• Tidak ada hasil yang ditemukan

278684668 RPP XII SAS SMSTR II 2 doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "278684668 RPP XII SAS SMSTR II 2 doc"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Sastra Indonesia

Satuan Pendidikan : MAN TAMBAKBERAS Waktu : 6 jam pelajaran (@ 40 menit) Kelas/Semester : XII/II

Program : Bahasa

A. Kompetensi Dasar

6.1 Menganalisis sikap penyair terhadap sesuatu hal yang terdapat dalam puisi terjemahan yang dilisankan

B. Indikator

 Menentukan isi puisi terjemahan yang dibacakan  Menentukan tema dengan bukti yang mendukung

 Menentukan sikap penyair terhadap objek yang dibicarakan dalam puisi terjemahan  Menjelaskan amanat/ pesan dalam puisi terjemahan

C. Materi Pokok

Puisi Indonesia dan Puisi Terjemahan

Dalam pembelajaran ini, kita akan berlatih mendengarkan pembacaan puisi terjemahan, sehingga pemahaman terhadap puisi lebih ditingkatkan.

Selain memahami isi puisi, kita pun dapat menentukan unsur-unsur puisi, yakni tema, subject matter, felling dan tone. Berikut pejelasannya.

1. Tema merupakan ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna dalam suatu puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral meskipun tema itu dapat berupa sesuatu yang memiliki nilai moral.

2. Subject matter adalah pokok pikiran yang dikemukakan penyair lewat puisi yang dicip-takannya. Subject matter berhubungan dengan satuan-satuan pokok pikiran tertentu yang secara khusus membangun sesuatu yang diungkapkan penyair. Untuk mengetahui Subject matter, kita dapat mengajukan pertanyaan, ”pokok-pokok pikiran apa yang diungkapkan penyair?”

3. Felling adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.

4. Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang dita-mpilkannya. Dengan demikian, kita dapat mengajukan pertanyaan “ bagaimana sikap penyair terhadap pembaca?”

Setelah kita mampu menganalisis puisi tersebut dari segi tema, pokok pikiran yang dikemukakan sikap penyair terhadap object yang dibicarakan, dan sikap penyair terhadap pembaca, kita dapat memahami amanat atau tema pesan yang disampaikan.

Amanat biasanya tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair mungkin secara sadar berada dalampikiran penyair, tetapi lebih banyak penyampaian amanat itu tidak disadari penyair.

Dengarkanlah pembacaan puisi berikut.

Contragewicht

(Gerrit Kornrij, Belanda)

Er is een land dat ik met pijn verliet, Er is een land dat ik met pijn bewoon. Een derde land daartussen is er niet. Mijn leven volgt een zonderling patroon:

(2)

Ik heb, om aan dit noodlot te ontkomen, Een derde land verzonnen in mijn hoofd, Een land vertrouwd met laugens en fantomen. Aan diepgewortelde en zware bomen

Hangen honkvast de loden trossen ooft Van al mijn vederlicht geworden dromen.

Kontratimbangan

Ada sebuah negeri yang aku tinggalkan dengan sedih, Ada sebuah negeri yang aku diami dengan sedih, Ditengahnya tak ada negeri ketiga

Hidupku mengikuti pola yang aneh:

Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan

Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan Batas antara bahagia dan derita jadi sempit

Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan

Agar lepas dari nasib ini,

Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga

Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.

Pada pohonan yang berakar dalam dan berat

Kokoh tergantung bertandan timah hitam buah-buahan Dari semua mimpiku yang jadi seringan bulu.

Sumber Horison (Edisi Khusus Puisi Internasional Indonesia), 2002 Terjemahan Linde Voute

Kita dapat menganalisis puisi tersebut berdasarkan hal-hal berikut.

1. Tema dalam puisi tersebut adalah khayalan atas kepenatan yang dialami sang “aku”. Hal ini terdapat dalam keinginan sang “aku” untuk pergi ketempat lain.

Agar lepas dari nasib ini,

Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga,

Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.

Hal ini berhubungan dengan sikap sang “aku” yangmerasa tidk nyaman dimanapun ia berada. Sesuatu yang serba salah hinggap dalam dirinya. Ia merasa sebagai petualang yang kehilangan arah dan pendirian.

Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan

Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan Batas antara bahagia dan derita jadi sempit

Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan

2. Subject matter dalam puisi tersebut menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan hidup di antara dua sisi. Dengan adanya judul “Kontratimbangan”, kita dihadapkan pada sesuatu yang pasti / statis seperti timbangan yang imbang antara satu sisi dan sisi lainnya.

Tahap selanjutnya adalah adanya sikap tidak menentu:

Ada sebuah negeri yang aku tinggalkan dengan sedih, Ada sebuah negeri yang aku diami dengan sedih, Ditengahnya tak ada negeri ketiga

Hidupku mengikuti pola yang aneh:

(3)

tempat yang didiaminya pun tetap tidak memberi kebahagiaan. Sayangnya, tidak ada alternative tempat lain yang bias memberi rasa tenang (konsisten). Malah kehidupan menjadi tambah aneh. Semakin keyakinan itu dating, semakin kuat untuk ditinggalkan.

Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan

Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan Batas antara bahagia dan derita jadi sempit

Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan

Namun, sesuatu yang lain kiranya dapat memberi kebahagiaan dan melepaskan diri dari nasib yang tidak menentu.

Agar lepas dari nasib ini,

Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga

Disini, terlihat apa sebenarnya yang diinginkan, yaitu : Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.

Apakah hal itu memang sesuatu yang baik dan dicita-citakan?

Penyair menyampaikannya dengan alasan agar segala beban bias melayang dari pikiran dengan selepas mungkin, seperti bulu yang tertiup angin. Namun, mimpi (harapan) yang ringan harus tertancap kuat seperti akar pohon yang berakar dalam dan berat. Pada akhirnya, menghasilkan buah pikiran yang berisi seperti buah timah hitam.

Pada pohonan yang berakar dalam dan berat

Kokoh tergantung bertandan timah hitam buah-buahan Dari semua mimpiku yang jadi seringan bulu.

3. Felling dalam puisi tersbut menggambarkan sikap penyair yang merasa gelisah mencari hal baru terhadap apa yang ada dalam pikirannya. Ia ingin mengekspresikan sebuah gagasan yang mampu menhasilkan buah pikiran bermakna dalam situasi lain.

4. Tone menyangkut sikap penyair terhadap pembaca. Dalam puisi ini, penyair hanya menginginkan apa yang dia harapkan. Pembaca diabaikan dan hanya cukup mengetahui apa yang menjadi harapan-harapannya.

Adapun amanat atau pesan dari puisi tersebut adalah kita jangan berhenti gelisah dalam hidup untuk mencapai sesuatu yang bermakna. Hidup harus bergerak dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Tiada lain hal ini agar kita bias hidup lebih maju dengan buah pikiran yang berisi pula.

D. Skenario Pembelajaran

No Kegiatan Alokasi Waktu Metode

1

2

3

Pendahuluan

Inti

 Mendengarkan pembacaan/ rekaman pembacaan puisi terjemahan

 Mengidentifikasi unsur intrinsik puisi terjemahan yang dibacakan

 Mendiskusikan isi, tema, sikap penyair, amanat/pesan dalam puisi terjemahan

 Merangkum hasil diskusi  Melaporkan hasil diskusi  Memberikan tanggapan

Penutup

Penguatan keterampilan menyimak berita

5 menit

15 menit

Ceramah Tanya jawab

diskusi inkuiri simulasi demonstrasi

(4)

 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)  Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program

Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.

 Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung

F. Evaluasi

1. Bacalah puisi karya Breyten Breytenbach dari Afrika Selatan berikut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Nikmah Sarjono.

Puisi karya Breyten Breytenbach (Afrika Selatan)

Dan kom die dood: Jy moet byderhand wees Jy moet voorless uit die boek Jou murmelend afsonder om te maak Of jy glo dat ware woorde wit Sal skoot in die nag

Van die sterwer wat al hoe meer skor Om uitvaart Monday en dan:

Wanneer die asem ‘n koue ril Wanneer die asem ‘n koue ril Wanneer die roggel die vlerke span Moet jy vorentoe buk om met die vinger In ‘n heilige gebaar die tong los te tor ‘n sprongn, krul, komma, sug

Want dan gaan die lewe Soos ‘n spreeu op vlug Van kreet na bos Om al die boorde van Herinnering

Sing-sng kaal te vreet

2. Setelah anda selesai mendengarkan pembacaan puisi tersebut, tentukan hal-hal berikut.  Isi

 Tema

 Sikap penyair  Amanat/pesan

Mengetahui, Jombang, Agustus 2010

Kepala MAN Tambakberas Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd ARFIN SUWARNO, S.Pd

NIP 131415738

Ritual mulut menganga (Terj. oleh Nikmah Sarjono)

Maka datang kematian Kau harus membantunya Harus kau bacakan buku itu

Harus kau kucilkan diri, membisikinya Kau harus pura-pura percaya

Kata-kata sejati bakal muncul Busa putih menghisap malam

Lelaki sekarat itu mulutnya menganga Tercekik dan bergidik

Urat-uratnya tegang bagai direntang Lalu:

Pada keleak sayap yang dibentang

Kau harus, dengan satu jari, membungkuk Ke muka, menyuarakan gerak suci

Melepskan lidah itu

Satu lompatan, satu lentingan, koma, Desah nafas

Selepas hidup lenyap

Bagai terbangnya burung pipit Berebut menghujam ke hutan

Dengan raku melahap kebun buahan Kenangan

Dalam laju telanjang.

