LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DEHIDRASI
A. Konsep Dasar 1. Pengertian
Dehidrasi, atau disebut juga ketidakseimbangan hiperosmolar (hyperosmolar imbalance), terjadi akibat kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama natrium. Kehilangan cairan (air) menyebabkan peningkatan kadar natrium, peningkatan osmolalitas, serta dehidrasi intraseluler. Air berpindah dari sel dan kompartemen interstisial menuju ruang vaskular. Kondisi ini menyebabkan gangguan fungsi sel dan kolaps sirkulasi. Orang yang berisiko mengalami dehidrasi salah satunya adalah individu lansia. Mereka mengalami penurunan respons haus atau pemekatan urine. Di samping itu, lansia memiliki proporsi lemak yang lebih besar sehingga berisiko tinggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang sedikit dalam tubuh. Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan sekresi hormon diuretik sering mengalami kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian cairan hipertonik juga meningkatkan jumlah solut dalam aliran darah ( Tamsuri, 2008:19).
2. Klasifikasi
Klasifikasi dehidrasi berdasarkan derajatnya adalah sebagai berikut (Hidayat & Uliyah, 2015:34).
a. Dehidrasi berat, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1) Pengeluaran / kehilangan cairan sebanyak 4-6 liter. 2) Serum natrium mencapai 159-166 mEq/liter. 3) Hipotensi.
4) Turgor kulit buruk. 5) Oliguria.
6) Nadi dan pernapasan meningkat.
1) Kehilangan cairan 2-4 liter atau antara 5-10% BB. 2) Serum natrium mencapai 152-158 mEq/liter. 3) Mata cekung.
c. Dehidrasi ringan, dengan ciri-ciri kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 liter.
3. Faktor-Faktor Penyebab
Faktor - faktor penyebab dehidrasi dapat dijabarkan sebagai berikut (Syaifuddin, 2011).
a. Berkeringat terlalu banyak. b. Muntah hebat.
c. Diare hebat.
d. Diuresis (jumlah air kemih berlebihan).
4. Tanda dan Gejala
Berikut ini tanda dan gejala dehidrasi berdasarkan tingkatannya: a. Dehidrasi Ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB semula)
1) Haus, gelisah
2) Denyut nadi 90-110 x /menit, napas normal 3) Turgor kulit normal
4) Pengeluaran urine (1300 ml/hari) 5) Kesadaran baik
6) Denyut jantung meningkat
b. Dehidrasi Sedang (kehilangan cairan 5% dari BB semula ) 1) Haus meningkat
2) Nadi cepat dan lemah
3) Turgor kulit kering, membran mukosa kering 4) Pengeluaran urine berkurang
5) Suhu tubuh meningkat
c. Dehidrasi Berat (kehilangan cairan 8% dari BB semula) 1) Penurunan kesadaran
3) Takikardi 4) Mata cekung
5) Pengeluaran urine tidak ada 6) Hipotensi
5. Pohon Masalah
Hilangnya cairan (air) dalam tubuh
Berkeringat terlalu
banyak Konstipasi dan oliguri Penurunan tekanan darah HR meningkat
Suhu meningkat Turgor menurun Lidah kering dan kasar Mukosa mulut kering
Tanda a. Penurunan berat
badan akut b. Mata cekung c. Pengosongan vena
jugularis
d. Pada bayi dan anak-anak adanya
penurunan jumlah air mata
e. Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus f. Hipotensi dan oliguri
Klasifikasi Dehidrasi
1) Pengeluaran / kehilangan cairan sebanyak 4-6 liter. 2) Serum natrium
mencapai 159-166 mEq/liter.
3) Hipotensi.
4) Turgor kulit buruk. 5) Oliguria.
6) Nadi dan pernapasan meningkat.
7) Kehilangan cairan
1) Kehilangan
kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 liter. disebabkan oleh
B. Pengkajian
1. Pantau Warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan.
2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit. 3. Pantau perdarahan.
4. Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi. 5. Pantau hasil laboraturium yang relevan dengan keseimbangan cairan. 6. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural.
7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
8. Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit terminal tepat dilakukan.
9. Manajemen cairan (NIC) a. Pantau status hidrasi.
b. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecendrungannya. c. Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran.
