• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006)."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama memiliki kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Agama tidak hanya sebagai alat untuk membentuk watak dan moral, tapi juga menentukan falsafah hidup dalam suatu masyarakat. Fungsi agama ini telah disadari dan diakui oleh orang-orang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vergote (dalam Dister, 1988) di Perancis yang ingin melihat seberapa penting pendidikan agama ditanamkan sejak kecil. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 75% responden menyatakan pendidikan beragama perlu diberikan sejak kecil karena berguna untuk menanamkan moral dalam setiap individu. Selain itu, para responden penelitian tersebut juga berpendapat bahwa pendidikan beragama memberikan pedoman dan pegangan dalam kehidupan.

Secara etimologi, kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya “tidak kacau balau”. Kata “agama” memiliki makna bahwa agama dapat menciptakan keadaan, kehidupan yang tidak kacau-balau. Agama mengikat penganutnya secara langsung atau tidak langsung kepada hukum dalam agama tersebut. Kepatuhan seseorang terhadap agamanya diharapkan membuat kehidupan tidak kacau balau. Seseorang yang tidak memiliki agama dipercaya akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006).

Salah satu fenomena yang berkaitan dengan hal di atas adalah kekacauan yang ditimbulkan oleh Alexander Aan, yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil

(2)

(PNS) di daerah Pulaupunjung, Sumatera Barat. Dalam sebuah artikel koran elektronik tertulis bahwa Alexander Aan, 30, dinyatakan bersalah karena "sengaja menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian agama dan permusuhan". Aan memulai sebuah kelompok ateis di Facebook, dimana ia berbagi komik Nabi yang berhubungan seks dengan budaknya. Dia juga mengunggah tiga artikel di akunnya, termasuk satu artikel yang menggambarkan Nabi tertarik pada menantu perempuannya.

Aan dipukuli oleh massa yang marah dan ditangkap oleh polisi di kampung halamannya di Pulau Punjung di Sumatera Barat pada Januari, setelah menampilkan materi tersebut secara online dan menyatakan dirinya ateis. Pengadilan sebelumnya mendakwa Aan dengan dua tuduhan lain - membujuk orang lain untuk memeluk ateisme dan menghujat - dan jaksa telah menuntutnya dengan hukuman tiga setengah tahun penjara. Akan tetapi, pengadilan membuktikan dia bersalah atas tuduhan yang paling serius dan membatalkan dua tuntutan lainnya (dalam http://khabarsoutheastasia.com, Juni 2012)

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) istilah yang dikenal dalam agama yaitu kesadaran beragama (religious conciousness) dan pengalaman beragama (religious experience). Kesadaran beragama adalah segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama, sedangkan pengalaman beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Jadi, seseorang dikatakan beragama jika ia memiliki keasadaran beragama dan pengalaman beragama (Drajat, 1989).

(3)

Negara Indonesia memiliki enam agama besar yang telah diakui, yaitu Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu, Islam, dan Konghucu. Namun, selain keenam agama tersebut, terdapat berbagai agama lokal yang sampai saat ini belum diakui oleh negara Indonesia, yang disebut dengan aliran kepercayaan. Menurut kamus bahasa Indonesia aliran kepercayaan merupakan sebutan bagi sistem religi di Indonesia yang tidak termasuk salah satu dari agama yang resmi. Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Hal ini berarti masyarakat Indonesia memiliki peluang dan kesempatan untuk memeluk atau menjadi umat salah satu agama yang ada di Indonesia.

Pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat yang menganut aliran kepercayaan di Indonesia. Pada tahun 2006, pemerintah telah mengeluarkan peraturan agar para penganut aliran kepercayaan dapat mendaftarkan diri mereka di administrasi kependudukan, dengan memberikan tanda (-) pada kolom agama. Pemerintah juga telah mengakui pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat penganut agama penghayat, sehingga mereka bisa mendapatkan surat pernikahan mereka. Namun, peraturan tersebut ternyata tidak memberikan perubahan besar bagi penganut aliran kepercayaan di Indonesia. Mereka masih merasa diperlakukan dengan tidak adil sampai saat ini. Mereka ditolak membuat kartu tanda penduduk karena dalam kartu keluarga tidak dicantumkan agama. Para penganut aliran kepercayaan sulit mengurus akta kelahiran, surat nikah, dan surat kematian tanpa adanya dokumen kependudukan. Akibatnya banyak dari mereka

(4)

yang tidak mendapat layanan kesehatan dan pendidikan, bahkan jenazah mereka sering ditolak masyarakat untuk dikuburkan di pemakaman umum (vhrmedia.com, Desember 2012).

