah disepakati. Selain itu euforia ini dapat sewaktu-waktu mengundang intervensi asing yang semakin memepersulit pembebasan Satinah ditengah hubungan bilateral antara Saudi Arabia yang kondusif. 56

Gambar

Gambar 3.2 Proses Penempatan dan Kepulangan TKI  Sumber : Buku Saku TKI Formal oleh BNP2TKI
Gambar 3.3 Pelayanan TKI Bermasalah Tahun 2010-2013
Gambar 3.4 Rekapitulasi Fata Kedatangan TKI di BPK TKI Selapajang Berdasarkan  Jenis Masalah Tahu 2010-2013
Gambar 3.5 Rekapitulasi Data Kedatangan TKI di BPK-TKI Selapajang TKI  Bermasalah Tahun 2010-2013 (Negara Saudi Arabia)

Referensi

Dokumen terkait

9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dengan ini Perseroan menyampaikan

2017 Tentang kedudukan susunan organiisasi Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja SETDA Bagian Organiasi Serang, 2017 Soft Copy Hard Copy Aktif selama masih berlaku Perwal No.5 th.

Jumlah cabang primer terlihat tidak terpengaruh aplikasi PCH yang diberikan, namun jumlah cabang sekunder dan jumlah bunga pada tanaman dengan perlakuan tanpa PCH

Penilaian kinerja merupakan salah satu dari rangkaian fungsi manajemen sumber daya manusia, kegunaan penilaian kinerja adalah untuk mengukur kemampuannya dalam melakukan

Asuransi Jiwasraya (Persero) baik itu program JKS 48, program belajar bersama divisi PP & PK terlaksana seperti knowledge sharing pada umumnya, terjadi

Studi ini membahas pengaruh dari kebijakan larangan ekspor bahan baku terhadap kinerja perusahaan: pertumbuhan nilai tambah, tenaga kerja, dan produktivitas, serta kemampuan

Ansietas merupakan salah satu emosi yang subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu

Data primer berdasarkan hasil pemeriksaan dengan kuesioner NIHSS yang langsung dilakukan oleh peneliti terhadap pasien stroke iskemik akut di RSU Cut Meutia Kabupaten