(5)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Sastra Indonesia

Satuan Pendidikan : MAN TAMBAKBERAS Waktu : 6 jam pelajaran (@ 40 menit) Kelas/Semester : XII/II

Program : Bahasa

A. Kompetensi Dasar

6.2 Menilai penghayatan penyair terhadap puisi terjemahan yang dilisankan

B. Indikator

 Menilai penghayatan penyair terhadap puisi terjemahan yang dilisankan berdasarkan isi, tema, sikap, dan amanat.

C. Materi Pokok

Puisi terjemahan ini merupakan puisi karya penyair dunia. Meskipun hasil terjemahan ini belum tentu akurat betul dengan teks puisi aslinya, karena adanya perbedaan makna bahasa dan interprestasi penerjemah, tetapi setidaknya anda dapat merasakan dan memahami nada dan suasananya. Dengan demikian, anda dapat menentukan tema,dan amanat puisi tersebut.

Sebagai bahan analisis daam uji materi, bacalah puisi terjemahan berikut dengan baik.

Pembakaran Buku (Berthold Brecht)

Ketika rezim memberi komando Agar buku-buku dengan ilmu Dan pengetahuan yang berbahaya Dibakar dihadapan umum

Dan dimana-mana

Para lembu dipaksa menghela Gerobak penuh buku

Kelapangan pembakaran, Syahdan hal ini ketahuan Seorang sastrawan usiran --Salah satu sastrawan

utama--Kala ia mencermati daftar mereka yang dibakar, Jiwanya terguncang, karena buku-buku terlupakan Kontan dia melesat kemeja tulis,

Dengan murka

Dia menulis surat kepada penguasa. Bakarlah saya! Tulisnya seketika Bakarlah saya!

Jangan beginikan saya! Jangan siksakan saya! Bukankah saya senantiasa Menawarkan kebenaran

Didalam buku-buku saya? Dan kini kalian Perlakukan seolah saya pendusta!

Saya beri kalian komando; Bakarlah saya!

(Terjemahan Berthold Damshauser dan Agus R. Sarjono)

Sumber: Horison Edisi Festival Puisi Internasional, September 2004)

(6)

Mereka menganggap peristiwa pembakaran buku-buku tersebut adalah bentuk pelecehan terhadap kebenaran, sekaligus bentuk pembodohan terhadap masyarakat. Oleh karena itu penyair memprotes keras tindakan tersebut.

Selain memahami isi puisi, kita pun dapat menentukan unsur-unsur puisi, yakni tema, subject matter, felling, dan tone. Berikut penjelasannya.

1. Tema merupakan ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna dalam suatu puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral meskipun tema itu dapat berupa sesuatu yang memiliki nilai rohaniah. Dari puisi “Pembakaran Buku-Buku” karya Berthold Brecht dapatlah dipahami bahwa puisi tersebut memiliki tema kritik sosial.

2. Subject matter adalah pokok pikiran yang dikemukakan penyair melalui puisi yang diciptakannya. Subject matter berhubungan dengan satuan-satuan pokok pikiran tertentu yang secara khusus membangun sesuatu yang diungkapkan penyair. Untuk mengetahui subject matter, kita dapat mengajukan pertanyaan. “pokok-pokok pikiran apa yang diungkapkan penyair?” jika pertanyaan itu ditujukan pada puisi “Pembakaran Buku”. Kita dapat mengetahui pokok pikiran penyairnya, yakni peristiwa pembakaran buku yang dilakukan rezim penguasa Jerman pada saat itu.

3. Felling adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. Dalam puisi “Pembakaran Buku” kita dapat mengetahui bahwa sikap penyairnya adalah memprotes keras tindakan atau kebijakan penguasa.

4. Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang ditampilkannya. Dengan demikian, kita dapat mengajukan pertanyaan, “Bagaimana sikap penyair terhadap pembaca?” jika diterapkan kedalam puisi “Pembakaran Buku” tersebut, jawaban yang dapat kita peroleh adalah sikap marah, jengkel dan sedih bergejolak.

Setelah kita mampu menganalisis puisi tersebut dari segi tema, pokok pikiran yang dikemukakan sikap penyair terhadap obyek yang dibicarakan, dan sikap penyair terhadap pembaca, kita dapat memahami amanat atau tema pesan yang disampaikan.

Amanat biasanya tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga dibalik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, tetapi lebih banyak penyampaian amanat itu tidak disadari penyair.

Secara tersirat, amanat puisi “Pembakaran Buku” karya Berthold Brecht adalah membakar buku sama saja dengan melenyapkan ilmu pengetahuan yang mengandung kebenaran didalamnya. Pembakaran buku pun merupakan suatu bentuk pelecehan dan tindakan tidak manusiawi karena secara tidak langsung para penulisnya pun seolah-olah diperlakukan sama dengan buku-buku tersebut. Amanat atau pesan yang terkandung dalam puisi tersebut dapat dijadikan bahan pelajaran bagi kita untuk selalu mencintai ilmu pengetahuan?

D. Skenario Pembelajaran

No Kegiatan Alokasi Waktu Metode

1

2

3

Pendahuluan

Inti

 Mendengarkan pembacaan pembacaan puisi/rekaman  Menilai penghayatan penyair terhadap puisi

terjemah-an yterjemah-ang dilisterjemah-ankterjemah-an berdasarkterjemah-an isi, tema, sikap, dterjemah-an amanat

E. Media dan Sumber Bahan

 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)  Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program

Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.

(7)

F. Evaluasi

1. Dengarkanlah pusi terjemahan yang akan dibacakan teman Anda berikut ini.

Freddy

(Rudy Kousbroek, Belanda)

Freddy adalah seekor kelinci Tetapi dia tak tahu

Freddy berwarna putih dan hitam Tetapi dia tak tahu

Freddy punya telinga terkulai Tetapi dia tak tahu

Hidungnya Freddy berbintik

Bintik-bintik kecil yang melembutkan --Rupa titik-titik coklat—

Tetapi dia tak tahu

Freddy kadang-kadang tinggal duduk waktu hujan, Tetapi dia tak tahu

Freddy senantiasa menggerakkan hidungnya Tetapi dia tak tahu

Freddy sama sekali tak berdosa Tetapi dia tak tahu

Kau ingin melindunginya

Terhadap segala malapetaka didunia Tetapi dia tak tahu

Freddy memang juga sedikit bodoh, Tetapi dia tak tahu

Saya sangat mencintai Freddy, Tetapi dia tak tahu

2. Setelah mendengarkan pembacaan puisi tersebut, tentukanlah hal-hal berikut. Lakukanlah secara berkelompok.

a. Tema puisi

b. Sikap penyair terhadap obyek yang dibicarakan c. Sikap penyair terhadap pembaca

d. Amanat puisi

Mengetahui, Jombang, Agustus 2010

Kepala MAN Tambakberas Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd ARFIN SUWARNO, S.Pd

(8)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Sastra Indonesia

Satuan Pendidikan : MAN TAMBAKBERAS Waktu : 6 jam pelajaran (@ 40 menit) Kelas/Semester : XII/II

Program : Bahasa

A. Kompetensi Dasar

7.1 Menjelaskan tema, plot, tokoh, dan perwatakan ragam Sastra Indonesia prosa naratif Indonesia dan terjemahan dalam diskusi kelompok

B. Indikator

 Menentukan tema, plot,tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif drama Indonesia  Menentukan tema, plot, tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif drama terjemahan  Membandingkan unsur-unsur intrinsik prosa naratif drama Indonesia dengan prosa naratif

drama terjemahan

C. Materi Pokok

Karya sastra berbentuk prosa dibedakan berdasarkan panjang pendeknya teks sastra tersebut. Setidaknya ada tiga kategori prosa yang dikenal dalam dunia kesastra-prosaan, yaitu (1) cerita pendek, (2) novelet, dan (3) novel atau roman. Cerita pendek berukuran pendek. Jika dibaca, akan memakan waktu sekali duduk, kurang lebih 5 sampai 15 menit atau dengan jumlah kata maksimal 10.000 kata. Novelet berukuran lebih panjang daripada cerpen, namun lebih pendek daripada novel. Adapun novel atau roman berukuran lebih panjang daripada novelet maupun cerpen. Novel dimuat dan dibuat dalam satu bush buku atau bahkan lebih.

Demi memudahkan pembelajaran, kali ini Anda akan mempelajari prosa naratif berbentuk cerpen. Dalam cerpen, seperti juga dalam novel atau novelet, terkandung unsur instrinsik yang meliputi tema, plot, tokoh, dan perwatakan.

Tema merupakan salah satu unsur intrinsik prosa naratif. Tema berkenaan dengan hal yang dibicarakan dalam prosa itu. Bagi pengarang tema itu ada sebelum sebuah cerita dituliskannya. Sedangkan bagi pembaca, tema ditemukan setelah membaca karya itu. Tema tidak disebutkan secara eksplisit dalam sebuah karya. Misalnya, tema pada cerpen A.A. Navis yang sangat monumental, "Robohnya Surau Kami" bertema tentang kemalasan bangsa Indonesia, atau ke-salahkaprahan bangsa Indonesia dalam menjalani ajaran agama. Tema bisa jugs disebutkan dalam satu kata saja, misalnya: sosial, ekonomi, hukum, agama, dan sebagainya.

Plot adalah jalan cerita ditambah konflik. Dengan demikian, plot tidak hanya berupa jalan cerita, melainkan harus ditambah dengan konflik.

Plot merupakan rangkaian kejadian atau perbuatan yang berusaha memecahkan konflik, yang terdapat dalam narasi, yang berusaha memulihkan situasi narasi ke dalam suatu situasi yang seimbang dan harmonis. Alur mengatur bagaimana peristiwa-peristiwa dalam cerita saling berkaitan: peristiwa A mengakibatkan peristiwa B, peristiwa B mengakibatkan cerita C, dan seterusnya sampai cerita tamat.