Salah satu aliran kepercayaan yang ada di Indonesia adalah ugamo Malim. Ugamo Malim merupakan aliran kepercayaan suku Batak Toba. Orang-orang yang menganut ugamo Malim disebut sebagai parmalim. Parmalim berasal dari kata malim yang memiliki dua arti yaitu: pertama, malim sebagai sifat dasar yang dituju yang berawal dari haiason dan parsolamon, dimana haiason diartikan dengan kebersihan fisik dan parsolamon diartikan dengan membatasi diri dari kenikmatan dan tindakan; kedua, adalah malim sebagai sosok pribadi. Parmalim sendiri dapat diartikan dengan orang yang mengikuti ajaran malim, dimana pengikutnya harus memiliki sifat yang bersih atau suci baik fisik maupun rohani, serta dapat membatasi diri dari kenikmatan yang bersifat duniawi (dalam Tiorry, 20 Desember 2010).

Para parmalim meyakini bahwa Sisingamaraja merupakan utusan Debata Mulajadi Na Bolon ke dunia, khususnya tanah Batak, untuk menyebarkan ajaran ugamo Malim. Parmalim pergi beribadah setiap hari Sabtu ke tempat ibadah mereka yang disebut dengan Balai Persantian. Parmalim memiliki dua ritual besar di setiap tahun. Pertama, Parningotan Hatutubu ni Tuhan atau Sipaha Sada. Ritual ini dilangsungkan saat masuk tahun baru Batak, yaitu di awal Maret. Ritual lainnya bernama Pameleon Bolon atau Sipaha Lima, yang dilangsungkan antara bulan Juni-Juli. Ritual Sipaha Lima dilakukan setiap bulan kelima dalam kalender Batak. Ini dilakukan untuk bersyukur atas panen yang mereka peroleh. Upacara

(5)

ini juga merupakan upaya untuk menghimpun dana sosial bersama dengan menyisihkan sebagian hasil panen untuk kepentingan warga yang membutuhkan (Gultom, 2010).

Dari sebuah komunikasi personal dengan Bapak Surya, salah seorang pengurus tempat ibadah parmalim, diketahui bahwa para parmalim dilarang untuk menyebarkan ajaran agamanya kepada orang lain. Mereka juga dilarang meminjamkan buku patik mereka jika tidak diminta orang lain. Para permalim bisa memberikan penjelasan mengenai ajaran mereka kepada orang lain, jika orang tersebut yang duluan bertanya. Jika seseorang menanyakan mengenai ajaran ugamo Malim, maka parmalim bisa menjelaskan secara dalam ajaran-ajaran mereka. Berikut kutipannya.

“Bagi kami dek, kami „gak perlu berusaha buat menyebarkan agama kami sama orang lain kayak agama-agama yang lain. Lebih baik kami menjalankan hal-hal yang diajarkan oleh Debata Mulajadi Na Bolon. Kita jalankan Patik yang ada, berbuat baik sama orang lain. Biar aja orang lain yang melihat kita bagaimana. Kalo mereka lihat kita baik dan merasa kalo ini adalah jalan yang benar, ya mereka bisa masuk ke Ugamo Malim. Itu terserah mereka. Cuma kalo dari kami sendiri sih „gak ada usaha untuk menyebarkan ajaran Ugamo Malim kami.”

(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)

“Kami enggak boleh menyebarkan ajaran kami sama yang bukan parmalim. Ngasih-ngasih tahu sama orang gitu enggak boleh. Kecuali mereka yang nanya duluan, barulah bisa kita jelaskan semua. Ngasih buku patik kami sama orang lain pun dilarang. Kecuali dia memang mau pinjam.”

(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)

Lebih lanjut Bapak Surya juga bahwa ajaran parmalim berbeda dengan agama di Indonesia yang ada di Indonesia. Parmalim menyebut keyakinan mereka sebagai ugamo, bukan agama. Ugamo adalah jalan. Jadi, menurut mereka Malim

(6)

merupakan salah satu dari sekian banyak jalan menuju Surga. Para permalim mengakui keberadaan para utusan Tuhan yang ada di dalam agama-agama lain. Bagi mereka, itu merupakan cara-cara manusia yang lain untuk mencapai Surga. Mereka tetap mengakui bahwa ajaran-ajaran dalam agama lain benar, hanya saja jalan yang paling tepat bagi orang Batak adalah jalan yang diajarkan Raja Sisingamaraja dalam ugamo Malim. Berikut kutipannya.

