• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DI GUGUS I KECAMATAN BULELENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DI GUGUS I KECAMATAN BULELENG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

DI GUGUS I KECAMATAN BULELENG

Ni Luh Heppy Yesiana Devi

1

, I Dewa Putu Raka Rasana

2

, Ign. I Wayan Suwatra

3

1,2,3

Jurusan PGSD, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: happy_yesiana@yahoo.co.id

1

, raka_rasana@yahoo.co.id

2

,

suwatra_pgsd@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Semester Ganjil tahun pelajaran 2013-2014 di Gugus I Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan penelitian menggunakan non equivalent post-test only control group Design. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Buleleng sebanyak 205 orang siswa dengan sampel sebanyak 48 orang siswa, yaitu 27 orang siswa kelas V dari SD No. 5 Banyuniang sebagai kelompok eksperimen dan 21 orang siswa kelas V dari SD No. 4 Banyuning sebagai kelompok kontrol. Metode pengumpulan data dan instrumen yang digunakan adalah metode nontes (kuesioner). Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi belajar siswa. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nilai rata-rata siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional ( = 124> 89,29). Selain itu hasil analisis uji-t diperoleh thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung =21,04 >ttabel = 2,07)

ini berarti bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar yang signifikan antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian, model pembelajaran Problem

Based Learning berpengaruh terhadap motivasi belajar IPA pada siswa kelas V semester

ganjil tahun pelajaran 2013-2014 di Gugus I Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Kata kunci: Model Pembelajaran Problem Based Learning, motivasi belajar

Abstract

This study aimed at finding out the differences in motivation in science subjects among students who learned the subject by using the Problem Based Learning Model and the students who were given Conventional Learning Model in the fifth grade in cluster 1 in Buleleng district academic year 2013/2014. This was a quasi experiment research by the use of Non Equivalent Posttest-Only Control Group Design. The population was the fifth graders in cluster 1 Buleleng district academic year 2013/2014, amounting to 205 students and the sample consisted of 48 ones, 27 students in fifth grade from Elementary School No. 5 Banyuning as the experimental group and 21 ones in fifth grade from Elementary school No. 4 Banyuning as the control group. Data collection in this study was conducted using a non-test (questionnaire). The questionnaire was used to collect data in students’ motivation. The data analysis method used here was descriptive statistical analysis and inferential statistical

(2)

analysis t-test. The result showed that average value of students who learned th subject by using the Problem Based Learning Model was higher than the average value of students who were given Conventional Learning Model ( = 124> 89,29). The result of t-test analysis was greater than that of t-table (tcount =21,04 >ttable = 2,07), this meant that there were

significant differences in motivation between the motivation of students who learned by using the Problem Based Learning Model and motivation of students who were given Conventional Learning Model. Thus, the Problem Based Learning Model effect on students’ motivation in science subjects in the fifth grade 1st semester in cluster 1 in Buleleng district academic year 2013/2014.

Key words: Problem Based Learning, motivation

PENDAHULUAN

Dewasa ini, Indonesia dihadapkan

pada kemerosotan kualitas pendidikan.

Dalam pendidikan formal terdapat masalah pokok yang salah satunya adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari rerata hasil belajar peserta didik yang sangat memprihatinkan. Salah satu faktor penyebab kemerosotan kualitas pendidikan di Indonesia adalah kondisi pembelajaran yang masih konvensional dan tidak menyentuh pada ranah dimensi peserta didik.

Hingga dewasa ini, proses

pembelajaran masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikir. Pada

suasana pembelajaran tersebut kelas

cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun begitu, sebagian

besar guru suka menerapkan model

pembelajaran tersebut karena tidak

memerlukan alat dan bahan praktik yang dipersiapkan secara khusus. Guru cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri melainkan hanya menjadi pendengar yang baik. Masalah ini banyak dijumpai dalam proses belajar mengajar di kelas, oleh karena itu perlu diterapkan suatu strategi belajar yang dapat membantu siswa memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Abimanyu (2008:2-3) strategi pembelajaran mengandung makna yang multi dimensi dalam arti dapat ditinjau dari

berbagai segi. Pada dimensi perancangan, strategi pembelajaran adalah “pemikiran dan