Tokoh adalah pelaku cerita. Penampilan tokoh dalam sebuah prosa naratif bisa menggunakan teknik akuan, atau diaan. Dengan demikian, penampilan tokoh dalam cerita berkaitan dengan sudut pandang cerita itu.

Perwatakan adalah bagaimana si tokoh berwatak. Apakah ia pemarah, peramah, pemalu, dan sebagainya. Adapun tekniknya, secara garis besar dibagi dua, yaitu teknik analitik dan teknik dramatik. Teknik analitik artinya pengarang secara langsun menceritakan karakter tokoh-tokohnya. Adapun pada teknik dramatif, pengarang secara tidak langsung menceritakan karakter tokoh-tokohnya.

Ada beberapa macam teknik dramatik, yaitu (1) melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh, misalnya, gambaran sebuah kamar tidur yang centang-perenang buku berserakan, baju bergantungan tidak teratur, kasur tanpa seprai, sepatu kotor, lantai berdebu, jaring laba-laba yang silang-pintang, menggambarkan tokoh yang jorok; (2) dialog antartokoh; (3) menggambarkan tindakan atau tingkah laku tokoh- terhadap suatu kejadian.

Perhatikan dengan saksama contoh prosa naratif berbentuk cerpen berikut ini!

(9)

(Yanusa Nugroho)

Hari ini ulangan bahasa Indonesia. Ah, anak-anak. Mereka begitu tekun mengerjakan tugas masing-masing. Arak-anak yang sangat diharapkan orang tua kelak menjadi "orang".

Dan, ah, lihatlah si Ninin, gadis kecilnya. Anak itu, yang kini serius itu, kemarin atau entah beberapa hari yang lalu datang ke tempat kosnya.

"Bu, says bingung," katanya begitu pintu dibuka. "Ada apa? Kalimat majemuk lagi, ya?" godanya. "Ah, Ibu," rengeknya manja.

Bu Guru kita membelainya, mengajaknya duduk di kursi plastik hijau. "Ada apa, sih, Nona Manis?"

"Saya bingung." "Bingung apa?"

Ninin diam saja, seolah ragu.

Muridnya yang situ ini memang begitu dekat dengannya. Dia anak kelas II-C di SMP tempatnya mengajar.

"Ibu tahu si Tony?" tanyanya malu-malu.

Sejenak Bu Guru kita terkejut, tetapi secepat itu pula tersenyum, bahkan akhirnya tertawa renyah sekali lewat penuturan gadis kecilnya ini. Oh, alah Ninin, Ninin.

Dan memang itulah yang ingin diutarakan. Tony mengiriminya surat, sebenarnya bukan surat, hanya kartu kecil bertuliskan sesuatu.

"Apa, sih, maunya, Bu?" tanyanya beberapa saat kemudian. "Mau Ninin apa?" balik Bu Guru kita sambil tersenyum.

Ninin diam lagi, wajahnya tunduk. Bu guru kita tersenyum dalam hati.

Hari ini ulangan bahasa Indonesia. Hari ini mereka harus membuat sebuah karangan singkat. Memang harus bisa berkata lewat tulisan. Mereka harus bisa jujur pada diri sendiri dengan menulis. Ah, anak-anak manis.

Hari ulang tahun Ibu Guru kita, dan dia mendapatkan hadiah istimewa: muridnya bisa mengarang dengan tenang.

Hari-hari di kelas dilaluinya dengan gairah kerja dan suka-ria bersama anak-anak itu. Tiga puluh lima semuanya, dan dia hafal betul seorang demi seorang karena dialah wali kelas mereka. Dario Amy Suryaningsih, si pemalu yang sederhana, anak seorang pengusaha terkenal, sampai Zamroni si hitam bandel; dia ketua kelas karena yang paling besar badannya. Dia hafal dan ingat bagaimana tingkah, celetuk, dan Ganda mereka.

Ruang kelas saat itu hening sekali, Bu Guru kita duduk di kursi di depan mereka. Memandang sudut kiri tempat si Yusak duduk.

Bu guru kita tersenyum ketika melihat si Yusak menggaruk kepalanya, karena ketika digaruk, sobekan kertas kecil-kecil berlompatan dari gumpalan rambutnya yang keriting. Anehnya, Yusak tak menyadari itu semua. Anak kelahiran sebuah desa kecil di daerah Kepala Burung itu kembali tekun menuliskan kata-katanya. Itu pasti ulah si Budina atau Lucy, karena mereka berdualah yang akrab dengan Yusak.

Di sebelahnya duduk Biko. Nama sebenarnya adalah Ahmad Zainuri, entah bagaimana asal multa namanya berubah menjadi Biko. Ah, rasanya aku ingat! Kata Bu Guru kita. Kalau tak salah Mama Biko muncul setelah ulang tahun Amy tiga bulan lalu. Waktu itu kawan-kawan sekelas diundang datang makan siang.

Amy mempunyai seekor burung betet yang sudah sangat jinak. Begitu jinaknya betet ini sehingga dibiarkan lepas bebas berjalan-jalan di dalam rumah. Pintu sangkarnya yang dari besi itu selalu terbuka lebar sehingga si Betet bisa keluar masuk kapan saja.

Tubuh burung itu agak bulat, warnanya hijau, paruhnya yang pendek membuat langkah menjadi lucu, apa lagi jika diberi makanan dan untuk itu dia buru-buru maka langkahnya jadi kian mengelikan; megal-megol seperti entok.

Si Beret ini anehnya hari ini tidak mau didekati siapapun, termasuk Amy. Tetapi, lebih aneh lagi, kepada Zainuri dia mau, bahkan bertengger manja di pundaknya.

Lihat, cuma kepadaku dia mau. Habis, kalian belum mandi!" katanya bangga, dan berdiri tegak mirip si buta dari gua hantu. Anak-anak dan Bu guru kita tertawa.

"Ya, sudah karena dia jinak sama kamu, sekalian saja pakai namanya," gods Amy sambil tersenyum.

(10)

Gelak tawa memenuhi ruangan besar itu, Ahmad Zainuri hanya cengar-cengir salah tingkah, sementara si Betet agaknya senang, menjerit-jerit dengan suaranya yang parau. Sejak hari itu dia dipanggil si Biko.

Bu guru kita tersenyum kecil. Sunggingan senyumnya manis sekali. Tetapi secepat itu dia telan bulat-bulat. Apa jadinya jika ketika itu ada murid-muridnya yang tahu dirinya tersenyum seorang diri.

Dilihatnya pula si cantik Amy agak diganggu oleh bolpoinnya. Beberapa kali digosok-gosokkannya bolpoin itu pada kertas. Agaknya tintanya habis. Dia melihat ke kiri ke kanan. Pasti cari pinjaman, kata Bu, Guru kita dalam hati. Kemudian didekatinya Amy, dipinjamkannya bolpoin. Amy menerimanya dengan malu-malu. Amy, Amy,.... Ke mana bolpoinmu yang lain nona manis? Oh, tentu kau pinjamkan pada Ninin atau si ceking Ramadan, biasaya memang mereka yang dering pinjam, kan? Dan kini kau pinjam dariku, Bu Guru kita tertawa dalam hati.

Amy dulu pernah bercerita padanya tentang keluarganya. Dikatakannya bahwa ia tak betah di rumah, dia lebih senang tidur di rumah yang di Pasar Minggu, karena di sana bisa tenang dan tenteram tdak kesepian seperti di rumah orang tuanya.

"Amy takut sepi?" tanya Bu Guru kita waktu itu.

"Sepi sih, tidak, Bu, tapi.... Ah, pokoknya nggak enak. Papa memang sering bicara ketika kami semeja makan, tapi.... Pokoknya enggak enak!"

“Apa Amy nggak bisa cerita dengan santai pada Papa atau Mama?"

"Ya, lagi pula Amy harus turut apa kata Papa" "Amy takut membantah ucapan Papa?" "Takut, sih tidak, tapi.... Sebenarnya Amy kasihan pada Papa, Bu, Mas Tomy sering pergi dan bertengkar dengan Papa, karenanya Papa sering sakit, Bu. Tapi...."

"Bu Gur tahu, Amy sayang pada Papa, dan Papa Amy juga sayang pada Amy dan Mas Tomy, hanya saja Amy belum mengerti benar apa yang Papa Amy maksudkan. Yang penting, Amy jangan melawan apalagi bertengkar seperti Mas Tomy. Ibu sarankan sekali-sekali ajak Papa Amy piknik."

“Uun, mara pernah sempat! Berangkat kerja bareng dengan Amy, pulang kerja seringkali sudah jam sepuluh malam. Minggu ada urusan, mama juga begitu.”

Bu Guru kita diam, seolah Amy adalah dirinya di masa lalu. Tentu saja orang tua Bu Guru kita tak sekaya orang tua Amy. Dulu Bu Guru kita juga mengalami hal seperti itu. Tak ada tempat mencurahkan perasaan hati selain si Popy, bonekanya. Tiap hari, apalagi jika hari libur, sepanjang hari Bu Guru kita bermain dengan si Popy. Bercerita, menyanyi, menangis, tertawa, semuanya hanya Popy yang tahu. Sejak saat itu Bu Guru kita membangun dunianya sendiri, dunia yang akrab tanpa banyak kata-kata terhambur; dunia kesendirian yang tenang.

"Nilai-nilaimu bagus, tes IQ-mu memuaskan; Papa sarankan kamu masuk kedokteran." Padahal waktu itu dia baru saja lulus SMP. Itu artinya Bu Guru kita di SMA harus lebih giat belajar supaya kelak menjadi dokter seperti saran Papa. Tetapi apa hendak dikata, ujian saringan perguruan tinggi tidak meluluskannya; dan Bu Guru kita gembira, tetapi sekaligus sedih, karena melihat Papa begitu terpukul.

