• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN POLA PEMBERIAN ASI PADA IBU BEKERJA PADA KOMUNITAS PENDUKUNG ASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN POLA PEMBERIAN ASI PADA IBU BEKERJA PADA KOMUNITAS PENDUKUNG ASI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN POLA PEMBERIAN ASI PADA IBU BEKERJA PADA

KOMUNITAS PENDUKUNG ASI

Rahayu Mulya1, Imami Nur Rachmawati2

1Program Sarjana Reguler, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,

Kampus UI Depok, 16424. Hp (085885429919).

2Dosen Keperawatan Maternitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,

Kampus UI Depok, 16424. E-mail1: rahayumulya@yahoo.co.id

E-mail2: inrachma@ui.ac.id

Abstrak

Kembali bekerja menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh pekerja perempuan yang ingin memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan pola pemberian ASI pada ibu bekerja pada komunitas pendukung ASI. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif koleratif dan menggunakan tehnik

Concecutive Sampling terhadap 40 Pekerja Perempu yang bekerja di Jakarta. Kuesioner yang digunakan merupakan

kombinasi dari Breastfeeding In The Work Place Questione, kuesioner Pola Menyusui Pada Ibu Bekerja Dan Faktor-Faktor Yang Cenderung Mempengaruhinya, dan Kuesioner Faktor-Faktor Anak Dibawa Ke Tempat Kerja. Analisis Univariat digunakan untuk mengambarkan pola pemberian ASI pada Ibu bekerja. Hasil penelitian menunjukan pola pemberian ASI yang masih rendah, yaitu hanya 30% responden melakukan pola pemberian ASI yang tepat. Saran untuk penelitian selanjutnya untuk lebih meneliti faktor-fator yang mempengaruhi kesadaran pemberian ASI pada ibu bekerja.

Kata Kunci:

Air susu Ibu, Pola ASI, Ibu bekerja

Description Of Breastfeeding Pattern In Working Mother In Breastfeeding Support Community

Abstract

Back to the work is the one obstacle for working mother that committed to give exclusive breastfeeding for their baby. The aim of the research is to describe the breastfeeding pattern in working mother that involved in breastfeeding support community. The research was used a descriptive colerative design and used consecutive sampling technique to meet 40 respondents in Jakarta. Questionnaire that used in this research are combination from Breastfeeding in the Work Place Questioner, Pola Menyusui Pada Ibu Bekerja Dan Faktor-Faktor Yang Cenderung Mempengaruhinya questionnaire, and Faktor Anak Dibawa Ke Tempat Kerja questioner. The result has shown the low rate of breast feeding pattern in working mother (30%). Recommendation for the further research is to identify the factors that influence breastfeeding pattern in working mom.

(2)

Pendahuluan

Kesehatan ibu dan anak telah menjadi isu penting baik skala nasional maupun internasional.

Milenium Development goals (MDGs), menyebutkan penurunan angka kematian anak, dan

peningkatan angka kesehatan ibu. Kematian bayi dibawah usia lima tahun dapat dikurang jumlahnya dengan cara memberikan ASI. ASI merupakan nutrisi paling baik bagi bayi (American Academy of Pediatrics, 2005). ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi, ASI juga memberi manfaat kepada ibu dan lingkungan yang lebih luas.

ASI memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Selain itu manfaat ASI dapat menurunkan resiko penyakit diabetes, kanker tertentu, obesitas, dan juga asma. Manfaat nyata kepada Ibu antara lain mengurangi resiko perdarahan pasca melahirkan, berat badan mudah untuk kembali ke angka awal sebelum hamil, dan menurunkan resiko osteoporosis ketika menopause (American Academy

of Pediatrics, 2005). Pada skala yang lebih luas, ASI dapat menurunkan biaya pembelian susu

formula setiap bulannya.

Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi proses menyusui, salah satunya adalah Kembali bekerja. Tempat bekerja memberikan kontribusi kepada penurunan angka meyusui wanita bekerja (Murtagh & Mounton,2011). Beberapa penelitian memperlihatkan peringkat tiga teratas yang menjadi penghalang pekerja perempuan untuk menyusui ASI saat kembali bekerja. 1. Tidak terdapat fasilitas memadai; 2. Malu karena harus membuka payudaranya; dan yang ke 3. Terjadinya konflik dengan supervisor akibat jadwal yang berubah untuk memerah ( Stewart-Glenn,2008).

Penelitian mengenai proses dan aktivitas menyusui telah banyak dilakukan. Namun, hal itu tidaklah cukup untuk terus menggali dan mencari pendekatan penyelesaian masalah yang paling tepat untuk problematika menyusui. Salah satu masalah penghambat pemberian ASI yang semakin besar membayangi pekerja perempuan adalah ketidakmampuan memberikan ASI akibat sibuknya bekerja. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas hubungan pengetahuan menyusui dengan pola pemberian ASI pada ibu bekerja.