pengupayaan secara strategis dalam

memilih, menyusun, memobilisai, dan

mensinergikan segala cara,

sarana/prasarana, dan sumber daya untuk

mencapai tujuan pembelajaran”. Pada

dimensi pelaksanaan, strategi pembelajaran diartikan sebagai keputusan bertindak secara

strategis dalam memodifikasi dan

menyelaraskan komponen-komponen sistem instruksional (yang telah ditetapkan pada

dimensi perancangan) untuk lebih

mengefektifkan pencapaian tujuan

pembelajaran, selain itu pada dimensi pelaksanaan, strategi pembelajaran juga diartikan sebagai pola umum perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar yang menunjuk pada karakteristik abstrak dari rentetan perbuatan guru-murid dalam peristiwa belajar-mengajar.

Era pengetahuan masa kini, memiliki karakter terobosan-terobosan baru dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Para pemelajar atau siswa membutuhkan lebih dari sesuatu yang bisa diberikan dengan pendidikan yang berpusat pada pendidik atau guru. Terobosan tersebut dapat berupa pendekatan yang dapat memberikan bekal kompetensi, pengetahuan dan serangkaian kecakapan yang mereka butuhkan dari waktu ke waktu. Pendekatan yang berpusat pada guru sulit untuk memungkinkan siswa

mengembangkan kecakapan berpikir,

kecakapan interpersonal, dan kecakapan beradaptasi dengan baik. Tan (dalam Amir, 2009) mengatakan bahwa asumsi atas pengetahuan dan bagaimana pendidik dan

(3)

pemelajar berpartisipasi harus diubah. Pendidik bukan lagi orang yang satu-satunya memiliki sumber pengetahuan. Faktanya, sebagian masyarakat sudah mendapatkan kemudahan dari teknologi digital modern, jejaring komunikasi berkecepatan tinggi yang

memungkinkan untuk mengirim dan

menerima informasi dengan lebih produktif. Kondisi ini sangat berdampak pada berbagai aspek pedagogis, seperti isi kurikulum, penyampaian pengajaran, dan penilaiannya.

Strategi pembelajaran berbasis

masalah merupakan strategi pembelajaran

dengan menghadapkan siswa pada

permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain

siswa belajar melalui

permasalahan-permasalahan (Wena, 2010:91). Strategi

pembelajaran berbasis masalah dapat

diartikan sebagai rangkaian aktivitas

pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, Wina, 2010:214). Dengan memberikan suatu permasalahan kepada siswa diharapkan siswa dapat

mengembangkan daya pikirnya untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut

sehingga timbul dorongan untuk terus mencoba dan terus belajar agar siswa tersebut memperoleh penyelesaian masalah yang tepat.

Model pembelajaran berbasis

masalah sangat tepat dilakukan dalam berbagai mata pelajaran di Sekolah Dasar terutama dalam mata pelajaran eksak atau ilmu pasti, salah satunya Ilmu Pengetahuan Alam. Menurut Sutrisno, dkk (2008:1-19) IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang

tepat (correct) pada sasaran, serta

menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal, yaitu proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedur yang benar), dan produk (kesimpulannya betul). Iskandar (1997:2) berpendapat bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas yang

didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan

dengan bantuan aturan-aturan,

hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesa. Hal-hal yang dipelajari dalam IPA adalah sebab akibat atau hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam.

Karena aktivitas dalam IPA selalu

berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan, kerajinan, dan ketekunan, maka materi dalam pelajaran IPA tidak cukup diberikan sebagai kumpulan pengetahuan saja, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah.

Sebagaimana para ilmuwan IPA, siswa yang belajar IPA diharapkan bisa

tertarik untuk memperhatikan dan

mempelajari gejala dan peristiwa alam

dengan selalu ingin mengetahui apa,

bagaimana, dan mengapa tentang gejala dan

peristiwa tersebut, serta hubungan

kausalnya. Belajar IPA tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara IPA dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Roth, W.F.et al. (1993:127) menyatakan “An important task of science educators is to help students develop the thinking skills of

scientists”. Tugas penting guru IPA dalam

membantu siswa mengembangkan

keterampilan berpikir saintis ini dapat dituangkan dalam pembelajaran IPA bagi anak melalui penyediaan konteks yang autentik yang melibatkan benda-benda, peristiwa, istilah dan pengertian IPA (www.scribd.com).