“Cobalah dulu, apa arti agama itu. Supaya tidak kacau dunia ini kan? Kalo kami beda; kami bilangnya ugamo. Ugamo itu jalan. Bagi kami inilah jalan untuk menuju pada Yang Maha Kuasa. Banyak memang jalan menuju Yang Kuasa. Makanya banyak agama di dunia ini kan. Tapi kami percaya bagi kami inilah jalan yang paling tepat.”

(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)

“Kalo kami tetap nya mengakui kalau Yesus itu utusan Tuhan. Gitu juga Nabi Muhammad. Tapi ke mana Yesus menyebarkan ajarannya? Sama bangsa Israel. Kalo Nabi Muhammad sama bangsa Arab. Makanya klo sama bangsa Batak itu yang diutus Sisingamaraja. Makanya udah seharusnya lah kita mengikut Raja Sisingamangaraja”

(Komunikasi Personal, 23 Agustus, 2012)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa para penganut aliran kepercayaan sering mengalami diskriminasi, tidak terkecuali dari masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. Misalnya saja, saat para penganut agama Malim berencana membangun Rumah Persantian di kota Medan ada tahun 2005. Terjadi penolakan dari warga sekitar sehingga pada akhirnya rumah tersebut gagal dibangun. Menurut pengakuan Bapak Surya, alasan warga sekitar menolak adalah di wilayah tersebut tidak ada penganut agama Malim. Berikut kutipannya.

“Gak suka orang itu dulu kami bangun tempat ibadah di situ. Dibilanglah kar‟na enggak ada parmalim yang tinggal di situ. Terus kami diganggu. Dilempari batu lah...”

(7)

Selain masyarakat, sistem yang berlaku di pemerintah juga memberikan kesulitan tersendiri bagi para parmalim. Saat pengurusan surat-surat, beberapa instansi pemerintah meminta parmalim untuk mendaftarkan agamanya sesuai dengan agama yang diakui. Hal ini membuat para parmalim merasa diperlakukan secara tidak adil. Salah satunya adalah Bapak Budi, salah seorang parmalim di kota Medan. Bapak Budi mempertanyakan mengapa pada saat pemilihan presiden, agama mereka tidak dipermasalahkan, tetapi pada saat mengurus surat-surat mereka malah disuruh berbohong. Hal ini terlihat dari pernyataan pak N berikut :

“Kok Cuma kami (parmalim) „gak diakuin? Pas mo pemilihan Presiden „gak da persyaratan agama tertentu yang bisa milih. Kok kalo ngurus surat dan lain-lain kami „gak diakuin? Kar‟na itu harus masuk ke salah satu agama yang diakuinlah.”

(Komunikasi personal, 15 Oktober 2011)

Menurut Bapak Budi, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para parmalim memberikan berbagai reaksi dari para parmalim. Ada yang tetap mengosongkan agama mereka di catatan pemerintahan dan beribadah sesuai aturan ugamo Malim. Beberapa orang memilih untuk mendaftarkan diri mereka di kantor pemerintahan dengan menggunakan salah satu dari enam agama yang diakui oleh pemerintah, walaupun dalam kenyataannya mereka masih menjadi seorang parmalim. Misalnya saja, dengan mengaku mendaftarkan dirinya di kantor pemerintahan sebagai seorang penganut agama Kristen namun tetap beribadah sebagaimana seharusnya yang dilakukan seorang parmalim. Hal ini terlihat dari pernyataan berikut.

“Kalo amang (menyebutkan dirinya sendiri dalam bahasa Batak) sama keluarga amang di KTP masuk agama Kristen.”

(8)

Beberapa parmalim memilih jalan lain untuk menyesuaikan diri dengan kesulitan yang mereka alami, yaitu dengan menjadi penganut salah satu agama yang diakui di Indonesia. Diketahui dari komunikasi personal dan dalam interaksi dengan warga parmalim, penulis mengetahui bahwa dengan melakukan konversi agama, masyarakat di sekitarnya tidak akan memandang mereka (para parmalim) secara negatif. Mereka tidak akan dinilai menganut aliran sesat lagi.