C. Diagnosis I :
Batasan karakteristik (NANDA) 1. Perubahan status mental 2. Penurunan tekanan darah 3. Penurunan tekanan nadi 4. Penurunan volume nadi 5. Penurunan turgor kulit 6. Penurunan turgor lidah 7. Penurunan haluaran urine 8. Penurunan pengisian vena 9. Membran mukosa kering 10. Kulit kering
16. Haus 17. Kelemahan
Faktor yang berhubungan 1. Kehilangan cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme regulasi
II : 1. Syok
2. Defisit volume cairan b/d output yang berlebihan intake yang kurang. 3.
D. Perencanaan
Kekurangan volume cairan Yang berhubungan dengan:
1. Haluaran urine yang berlebihan (misalnya diabetes melitus)
2. Pengeluaran cairan sekunder akibat demam, drainase yang abnormal, peritonitis, diare
3. Mual/muntah
4. Kesulitan menelan atau minum sendiri, sekunder akibat sakit tenggorokan, kelelahan
5. Asupan cairan yang kurang saat berolahraga atau karena kondisi cuaca
6. Penggunaan laksatif dan diuretik berlebihan Kriteria hasil
Klien akan mempertahankan berat jenis urine dalam rentang normal Indikator
1. Meningkatkan asupan cairan hingga jumlah tertentu, sesuai dengan usia dan kebutuhan metabolik.
2. Mengidentifikasi faktor risiko defisit cairan dan menjelaskan perlunya meningkatkan asupan cairan sesuai indikasi
Intervensi umum Mandiri :
1. Kaji faktor penyebab (misalnya ketidakmampuan untuk minum sendiri, gangguan menelan, sakit tenggorokan, asupan cairan yang kurang sebelum berolahraga, kurang pengetahuan, atau tidak suka dengan minuman tersedia).
2. Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang kuat serta metode untuk memenuhi asupan cairan.
3. Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai klien dan rencanakan pemberian asupan secara bertahap (misalnya 1000 ml di siang hari, 800 ml di sore hari, dan 300 ml di di malam hari).
4. Bila klien mengalami sakit tenggorokan, tawarkan minuman yang hangat atau dingin ; pertimbangkan pemberian es.
5. Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk istirahat sebelum makan dan berikan cairan dalam jumlah sedikit tetapi sering. 6. Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan cairan,
haluaran urine, dan berat badan harian.
7. Pantau asupan cairan klien (minimal 2000 ml cairan oral per hari) 8. Pantau haluaran urine klien ( minimal 1000-1500 ml per hari)
9. Timbang berat badan setiap hari di waktu yang sama dan dengan pakaian yang sama. Penurunan berat badan 2%-4% (dehidrasi ringan), 5%-9% (dehidrasi sedang).
10. Pantau BUN, osmolalitas, dan elektrolit serum dan urine, kadar kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin.
11. Jelaskan bahwa kopi, teh, dan jus merupakan diuretik yang bisa menyebabkan kehilangan cairan.
12. Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi lain yang bisa menyebabkan kehilangan cairan berlebih (misalnya pemberian cairan diuretik, muntah, diare, demam).
13. Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi intravena Rasional
1. Kondisi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi gomerulus. Akibatnya, haluaran urine tidak dapat membersihkan limbah secara kuat sehingga kadar BUN dan elektrolit meningkat.
2. Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan cairan
3. Untuk memantau berat badan secara efektif , penimbangan harus dilakukan di saat yang sama dengan mengenakan pakaian yang beratnya hampir sama.
4. Konsumsi gula, alkohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi.
E. Pelaksanaan
1. Penatalaksanaan Terapi Intravena
Pemberian cairan intravena diperlukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Langkah ini efektif untuk memenuhi kebutuhan cairan ekstrasel secara langsung. Secara umum, tujuan terapi intravena adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu mengonsumsi cairan oral, menambah asupan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit, menyediakan glukosa untuk kebutuhan energi dalam proses metabolism, memenuhi kebutuhan vitamin larut air, serta menjadi media untuk vemberian obat melalui vena. Lebih khusus,terapi intravena diberikan pada pasien yang mengalami syok,intoksikasi berat, pasien pra dan pascabedah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
2. Cairan Intravena
Jenis cairan intravena yang biasa digunakan meliputi : a. Larutan nutrient
dalam 0,3%NaCl; dan 5% glukosa alam 0,45% NaCl. Setiap 1 liter cairan Dextrose 5% mengandung 170-200 kalori ; mengandung asam amino (Amigen, Anunosol, Travamin) atau lemak (Lipomul dan Lyposyn).