"Pa," katanya suara malam, "boleh Ita bicara?"

Bu Guru kita waktu itu, melihat wajah Papanya berubah. Wajah itu seolah tak percaya bahwa yang berbicara di depannya adalah anaknya, anaknya yang nomor dua, Dwita! Sorot mata Papa lain sekali. Jika selama ini Papa menganggap anaknya anak bawang, kini Papa terkejut melihat kenyataan anaknya telah gadis dan berani bicara seperti itu.

"Tentu! Kamu mau bicara apa?" kata papa lembut sekali.

Dan semuanya begitu lancar terurai, meluncur lewat lima tahun lalu. Kini Bu Guru kita tengah menghadapi murid-muridnya ulangan. Kini Bu Guru kita tengah menikmati dunia yang sedikit demi sedikit dibangunnya itu. Dunia yang penuh bunga-bunga yang mulai bermekaran, ceria, nakal, dan ah, anakanak.

Amy manis, kau juga pernah bilang pada ibu bahwa kau ingin menjadi insinyur lapangan terbang, seperti om, ah, siapa om-mu yang sering kau ceritakan itu? Ah, sudahlah!

"Sudah selesai?" tanya Bu Guru kita memecah keheningan.

Kelas pecah, keluhan meletup di sana-sini. Gelisah mulai menggeliat di siang itu. "baik, ibu beri waktu lima menit lagi."

"Huuu ... !" Itu pasti suara Yusak.

(11)

"Baik, kumpulkan!" perintah Bu Guru kita tegas, lima menit kemudian.

Tak ada suara. Zamroni dengan cekatan mengumpulkan kertas ulangan dan menumpukkan di meja. Kelas kembali sunyi. Bu Guru kita agak heran melihat seolah menunggu sesuatu.

"Kalian boleh pulang," perintahnya sambil masih memandangi murid-muridnya. Seisi kelas hanya tersenyum, saling pandang sesama mereka.

"Ada apa?" Bu Guru kita tersenyum heran. Kemudian mengemasi kertas ulangan. Terbaca olehnya judul karangan milik Ninin "Ulang Tahun Guruku". Kelas mulai hidup oleh gelak-gelak kecil tawa mereka.

Lembar kedua dibacanya, "Ulang Tahun Nih, Yee..."

Tulisan Yusak. Kelas makin hidup. Bu Guru gugup, segera dibacanya lembar-lembar ulangan itu, dan ya, Tuhan! Semua bertuliskan....

"panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya Bu Guru kita, Bu Guru kitaaa, ... dan bahagia..." Mereka menyanyi dan bertepuk tangan.

Di luar sana tak ada hujan, bahkan mendung pun tidak, tetapi Dwita Fajarini, bu Guru kita pipinya basah, matanya pun begitu.

(dikutip dari Horison Sastra Indonesia: Kitab Cerita Pendek. 2000)

Analisis Tema, Plot, Tokoh, dan Perwatakan

Cerita pendek di atas bertema keakraban antara seorang Bu Guru dengan murid-muridnya. Hal itu dapat dilihat dari hafalnya Bu Guru kira pada nama siswa-siswanya dan ucapan selamat ulang tahun Bu Guru tersebut dari murid-muridnya.

Plotnya adalah alur maju, yang sesekali dicampur plot kilas balik. Jalan ceritanya berkisar pada kegiatan Bu guru mengajarkan siswa-siswanya mengarang.

Konfliknya dialami oleh Bu guru maupun murid -muridnya. Konflik pada bu guru adalah pada masa silamnya, ketika ayahnya berkehendak Dwita Fajarini, Bu guru itu, jadi seorang dokter. Tapi Bu guru kita memilih jadi guru. Konflik pada anak adalah pada seorang siswa bernama Amy, yang tidak mendapat perhatian penuh orang tuanya karena sang ayah. Ayah si Amy, selalu berangkat kerja pagi hari dan pulang pukul sepuluh malam. Ditambah pula pertengkaran antara ayah Amy dan kakak Amy, Tomy.

Tokohnya, tentu saja adalah Bu guru itu sendiri sebagai tokoh utama, dan murid-muridnya sebagai tokoh tambahan. Tokoh Bu guru kita ini berwatak penyabar, familiar, dan baik hati. Identifikasi bahwa dia berwatak seperti itu terlihat pada teknik perwatakan dramatik, yakni dialog antar tokoh (Bu guru dengan murid-muridnya) dan tingkah laku tokoh-tokoh itu.

D. Skenario Pembelajaran

No Kegiatan Alokasi Waktu Metode

1

2

3

Pendahuluan

Inti

 Membaca drama Indonesia dan drama terjemahan  Mengidentifikasi tema, plot, tokoh, dan perwatakan

da-lam prosa naratif drama Indonesia

 Mediskusikan perbandingan unsur-unsur intrinsik prosa naratif drama Indonesia dengan prosa naratif drama ter-jemahan

 Menentukan dalam drama Indonesia dan terjemahan  Merangkum hasil diskusi

(12)

 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)  Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program

Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.

 Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung

F. Evaluasi

1. Apa yang Anda ketahui tentang tema, plot, tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif? Jelaskan!

2. Masukkanlah uraian analisis tema, plot, tokoh dan perwatakan dalam cerpen “Bu Guru Dwita” di atas ke dalam format berikut!

Judul cerpen : Bu Guru Dwita Penulis : Yanusa Nugroho

Tema Plot Tokoh Perwatakan

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………...

Mengetahui, Jombang, Agustus 2010

Kepala MAN Tambakberas Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd ARFIN SUWARNO, S.Pd

(13)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Sastra Indonesia

Satuan Pendidikan : MAN TAMBAKBERAS Waktu : 6 jam pelajaran (@ 40 menit) Kelas/Semester : XII/II

Program : Bahasa

A. Kompetensi Dasar

7.2 Mengomentari tokoh, perwatakan, latar, plot, tema, dan perilaku berbahasa dalam drama Indonesia yang memiliki warna lokal/daerah

B. Indikator

 Membaca naskah drama dan menganalisis unsur intrinsiknya;  Menjelaskan pembabakan dalam teks drama;

Menjelaskan perilaku berbahasa dalam naskah drama.  Membahas unsur-unsur drama (tema, penokohan, konflik, dialog)

C. Materi Pokok

Teks atau naskah drama berbentuk dialog antara tokoh satu dengan lainnya. Dalam membacakan teks drama, Anda harus benar-benar menghayati dialog tersebut.

Dalam karya sastra berbentuk drama, seperti halnya pada karya sastra berbentuk prosa (novel/cerpen), terdapat unsur intrinsik berupa tema, plot, tokoh, perwatakan, dan bahasa. Adapun unsur yang khas dalam drama, terdapat unsur pembabakan. Dalam pembelajaran ini Anda akan mempelajari unsur-unsur tersebut. Agar pembelajaran lebih mudah Anda cerna, berikut ini disajikan contoh penggalan drama. Setelah itu, disajikan pula hasil analisis dari segi unsur-unsur tema, plot, tokoh, perwatakan, pembabakan, dan penggunaan bahasa. Silakan cermati dengan saksama kutipan drama berikut!

Ibu

Sudahlah. Apa faedahnya? Jinakkan hasratmu ingin merusak.

Anak

Pandang mata saya akan selalu terganggu selama Cindil masih ada. Bahkan juga pandang mata dalam angan-angan saya.

Ibu

Demikian mendalam bencimu kepadanya. Anak

Tujuh tahun lewat saya berharap, segalanya memang telah berakhir. Tak ada lagi dendam antara keluarga kita dengan keluarga Kunting. Nyatanya apakah yang terjadi, Ibu? Supriatmi

dibuat malu. Tapal batas tanah kita digeser ke barat, dikurangi.

Ibu

Demi ketenteraman, kurelakan semua itu. Anak

Saya tidak dapat menerima! Ayah yang sudah di dalam tanah, difitnah mempunyai hutang di mana-mana, juga hutang kepadanya. Ratusan ribu rupiah katanya. Tanah pekarangan yang kita

tempati ini telah pula dijual padanya. Begitu katanya. Mana buktinya? Ibu pernah melihat buktinya? (Merenung, gusar) Seolah-olah kita sekarang hanya menumpang. Karena belas

kasihan Cindil. Betapa hina!

Ibu

Biarlah akibatnya dia yang menanggung. Allah Maha Mendengar dan Maha. Mengetahui. Anak

Ini keterlaluan, Ibu.

Ibu

Jadi, hasutan pamanmu, Tenyok akan kaupenuhi?

Anak

Pukul berapa Cindil biasa lewat sungai itu? Menjelang Isya’

(14)

(memandang anak dengan curiga, takut, canggung untuk menjawab) Anak

Ibu tidak mau mengatakan?

Ibu

Kalau pulang dari rantau hanya untuk memulai lagi malapetaka permusuhan, alangkah lebih baik jika engkau tidak usah pulang.

Anak (menunduk, gusar)

Ibu

(menyesal telah melukai hati anaknya. Didekatinya anak, mengusap kepala si anak). Maafkan Ibu. Aku gembira kau pulang setelah tujuh tahun tanpa kabar.

Anak

Ibu, nama keluarga harus dibersihkan. Ibu

Tapi Cindil sangat kuat, anakku. Dia sekarang amat ganas. Dia seorang "gali". Kau akan kalah menghadapinya.

Anak

Almarhum ayah menghadapi empat orang garong dapat menang. Tak suatu pun saya takutkan. Pukul berapa dia biasa lewat sungai itu?