Tinjauan Teoritis

Menyusui merupakan hal yang alamiah pada setiap perempuan. Kodrat perempuan pasti memiliki kemampuan untuk menyusui. Namun, kemampuan tersebut tidak jarang terhambat oleh berbagai macam faktor. Studi yang dilakukan oleh Avery (2009) pada beberapa ibu

(3)

menyusui, dalam sebuah focus group, menyatakan bahwa para responden tidak percaya diri dan memiliki keyakinan mampu untuk menyusui. Selain itu, ada perasaan tidak dapat memberikan nutrisi yang membuat bayi menjadi kenyang dan terpuaskan saat menyusu. Pada dasarnya, kemampuan untuk menyusui harus dipelajari oleh ibu, karena dengan bekal pengetahuan yang baik terkait menyusui, ibu akan merasa menyusi merupakan hal yang mudah dan alamiah. Menyusui didefinisikan sebagai proses atau aktivitas alamiah yang terjadi pada setiap mamalia, termasuk manusia. Menyusui merupakan aktivitas memberikan nutrisi langsung dari payudara. Menyusui adalah standar utama dalam memberikan nutrisi pada bayi. Menyusui dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi, karena kematian balita dapat ditanggulangi 10 sampai 15 persen hanya dengan memberikan ASI secara ekslusif (Johanes, et al, 2003; U Senarath, et al, 2007). Secara singkat, dapat dikatakan bahwa menyusui adalah aktifitas alamiah manusia kepada bayinya yang dapat memberikan banyak manfaat.

Manyusui memiliki manfaat yang sangat luas. Menyusui memberikan manfaat kepada tiga hal utama. Pertama, manfaat yang dirasakan oleh bayi. kedua, manfaat yang dirasakan oleh ibu. Dan yang ketiga, manfaat menyusui dapat dirasakan oleh lingkungan sosial. Manfaat yang pertama adalah untuk bayi. Bayi yang diberikan ASI tidaklah sama dengan bayi yang berikan susu formula. Bayi yang diberikan ASI memiliki perkembangan kognitif dan fisik yang baik (Murtagh & Mounton, 2011). Sebaliknya, bayi yang diberikan susu formula memiliki risiko mengalami otitis media akut, masalah pencernaan, infeksi saliran napas akut, atopic

dermatitis, asma, dan bahkan sindroma meninggal mendadak (American Academy of Pediatrics, 2005). Manfaat ASI yang tidak kalah penting adalah manfaat untuk ibu. Menyusui

menurunkan risiko penyakit kanker bagi perempuan. Risiko kanker ovarium dan kanker payudara lebih tinggi didapati pada perempuan yang yang tidak menyusui (WHO, 2007).

Meyusui dapat menghambat kesuburan setelah melahirkan. Dengan kata lain, menyusui dapat mengatur jarak kelahiran anak. Hal ini dapat terjadi jika ibu memberikan hanya ASI pada enam bulan pertama. Memberikan ASI tanpa tambahan apapun dapat menurunkan tingkat fertilitas. Peluang untuk hamil pada masa menyusui eklusif hanya satu sampai dua persen saja (Eglash, & Montgomery, 2008). Manfaat ASI yang ketiga, menurut U.S. Department of

Health and Human Services (2011) yaitu manfaat secara ekonomis. Dengan menyusui akan

terjadi peningkatan produktivitas kerja dan menurunkan angka absensi. Menurunkan biaya kesehatan sampai 3,6 triliun dolar Amerika. Menyusui juga dapat memberikan penghematan biaya asuransi kesehatan nasional. Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI.

(4)