b. Larutan Elektrolit
Larutan ini meliputi larutan saline baik isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Jenis larutan elektrolit yang paling banyak digunakan adalah normal salin (isotonic), yaitu NaCl 0,9%. Contoh larutan elektrolit lainnya adalah laktat Ringer (Na+ , K+, Cl-, Ca2+) dan cairan Butler (Na+, K+, Mg2+,Cl-,HCO3-).
c. Cairan asam-basa
Jenis cairan yang termasuk cairan asam-basa adalah natrium laktat dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan sejenis garam yang dapat mengikat ion H+ dari cairan sehingga mengurangi keasaman lingkungan.
d. Volume ekspander
Jenis larutan ini berfungsi meningkatkan volume pembuluh darah atau plasma, misalnya pada kasus hemoragi atau kombustio berat. Volume ekspander yang umum digunakan antara lain dekstran, plasma, dan albumin serum. Cara kerjanya adalah dengan meningkatkan tekanan osmotik darah.
Infus Intravena 3. Area Pemasangan Infus
penusukan berikutnya. Akan tetapi, jika pembuluh darah proksimal telah rusak, penusukan tidak bisa dialihkan ke pembuluh darah distal.
4. Prosedur Pemasangan Infus
Saat melakukan pemasangan infus, perawat harus selalu memerhatikan prinsip steril. Hal ini penting mengingat prosedur tersebut berkaitan langsung dengan cairan tubuh. Sebelum memulai infus, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain jenis dan jumlah cairan yang akan diinfuskan, dosis obat yang akan ditambahkan ke dalam larutan yang kompatibel, dan kecepatan infus atau waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan infus. Sebelum melangkah ke prosedur pemasangan, perawat harus menyiapkan peralatan yang diperlukan, yaitu :
Alat dan bahan : a. Standar infus b. Set infus c. Cairan infus d. Jarum infus e. Pengalas f. Tourniquet
g. Kapas alkohol 70% h. Plester
i. Gunting j. Kasa steril k. Betadine l. Sarung tangan
Adapun prosedur kerjanya adalah: a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan ke dalam botol infus (cairan).
e. Letakkan pengalas di bawah area vena yang akan dipasangkan infus. f. Lakukan pembendungan dengan tourniquet di atas area penusukan dan
anjurkan klien untuk menggenggam (bila sadar). g. Gunakan sarung tangan
h. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol 70% dengan gerakan memutar dari dalam ke luar.
i. Lakukan penusukan dengan meletakkan ibu jari di bawah vena dan posisi jarum (abbocath) mengarah ke atas.
j. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melalui jarum[abbocath]), tarik keluar bagian dalam jarum sambil menyusupkan bagian luarnya lebih jauh ke vena.
k. Setelah jarum bagian dalam dilepaskan, tekan bagian atas vena dengan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Selanjutnya, hubungkan abbocath ke slang infuse secara cepat dan cermat.
l. Lepaskan torniket dan lemaskan kepalan tangan klien. Buka klem dan atur kecepatan sesuai instruksi yang telah diberikan.
m. Periksa daerah sekitar tempat penusukan untuk melihat adanya tanda-tanda infiltrasi
n. Bila tidak ada, lakukan desinfeksi dengan betadine, tutup dengan kasa steril, dan fiksasikan dengan plester.
o. Tuliskan tanggal, waktu pemasangan infus serta ukuran jarum. p. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
q. Catat jenis cairan, lokasi infus, kecepatan aliran, dan jenis jarum infus yang digunakan.
4. Cara Menghitung Tetesan Infus a. Dewasa
Tetesan/Menit
b. Anak
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data selama tindakan keperawatan (mis., turgor kulit, asupan dan haluaran cairan, serta pengukuran berat badan) di samping menentukan apakah kriteria hasil yang telah ditetapkan menurut masing-masing diagnosis telah tercapai atau belum. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat harus menggali mengapa kriteria tersebut belum tercapai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Mengapa belum terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit ? 2. Apa alasan yang diberikan oleh klien?
3. Apakah klien tidak mampu mengonsumsi cairan melalui oral? 4. Apakah klien merasa mual?
5. Adakah kehilangan cairan abnormal?
6. Apakah obat yang diberikan memengaruhi asupan dan haluaran cairan?
G. Referensi
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Tamsuri, Anas. 2008. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit.
Jakarta: EGC.
Uliyah, Musrifatul dan A. Azis Alimul Hidayat. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC.