• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat atau warga negara berpartisipasi dalam pemilu untuk mempengaruhi pembuatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masyarakat atau warga negara berpartisipasi dalam pemilu untuk mempengaruhi pembuatan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemilu merupakan perwujudan dari demokrasi. Dengan kata lain, pemilu adalah pemilihan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hal ini dapat terwujud apabila masyarakat atau warga negara berpartisipasi dalam pemilu untuk mempengaruhi pembuatan keputusan dengan cara memilih dan dipilih. Partisipasi warga negara dalam pemilu baik “memilih” maupun “dipilih” adalah perwujudan hak-hak demokratis. Dasar dari demokrasi adalah keyakinan akan kedaulatan rakyat yang menuntut agar rakyat memerintah diri sendiri dan setiap pemerintahan berada dibawah kekuasaan rakyat. Hak-hak asasi demokratis menolak segala bentuk pandangan tradisional yang umumnya bersifat feodal, bahwa ada orang atau golongan tertentu yang karena kelahirannya misalnya sebagai bangsawan atau raja, mempunyai hak khusus untuk memerintah masyarakat dengan demikian menguasai negara. Di samping itu, hak-hak demokratis juga menolak berbagai bentuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, suku, golongan, dan kepercayaan yang memenuhi ketentuan mengambil bagian dalam pemilu baik untuk ‘memilih” maupun untuk “dipilih”. Hal demikian menunjukan bahwa hak-hak asasi demokrasi seperti mengemukakan pendapat, berpartisipasi dan tampil didepan umum adalah hak yang berdasarkan paham bahwa semua orang sebagai manusia sama derajatnya, maka dalam urusan bersamapun menjadi hak bersama (Nobertus Jegalus, 2011 : 283).

Terkait dengan hal tersebut, Azmaeny (2013 : 138), menyatakan bahwa hak-hak asasi setiap warga negara harus dijamin, dilindungi, dan dihormati, serta dijunjung tinggi oleh penyelenggara negaranya tanpa kecuali. Yang mendasari pernyataan Azmaeny tersebut karena

(2)

hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan yang akan tetap senantiasa melekat dalam kehidupan manusia itu sendiri. Kesadaran manusia akan anugerah istimewa itu berasal dari dalam dirinya, dalam hal ini harkat dan martabat kemanusiaannya. Karena itu, sesungguhnya hak asasi itu sudah melekat dalam diri manusia sejak kelahirannya. Dasar pemikiran Azmaeny ini kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan, karena itu wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali”. Lebih jauh dan lebih dalam, maksud UUD 1945 ini secara tegas mau mengungkapkan bahwa antara laki-laki dan perempuan mempunyai kesamaan hak baik dalam hukum maupun pemerintahan. Dengan kata lain, negara mengakui dan menjamin adanya kesetaraan gender.

Kesetaraan yang dimaksukan oleh UUD 1945 adalah mensyaratkan adanya perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan, dimana pada situasi sama harus diperlakukan sama, dan dengan perbedaan dimana pada situasi yang berbeda diperlakukan berbeda pula. Mengenai kesetaraan itu, Majelis Umum PBB menyetujui sebuah konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang ditekankan dalam Deklarasi dan Program Aksi Wina (The Vienna Declaration and Program Of Action) 1993. Deklarasi dan program aksi Wina menyatakan beberapa hal tentang hak asasi perempuan anatara lain : (1). Hak asasi perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut integral dan tidak dapat dipisahkan. (2). Kejahatan berbasis gender dan semua bentuk pelanggaran dan pelecehan seksual, termasuk yang terjadi karena prasangka budaya dan trafficking internasional, tidak sesuai dengan martabat dan harga diri seorang manusia harus dihapuskan. (3). Pentingnya usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam

(3)

kehidupan privat dan publik, penghapusan semua bentuk pelecehan seksual, eksploitasi dan trafficking perempuan, penghapusan prasangka atas dasar jenis kelamin dalam pelaksanaan hukum serta penghapusan konflik apapun yang dapat terjadi antara hak perempuan dan efek buruk dari praktek-praktek tradisional atau kebiasaan tertentu, prasangka budaya serta ekstrim agama. (4). Pelanggaran hak asasi perempuan dalam situasi konflik bersenjata adalah pelanggaran dari prinsip-prinsip fundamental hak asasi manusia internasional dan hukum kemanusiaan.

Deklarasi dari program aksi Wina merupakan puncak dari upaya internasional untuk melindungi perempuan, mempromosikan hak-hak perempuan dan memperlakukan perempuan sama derajatnya dengan laki-laki (Azmaeny, 2013 : 271). Deklarasi ini juga menekankan bahwa perempuan dan laki-laki harus menikmati kesetaraan haknya baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi maupun sipil. Kesetaraan tersebut dapat meningkatkan representasi atau keterwakilan perempuan pada institusi politik, sehingga muncul suatu kesadaran bahwa semua prioritas dan agenda politik harus dirombak agar perempuan bisa tampil kedepan publik dan memegang berbagai posisi publik.