Menurut Stanton (2011) terdapat puluhan faktor yang mempengaruhi kelangsungan ibu menyusui. Dalam sub bab ini, akan di bahas faktor yang mempengaruhi menyusui yang datang dari bayi, lingkungan, dan ibu. Faktor menyusui yang pertama datang dari bayi, yakni dipengaruhi oleh kondisi kesehatan bayi. Bayi yang sakit akan terganggu pola menyusunya. Bayi yang sakit biasanya tidak mampu untuk menyusu akibat kelemahan dan kelelahan saat menghisap ASI. Hal ini akan memberikan pengaruh yang signifikan pada berat badan bayi. Jenis sakit yang dialami bayi akibat kurang menyusu adalah bayi kuning (neonatal jaundice) (Lawrence & Lawrence, 2005). Faktor Kedua adalah Faktor lingkungan. Kurangnya dukungan dari keluarga dekat dan pandangan negatif keluarga dekat terhadap aktivitas pemberian ASI, merupakan penyebab utama pemberian susu formula dengan botol. Ayah yang mendukung pemberian susu formula mempercayai bahwa menyusui berefek buruk pada payudara dan ketertarikan aktivitas seksual (Losck et al.,1995 dalam Velpuri, 2004 ). Survei yang dilakukan pada 123 perempuan mengenai faktor yang mempengaruhi keputusan untuk memberikan susu formula adalah suami yaitu sebesar 78% (n=96) (Aurora, McJunkin, & Kuhn, 2000). Ketiga, faktor dar Ibu. Masalah meyusui yang datang dari ibu dipengaruhi faktor demografi, psikologis, dan biologis. Faktor fisik yang mempengaruhi pola menyusui seperti payudara bengkak, puting lecet, mastitis, dan abses payudara. Sindrom kekurangan ASI dipengaruhi oleh psikologis dan pengetahuan ibu. Faktor psikologis tidak kalah penting memegang peran dalam keberhasilan proses menyusui. Persiapan psikologis ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu yang tidak memiliki keyakinan mampu memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya, biasanya produksi ASI-nya akan sedikit. Stres, khawatir, dan perasaan tidak bahagia ibu pada periode menyusui sangat berperan dalam menyukseskan pemberian ASI. Dukungan dan peran keluarga dalam mendukung pemberian ASI juga memiliki peranan penting. Beberapa faktor psikologi yang telah diteliti seperti optimisme dalam menyusui, self-efficacy, keyakinan, ekspektasi, penjadwalan menyusui, cemas (O’brien, Buikstra, & Hegney, 2008). Sindroma kekurangan ASI dapat diatasi dengan dukungan yang baik dari lingkungan dan memberikan pengetahuan pola nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi sesuai dengan usianya.

Banyak ibu yang harus kembali bekerja setelah melahirkan. Menurut Ihromi (1990) yang dimaksud ibu bekerja adalah wanita yang sudah bersuami dalam kehidupan atau kegiatan sehari-harinya bekerja di luar rumah mencari nafkah baik sebagai pegawai negeri atau swasta. Tempat bekerja memberikan kontribusi kepada penurunan angka meyusui wanita bekerja (Murtagh & Mounton, 2011). Ibu pekerja cenderung melakukan penyapihan dini kepada bayi,

(5)

jika tempat bekerja tidak mendukung dan memfasilitasi pekerja perempuan untuk memberikan ASI. Kurangnya waktu untuk memerah ASI dan tidak adanya privasi menjadi halangan utama. Selain itu, terdapat pandangan lingkungan yang melihat bahwa kehadiran bayi di tempat kerja akan menurunkan produktivitas ibu pekerja. Hal lain yang juga mempengaruhi adalah jarang ada tempat penitipan bayi di dekat tempat bekerja ibu (Ortiz, McGillian, & Kelly, 2009).

Metode

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif sederhana. Pengambilan sampel populasi menggunkan tehnik consecutive sampling dengan besaran subjek penelitian 40 responden. Pengambilan sampel yang dilakukan pada bulan Juli 2013. Responen penelitian harus memiliki kriteria ibu bekerja di luar rumah, mempunyai bayi usia enam sampai dua belas bulan, masih menyusui anaknya, bayi dalam kondisi sehat, dan setuju mengisi kuesioner penelitian. Penelitian ini tidak berlaku bagi ibu bekerja dengan bayi berpenyakit kronik dan bayi lahir prematur.

Instrumen penelitian merupakan gabungan dari beberapa instrument penelitian sebelumnya. Kuesioner yang menjadi rujukan adalah Breastfeeding in the workplace questionnaire oleh Velpuri (2004) dan “kuestioner pola menyusui pada ibu bekerja dan faktor-faktor yang cenderung mempengaruinya” oleh Fauzie, (2006) untuk mengukur dimensi pengetahuan. Untuk dimensi pola menyusui merujuk kepada kuesioner faktor anak dibawa ke tempat kerja oleh Siregar (2009) dan 7 item kuestioner pola menyusui pada ibu bekerja dan faktor-faktor yang cenderung mempengaruinya oleh Fauzie (2006).

Prosedur penelitian diawali dengan membuat database ibu bekerja yang menyusui, lalu menghubungi ibu bekerja untuk memvalidasi ketepatan kriteria inklusi. Kuesioner dikirimkan melalui email kepada responden. pengolahan data menggunakan SPSS 16.0. Pada proses analisis data peneliti menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat.