Ibu

(setelah lama ragu) Menjelang Isya. Anak

Kalau begitu saya hadang sekarang. (bergerak pergi)

(Sumber: Modul Kuliah, Buku Materi Pokok Kesusastraan II)

Apa tema penggalan drama di atas? Bagaimana plotnya? Siapa tokoh-tokohnya? Siapa tokoh protagonis dan antagonisnya? Bagaimana teknik perwatakannya? Bagaimana pembabakannya? Bagaimana pula penggunaan bahasanya?

Mari kita mencoba menganalisisnya! Tema

Tema adalah pokok pikiran yang dicetuskan pengarang yang menjadi jiwa dan dasar cerita. Dengan mendasarkan pada definisi tema tersebut maka tema pada penggalan drama tersebut adalah "perseteruan antara dua keluarga." Hal itu tampak dari isi dialog antara ibu dan Anak yang intinya menggugat tokoh antagonis Cindil, yang menurut si Anak, Cindil suka memfitnah keluarganya.

Plot

Plot, atau disebut juga alur, adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui rumitan/permasalahan ke arah klimaks dan penyelesaian, pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan waktu dan hubungan sebab akibat. Berdasarkan hubungan waktu, plot dibedakan menjadi plot maju dan plot kilas balik. Dari dialog yang dilisankan ibu dan Anak dalam penggalan drama di atas, plot tergambar sebagai berikut.

Selama tujuh tahun si anak merantau.

Setelah tujuh tahun merantau, si Anak pulang menjenguk ibunya

Kepulangan si Anak karena ingin membalaskan dendam pada Cindil yang dikatakannya suka memfitnah pada keluarga si Anak. Ayah si Anak, menurut si tokoh Anak, difitnah banyak utangnya, termasuk utang kepada Cindil itu.

Si Anak akan mendatangi Cindil di tepian sungai seusai Isya.

Dilihat dari urutan peristiwa yang tergambar dalam dialog, tampak bahwa plot yang digunakan adalah plot maju: si anak merantau, pulang, lalu mau mendatangi Cindil. Namun, bisa juga disebutkan bahwa plot tersebut dicampur dengan plot kilas balik. Hal itu tergambar dari isi dialog yang disampaikan si Anak.

Tokoh

(15)

tokob protagonis adalah Anak dan ibunya, dan tokoh antagonisnya adalah Cindil.

Perwatakan

 Tokoh Ibu, berwatak penyabar dan pasrah pada nasib

 Tokoh Aku, berwatak temperamental, mudah tersinggung, kuat.  Tokoh Cindil, berwatak culas, suka memfitnah, kuat dan ganas.

Penggambaran watak tokoh tersebut jelas-jelas menggunakan teknik dramatik. Teknik dramatik dapat diketahui melalui dialog antar tokoh, atau tokoh yang satu menceritakan tokoh yang lain. Teknik yang digunakan dalam penggalan drama di atas adalah melalui dialog antar tokoh, yakni tokoh Aku dan tokoh Ibu; dan tokoh lain diceritakan oleh tokoh. Tokoh Cindil yang culas dan suka memfitnah, dan jugs ganas, kits ketahui dari isi dialog tokoh Aku dan tokoh Ibu.

Pembabakan

Babak adalah bagian bestir dari suatu drama atau lakon yang terdiri atas beberapa adegan; babak baru ditandai dengan pergantian setting atau dengan ditutupnya layar untuk dibuka kembali. Penggalan drama di atas hanya terdiri atas satu babak karena semua peristiwa terjadi dalam satu tempest dalam rangkaian satu waktu. Yaitu: tokoh Aku dan Ibu berdialog dalam satu waktu dan satu tempat.

Perilaku Berbahasa

Penggalan drama di atas ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia standar, alias bahasa Indonesia bakes. Menunjukkan pula, bahasa yang digunakan adalah bahasa percakapan. Jika dilihat dari standar baku atau tidak laku, bahasa Indonesia dalam penggalan drama itu adalah bahasa Indonesia baku. Tidak tampak unsur kedaerahan atau ragam prokem.

Jika dilihat dari perilaku tokoh dalam berbahasa, tampak bahwa tokoh Aku berperilaku cukup santun, terutama kepada ibunya. Akan tetapi, dalam hal menghadapi tokoh antagonis, perilaku berbahasa Anak menunjukkan perilaku antipati sekaligus terserat rasa dendam, sedangkan perilaku berbahasa Ibu kepada anaknya menunjukkan perilaku penuh kasih sayang, walaupun pada mulanya cukup jengkel dengan niat dan ulah anaknya yang mau membalas dendam pada Cindil.

Dengan demikian, perilaku berbahasa dalam drama di atas sudah sesuai dengan tuntutan watak tokoh masing-masing.

D. Skenario Pembelajaran

No Kegiatan Alokasi Waktu Metode

1

2

3

Pendahuluan

Inti

 Membaca naskah drama  Menceritakan isi drama

 Membahas unsur-unsur drama (tema, penokohan, kon-flik, dialog)

 Merangkum hasil pembahasan  Memberikan tanggapan

Penutup

Penguatan keterampilan menyimak berita

5 menit

15 menit

Ceramah Tanya jawab

diskusi inkuiri simulasi demonstrasi

E. Media dan Sumber Bahan

 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)  Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program

Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.

(16)

pementasan, dialog/dialek, kostum, adat, alur, dll.)

F. Evaluasi

Bacalah penggalan drama berjudul "Perempuan dalam Kereta" berikut ini!

Perempuan dalam Kereta

Suara cermin dibanting dan diinjak-injak dengan sepatu. Dalam keremangan atau silhuet, seorang perempuan bergerak, merintih, menari dalam kotak yang, terbuat dari koran-koran kuning. Lalu memberontak dan merobek semuanya. Dua perempuan (bisa juga diperankan oleh lelaki sedang terpekur dalam dua kerangkeng (semacam jeruji besi yang bisa dipakai

sebagai property). Gelisah dan kemudian saling menyapa.

Perempuan 1

Apakah engkau seorang serdadu? (Tidak ada jawaban). Apakah engkau seorang serdadu?

Perempuan 2

Serdadu... apa menurutmu aku seorang lelaki? Perempuan 1

Tidak. Emangnya hanya lelaki yang bisa menjadi serdadu, menjadi jenderal atau presiden?

Perempuan 2

Kalau begitu, dugaanku tepat, engkau pasti seorang perempuan.

Perempuan 1

Jangan terlalu cepat percaya pada prasangka, pada pendapat atau kata-kata. Lelaki atau perempuan tiada bedanya dalam berpendapat, dalam berkata atau berpikir. Bahkan juga

memiliki kesempatan yang sama untuk berperan atau bermain-main dalam .... Perempuan 2

Ohh... dugaanku memang tepat, Anda seorang tahanan politik, bukan? Perempuan 1

Kamu pikir, politik hanya berguna untuk menahan orang, memenjarakan manusia, he...

Perempuan 2

Lalu, kenapa engkau terkurung di sini dan bertanya-tanya tentang sesuatu di luar dirimu?

Perempuan 1

Karena aku bernama manusia, bukan hewan atau tumbuh-tumbuhan. Perempuan 2

Apakah semua makhluk yang bernama manusia harus terkurung dalam jeruji dan pagar-pagar seperti ini?

Perempuan 1

Oh, tidak, tidak semua. Karena tidak semua manusia mengalami nasib yang sama. Bahkan apa yang sedang kita alami ini di sini, sebagaimana juga yang dialami oleh teman-teman kita,

sahabat-sahabat kita atau saudara-saudara kita yang lumpuh dan dilumpuhkan. Hampir semuanya ditentukan oleh manusia.

Perernpuan 2

Oleh manusia atau oleh kekuasaan.

Perempuan 1

Oleh kedua-duanya... dan itulah yang disebut akal dan pikiran. Perempuan 2

Ya,.. bisa juga. Karena hanya akal dan pikiran manusia yang minta disembah setelah Tuhan. Yang minta dihormati setelah pangeran, yang minta ditaati perintahnya setelah raja. Dan

manusia juga yang selalu merasa duduk di samping singgasana para dewa, menafsirkan titahnya, mengurus hartanya, men1bagikan rezekinya, menciptakan penjara bagi lawan jenis dan orang-orang yang menentangnya. Namun, seperti yang tertulis dalam sejarah, hanya lelaki

yang pernah berkata bahwa dirinya adalah Tuhan.

Perempuan 1

Kalau begitu, semua jeruji dan penjara-penjara bagi perempuan dibangun dan diciptakan oleh kaum lelaki.

(17)

Tidak, tidak semua. Tetapi jelas oleh seorang penguasa. Karena hanya seorang penguasa yang memiliki kekuatan untuk membangun istana atau

penjara, surga atau neraka.

Perempuan 1

Dan kekuasaan selalu berada di tangan lelaki. Lelaki jugalah yang selalu melebihkan diri sebelum panggung sejarah terbentuk, sebelum keserakahan dan ketamakan menciptakan pasar-pasar budak, di mans

orang-orang tak bernama dijualbelikan seperti buah apel, sapi, atau kerbau...

Perempuan 2

Tetapi, bukankah Adam dan Hawa diturunkan ke bumi secara bersamaan. Perempuan 1

Ya... betul. Karena Tuhan hanya menciptakan satu makhluk yang terbuat dari tanah, yang diberi ruh dalam darahnya, diberi otak dalam kepalanya,

diberi nurani dalam hatinya, dan diberi nama sebagai manusia. Bukan lelaki atau perempuan, bukan banci atau wadam..., lalu, kenapa engkau

berada di sini dan terkurung seperti ini.

Perempuan 2

Adam dan Hawa memiliki hak dan kebebasan yang lama untuk mengurung diri atau terbang mengelilingi angkasa, untuk menjelajahi

atau mengelola bumi dan seisinya.