Representasi atau keterwakilan perempuan dalam politik diartikan sebagai terwakilinya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakilnya di institusi-institusi perwakilan (DPR) melalui proses politik. Keterwakilan politik perempuan pada institusi DPR sangat penting. Hal ini didasarkan pada beberapa aspek, yaitu : Pertama, dari segi demokrasi, jumlah perempuan lebih dari setengah jumlah total penduduk. Oleh karena itu, wakil rakyat atau caleg perempuan merefleksikan konstituennya. Kedua, dari segi kesetaraan, keterwakilan dari perempuan untuk perempuan, sama halnya dengan tuntutan atas keterwakilan dari rakyat untuk rakyat. Ketiga, dari segi penggunaan sumber daya, merupakan

(4)

penggunaan kemampuan intelektual perempuan. Keempat, dari segi keterwakilan secara empiris menunjukkan bahwa bila perempuan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan, maka kepentingan perempuan tidak dipertimbangkan secara sungguh-sungguh bahkan cenderung diabaikan (Azmaeny, 2013 : 183).

Atas dasar pemikiran tersebut, maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum menetapkan kuota 30 persen keterwakilan perempuan. Pengesahan kuota 30 persen atau affirmative action ini sebagai tanda adanya pencapaian penting dalam perjuangan gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia. Dengan adanya kebijakan affirmative action ini berarti kaum perempuan memiliki suatu agenda besar yang harus dilakukan oleh perempuan Indonesia untuk terlibat aktif dalam pemilihan umum. Argumen dasar dalam penggunaan sistem kuota ini adalah untuk mengatasi ketidakseimbangan yang disediakan oleh hukum dan budaya. Kuota ini diterapkan sampai hambatan-hambatan terhadap masuknya perempuan dalam politik dapat disingkirkan. Dengan adanya kebijakan affirmative action ini juga perempuan dipandang sebagai sebuah kemajuan yang signifikan. Artinya perjuangan perempuan untuk memperoleh kuota 30 persen di lembaga DPR telah berhasil.

Meski secara formal perundang-undangan ini masih memiliki banyak kekurangan, namun disisi lain, dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk melakukan transformasi dan pemberdayaan perempuan dalam konteks pembangunan nasional. Ibarat kapal besar yang mengalami pasang surut dalam pelayarannya, demikianpun proses pelaksanaan perundangan-undangan di Indonesia. Penulis menemukan “pasang surut”nya undang-undang ini dari data pemilihan umum, tanggal 9 April tahun 2014, di Kabupaten Manggarai Timur. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut :

(5)

Tabel 01

Data Caleg Perempuan Dapil 1

(Lambaleda, Sambi Rampas, Elar, Elar Selatan) Tahun 2014

NO. Nama Partai Nama Caleg Rincian Perolehan Suara Jlh

Akhir Ket Lamb aleda Sambi rampas Elar Elar Selatan 1 NASDEM Martina Jisman 342 18 7 6 373 -

Maria A P. Ustang , A.Md 8 10 5 3 26 -

Wihelmina Eni 4 0 3 0 7 -

2. PKB

Nova Ayu Trisnawati 9 9 7 2 27 -

Agustina Lembunai 4 2 1 0 7 -

Fantasi Ibrahim 6 7 0 1 14 -

3. PKS

Mutiara. A. M. A 12 12 38 4 68 -

Sri Atun 138 12 1 0 151 -

Natalia Jiing, A.Ma 2 8 41 1 52 -

4. PDIP

Maria A A. Harman, SE 285 454 155 13 907 -

Maria Getrudis Bo S. Pd 164 120 9 14 307 -

Siti Mani Aga 2 2 1 1 6 -

5. GOLKAR

Olivia Manang, A.M.d 1 12 8 11 32 -

Margareth S.F. James, S.pd 16 12 21 16 65 - Yustina Edem 3 3 3 1 10 - 6 GERINDRA Walgetrudis Nau 8 7 5 476 496 - Theresia Laut 14 11 9 14 48 - Yovita Hawarta 0 1 0 0 1 - 7. DEMOKRAT Theresia Retno 2 5 3 6 16 - Kornelia Dina 2 9 2 2 15 - Yohana Farida, SE 1 0 2 2 5 - Monika V.V.Tandiseru,S.Pd 660 95 20 13 788 1

(6)