(6)

Hasil

Berikut ini adalah hasil dari (n=40) data karakteristik responden penelitian. Usia rata-rata ibu bekerja adalah 29.48 (95% CI). Rerata lama pisah antara anak dan ibu dalam sehari adalah 10.40 jam (CI 95%). Mayoritas (n= 22, 55%) merupakan karyawati sektor privat/LSM. Jabatan pekerjaan paling banyak adalah pelaksana (n=33, 82,5%). Dari sampel yang didapat, 82,5% (n=33) memiliki gaji pokok diatas 2.2 juta rupiah perbulan.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pola Pemberian ASI (n=40) Variabel Frekuensi Presentase

Pola Tepat 12 30%

Pola kurang tepat

28 70%

Pola pemberian ASI terdiri atas tiga sub variabel. Sebanyak 80% (32) memberikan ASI eksklusif, 52,5% (21) melakukan pola pemberian ASI tepat selama di rumah, namun hanya 47,5% (19) Ibu bekerja yang melakukan pola pemerahan tepat. Dapat disimpulkan, Ibu bekerja yang melakukan pola tepat dalam memberikan ASI sebesar 17,5% (7) saja.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Menyusui pada Ibu Bekerja (n=40). Variabel Frekuensi Presentase

Tinggi 32 80%

Rendah 8 20%

Tabel dua memperlihatkan bahwa mayoritas ibu bekerja memiliki pengetahuan baik mengenai menyusui, yaitu 80%. Sedangkan 20% lainnya masuk kategori pengetahuan rendah.

Tabel 3. Analisis Pola Menyusui Terhadap Pengetahuan Menyusui pada Ibu Bekerja di Jakarta

Variavel Pengetahuan

Pola Menyusui Total

Kurang Tepat Tepat N % N % N % Rendah 6 15 2 5 8 20 Tinggi 22 55 10 25 32 80

Pada table tersebut diketahui responden yang memiliki pengetahun tinggi lebih banyak melakukan pola pemberian ASI tepat dibandingkan dengan responden berpengetahuan

(7)

rendah, yaitu 25% (n=10). Di sisi lain, jumlah responden yang melakukan pola menyusui kurang tepat juga paling banyak datang dari subjek berpengetahun tinggi yaitu 55% (n=22).

Tabel 4 Analisis Pola Menyusui Terhadap Karakteristik Ibu Bekerja Variabel

Karakteristik

Pola Menyusui Total

Kurang Tepat N % N % N % Usia ≤ 25 Tahun 2 5 1 2,5 3 7,5 ≥ 26 Tahun 26 65 11 26,5 3 7 92, 5 Penghasilan ≤ Rp 2,2 Juta 1 2,5 2 5 3 7,5 = Rp 2,2 Juta 3 7,5 1 2,5 4 10 ≥ Rp 2,2 Juta 24 60 9 22,5 3 3 82, 5 Pekerjaan PNS 8 20 3 7,5 1 1 27, 5 BUMN 1 2,5 0 0 1 2,5 Swasta/ LSM 14 35 8 20 2 2 55 Institusi Pendidikan 1 2,5 1 2,5 2 5 Lain-lain 4 10 0 0 4 10 Posisi Struktural 6 15 1 2,5 7 17, 5 Pelaksana 22 55 11 27,5 3 3 82, 5 Lama Berpisah dengan anak ˂ 8 Jam 5 12,5 1 2,5 6 15 8-10 Jam 11 27,5 4 10 1 5 37, 5 10-12 Jam 8 20 6 15 1 4 35 ˃ 12 Jam 4 10 1 2,5 5 12, 5

Pada table 5.6 diketahui bahwa ibu bekerja yang melakukan pola tepat dalam pemberian ASI datang dari usia yang lebih dari 25 tahun sebanyak 26,5% (n=11). Sebanyak 60 % (n=24) responden memiliki penghasilan lebih dari 2,2 Juta rupiah melakukan pola menyusui yang kurang tepat. Jabatan managerial mayoritas tidak tepat dalam pemberian ASI, yaitu sebanyak 15% (n=6). Menurut tempat kerja, pola tepat paling banyak dilakukan perempuan yang bekerja di swasta/LSM, PNS, Institusi Pendidikan. Sedangkan untuk karakteristik lama berpisah dengan anak diketahui 10% (n=4) dari 12,5% ibu yang berpisah dengan anak dalam sehari lebih dari 12 jam tidak melakukan pola pemberian ASI secara tepat.