Perempuan 1

Ya, ya... aku mengerti. Tetapi... apa yang terjadi, kaum harus tidak diberi kesempatan untuk memiliki dan memiliki kebebasannya. Dan karena itu mereka lebih sering dikurung dari pada mengurungkan diri, lebih sering

ditindas daripada menindas... apalagi dalam dunia politik, kaum perempuan hanya dianggap sebagai mesin pengumpul suara, tetapi suara mereka tidak pernah dikumpulkan.... Kaum perempuan dimuliakan dalam

retorika, dalam khutbah dan pidato, disebut sebagai ibu pertiwi, tiang negara, pendidik utama dalam keluarga, pintu menuju surga dan lain sebagainya, tetapi disingkirkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu, telah terbukti dalam sejarah, dalam tradisi dan adat istiadat kaum lelaki...

dengan cara yang tidak pernah berubah, melalui kekerasan, keserakahan dan kekuasaan....

Dua petugas berseragam lewat. Memeriksa, berkata-kata dengan suara yang keras dan tidak jelas. Kemudian pergi dengan omelan yang juga tidak jelas.

(Sumber: Perempuan dalam Kereta, Hamdy Salad)

Perintah:

Lakukan analisis terra, plot, tokoh, perwatakan, pembabakan, dan perilaku berbahasa dalam penggalan drama di atas. Lihat uraian pada Aktivitas I di atas! Tulislah jawaban Anda pada format berikut ini!

Analisis Penggalan Drama Judul: Perempuan dalam Kereta

Penulis: Hamdy Salad

2. Pembabakan dan Perilaku Berbahasa

Pembabakan Perilaku berbahasa

(18)

……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ………..

Mengetahui, Jombang, Agustus 2010

Kepala MAN Tambakberas Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd ARFIN SUWARNO, S.Pd

(19)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Sastra Indonesia

Satuan Pendidikan : MAN TAMBAKBERAS Waktu : 6 jam pelajaran (@ 40 menit) Kelas/Semester : XII/II

Program : Bahasa

A. Kompetensi Dasar

8.1 Menentukan tema, plot , tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa dalam teks drama tradisional atau terjemahan

B. Indikator

 Membaca naskah drama

 Menentukan tema, plot, tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa  Mengidentifikasi unsur satiris/ humor dan atau sinisme yang tergambar dari dialog para

pelaku drama tersebut sebagai penanda dari perwatakan masing-masing pelakuterjemahan  Menilai tema, plot, tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa teks

da-lam drama tradisional

 Membuat usulan tentang drama terjemahan berdasarkan penilaian

C. Materi Pokok

Menentukan Unsur Intrinsik Drama 1. Membaca naskah drama

Drama adalah cerita atau kisah yang melihatkan konflik atau emosi yang mempunyai tujuan untuk dipentaskan. Dalam drama dijelaskan juga layar, latar belakang, maupun sifat watak pelaku-pelakunya.

Drama akan berhasil dalam pementasannya apabila sutradara atau pengatur lakunya dapat memilih dengan tepat pelaku-pelaku yang cocok dengan sifat-sifat pelaku dalam cerita drama tersebut.

Bila pelaku sudah sesuai dengan karakter dalam skenario drama, langkah selanjutnya adalah memahami isi drama dengan cara membaca skenario.

a. Alur atau Plot

Alur dalam drama dibagi menjadi babak atau adegan. Babak adalah bagian dari plot yang ditandai dengan perubahan setting. Adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai dengan adanya perubahan jumlah tokoh maupun perubahan masalah yang didialogkan. b. Tokoh

Tokoh ialah pelaku yang menggerakkan alur. Dalam drama tokoh diperankan oleh seorang aktor. Dengan peragaan tersebut perwatakan seorang tokoh akan semakin jelas dan menarik.

c. Ciri khusus drama adalah dialog. Dalam drama dialog mempunyai peranan sangat penting. Macam-macam percakapan dalam drama:

1) Prolog : Pengantar untuk membuka pertunjukan. 2) Monolog : Seorang pelaku tampil bercakap sendiri. 3) Dialog : Percakapan antarpelaku.

4) Epilog : Cakapan akhir sebagai penutup pertunjukan. d. Latar atau Setting

Dalam drama setting terwujud dalam bentuk tata panggung (blocking), tata lampu, tata bunyi dan tata rias.

e. Gerak atau Aksi

Dalam pementasan drama gerak merupakan ekspresi dari kegiatan para tokoh. Gerak dapat dibedakan menjadi :

1) Mimik, yaitu perubahan raut muka.

2) Pantomimik, yaitu gerak-gerak anggota tubuh.

3) Blocking, yaitu perpindahan posisi aktor di atas panggung.

(20)

D. Skenario Pembelajaran

No Kegiatan Alokasi Waktu Metode

1

2

3

Pendahuluan

Inti

 Membaca naskah drama

 Mengidentifikasi unsur satiris/ humor dan atau sinisme yang tergambar dari dialog para pelaku drama tersebut sebagai penanda dari perwatakan masing-masing pelaku  Menjelaskan pembabakan dan perilaku berbahasa  Mendiskusikan hasil identifikasi

 Merangkum hasil diskusi  Melaporkan hasil diskusi  Memberikan tanggapan

Penutup

Penguatan keterampilan menyimak berita

5 menit

15 menit

Ceramah Tanya jawab

diskusi inkuiri simulasi demonstrasi

E. Media dan Sumber Bahan

 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)  Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program

Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.

 Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.  Contoh naskah drama drama tradisional

F. Evaluasi

Perhatikan penggalan naskah drama berikut ini!

DEDES (Aan Sugiantomas)

BAGIAN TIGA

Di sana adalah sebuah tempat Tunggul Ametung dan Dedes bercengkrama. Tempat itu ada di bagian atas belakang. Redup dan sejuk, gambaran keriangan kuasa Ametung dan barangkali gambaran gundah terkuasanya Dedes. Tunggul Ametung tampak selalu menggaruk

punggungnya. Tunggul Ametung

Dedes istriku. (menggaruk punggung) Kemarilah sayang. Dedes

(Mendekat. Sopan terjajah) Saya, Mas Tunggul Tunggul Ametung

Aduh. Sudah sekian tahun jadi istri masih juga salah menyebut nama. Kamu sebenarnya tahu tidak, sih namaku?

Dedes Sangat tahu. Tunggul Ametung Siapa coba namaku?

Dedes Tunggul Ametung Tunggul Ametung

Tah geuning nyaho. Selanjutnya panggil aku Tunggul Ametung. Jangan sekali-kali menyebut Tunggul saja atau Ametung saja. Nama jangan disunat.

Dedes

(21)

Tunggul Ametung

Nah begitu dong. Perempuan harusnya sangat paham, bahwa yang panjang itu enak. Dedes

Saya siap menjadi paham. Tunggul Ametung

Seperti biasa, tolong garuki punggungku. Dedes

(Mendekat punggung Ametung) Sejak awal jadi istri, saya telah terbiasa dengan pekerjaan ini. (menggaruk)

Tunggul Ametung

Wilayah itu memang susah dijangkau tanganku. Kurang atas sayang. Sedikit lagi….. sedikit lagi.

Nah, pas! Aduuuuuuuh .... Teruskan sayang. (Ametung merem melek) Dedes

Mas Tunggul Ametung .... Tunggul Ametung

Hmmmmmmm.... (Masih merem) Dedes

Belum sembuh juga penyakit ini. Tunggul Ametung

Hmmmmmm (masih merem melek) Penyakit gatal memang sulit disembuhkan. Dedes

Penyakit Mas bukan gatal-gatal. Tunggul Ametung

Jadi, apa? Dedes

Penyakit Mas menggaruk itu sendiri. Itu penyakit penguasa. Penyakit jabatan. Tunggul Ametung

(Kaget. Lantas membalik. Suaranya agak tinggi) Haaah? Apa ada jenis penyakit seperti itu?

Dedes

Mohon maaf, Mas. Ada, ada. Tunggul Ametung

(Memunggungi lagi) Yaaa sudah. Penyakit itu enak, kok. Dedes

Tapi, kan ada orang yang perih kalau digaruk. Tunggul Ametung

(Kaget lagi sembari membalik) Haaah? Apa ada orang yang tidak enak digaruk? Dedes

Mohon maaf, Mas. Banyak, banyak! Tunggul Ametung

(Memunggungi lagi) Yaaa sudah. Orang itu pasti bodoh. Dedes

Mereka bukan bodoh, tapi tidak berdaya. Tunggul Ametung

Salah sendiri tidak berdaya. Coba kalau mereka berdaya, asyik-asyik saja tuh saling garuk. Dedes

Mas..., sudah ya! Aku bosan dan tidak berbakat menggaruk. Tunggul Ametung

Yaaa sudah. (Membalik dan duduk berdampingan dengan Dedes) Istriku. Kamu bahagia jadi istri Akuwu Tumapel?

Dedes

Mas Tunggul Ametung ingin jawaban seperti apa? Tunggul Ametung

Aku ingin kamu menjawab sejujurnya. Apa adanya. Blak-blakan saja, yang penting .... Dedes

Yang penting apa? Tunggul Ametung

(22)

Dedes Kok begitu? Tunggul Ametung

Ya begitu. Manusiawi sajalah. Semua orang diam-diam pasti menginginkan jawaban yang menyenangkan hatinya.

Dedes

Mas ternyata sangat takut kecewa. Tunggul Ametung

Ya sudah. Kalau tahu sih, silakan jawab. Dedes

(menunduk) Bahagia, Mas. Tunggul Ametung

Naaah, bahagia, kan? Siapa perempuan yang tidak bahagia jadi istri Akuwu Tumapel. (berdiri) Mengapa lautan mempunyai air terbesar? Karena dia terletak di bawah semua sungai dan

terbuka untuk mereka semua .... Akulah laut itu. Luas, berbuih, dan aduh (tampak punggungnya gatal lagi).

(Sumber: Dedes, Aan Sugiantomas)

Setelah mengamati drama di atas, buatlah komentar Anda berkaitan dengan ciri kedaerahan yang mewarnai drama tersebut. Sebagai rambu-rambu, gunakan format di bawah ini untuk mencatat komentar Anda. Buatlah dalam buku latihan Anda, kemudian lisankanlah dalam bentuk komentar di muka kelas dalam kegiatan diskusi.

Judul drama : ……….. Nama siswa : ………..

Komponen Komentar

1. Tokoh Sesuai dengan sumbernya, cerita raja-raja Singosari, maka disimpulkan bahwa nama-nama tokoh dalam Tunggul Ametung dan Ken Dedes diwarnai oleh ciri-ciri daerah Jawa.

2. Perwatakan

3. Plot

4. Latar

5. Tema

6. Kebahasaan

Mengetahui, Jombang, Agustus 2010

Kepala MAN Tambakberas Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd ARFIN SUWARNO, S.Pd

(23)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Sastra Indonesia

Satuan Pendidikan : MAN TAMBAKBERAS Waktu : 6 jam pelajaran (@ 40 menit) Kelas/Semester : XII/II

Program : Bahasa

A. Kompetensi Dasar

9.1 Mengetahui prinsip-prinsip penulisan kritik dan esai

B. Indikator

 Menjelaskan prinsip-prisip penulisan kritik Sastra Indonesia  Menjelaskan prinsip-prisip penulisan esai Sastra Indonesia  Menulis kritik dan esai Sastra Indonesia

C. Materi Pokok

Menulis Kritik Sastra dan Esai

Kritik adalah tanggapan yang berisi uraian atau pertimbangan nilai baik atau buruk sebuah karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis. Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, benar dan salahnya sebuah karya sastra dipandang dari sudut tertentu. Akan tetapi tujuan akhirnya yaitu mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra setinggi mungkin dan juga mendorong pembaca untuk mengapresiasi karya secara lebih baik (Sumardjo dan Saini K.M. 1986: 2).

Esai adalah karangan pendek tentang suatu fakta yang dibahas menurut pandangan pribadi penulisnya. Dalam esai, unsure pemikiran lebih menonjol dibandingkan dengan unsur perasaan. Esai lebih banyak menganalisis fakta dengan pemikiran yang logis (Sumardjo dan Saini K.M.1986 :19-21)

1. Mengidentifikasi Ciri-Ciri Kritik dan Esai

Ciri-ciri kritik sastra dan esai yang baik adalah selalu mempertimbangkan empat komponen yaitu:

a. Data atau fakta

b. Inference atau kesimpulan c. Evaluasi atau judgement d. Penilaian

2. Prinsip-prinsip Penulisan Kritik dan Esai

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis kritik dan esai suatu karya sastra, yaitu:

1) Setiap kritikan yang cakap harus memerhatikan berbagai hal yang terdapat pada setiap karya sastra.

2) Kecermatan dalam mengungkapkan berbagai hal yang terdapat dalam karya sastra tersebut tergantung pada tingkat ketajaman perasaan kritikus.

3) Kritikus agar dapat menangkap kepribadian karya sastra harus melalui rekreasi artistik.

4) Kritikus harus tahu bahasa yang digunakan oleh sastrawan atau harus akrab dengan berbagai jenis gaya bahasa/idiom, komposisi, latar belakang kebudayaan.

Tiga aspek menulis kritik dan esai yaitu:

1) Aspek historis, yaitu berkaitan dengan watak dan orientasi kesejarahan (mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan sastrawan dan menafsirkan hasrat keinginan berdasarkan minat sastrawan serta latar belakang budayanya)

2) Aspek rekreatif, yaitu menghubungkan apa yang ditangkap/yang telah diungkapkan sastrawan, menuliskan kesan-kesan tentang pengamatan rohani yang diperoleh dari karya sastra yang telah dibaca.

3) Aspek penghakiman, yaitu berkaitan dengan nilai-nilai dan kadar artistiknya. Penentuan nilai harus memenuhi tiga kriteria, yaitu:

a. Estetik, yaitu pencapaiannya sebagai karya seni b. Epistemik, yaitu tentang kebenaran-kebenaran

(24)

3. Langkah-langkah menulis Kritik Sastra dan Esai 1) Menentukan tema atau topic yang akan ditulis/dikritik. 2) Mengumpulkan bahan-bahan referensi pendukung

3) Mengidentifikasi unsure-unsur yang mendukung dan yang kontra 4) Memilih unsur-unsur yang dapat mendukung tema

5) Memulai untuk menulis kritik atau esai

6) Membaca atau melakukan pengeditan ulang untuk revisi 7) Mengirimkan kemedia massa cetak

4. Prinsip-prinsip Penulisan Esai

1) Esai menampilkan pikiran dan perasaan penulisnya dalam menghadapi suatau per-masalahan

2) Esai menampilkan keterangan atau menunjukkan sebab-sebab yang berkaitan dengan suatu peristiwa yang nyata.

3) Esai menguraikan hal-hal yang berupa fakta yang dipadukan dengan gagasan atau ide serta pandangan penulisannya.

4) Dalam esai terdapat pengutaraan pendapat. Pendapat tersebut harus disertai dengan alasan-alasan dan pertimbangan terhadap suatu masalah yang menjadi persoalan.

D. Skenario Pembelajaran

No Kegiatan Alokasi Waktu Metode

1

2

3

Pendahuluan

Inti

 Membaca contoh kritik Sastra Indonesia dan esai Sastra Indonesia ( karya Sastra Indonesia yang sesuai dengan daerah setempat)

 Menentukan prinsip-perinsip penulisan kritik Sastra In-donesia dan esai berdasarkan contoh

 Mendiskusikan temuan-temuan tersebut  Merangkum hasil diskusi

 Memberikan tanggapan

Penutup

Penguatan keterampilan menyimak berita

5 menit

15 menit

Ceramah Tanya jawab

diskusi inkuiri simulasi demonstrasi

E. Media dan Sumber Bahan

 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)  Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program

Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.

 Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.  Majalah Horison

F. Evaluasi

Perhatikan contoh kritik sastra dan contoh esai berikut ini.

a. Contoh Kritik Sastra

Chairil Anwar dan Potret Ketidakberdayaan Manusia Oleh Tasyriq Hifzhillah

(25)

Beberapa larik puisi Chairil Anwar menurut Sapardi Djoko Damono telah menjelma menjadi semacam pepatah atau kata-kata mutiara, seperti "hidup hanya menunda kekalahan, "sekali berarti sesudah itu mati", atau "kami hanya tulang-tulang berserakan". Ini membuktikan besarnya sumbangan Chairil Anwar terhadap perkembangan sastra Indonesia.

Berpijak pada kiprah dan karya-karya Chairil, H.B. Jassin menganggap Chairil Anwar sebagai Pelopor Angkatan '45. Hal ini kemudian seperti memberi inspirasi pada masyarakat waktu itu, bahwa puisi juga bisa menjadi media untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, beberapa sajaknya hingga saat ini masih dikenal oleh siapa pun yang pernah duduk di bangku sekolah menengah. Dalam proses belajar-mengajar di kelas, Chairil Anwar biasanya diperkenalkan sehagai penyair yang memiliki keunggulan, terutama dalam sajak berjudul "Aku" (versi Deal Campur Debu), atau "Semangat" (versi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus).

Dalam sajak "Aku" yang ditulis bulan Maret 1943, misalnya, Chairil sepertinya ingin menunjukkan bahwa ia (aku lirik) adalah manusia yang terasing dari dunianya. Keterasingannya ini memang disengaja oleh dirinya sendiri, wujud dari pertanggung-jawaban pribadi: 'Ku mau tak seorang pun 'kan merayu / tidak juga kau'. Hal ini karena si aku lirik adalah manusia bebas yang tak mau terikat kepada orang lain: Aku ini binatang jalang / Dari kumpulannya terbuang. Si aku lirik ini pun menentukan "nasibnya" sendiri, tak mau terikat oleh kekuasaan lain: Aku mau hidup seribu tahun lagi. Pengakuan dirinya sebagai binatang jalang dan penentuan nasib sendiri: Aku mau hidup seribu tahun lagi, merupakan sikap revolusioner terhadap paham dan sikap atau pandangan para penyair yang mendahuluinya (Pujangga Baru).

Sesungguhnya, pada tataran paling mendasar, motivasi berkarya antara Chairil Anwar dan penyair-penyair lainnya (jika kita mencoba melakukan perbandingan) merupakan kejujuran mengungkapkan suatu perasaan. Karena puisi, siapa pun tak bisa membantah, berupa ungkapan perasaan paling jujur dan mendalam dari seorang penyair. Sebuah puisi, pada hakikatnya, merupakan pengungkapan kenyataan (facts), peristiwa (events), dan visi (vision). la mencari, menemukan, dan memilih kata-kata dari alam. la juga merupakan wujud dari perhatian kontemplatif dari seorang penyair yang masuk ke dalam pikiran dan perasaannya. Jika suatu hari muncul pemikiran baru yang menganggap puisi sebagai bentuk penolakan (menghindari) terhadap peristiwa kemanusiaan, sebaiknya para penyair mengundurkan diri dari belantara perpuisian.

Akan tetapi, hampir semua karya Chairil merupakan hasil dari sebuah perenungan batin yang menyuarakan 'perasaan' pribadi dan masyarakatnya. Proses perenungan itu pulalah yang membimbing Chairil melakukan pemilihan kata yang tepat untuk setiap puisi yang ditulisnya, baik itu dalam artian feeling, sentiment, maupun emotion. Perasaan tersebut menjadi daya dorong yang kuat untuk menggerakkan pena Chairil Anwar untuk berkarya.