Ciri utama yang membedakan

pelajaran IPA dengan kebanyakan mata pelajaran yang lain adalah sifatnya yang menuntut siswa untuk terlibat secara aktif

dalam kegiataan ilmiah, dan dengan

demikian mengembangkan sikap ilmiah. Oleh karena itu, pembelajaran IPA harus dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme. Menurut Slavin (dalam Nur, 2002; Trianto, 2007) teori konstruktivis adalah teori yang menyatakan

(4)

bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks,

mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar

benar-benar memahami dan dapat

menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Menurut pandangan konstruktivis,

prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk

menemukan atau menerapkan ide-ide

mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar untuk belajar. “Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut” (Nur, 2002:8, dalam

Trianto, 2007:13). Dalam proses

pembelajaran IPA guru harus mampu merancang kegiataan pembelajaran dengan melibatkan pengetahuan awal siswa serta menerapkan suatu model pembelajaran yang

memfasilitasi siswa dengan

kegiataan-kegiataan percobaan dan pengamatan benda dan gejala alam yang dapat memperjelas konsep-konsep yang dipelajari. Melalui penerapan model pembelajaran yang tepat, diharapkan siswa akan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran IPA sehingga akan mampu meningkatkan hasil belajar

siswa serta meningkatkan motivasi

belajarnya.

Dalam kondisi pendidikan di

Indonesia saat ini, motivasi belajar dalam diri siswa sulit ditumbuhkan. Menurut Uno Hamzah (2007) motivasi adalah dorongan

dasar yang menggerakkan seseorang

bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas

motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya. Apabila dalam diri seorang siswa terdapat motivasi belajar maka siswa akan melakukan kegiatan belajar tanpa adanya rasa terpaksa, kegiatan belajar tersebut dilakukan atas dasar keinginan dari dalam diri siswa. Untuk meningkatkan motivasi belajar, guru dapat melakukan berbagai macam cara. Dapat

melalui penggunaan strategi belajar,

pendekatan, metode dan model

pembelajaran yang menarik. Namun, pada kenyataannya terdapat beberapa masalah yang terjadi di sekolah. Berdasarkan hasil observasi, masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Guru lebih senang menerapkan

pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran konvensional guru tidak memerlukan banyak strategi, sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan lebih didominasi ceramah.

2. Guru sering terburu-buru

menyelesaikan materi ajar yang

terdapat dalam buku dan kurang memperhatikan kondisi peserta didik. Hal ini dapat menyebabkan peserta didik belajar berpatokan pada buku tidak pada kondisi nyata, sementara yang dibutuhkan siswa dalam belajar

IPA adalah kondisi riil yang

memungkinkan siswa dapat

menerapkan hasil belajarnya dalam

kehidupan sehari-hari dan

menjadikannya bekal untuk masa depannya.

3.

IPA dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit bagi siswa. Hal ini

berhubungan dengan karakteristik

peserta didik yang tidak secara merata memiliki kemampuan dan ketertarikan terhadap sains.

4.

Pembelajaran IPA yang dilakukan lebih banyak di dalam kelas dan dalam kondisi satu arah dari guru kepada siswa. Hal ini menyebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar dan

kegiatan pembelajaran terkesan

(5)

Berdasarkan permasalahan tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menerapkan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning. Dalam Problem Based Learning siswa belajar untuk mencari solusi dari suatu masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari sehingga dalam kondisi nyata

siswa mampu menyelesaikan

masalah-masalah yang terjadi. Melalui metode

Problem Based Learning siswa membangun

pengetahuannya sendiri sehingga

pembelajaran yang dilakukan bermakna dan

akan diingat lebih lama oleh siswa,

sementara dalam model pembelajaran

konvensional siswa hanya menerima transfer pengetahuan yang membuat siswa menjadi penerima pasif sehingga pembelajaran yang dilakukan kurang bermakna dan siswa cepat lupa. Melalui Problem Based Learning diharapkan motivasi belajar siswa akan meningkat. Dengan demikian, penelitian

eksperimen yang dilakukan adalah

Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD di Gugus I Kecamatan

Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014.

Penelitian ini diadakan Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Problem

Based Learning dengan siswa yang

mengikuti model pembelajaran kovensional.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian

eksperimen semu (quasi eksperiment).

Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V SD di gugus I di kecamatan Buleleng. Jumlah anggota populasi subjek pada penelitian ini adalah sebesar 205. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling. Dari delapan sekolah dasar yang ada di gugus I di kecamatan Buleleng, dilakukan uji kesetaraan untuk memperoleh sekolah yang setara terlebih

dahulu, setelah mendapatkan hasil

kesetaraan tersebut baru dirandom untuk menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan hasil random

sampling, diperoleh sampel yaitu siswa kelas V SD No.5 Banyuning yang berjumlah 27 orang dan siswa kelas V SD No.4 Banyuning yang berjumlah 21 orang. Berdasarkan hasil

uji kesetaraan, selanjutnya dilakukan

pengundian tahap kedua untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, sehingga diperoleh sampel yaitu siswa kelas V SD No.5 Banyuning sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD No.4 Banyuning sebagai kelas kontrol.

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data tentang motivasi belajar IPA. Untuk memperoleh data tentang motivasi belajar IPA dalam penelitian ini

menggunakan metode non tes yaitu

kuesioner. Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner motivasi belajar siswa.

Kuesioner yang digunakan dalam

mengumpulkan data tentang motivasi belajar IPA adalah kuesioner tertutup. Dalam kuesioner terdapat pernyataan-pernyataan

dengan pilihan jawaban yang telah

disediakan. Kuesioner yang telah disusun kemudian diujicobakan untuk mendapatkan gambaran secara empirik tentang kelayakan tes tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian. Setelah dilaksanakannya uji coba, data yang diperoleh dipilih dianalisis untuk menentukan validitas dan reliabilitasnya.

Pada penelitian ini, digunakan dua teknik analisis yaitu analisis statistik deskriptif dan uji prasyarat. Pada analisis statistik deskriptif, data dianalisis dengan menghitung modus, median, mean, skor minimum, skor maksimum standar deviasi, dan varian. Deskripsi data (mean, median, modus) tentang motivasi belajar siswa selanjutnya disajikan ke dalam grafik poligon. Sedangkan pada uji prasyarat, data dianalisis dengan

menggunakan uji normalitas

distribusi/sebaran data, dan uji homogenitas varians untuk mengetahui bahwa kedua data tersebut normal dan homogen.

Teknik yang digunakan untuk

menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (separated varians), Untuk melakukan uji hipotesis, syarat yang

perlu dipenuhi adalah sebaran data

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Deskripsi Data motivasi Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Statistik Deskriptif Kelompok

Eksperimen Kelompok Kontrol N 27 21 Skor Maksimal 129 106 Skor Minimal 114 79 Mean 124 89,29 Median 125,4 86,88 Modus 126,21 85,83 Standar Deviasi 4,08 6,64 Varians 16,67 44,15

Berdasarkan tabel di atas, dapat dideskripsikan mean (M), median (Md), modus (Mo), varians, dan standar deviasi (s) dari data hasil belajar kelompok eksperimen, yaitu: mean (M) =124, median (Md) = 125,4, modus (Mo) = 126,21, varians (S2) = 16,67, dan standar deviasi (S) = 4,08. Data hasil

post-test kelompok eksperimen, dapat

disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Kurva Poligon Data Hasil Post-test Kelompok Eksperimen

Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) yang digambarkan dalam kurve poligon diatas menunjukkan sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Problem Based Learning merupakan juling negatif karena Mo > Md > M (126,21 > 125,4 > 124) ini menandakan nilai cenderung tinggi..

Untuk menentukan kategori tinggi rendahnya motivasi belajar IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning menggunakan kriteria rata-rata ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan kriteria tersebut dan sesuai dengan hasil analisis data bahwa mean pada motivasi belajar IPA kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning adalah 124 berada pada kategori sangat tinggi.

Sedangkan pada kelompok kontrol dapat dideskripsikan mean (M), median (Md), modus (Mo), varians, dan standar deviasi (s) dari data hasil belajar kelompok kontrol, yaitu: mean (M) =89,29, median (Md) =86,88, modus (Mo) =85,83, varians (s2) =44,15, dan standar deviasi (s) = 6,64. Data hasil post-test kelompok kontrol, dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada gambar 2 berikut ini.