(8)

Pembahasan

Analisis Gambaran Pola Pemberian ASI terhadap Karakteristik responden

Karakteristik demografi menjadi hal yang penting untuk diketahui, karena hal ini menjadi faktor yang memepengaruhi praktik menyusui pada ibu bekerja. Hasil penelitian didapatkan usia mayoritas sama dengan atau lebih dari 26 tahun. Usia ibu merupakan faktor yang mempengaruhi praktik pemberian ASI eklusif. Dalam penelitian yang dilakukan di Hong kong oleh Ching & Chow (2010) didapatkan hasil bahwa usia berkorelasi negatif terhadap keyakinan ibu dalam memberikan ASI. Penelitian lain menyebutkan wanita yang berusia lebih dari 25 tahun akan lebih memilih untuk memberikan ASI kepada anaknya dan meneruskan sampai 6 bulan usia bayi. (Dennis, 2001).

Pemasukan, jenis pekerjaan, dan jabatan pekerjaan juga memberikan pengaruh pada pemberian ASI pekerja perempuan. Penelitian Ching & Chow (2010) menyebutkan bahwa pemasukan keluarga yang tinggi berkorelasi negatif pada praktik pemberian ASI eksklusif. Penelitiannya menyebutkan pada wanita dengan penghasilan dan pendidikan tinggi di negara berkembang melihat pemberian ASI sebagai sesusatu yang kuno, hanya dilakukan oleh mereka dengan status sosial yang rendah, dan memandang bahwa susu formula merupakan bentuk moderenisasi. Penelitian lain menyebutkan Perempuan bekerja sebagai profesional dapat disamakan dengan perempuan yang tidak bekerja dan tinggal di rumah dalam hal pemberian ASI (Kimbro, 2006). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa responden yang mayoritas datang dari pekerja profesional memiliki komitmen untuk memberikan ASI kepada anaknya.

Seluruh responden penelitian merupakan pekerja full-time yaitu bekerja 40 jam dalam seminggu atau delapan jam dalam sehari dengan waktu bekerja dari hari senin sampai jumat. Untuk menjaga agar suplai ASI tidak berkurang, maka disarankan Ibu tetap memerah ASI. Pemerahan ASI dilakukan jika ibu berpisah dengan anak lebih dari empat jam. Ibu harus memerah setiap 2 atau 3 jam dalam sehari untuk menjaga kadar prolaktin tetap tinggi (Bobak, 2005). Pemerahan ASI yang sering akan meningkatkan produksi ASI. Hal ini mengingat bahwa responden memiliki anak usia enam sampai dua belas bulan dengan karakteristik Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat cepat. Perkembangan fisik, kematangan sistem tubuh, perkembangan motorik kasar dan motorik halus, perkebangan psikologis dan

(9)

sosial. Kebutuhan nutrisi terdiri atas 105-108 kcal/kg/hari kalori dan 140-160ml/kg/hari cairan.

Pola Pemberian ASI

Makna ASI eksklusif pada penelitian ini adalah memberikan ASI saja selama enam bulan tepat masa kehidupan bayi. Dari penelitian ini, didapatkan hasil dari 40 ibu bekerja yang menjadi responden penelitian. Sebanyak 55% (n=22) memberikan ASI eksklusif kepada anaknya. Mayoritas meneruskan pemberian ASI setelah kembali bekerja. Hanya 45% yang memberikan ASI kurang atau lebih dari enam bulan, atau mencampur pemberian ASI dengan formula. Angka ini menandakan komitmen ibu bekerja untuk tetap memberikan ASI setelah kembali bekerja. Hal ini dapat disebabkan rata-rata subjek penelitian telah memiliki pengetahuan menyusui yang baik. Hasil penelitian berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Fauzie (2006). Hasil penelitian yang dilakukan kepada 290 orang ibu bekerja di Jakarta dan sekitarnya ini, menemukan bahwa 79.3% atau 230 orang hanya mampu memberikan ASI secara eksklusif selama kurang dari empat bulan. Cakupan ASI eksklusif yang rendah pada penelitian Fauzie (2006) ini, disimpulkan sebagai akibat rendahnya pemahaman pekerja perempuan tentang manfaat ASI atau adanya hambatan dari lingkungan untuk ibu meneruskan memberikan ASI setelah kembali bekerja.

Pola pemberian ASI di rumah bermakna memberikan ASI selama di rumah minimal delapan kali pemberian atau lebih, menyusui selama di rumah, dan menyusui di malam hari. Didapatkan angka 52,5% ibu melakukan pola tepat dan 47,5% melakukan pola kurang tepat. Namun, hal tersebut perlu diapresiasi karena hampir 100% subjek penelitian menyatakan memberikan ASI saat di rumah dan malam hari, walaupun pola pemberiannya kurang dari delapan kali. Menurut Kemenkes (2010), disarankan kepada ibu bekerja untuk menyusui bayi pada pagi hari sebelum berangkat kerja, segera setelah pulang ke rumah, dan lebih sering pada malam hari.