Dalam suatu kesempatan, Chairil Anwar pernah mengatakan bahwa sebuah karya puisi merupakan sebuah dunia tersendiri. Artinya, di belakang kata-kata yang tersurat, terdapat suatu pemikiran yang tersirat. Semua yang tersirat ini dimaksudkan oleh para penyair untuk membangun suatu dunia khayal (dunia imajinatif). Oleh karena itu, semakin piawai seorang penyair menemukan dan menyusun kata-katanya, semakin utuh dan semakin jelas pula gambaran dunia yang ada dalam karyanya.

Dunia imajinatif yang dimaksud Chairil lebih diwujudkan dalam bentuk sejumlah citra, imaji, image, lambang, atau simbol yang selaras satu sama lain dan saling mendukung dalam mewujudkan satu kesatuan yang utuh. Kesatuan yang utuh dari dunia imajinatif itu, memiliki kekuasaannya sendiri dan tidak memerlukan unsur-unsur lainnya untuk bisa menjadi sempurna sehingga ia benar-benar menjadi sebuah dunia.

(26)

b. Contoh Esai Sastra

Cerpen Percintaan Bukan Cerpen Picisan Oleh A.K. Bharse Thia

Sebuah kekeliruan yang besar jika cerita pendek yang bertemakan percintaan di-katakan sebuah picisan. Bahkan lebih dari itu, cerita pendek terkadang disisihkan begitu saja keberadaannya: Pengertian picisan selama ini selalu dikaitkan erat dengan tema percintaan. Setiap cerita tentang percintaan selalu disebut picisan, seolah-olah tema pcrcintaan tidak akan bisa menjadi kolosal.

Film atau karya sastra yang kental dengan tragedi percintaan selalu disebut karya yang sifatnya picisan. Semestinya, bukan dan tidak harus seperti itu. Sebuah karya sastra dapat dikatakan picisan manakala karya sastra tersebut tidak mampu mendobrak khalayak dengan cerita di dalamnya. Dengan kata lain, karya sastra yang picisan adalah karya sastra yang nilai jualnya rendah atau kualitasnya buruk tidak memiliki daya tarik.

Jadi, sebuah anggapan keliru jika sebuah karya sastra yang berkenaan dengan percintaan selalu disebut karya sastra picisan. Karya sastra lainnya, misalnya cerpen yang kental dengan sosial kemasyarakatan, budaya, religius, primordial, atau seksual (baca: vulgar) yang bermutu rendah, justru karya-karya inilah yang dapat disebut picisan sedangkan karya sastra yang meledak-ledak di pasaran bukanlah picisan, melainkan kolosal.

Selama ini, sebenarnya banyak karya sastra yang berkenaan percintaan, selalu dianggap picisan, padahal senyatanya, karya itu meledak di pasaran. Ambil contoh film India. Tidak dapat ditolak kalau film India telah merasuk ke dalam belantara karya sastra kita. Artinya, karya-karya India yang bernuansa percintaan dapat mendarat mulus di tengah masyarakat Indonesia. Misalnya, Kuch Kuch Hota Hai, Mohabbaten, Mann, dan Kabhi Khushi Kabhi Gham.

Banyak kalangan mengatakan bahwa film India itu picisan karena kental dengan percintaannya. Tetapi, ketika film itu di gandrungi masyarakat dengan jumlah yang besar, nilainya justru kolosal, bukan picisan. Jadi, percintaan itu tidak identik dengan picisan. Sebuah kesalahan besar jika karya sastra berupa cerpen yang bernuansa percintaan ditolak karena alasan picisan. Artinya, sebelum dimuat, cerpen percintaan tersebut perlu dibahas dulu sehingga pemuatannya di media massa dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Ini juga perlu dilakukan terhadap cerita-cerita lain yang tidak menyangkut percintaan. Dengan demikian, pembaca dapat menilai apakah cerita itu picisan atau bukan.

Saat ini, sangatlah penting mengubah anggapan masyarakat bahwa percintaan itu tidak selalu picisan. Bahkan, jika menilai dari sudut perfilman India, karya percintaan akan menjadi kolosal. Bagaimana dengan cerpen percintaan di tanah air?

Anggapan bahwa picisan identik dengan percintaan memang sudah mengental. Artinya, sebuah usaha yang sulit untuk melepas sudut pandang seseorang agar dapat membedakan mana picisan, kolosal, dan mana percintaan. Setiap cerpen yang kental dengan nuansa percintaan akan segera dihilangkan dan diganti dengan tema sosial kemasyarakatan, budaya, religius, atau naturalis.

Dapat dipastikan, pemuatan cerpen di media massa tidak jauh dari tema-tema seperti itu. Jika sesekali ada redaktur yang memuat cerpen percintaan, cerpen itu akan disebut picisan. Sesungguhnya, setelah dipahami, cerita percintaan itu menarik dan memberikan pencerahan bagi pembaca. Jadi, cerita ini bukanlah picisan. Di samping itu, redaktur juga tidak terpengaruh dengan anggapan bahwa cerpen percintaan itu picisan.

Saya rasa, demikian halnya dengan cerpen percintaan. Jika memang menurut redakur cerpen percintaan itu memang layak dimuat, semestinya dimuat saja. Sebaliknya, jika memang tidak layak muat, simpan "di tong sampah" redaksi. Saya rasa, pembaca akan tahu bahwa meskipun cerpen itu dibilang picisan, sebenarnya pembaca tahu bahwa itu karya bagus. Hanya saja, karena pandangan bahwa percintaan itu sama dengan picisan, mereka tidak berani menyebut bahwa cerita percintaan adalah cerita yang menarik. Akan tetapi, sebenarnya mereka mengakui bahwa cerpen percintaan itu memang menarik.

(27)

lainnya) ke film percintaan, seperti halnya film-film India tadi.

Sebenarnya, pengarang mengajak pembaca untuk memperkenalkan cerpen yang kental dengan percintaan. Akan tetapi, hal ini dialihkan oleh redaktur yang menginginkan cerpen-cerpen terpetak pada vulgaritas, budaya, sosial masyarakat, dan lain sebagainya untuk menghindari anggapan sebuah cerpen dinilai picisan.

Jika saja redaktur berani memuat cerpen-cerpen yang kental dengan percintaan dengan pertimbangan berdasarkan kualitas, tentunya, saya yakin, cerpen itu akan rnemberikan kesegaran kepada pembacanya. Sama halnya seperti penolakan film-film India yang buktinya justru menyeret hati masyarakat dan mengakui bahwa film India adalah bagus.

Di satu sisi memang benar bagus ukuran penonton berbeda dengan ukuran pengamat. Sama halnya dengan karya sastra. Cerpen percintaan bagus menurut pembaca, belum tentu bagus menurut orang yang memahami karya sastra. Akan tetapi, mana yang penting? Mengutamakan pembaca yang jumlahnya banyak atau segelintir kritikus sastra?

Tentu semuanya penting. Baik bagi penikmat maupun kritikus memiliki dampak positif dalam menanggapi sebuah karya sastra. Meskipun demikian, apakah dapat dipastikan bahwa kritikus akan selalu menghujat karya sastra yang kental dengan per-cintaan? Lambat laun, tentu arahnya tidak akan terbendung karena memang saat ini karya sastra kita sedang dihadapkan pada tema-tema percintaan. Saya yakin ini akan mendapat perhatian khusus dari pembaca sebagaimana munculnya film India yang selalu dibilang picisan, padahal sesungguhnya adalah kolosal.

Perintah:

Setelah kamu membaca kedua contoh di atas, bentuklah diskusi kelompok yang beranggotakan tiga atau empat siswa! Kerjakanlah latihan berikut!

1. Tunjukkan ciri-ciri kritik sastra berdasarkan contoh di atas! 2. Tunjukkan pula ciri-ciri esai sastra berdasarkan contohdi atas!

3. Bagaimana bahasa yang dipergunakan dalam kritik dan esai sastra di atas? 4. Pendapat atau gagasan apa yang tertuang dalam kritik sastra di atas? 5. Pendapat atau gagasan apa yang tertuang dalam esai sastra di atas?

Mengetahui, Jombang, Agustus 2010

Kepala MAN Tambakberas Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd ARFIN SUWARNO, S.Pd

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik mengatakan bahwa: Kami sebenarnya senang dengan mata pelajaran IPA pak, tetapi kami kurang senang ketika tidak bisa mengerjakan soal. IPA

Kalo keluargaku sendiri, darahnya itu dah campuran, jadi mereka terhadap suku Jawa tidak banyak berkomentar, tetapi karena aku banyak bergaul dengan orang Tionghoa ketika

3.5 Menganalisis hubungan perkembangan faham-faham besar seperti nasionalisme, liberalisme, dengan gerakan nasionalisme di Asia- Afrika pada masa itu dan masa kini 4.5

Secara eksplisit mereka tidak memiliki pandangan tentang Pancasila sebagai dasar negara dan filosofi bangsa dan banyak menghindar ketika ditanya soal itu, tetapi karena

Ketika teori Dentuman Besar kali pertama mencuat dan semakin mapan, maka dengan segera banyak komentar dari kalangan agawawan bahwa Tuhan sebagai pencipta semesta telah terbukti oleh

Ketika ia bernilai nol, maka itu berarti tidak terdapat penurunan amplitudo sama sekali, akan tetapi jika ia bernilai cukup besar, maka penurunan amplitudo akan

Banyak film dengan set yang rumit dapat menunjukkan tidak hanya talenta dari penata artistik, tetapi juga dapat membentuk setting yang dapat menambah kekuatan emosional dalam

Sementara untuk di Indonesia sendiri, seni press bunga ini memang belum begitu populer, tetapi seiring dengan waktu, mulai banyak kalangan masyarakat yang