(7)

Gambar 2. Kurva Poligon Data Hasil Post-test Kelompok Kontrol

Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) yang digambarkan dalam kurve poligon diatas menunjukkan sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran

konvensional merupakan juling positif karena M < Md < Mo (89,27 < 86,88 < 85,83) ini menandakan nilai cenderung rendah.

Untuk menentukan kategori tinggi rendahnya motivasi belajar IPA siswa yang

belajar dengan model pembelajaran

konvensional menggunakan kriteria rata-rata ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi). Sesuai dengan hasil analisis data bahwa mean pada motivasi belajar IPA kelompok

siswa yang belajar dengan model

pembelajaran Konvensional adalah 89,29 berada pada kategori tinggi.

Hasil Uji Prasyarat Analisis

Sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terhadap data

motivasi belajar IPA siswa kelompok

eksperimen dan kontrol. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa ke dua sampel tersebut berdistribusi normal. Hasil perhitungan dari uji normalitas dapat di sajikan pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Distribusi Data

No Kelompok Data

χ

2hit Nilai Kritis dengan

Taraf Signifikansi 5% Status

1 Post-test Eksperimen 4,890 7,815 Normal

2 Post-test Kontrol 3,176 7,815 Normal

Kriteria pengujian, jika

2hit

2tab dengan taraf signifikasi 5% (dk = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1), maka data berdistribusi normal. Sedangkan, jika

2hit

2tab, maka data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus

chi-kuadrat, diperoleh

2hitung kedua

kelompok data lebih kecil dari

2tabel

(

2hitung

2tabel), sehingga kedua kelompok

data berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Uji homogenitas varians dilakukan terhadap pasangan antar kelompok. Rumus yang digunakan adalah uji F, dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Rangkuman hasil uji homogenitas adalah sebagai berikut.

(8)

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians antar Kelompok Eksperimen dan kontrol

Kelompok Penelitian Fhitung Ftabel traraf signifikan (5%) Ftabel traraf signifikan (1%) Status Post-test (Kelompok Eksperimen dan Kontrol) 2,56 2,07 - 2,84 Tidak Homogen Homogen

Berdasarkan tabel di atas, diketahui Fhit hasil post-test motivasi belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah 2,56. Sedangkan Ftab dengan dbpembilang = 26, dbpenyebut = 20, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,07. Hal ini berarti, varians data

motivasi belajar IPA siswa kelompok

eksperimen dan kontrol adalah tidak

homogen. Tetapi pada taraf signifikansi 1% yaitu 2,84 varians data motivasi belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen.

Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data motivasi belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan

dengan menggunakan uji-t sampel

independent (tidak berkorelasi) dengan

rumus polled varians dengan kriteria H0 ditolak jika thit > ttab dan H0 terima jika thit < ttab. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t Keterampilan Menyimak

Kelompok

Data Hasil

Belajar

Varians

(s

2

)

N

db

(n-1)

t

hitung

t

tabel

(t

peng-ganti)

Kesimpulan

Kelompok

Eksperimen

16,64

27

db

1

= 27-1

= 26

db

2

= 21-1

= 20

21,04 2,07

t

hitung

> t

tabel

H

0

ditolak

Kelompok

kontrol

44,15

21

Berdasarkan hasil penghitungan uji-t, diperoleh thit sebesar 21,04. Sedangkan, ttab dengan tpengganti yang diperoleh dari selisih t-tabel dibagi dua kemudian dijumlahkan dengan tabel terkecil, sehingga diperoleh t-pengganti = 2,07. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan

motivasi belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Problem Based Learning dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional. Secara deskriptif, motivasi belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

model pembelajaran Problem Based

Learning lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

(9)

model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari skor motivasi belajar siswa. Rata-rata skor motivasi belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran konvensional adalah 142 (kategori sangat tinggi) dan 89,29 (kategori tinggi).