Gambaran selanjutnya adalah pola pemerahan ASI selama di kantor. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola pemerahan ASI selama di kantor belum memenuhi pola tepat. Pola tepat dalam penelitian ini memiliki definisi memerah selama di kantor minimal tiga kali atau lebih. Hasil penelitian menyebutkan bahwa hanya 47.5% ibu bekerja, melakukan pola tepat dalam pemerahan ASI di kantor, selebihnya, yaitu 52.5% belum melakukan pola kurang tepat dalam memerah ASI saat berpisah dengan anak untuk bekerja. Pola ASI yang belum

(10)

dilakukan secara tepat, dapat menurunkan aktivasi hormon prolaktin di hipofisis, hal tersebut akan berdapak pada penurunan suplai ASI. Oleh karena itu, banyak fenomena ibu yang kembali bekerja mendapati volume ASI perahnya menurun dari hari ke hari.

Untuk mendapatkan suplai ASI yang adekuat, saat masa cuti melahirkan sekitar empat sampai enam minggu, bayi harus diberikan ASI saja. Ibu harus mulai memerah ASI dua minggu sebelum kembali bekerja, sebagai pengenalan alat pompa dan membuat ibu terbiasa dan terampil dalam menggunakannya. Setelah kembali bekerja, Ibu membutuhkan lima hal untuk sukses dalam memberikan ASI eksklusif yaitu alat perah ASI, ruangan tetutup yang memberikan privasi, waktu yang cukup untuk memerah, lemari pendingin untuk menyimpan ASI perah, dan rekan kerja yang mendukung aktivitas memerah ASI di kantor. Disarankan untuk memakai alat hisap ASI dengan corong ganda, karena alat ini bekerja hampir sama dengan hisapan bayi sesungguhnya, lebih cepat, dan efisien. Ruangan tertutup akan menghadirkan privasi dan rasa relaks, sehingga dalam pemerahan ASI akan menghasilkan ASI akhir/hind milk yang baik untuk pertumbuhan bayi usia enam sampai 12 bulan. Lemari pendingin adalah hal yang penting disediakan. ASI perah harus disimpan diberikan tidak lebih dari 48 jam setelah diperah. Jika ASI perah tidak diberikan dalam 48 jam, ASI perah harus dibekukan didalan freezer yang mampu bertahan sampai enam bulan. Dukungan dari teman kerja memainkan peranan yang tidak kalah penting, komunikasi dengan atasan dan teman kerja pada trimester akhir bahwa ibu berencana memerah ASI saat kembali bekerja. Hal ini dapat mengurangi kesalahpahaman kepada atasan dan membuat rekan sejawat mau berbagi beban kerja, saat ibu memerah ASI dan harus meninggalkan pekerjaan (Wyatt, 2002).

Analisis Gambaran Pola Pemberian ASI Terhadap Pengetahuan

Subjek penelitian yang berasal dari ibu bekerja di Jakarta, mayoritas memiliki pengetahuan yang tinggi (80%). Pengetahuan ini didapatkan dari berbagai informasi yang tersedia baik dari profesional kesehatan, media cetak, dan media elektronik. Sumber informasi mengenai ASI didapatkan paling banyak dari media elektronik terutama media sosial internet. Internet merupakan kebutuhan yang mendasar terutama bagi kalangan pekerja.

Penelitian Siregar (2009) menyebutkan bahwa dari 88 responden Ibu bekerja sebagai pegawai negeri sipil, lebih dari setengah sampel memiliki pengetahuan yang baik, sisanya memiliki

(11)

pengetahuan sedang sampai rendah. Dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan anatar lama pemberian ASI dengan pengetahuan ibu. Perbedaan hasil dimungkinkan karena faktor pengetahuan tidak menjadi faktor utama penentu ibu bekerja memberikan ASI kepada anaknya. Karena didapati hasil bahwa responden dengan pengetaan rendahpun tetap memberikan ASI eksklusif kepada anaknya.

Disarankan juga untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti responden dari sektor retail atau pabrik. Hal ini penting diketahui karena pada sektor retail atau pabrik banyak pekerja perempuan. Bila peneliti selanjutnya ingin menggunakan media elektronik dalam mengumpulkan responden penelitian, disarankan untuk memprotek kuesioner dengan kode khusus yang hanya diberikan kepada responden yang benar memenuhi kriteria penelitian. Pengkajian kriteria dapat dilakukan dengan cara wawancara sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengisian kuesioner oleh responden diluar kriteria inklusi. Selain itu, selain pengetahuan, perlu diteliti juga mengenai sikap, keyakinan, dan motivasi ibu terhadap pola pemberian ASI

Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengambarkan pola pemberian ASI berdasarkan pengetahuan dan karakteristik responden. Wilayah yang dijadikan sasaran penelitian adalah Jakarta. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner berisi 24 pertanyaan yang merupakan hasil modifikasi dari tiga kuesioner berbeda, yang membahas cakupan yang hampir sama. Pengumpulan data diawali dengan pengumpulan database ibu bekerja yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.

Diketahuinya karakteristik demografi subjek penelitian merupakan kesimpulan pertama. Aspek karakteristik demografi yang dapat disimpulkan anatara lain subjek penelitian berusia mayoritas 26 tahun atau lebih, bekerja sebagai profesional di sektor swasta dan pemerintahan, dan sebagian besar menjabat sebagai pelaksana. Lebih dari setengah responden memiliki pendapatan diatas dari UMR DKI Jakarta. Seluruh responden merupakan karyawan yang bekerja full-time, dengan waktu pisah dengan anak yang berusia 6-12 bulan selama 11 jam dalam sehari.

(12)

Hasil penelitian mengenai pola pemberian ASI pada ibu bekerja menunjukkan bahwa minoritas subjek penelitian melakukan pola pemberian ASI yang kurang tepat. Hanya sebagian kecil ibu bekerja yang melakukan pola tepat dalam memerah ASI dikantor. Sebagian besar masih belum melakukan pola tepat.

Kesimpulan untuk pengetahuan ibu bekerja terkait menyusui sudah baik. mayoritas responden masuk pada kategori berpengtahuan tinggi mengenai menyusui. Hanya sebagian kecilnya yang memiliki pengetahuan yang masih rendah.

Saran

Hasil penelitian hubungan pengetahuan menyusui dengan pola pemberian ASI pada ibu bekerja dapat digunakan untuk peningkatan dalam bidang pelayanan keperawatan, pendidikan, dan penelitian keperawatan.

Saran pertama ditujukan untuk penelitian selanjutnya. Melihat kekurangan penelitian, peneliti menyarankan untuk memilih kuesioner yang sesuai untuk jenis metode penelitian. Dari penelitian ini peneliti menghadapi kesulitan dalam mengolah jawaban dikotomi yang lebih cocok untuk penelitian observasi atau eksperimen, sehingga disarankan untuk menggunakan skala kontimum yang lebih cocok untuk penelitian kuesioner atau non eksperimental. Disarankan juga untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti responden dari sektor retail atau pabrik. Hal ini penting diketahui karena pada sektor retail atau pabrik banyak pekerja perempuan. Bila peneliti selanjutnya ingin menggunakan media sosial dalam mengumpulkan responden penelitian, disarankan untuk mem-protect kuesioner dengan kode khusus yang hanya diberikan kepada responden yang benar memenuhi kriteria penelitian. Pengkajian kriteria dapat dilakukan dengan cara wawancara sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengisian kuesioner oleh responden di luar kriteria inklusi. Selain itu, selain pengetahuan, perlu diteliti juga mengenai sikap, keyakinan, dan motivasi ibu terhadap pola pemberian ASI.

Saran secara aplikatif dapat ditujukan kepada pemerintahan selaku penyelangara negara. Dari hasil penelitian ini, didapatkan hasil yang kurang memuaskan pada fasilitas memerah ASI

(13)

ditempat kerja, sehingga kementerian kesehatan, kementrian tenaga kerja dan trasmigrasi, serta kementerian peranan wanita dan perlindungan anak dapat lebih mensosialiasaikan tempat kerja ramah pekerja perempuan di kalangan para pengusaha dan tempat kerja.

Saran selanjutnya ditujukan kepada keilmuan keperawatan. Dalam hal ini peran perawat dapat meningkatkan kesuksesan pemberian ASI pada kalangan pekerja perempuan, dengan masuk mejadi perawat okupasi di tempat kerja. Dengan demikian, pembekalan kepada calon perawat mengeni tugas dan peran perawat okupasi dalam mendampingi pegawai perempuan dalam proses pemerahan ASI selama di tempat kerja sangat penting untuk dilakukan.

Referensi

American Academy of Pediatrics. (2005). Policy statement: Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics, 15(2), 496-506

Aurora S, McJunkin C, Wehrer J, &Kuhn P. (2000). Major factors influencing breastfeeding rates:mother’s perception of father’s attitude and milk supply. Pediatrics 2000;106(5):e67 (electronic version).

Avery, A. (2009). Confident commitment is a key factor for sustained breastfeeding. BIRTH 36:2 June 2009 page 141

Bobak, Lowdermilk, & Jensen (2005). Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta: Penerbit EGC

Cing-Man Ku & Chow susan KY.(2010). Factors influencing the practice of exclusive breastfeeding among Hong Kong Chinese women: a questionnaire survey. Journal of

clinical nursing , 19,2034-2445

Eglash, A., Montgomery, A.,Wood, J. (2008). Breastfeeding. Diakses melalui: www.directscience.com pada 16 Maret 2013.

Fauzie, R. (2006). Pola menyusui pada ibu bekerjadi beberapa wilayah Jakarta dan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Tesis. Catalog database UIana.

Ihromi T.O (1990). Para ibu yang berperan tunggal dan berperan ganda. Jakarta: Lembaga penerbif FEUI

(14)

Kementrian kesehatan. (2010). Buku saku kesehatan neonatal esensial. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Kimbro, Rachel Tolbert. (2006). On-the-Job Moms:Work and Breastfeeding Initiation and Duration for a Sample of Low-Income Women. Maternal and Child Health Journal,

Vol. 10, No. 1, January 2006

Lawrence RA & Lawrence RM. (2005) Breastfeeding: A Guide for the Medical Profession. Philadelphia, PA: Elsevier Mosby, 2005. p. 299.

Murtagh, L. & Mouton, Anthony D. (2011). Working mother, Breast feeding, and the law.

American Journal of Publick Health, vol 101, no 2.

O’Brien, M., Buikstra, E.&Hegney, D. (2008). The influence of psychological factors on breastfeeding duration. Journal of Advanced Nursing 63(4), 397–408 doi: 10.1111/j.1365-2648.2008.04722.x

Ortiz J, McGilligan K, & Kelly P.(2004). Duration of breast milk expression among working mothers enrolled in an employersponsored lactation program. Pediatric Nurse. 2004;30(2):111–119.

Siregar, D.(2003). Faktor dukungan suami dan factor pengetahuan ibu dengan proporsi lama

pemberian ASI pada ibu bekerja sebagai pegawai negri sipil di beberapa kantor dan rumah sakit pemerintahan di Jakarta. Skripsi. Diperoleh dari database lontar Uiana

Stanton, R. (2011). A Road Map for Change: Ensuring That Women Have Breastfeeding Support. The Journal of Perinatal Education | Summer 2011, Volume 20, Number 3 Stewart-Glenn, J. (2008). Knowledge, perceptions, and attitudes of managers, coworkers, and

employed breastfeeding mothers. AAOHN Journal, oktober 2008,vol 56, No. 10

U senarath, MJ Dibley, KE Agho. (2007). Breastfeeding practices and associated factors among children under 24 months of age in Timor-Leste. European Journal of Clinical

Nutrition (2007) 61, 387–397

USDHHS (2011). The Surgeon General’s call to action to supportbreastfeeding. Retrieved from

http://www.surgeongeneral.gov/topics/breastfeeding/calltoactiontosupportbreastfeeding. pdf

(15)

Velpuri, J.(2004). Breastfeeding knowledge, and attitudes, beliefs, and intentions regarding

breastfeeding in the workplace among students and professionals in health-related fields. http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/etd-09242004 172258/unrestricted/Dissertation.pdf

(16)
(17)

Gambar

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pola Pemberian ASI (n=40)  Variabel  Frekuensi  Presentase
Tabel 4 Analisis Pola Menyusui Terhadap Karakteristik Ibu Bekerja

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari aspek bahan baku, aspek teknologi, aspek lingkungan, dan aspek komersial, ubi kayu lebih menjanjikan sebagai bahan baku industri bioetanol dibanding komoditas

This research aims to analysis indicator LAR, NPL, Lending Average, UPK Quality and Field Facilitator are either collectively or individually have significant effect

 Dalam konteks inilah perlu dilakukan integrasi pola pemanfaatan ruang daratan dan perairan PPK yang didasarkan pada analisis kesesuaian dan daya dukung ekologis,

Kewajiban memberikan perlindungan anak walaupun sudah disadari merupakan kewajiban bersama, namun perlu diberikan landasan hukum secara khusus disamping yang sudah

Peneltian ini bertujuan menganalisis tingkat pencemaran logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan konsumsi pelagis kecil yang berasal

Berdasarkan hasil validasi dan uji coba tersebut menunjukkan bahwa video pembelajaran fisika yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai media belajar bagi guru dalam

dilakukan di sekolah adalah menghu-bungkan kegiatan PJAS ini dengan beberapa mata pelajaran yang berkaitan. Misalnya, pelajaran IPA berkaitan dengan kesehatan tubuh

Selain kebutuhan pangan yang pokok yang dikonsumsi sehari-hari, ada juga makanan sampingan yang dibuat oleh beberapa pengusaha makanan. Di zaman yang modern