Hal yang dilakukan oleh para parmalim ini disebut dengan konversi agama. Konversi agama didefinisikan sebagai perubahan. Paloutzian (1996) mengatakan bahwa konversi agama merupakan perubahan kepercayaan yang mempengaruhi kerangka hidup individu. Perubahan tersebut dapat mengubah individu dari satu kelompok ke kelompok lain, dari satu kepercayaan ke kepercayaan yang lain. Penido (dalam Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur, yaitu unsur dari dalam diri (endogenous origin) dan unsur dari luar (exogenous origin).

Unsur dari dalam diri (endogenous origin) merupakan proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Seorang individu dapat mempertanyakan apakah agama yang dianutnya sejak kecil telah memiliki “kepastian keselamatan.” Unsur dari luar (exogenous origin) merupakan proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan, misalnya saja pernikahan. Unsur pernikahan menjadi alasan yang lebih banyak digunakan oleh orang-orang untuk melakukan konversi agama.

(9)

Unsur dari luar (exogenous origin) lebih sering mendorong seorang parmalim berpindah menjadi penganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah. Mereka tidak tahan dengan kesulitan-kesulitan yang dialami mereka saat menganut ugamo Malim. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Surya yang mengatakan bahwa beberapa parmalim yang berpindah agama karena tidak tahan menjadi seorang parmalim dan malu mengakui bahwa mereka seorang parmalim. Hal ini terlihat dari pernyataan berikut.

“Ya ada juga lah dek yang pindah ke agama lain. Kayak mana lah mereka „gak tahan. Jadi maunya yang gampang aja, pindah agama. Biasanya mereka yang kayak gitu juga „gak ngerti bagaimana Ugamo Malim itu sendiri. Malu mereka bilang sama orang-orang kalo mereka Parmalim. Jadi itu lah…pindah ke (agama) yang lain.”

(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)

Masalah-masalah yang dialami oleh parmalim membuat beberapa dari mereka berpindah agama atau mengganti agama mereka dalam berkas-berkas kependudukan mereka. Namun, hal yang berbeda dilakukan oleh pak Ucok. Pak Ucok berpindah agama dari Kristen Protestan, salah satu agama yang diakui oleh pemerintah, menjadi seorang parmalim. Pak Ucok resmi menjadi seorang parmalim sejak tahun 2004. Saat itu Pak Ucok bekerja sebagai sopir bus antar-daerah. Pak Ucok mengatakan bahwa pada awalnya ia adalah seorang Kristen yang taat. Ia sering membaca Alkitab. Setelah beberapa lama membaca Alkitab, pak Ucok menemukan beberapa hal yang mengganjal hatinya. Ia merasa bingung, kenapa hal yang dilakukan oleh orang Kristen selama ini berbeda dengan ajaran yang tertulis di dalam Alkitab.

“Dulu saya rajin baca Alkitab. Paling rajin saya baca Alkitab. Setelah saya baca-baca, saya menemukan kejanggalan-kejanggalan. Saya lihat ada yang

(10)

berbeda antara yang saya baca di Alkitab dengan yang kami lakukan selama ini.”

(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Pak Ucok mengatakan bahwa orang Kristen kurang melakukan hal-hal yang tertulis di dalam Perjanjian Lama dalam Alkitab, misalnya saja dalam hal makanan. Pak Ucok mengatakan bahwa dalam Alkitab jelas tertulis bahwa Tuhan melarang bangsa Israel memakan beberapa makanan (misalnya daging babi, hewan berdarah panas, dan sebagainya), namun kenyataannya ia melihat bahwa orang Kristen memakan semua jenis makanan.

“Saya baca Perjanjian Lama. Di situ kan dikatakan bahwa Tuhan melarang bangsa Israel untuk memakan daging babi, hewan berdarah panas. Tapi kok sekarang semua orang Kristen makan semua makanan itu? Saya lihat kebanyakan mereka kurang melakukan yang diajarkan dalam Perjanjian Lama. Padahal kan Perjanjian Lama bagian dari Alkitab juga kan?”