Berdasarkan analisis inferensial

dengan menggunakan uji-t yang ditunjukkan pada tabel 4 diketahui thitung = 21,04 dan tpengganti = 2,07. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Sehingga nilai statistik tersebut memiliki makna bahwa terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan

model pembelajaran Problem Based

Learning dengan motivasi belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

Dari hasil analisis tersebut, tentu saja terdapat berbagai hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan motivasi belajar IPA secara signifikan antara siswa kelompok eksperimen dan siswa kelompok kontrol. Hal ini disebabkan adanya perlakuan pada

langkah-langkah pembelajaran. Dalam

pembelajaran metode konvensional ditandai dengan ceramah serta pembagian tugas dan latihan. Pada penerapannya, perencanaan model pembelajaran konvensional sudah sangat maksimal tetapi penerapan atau

proses pembelajaran model ini masih

berpusat pada guru. Pada saat proses

pembelajaran berlangsung siswa lebih

banyak mendengarkan dan mencatat hal-hal

penting yang disampaikan oleh guru,

sehingga didalam proses pembelajaran guru

lebih mendominasi sedangkan siswa

cenderung pasif. Pada pembelajaran

konvensional apa yang dipelajari terpisah dengan dunia nyata sehingga apa yang dipelajari siswa menjadi tidak bermakna, hal ini terlihat dari permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran hanya bersifat text book. Oleh sebab itu model konvensional ini kurang efektif, dan siswa cenderung bosan dalam proses pembelajaran dikelas, sehingga hasil

pembelajaran yang dicapai menjadi kurang maksimal.

Melalui pembelajaran yang

menggunakan model Problem Based

Learning, siswa mampu menggali masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari dan melakukan pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran dengan model Problem Based Learning, siswa melakukan berbagai kegiatan antara lain menemukan masalah,

merumuskan masalah, dan menyusun

hipotesis, berdiskusi untuk menentukan strategi pemecahan masalah sesuai rumusan

masalah dan hipotesis, secara aktif

menerapkan strategi pemecahan masalah (mengumpulkan fakta-fakta, dapat dilakukan dengan wawancara, diskusi, mengumpulkan pengalaman, membaca buku dan sumber lain) mengenai masalah yang dibahas,

menyusun pemecahan masalah dalam

laporan dan menyajikannya, aktif menerima tanggapan dari kelompok lain maupun guru,

aktif menyusun kesimpulan dari

permasalahan yang telah dibahas, secara bijak merevisi laporan dan merefleksi diri.

Problem Based Learning pada

prinsipnya memberikan ruang dan waktu kepada siswa untuk mengeksplorasi dan

mengelaborasi pengetahuannya. Siswa

dapat melakukan kegiataan pembelajaran

sesuai dengan potensi yang dimiliki,

menumbuhkan rasa ingin tahu, dan

memungkinkan berkembangnya secara

maksimal semua potensi dan motivasi tinggi yang terdapat dalam diri siswa. Sisi positif yang lain dalam Problem Based Learning adalah pemahaman siswa menjadi lebih dalam karena siswa terlibat secara langsung untuk menemukan masalah dan mencari solusi permasalahan tersebut. Selain itu,

Problem Based Learning mampu

membelajarkan siswa untuk menghadapi

permasalahan-permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari dan di masa

depannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian tentang model pembelajaran Problem Based Learning, diantaranya: penelitian yang dilakukan oleh Bita Sastrani (2011) yang mengemukakan

(10)

bahwa penerapan Problem Based Learning

(Pembelajaran Berbasis Masalah)

meningkatkan sikap toleransi dan hasil belajar PKn. Agung Arya Winata (2011) dalam penelitiannya tentang Pembelajaran Berbasis Masalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA, dan Yuli Trisnawati (2012) dalam

penelitiannya tentang Pengaruh Model

Pembelajaran Problem Based Learning

terhadap Hasil Belajar IPA.

Problem Based Learning memiliki

pengaruh yang positif terhadap dunia

pendidikan, seperti yang diungkapkan dalam hasil penelitian tersebut diatas. Pada pembelajaran dengan model Problem Based Learning, siswa diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sendiri masalah-masalah yang ada dalam lingkungan sekitar dan kehidupan sehari-hari berkaitan dengan materi pembelajaran sehingga siswa lebih mudah memahami materi. Disamping itu, siswa diberikan kebebasan untuk mencari solusi permasalahan pada saat pembelajaran berlangsung, siswa tidak merasa dalam tekanan sehingga timbul ketertarikan untuk