8. PAN Magdalena Limut 14 54 3 3 74 -

Yovita Serli Kasang 5 7 10 5 27 -

9. PPP

Rubiati 1 13 1 0 15 -

Dian Ramdania 7 0 3 1 11 -

10. HANURA

Yuliana Des 5 2 1 2 10 -

Rita Dua Roja 0 1 1 1 3 -

Fransiska Lira, A, Ma 0 1 0 2 3 -

11. PBB

Maria Hatia Isa 0 6 1 0 7 -

Yovita Nindir 0 7 1 3 11 -

Sisilia Esti 4 0 0 1 5 -

12. PKPI

Patrisia Edelberta Flaviana 4 3 1 0 8 -

Methii Dis Hilde Narsis 14 2 2 0 18 -

Sisilia Nda 0 2 4 0 6 -

Total suara 1736 900 369 604 3619 1

Sumber : KPUD Manggarai Timur Tahun 2014

Berdasarkan tabel, dapat diketahui bahwa dari 35 orang caleg perempuan yang ada dan tersebar di daerah pemilihan satu (I) yaitu, di Lambaleda, Sambirampas, Elar, dan Elar Selatan yang berhasil dalam Pemilihan Umum Daerah Manggarai Timur hanya satu yaitu, Monika Vermike V. Tandiseru dari Partai Amanat Nasional dengan jumlah 788 suara. Sedangkan caleg perempuan ibu Maria A. A. Harman, yang jumlah suaranya lebih banyak yaitu 907 suara tidak terpilih, ini disebabkan karena bilangan pembagi pemilih yang berbeda (BPP). BPP adalah total suara sah di suatu dapil dibagi dengan alokasi kursi. Hasil dari BPP merupakan nilai satu kursi. Caleg yang mendapatkan suara yang mencapai BPP ini jelas akan mendapatkan satu kursi, kalaupun lebih dari total BPP maka itu dianggap suara sisa yang akan diperoleh lagi apabila masih ada sisa kursi. Partai yang ikut memilih di dapil 1 ada 12 partai dan memperoleh suara secara berbeda-beda. Pembagian kursi tidak diberikan kepada orang perorangan. Kursi tersebut dibagikan kepada partai. Setelah dihitung dalam tahap pembagian kursi, karena BPP 4496 (dapat dilihat pada lampiran) dan perolehan kursi tahap pertama di dapil 1 yang mendapat kursi adalah PDIP jadi langsung diberikan 1 kursi ke PDIP karena PDIP merupakan satu-satunya partai yang mendapat atau mencapai BPP, sedangkan partai lainnya tidak mencapai BPP dikelompokan di tahap kedua. Akumulasi suara ini bukan suara

(7)

sendiri tetapi ini sudah digabung karena prinsip memberi kursi itu kepada partai jadi disitulah otoritas UU bahwa partai mempunyai kuasa besar. Setelah itu karena dapat 1 kursi maka sisa suara diberikan kebelakang. Mereka semua dikategorikan sebagai pembagian tahap kedua. Di pembagian tahap kedua ini disebut sistem perengkingan atau peringkat. Sistem perengkingan adalah bagi partai-partai yang mendapat peringkat suara terbanyak mulai urutan 1-9, maka pada pertandingan berikutnya PDIP juga ikut karena mengikuti sistem peringkat. Prinsip memberi kursi itu kepada partai lalu kita menghitung bukan berdasarkan nomor urut tetapi berdasarkan suara terbanyak. Ada suara yang melebihi ibu Monika tetapi tidak memperoleh kursi karena perolehan suara partainya sedikit. Karena itu jangan berani-beraninya seorang caleg mengatakan bahwa dia tidak dari partai.

Dari hasil tersebut, penulis melihat bahwa akses perempuan dalam bidang politik di zaman sekarang cukup memperihatinkan, bahkan tidak hanya ditingkat nasional tetapi juga ditingkat lokal. Menurut penulis, fakta ketertinggalan perempuan dalam politik di Indonesia, khususnya di Kabupaten Manggarai Timur, Dapil I (Lambaleda, Sambirampas, Elar, dan Elar Selatan) pertama-tama bukan karena sistim politik yang menghalangi mereka, melainkan nilai-nilai yang dihayati dalam kebudayaan, tidak memungkinkan dan mendorong perempuan untuk berani terlibat dalam dunia politik. Karena itu, strategi yang tepat untuk mengatasi ketertinggalan perempuan dalam politik adalah membangkitkan kesadaran masyarakat untuk mendukung caleg mengambil bagian dalam pemilihan umum yaitu perlu menghancurkan pemahaman masyarakat yang selalu menganggap laki-laki lebih unggul dalam segala hal. Karena pembentukan pemahaman itu terjadi dalam proses kebudayaan, maka jalan yang sesuai untuk itu adalah jalan kebudayaan.