(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Pak Ucok mengatakan bahwa semakin ia membaca Alkitab, semakin banyak ia menemukan ketidak-sesuaian antara ajaran di dalam Alkitab dengan perilaku orang-orang Kristen. Hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan, namun Pak Ucok masih menyimpan pertanyaan tersebut dalam hatinya. Ia tidak menanyakan hal-hal tersebut kepada para pemimpin di Gerejanya.

“Makin saya baca Alkitab, semakin banyak pertanyaan dalam hati saya. Cuma pertanyaan-pertanyaan itu masih saya simpan saja dalam hati saya. Saya pikir, nanti saja saya tanyakan hal ini.”

(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Berbagai pertanyaan yang ada di dalam hatinya belum juga ditanyakan pak Ucok sampai ia mengenal bu Wati. Bu Wati adalah tetangga baru pak Ucok yang

(11)

bu Wati seputar ugamo Malim. Ia pun perlahan-lahan mulai memahami ajaran ugamo Malim.

“Belum sempat saya tanyakan pertanyaan-pertanyaan saya ini, datanglah bu Wati di dekat rumah kami. Kebetulan dia pramalim. Jadi seringlah kami cerita-cerita tentang parmalim.“

(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Pak Ucok mengatakan bahwa setelah ia mendengar penjelasan mengenai ajaran ugamo Malim dari tetangganya, Ibu Wati. Pa Ucok kemudian merasa tertarik untuk menjadi seorang parmalim. Ia merasa ajaran-ajaran dalam ugamo Malim sesuai (lebih sesuai) dengan apa yang selama ini diyakininya. Ia mengatakan bahwa ia merasa Roh Tuhan datang kepadanya dan menyuruhnya untuk menjadi seorang parmalim.

“Setelah saya mendengar penjelasan bu Wati, saya merasa ajaran ini benar. Hal yang selama ini saya baca di Alkitab juga dilakukan oleh parmalim. ya terbuka aja hati saya. Kurasa Roh Tuhan datang sama saya dan menyuruh saya masuk menjadi parmalim”

(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Jika dikaitkan dengan pernyataan Penido (dalam Ramayulis, 2002), pengalaman Pak Ucok berpindah agama menjadi seorang parmalim dikarenakan unsur dalam dirinya (endogenos origin). Ia meragukan keselamatan yang ada di dalam agama Kristen sehingga ia ingin berpindah agama menjadi seorang parmalim. Hal ini tidak dipengaruhi oleh tekanan dari luar dirinya, tetapi murni dari dalam hatinya.

Janis (1987) menyatakan bahwa pada saat seseorang akan melakukan suatu tindakan, maka orang tersebut akan melewati proses pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Svenson & Verplaken (dalam Svenson et al, 1997)

(12)

yang menyatakan bahwa beberapa keputusan bisa saja keputusan yang dianggap kurang penting yang hanya membutuhkan sedikit pemikiran, sebaliknya ada keputusan-keputusan yang dianggap penting yang membutuhkan pemikiran aktif untuk mencapai hasil yang memuaskan. Suatu keputusan dianggap penting karena berbagai alasan, di antaranya materi yang harus dikeluarkan dan konsekuensi dari keputusan tersebut. Selain itu, suatu keputusan juga akan dianggap penting jika berkaitan dengan opini tertentu atau nilai-nilai emosional dari si pengambil keputusan Dapat disimpulkan bahwa bagi seorang individu, keputusan untuk berpindah agama merupakan keputusan yang penting karena keputusan tersebut melibatkan nilai-nilai emosional seorang individu. Selain itu, keputusan tersebut akan menimbulkan berbagai opini dari orang-orang di sekelilingnya.

Lebih lanjut Janis (1987) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan, yaitu: Appraising the Challenge, Surveying Alternatives, Weighing Alternatives, Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite Negative Feedback. Kelima tahapan pengambilan keputusan akan menunjukkan suatu proses yang unik dari tiap tahapan. Proses yang terjadi dari satu tahapan ke tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi negatif dan positif yang mungkin terjadi dari setiap pilihan jawaban (Janis & Mann, 1977).

Selama proses pendalaman permasalahan penelitian, penulis menemukan sebuah kasus proses pengambilan keputusan untuk berpindah agama yang selain penting namun juga unik yang dialami oleh Ibu Ani. Selain berasal dari penganut agama resmi yang diakui (agama Kristen) menjadi agama penghayat yang masih sering diperlakukan secara tidak adil, ibu Ani membawa serta seluruh keluarganya

(13)

(suami dan kelima anaknya) – melalui proses yang panjang – akhirnya menjadi parmalim.