belajar dan meningkatkan motivasi

belajarnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini sangat ditekankan kepada siswa untuk menemukan masalah, mendalaminya dan mencari solusi yang tepat. Hal ini tidak hanya berguna dalam pembelajaran di sekolah, tetapi juga berguna dalam kehidupan di

masyarakat ke depannya. Berdasarkan

uraian dari statistik yang diperoleh, maka

dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Problem Based Learning

berpengaruh terhadap motivasi belajar IPA siswa, maka dengan menggunakan model Problem Based Learning akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil pendekatan yang biasa dilakukan oleh guru (konvensional).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar IPA antara

kelompok siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning dengan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional dalam

pembelajaran IPA. Nilai rata-rata model pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional  X

1>  X2 (124 > 89,29). Hasil analisis uji-t thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (21,04 > 2,07), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan motivasi belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Problem

Based Learning dengan siswa yang

mengikuti model pembelajaran kovensional pada siswa kelas V SD di Gugus I

Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran

2013/2014. Atau dapat juga dikatakan model

pembelajaran Problem Based Learning

berpengaruh terhadap motivasi belajar IPA pada siswa kelas V SD di Gugus I

Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran

2013/2014.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diajukan kepada beberapa pihak sebagai berikut. (1) Diharapkan kepada kepala sekolah untuk menjadikan hasil penelitian ini

sebagai salah satu model untuk

meningkatkan motivasi maupun hasil belajar siswa. (2) Diharapkan kepada guru kelas V SD No. 4 Banyuning untuk penerapan model

pembelajaran Problem Based Learning

dengan seksama sehingga dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa dan

memberikan pengalaman baru untuk

mengembangkan proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan kemampuan siswa. (3) Diharapkan kepada siswa kelas V SD No. 5 Banyuning untuk tetap mempertahankan cara belajar dengan menemukan masalah, mengorganisasi masalah dan mencari solusi terkait dengan materi pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari, dan terus memotivasi diri untuk belajar. (4) Diharapkan kepada

peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian yang sejenis pada mata pelajaran yang berbeda dan variabel yang berbeda

(11)

untuk memperluas dan menambah khasanah pengetahuan tentang suatu penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

Abimanyu, Soli, dkk. 2008. Strategi

Pembelajaran. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan Nasional. Amir, Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan

Melalui Problem Based Learning:

Bagaimana Pendidik Memberdayakan

Pemelajar di Era Pengetahuan.

Jakarta: Kencana.

Iskandar, Srini M. 1997. Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi.

Koyan, I Wayan. 2007. Statistika Dasar dan Lanjut (teknik analisis data kuantitatif). Singaraja: Pasca Sarjana, Undiksha. Koyan, I Wayan. 2011. Asesmen dalam

pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Pres.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran

Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

www.scribd.com/edihendri2142. Berkenalan dengan Pendidikan IPA Sekolah Dasar.

Tersedia pada www.scribd.com,

Gambar

Gambar 1. Kurva Poligon Data Hasil Post- Post-test Kelompok Eksperimen
Gambar 2. Kurva Poligon Data Hasil Post- Post-test Kelompok Kontrol
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians antar   Kelompok Eksperimen dan kontrol

Referensi

Dokumen terkait

- Peta Wilayah Pertambangan per Kabupaten terdapat di Ditjen Minerba yang sifatnya berbayar - Akses MOMI belum diberikan kepada publik sesuai dengan Peraturan Dirjen Minerba No.

Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang menyengat

Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk memahami dinamika psikologis terkait dengan identitas sosial dalam ruang interaksi pasangan perkawinan beda

institusi hukum dan profesi hukum, Pembangunan yang komprehensif harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan dengan

Utang jangka panjnag tidak dicatat ketika akan jatuh tempo saat ini sebagai kewajiban lancar apabila akan ditarik atau dilunasi dengan aktiva yang terakumulasi untuk

a. Minimnya informasi yang diterima oleh komisi kejaksaan. Kurang transparansinya lembaga Kejaksaan dalam melaporkan.. pelanggaran yang terjadi. Kurang beraninya masyarakat

8 saya puas dengan program komisi,bonus,undian yang diberikan untuk para pedagang Warung Indomie Rebus. 9 saya puas dengan adanya program kredit yang disediakan untuk pedagang

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak Audit Pajak Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak (Studi Kasus