(8)

Proses pembentukan pemahaman itu, pertama-tama datangnya dari pribadi yang mencalonkan dirinya sebagai caleg dan harus didukung dengan kualitas yang dimilikinya, dalam hal ini: kemampuan intelektual, rekam jejak prestasi, karakter, dan kepribadiannya yang kuat. Hal ini menjadi tuntutan bagi setiap caleg untuk kembali ke dalam diri dan mengenal dirinya.

Tuntutan itulah yang dinamakan Dewi Haroen sebagai personal branding. Personal branding adalah proses mengelola image dan persepsi publik terhadap caleg yang mencalonkan dirinya. Menurut Haroen, pencapaian proses tersebut, ditandai dengan adanya karakter berbeda atau unik yang ditampilkan seorang caleg dalam seluruh pengabdiannya terhadap masyarakat. Personal branding merupakan hal dasariah manusia untuk menampilkan diri atau mengekspresikan ke”aku”annya (keaslian dirinya) dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang pemangkujabatan (Dewi Haroen, 2014 : 13).

Lebih jauh, Dewi Haroen juga menjelaskan bahwa, seseorang yang ingin mencapai branding haruslah punya modalitas berupa rekam jejak, karakter, kompetensi dan kekuatan untuk berbuat lebih dari yang biasanya. Jadi untuk membangun personal branding, hendaknya seseorang menjadi diri sendiri artinya mengenal secara baik kelemahan dan keunggulan dalam dirinya.

Atas dasar pemikiran Dewi Haroen tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti caleg perempuan terkait dengan personal brandingnya sehingga dari sekian caleg perempuan yang ikut pemilu hanya Monika V. V. Tandiseru yang berhasil memenangkan pemilihan umum legislatif tahun 2014 di dapil I kabupaten Manggarai Timur. Berdasarkan fakta ketertinggalan perempuan dalam dunia politik di Indonesia, khususnya di Manggarai Timur, Dapil I (Lambaleda, Sambirampas, Elar, dan Elar Selatan) dalam pemilihan umum tanggal 9

(9)

April 2014, penulis tertarik untuk mengetahui persoalan itu lebih jauh dengan merangkainya di bawah judul: PERSONAL BRANDING CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM MEMENANGKAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 DI DAPIL 1 KABUPATEN MANGGARAI TIMUR (Studi Kemenangan Monika Vermike V. Tandiseru dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 di Dapil I Kabupaten Manggarai Timur).

1.2. Perumusan Masalah

Bertolak dari pemikiran diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah personal branding Monika Vermike V. Tandiseru dalam memenangkan pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Dapil I Kabupaten Manggarai Timur ?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan personal branding Monika Vermike V. Tandiseru dalam memenangkan pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Dapil I Kabupaten Manggarai Timur.

1.3.2.Kegunaan Penelitian

1) Penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran dan masukan bagi caleg perempuan untuk berkiprah di dunia politik. Hal ini sangat berguna untuk caleg

(10)

perempuan dalam mempersiapkan diri lebih awal dalam membangun komunikasi dengan pemilih yang ada di wilayah pemilihannya.

2) Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan referensi untuk partai politik dalam merekrut calon legislatif perempuan.

3) Sebagai bahan acuan bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut tentang personal branding.

4) Bagi penulis, tulisan ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti, secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi kompetensi pedagogik guru dalam

Setelah kontroler fuzzy memfuzzifikasi nilai input dari sistem fuzzy, kontroler fuzzy menggunakan input variable fuzzy yang ada dan aturan dasar untuk

Menurut Palupessy (2011), menyatakan bahwa kawasan wisata terpadu adalah kawasan yang memperhitungkan pusat-pusat kegiatan wisatawan, karakteristik dari jenis wisata

Pergerakan tipping. Tekanan diaplikasikan pada titik tunggal mahkota gigi yang menyebabkan resorpsi tulang dan aposisi, membuat gigi bergerak tipping. Tekanan pada jaringan

Kurang sadarnya sikap terhadap Tuhan YME, hubungannya dengan diri sendiri adalah belum ada tenaga pengajar untuk menumbuhkan bakat dan minat anak panti oleh

BIAYA YANG TERJADI DAN OPPORTUNITY COST KARENA DITOLAKNYA PRODUK ATAU JASA OLEH PELANGGAN... Biaya Kualitas Klasifikasi

Amaria, dkk (2007) melakukan penelitian adsorpsi Zn(II) dengan menggunakan biomassa Saccharomyces cerevisiae yang berasal dari limbah hasil fermentasi industri bir

Dalam tahap kritik ekstern dokumen tersebut merupakan dokumen yang disusun serta diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tersimpan baik di ANRI. Arsip