Berangkat dari pemaparan di atas, peneliti tertarik dan memfokuskan arah penelitian ini berdasarkan suatu kasus yang menyangkut kehidupan seorang parmalim yang bernama Ibu Ani. Bu Ani telah menjadi seorang parmalim sejak tahun 2004. Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan bu Ani menjadi seorang parmalim, mengingat ada banyak kesulitan yang akan dialami oleh bu Ani bila ia menjadi seorang parmalim. Di saat banyak parmalim yang memilih untuk berpindah menjadi penganut agama yang diakui pemerintah, bu Ani malah memilih untuk menjadi seorang parmalim dengan semua resiko yang telah menunggunya. Penulis meminta kesediaan subjek pada waktu perkenalan, dan subjek setuju untuk diwawancarai lebih lanjut. Peneliti berharap akan tergali banyak informasi, sehingga dapat menambah informasi dan menjadi sesuatu yang bermanfaat.

b. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut, ”Bagaimana proses pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim?”

c. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim.

(14)

d. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi sosial, khususnya bagi indigeneous psychology.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang Psikologi Sosial, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat praktis a. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim. Selain itu peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi bahan masukan kepada orang-orang yang hendak melakukan konversi agama sehingga mereka mengetahui pertimbangan yang perlu mereka sebelum lakukan memutuskan melakukan konversi agama. Terlebih bagi orang-orang yang akan melakukan konversi agama ke aliran kepercayaan.

e. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, dimana pada setiap bab dapat dibagi menjadi sub-sub jika dianggap perlu. Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(15)

Bab I: Pendahuluan

Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta diakhiri dengan sistematika penulisan dari penelitian ini.

Bab II: Landasan Teori

Bab ini akan menguraikan landasan teoritis yang bersumber dari literatur dan pendapat para ahli/ pakar yang dapat digunakan sebagai landasan berpikir dalam pembahasan penelitian ini. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi pengambilan keputusan, teori proses pengambilan keputusan, pertimbangan dalam pengambilan keputusan, teori sejarah ugamo Malim serta sistem kepercayaan ugamo Malim.

Bab III: Metode Penelitian

Dalam bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian kualitatif, karakteristik subjek penelitian dan lokasi penelitian, metode pengumpulan data, teknik pengambilan sampel, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas (validitas) penelitian, prosedur penelitian serta teknik dan proses pengolahan data.

(16)

Bab IV: Analisa Data dan Hasil Analisa Data

Bab ini menguraikan mengenai hasil analisa data wawancara yang berupa analisa data partisipan yang meliputi kondisi kondisi awal partisipan mengenal ugamo Malim serta proses pengambilan keputusan partisipan menjadi seorang parmalim.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan dan saran mengenai proses pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim. Kesimpulan berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan. Saran berisi saran-saran praktis sesuai dengan masalah-masalah penelitan serta saran-saran metodologis untuk menyempurnakan penelitian lanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Pengkajian dilaksanakan bersamaan dengan kegi- atan pembinaan kemampuan pengelolaan perpustakaan yang meliputi penataan koleksi, penataan ruang per- pustakaan, pengaturan

a) Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari langkah-langkah penelitian Siklus I yaitu peningkatan kompetensi Instalasi Motor Listrik peserta didik melalui model

hirta menunjukkan rendahnya intensitas serangan CMV, rendahnya konsentrasi virus, terjadi peningkatan aktivitas enzim peroksidase 1,08 – 6,7 kali, dan peningkatan

Sedangkan yang dimaksud dengan Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas

Kebijakan mutu akademik meliputi tiga bidang, yaitu bidang pendidikan, bidang penelitian dan bidang pengabdian kepada masyarakat. 1) Kebijakan mutu bidang pendidikan antara

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka kesimpulan yang didapatkan adalah terdapat perbedaan aktivitas belajar siswa dalam rangka pelaksanaan aspek

Jika membahas masalah etika dan sopan santun maka kita tidak bisa melapas dari tradisi atau budayamasyarakat. Mengapa demikian, karena etika dan sopan santun setoap daerah

Dalam skripsi ini lebih khusus mengenai perang yang terjadi setelah meninggalnya Hideyoshi, yang melibatkan hampir seluruh daimyo di Jepang, yang disebut dengan