• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona Grandis Linn. F) pada Media Tanah Bekas Tambang Kapur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona Grandis Linn. F) pada Media Tanah Bekas Tambang Kapur"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus terhadap

Pertumbuhan Semai Jati (

Tectona Grandis

Linn. F) pada Media Tanah

Bekas Tambang Kapur

Retno Prayudyaningsih

Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16,5 Makassar 90243,

Sulawesi Selatan. Tel. +62-411-554049, Fax. +62-411-554058 Email: prayudya93@yahoo.com

Abstrak

Tanah bekas tambang kapur mempunyai tingkat kesuburan tanah yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman sehingga kegiatan reklamasi pada lahan tersebut sering mengalami kegagalan. Teknik penyiapan bibit yang tepat melalui inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) pada jenis tanaman yang sesuai dengan tapak seperti jati (Tectona grandis) diduga akan menghasilkan bibit dengan pertumbuhan bagus dan daya hidup di lapangan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh inokulasi FMA terhadap respon pertumbuhan semai jati. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Perlakukan yang diterapkan adalah inokulasi FMA indigeneus dari lahan bekas tambang kapur (A= Acaulospora sp., G= Gigaspora sp., M= campuran Acaulospora sp. dan Gigaspora sp, dan K= tanpa inokulasi FMA). Parameter yang diamati ialah pertumbuhan semai jati meliputi tinggi dan diameter, biomassa, indeks mutu bibit (IMB) dan tingkat kolonisasi FMA. Hasil penelitian menunjukkan inokulasi FMA meningkatkan pertumbuhan semai jati dibandingkan semai yang tidak diinokulasi FMA. Inokulasi FMA indegenus Acaulospora sp menghasilkan respon terbaik terhadap tinggi, diameter, IMB dan kadar P. Untuk biomassa semai jati, nilai tertinggi dimiliki oleh semai jati yang diinokulasi FMA Mix. Tingkat kolonisasi FMA pada semai jati yang tertinggi dimiliki oleh semai jati yang diinokulasi FMA

Gigaspora sp., namun semai jati yang tidak diinokulasi FMA juga menunjukkan adanya infeksi oleh FMA.

Kata Kunci: Mikoriza, jati, pertumbuhan, bekas tambang kapur, indigeneus

I. PENDAHULUAN

(2)

Input teknologi yang menghasilkan bibit dengan pertumbuhan bagus dan daya hidup di lapangan yang tinggi diperlukan untuk mendukung keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang kapur. Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada jenis tanaman yang sesuai untuk lahan bekas tambang kapur diduga merupakan salah satu alternatif yang harus dilakukan. Mosse et al. (1981) menyatakan bahwa fase bibit merupakan fase yang sangat tergantung pada mikoriza. Inokulasi mikoriza pada bibit tanaman terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit. Asosiasi (simbiosis) antara FMA dengan akar tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang marginal seperti lahan bekas tambang kapur. Namun, inokulum fungi mikoriza yang digunakan sebaiknya merupakan fungi mikoriza yang adaptif di lokasi tersebut. Pfleger et al. (1994) menyatakan fungi mikoriza indigen merupakan kandidat inokulum terbaik untuk reinokulasi dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang.

Selain input teknologi yang menghasilkan bibit berkualitas, pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan tapak juga merupakan faktor pendukung keberhasilan rekalamasi lahan bekas tambang. Salah satu jenis tanaman yang sesuai tumbuh di lahan bekas tambang kapur adalah jati (T. grandis L.). Menurut Koasa-ard (1989), tanaman jati dapat tumbuh pada tanah kapur dengan pH 7,5 – 8,5. Hal itu menyebabkan tanaman tersebut merupakan jenis yang tepat untuk dipilih dalam kegiatan reklamasi lahan bekas tambang seperti lahan bekas tambang kapur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh inokulasi fungi mikoriza arbuskula indigen dari tanah bekas tambang kapur terhadap respon pertumbuhan semai jati (T. grandis L.).

II. METODE PENELITIAN

Pengambilan tanah untuk media semai dilakukan di lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa, Pangkep, Sulawesi Selatan. Perbanyakan isolat FMA indigeneus, penerapan perlakukan dan pengamatan pertumbuhan T. grandis L. dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Pengamatan biomassa dan tingkat kolonisasi FMA dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Kehutanan Makassar.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah isolat FMA indigeneus dari tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa., pasir, tanah dari lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa sebagai media semai, benih A. scholaris, A. auriculiformis dan M. calabura. Bahan kimia berupa alkohol 50%, KOH 10%, aquades, larutan HCL 2%, asam laktat, acid fuchsin, larutan hipoklorit 2,5% dan fumigan dengan bahan aktif Dazomet 98%. Alat yang digunakan antara lain gelas plastik, bak plastik, mikroskop, objeck glass dan deck glass, otoclaf, cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, ayakan tanah, oven listrik, mistar, kaliper dan timbangan digital.

(3)

Gig = Inokulasi dengan inokulum FMA Gigaspora sp.

Mix = Inokulasi dengan inokulum campuran Acaulospora sp dan Gigaspora sp.

Setiap perlakuan terdiri dari 50 ulangan sehingga untuk setiap jenis tanaman terdapat 250 unit percobaan.

1. Pertumbuhan tinggi semai. Pengukuran tinggi semai dilakukan mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh pucuk semai dengan menggunakan mistar. Rata- rata tinggi awal bibit pada saat disapih dan diinokulasi adalah 2 cm. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 3 bulan.

2. Pengukuran diameter batang. Pengukuran diameter batang menggunakan kaliper yang dilakukan pada ketinggian 1 cm di atas pangkal batang. Pengukuran dilakukan sekali saat semai berumur 3 bulan.

3. Biomassa semai. Biomassa semai dihitung berdasarkan berat kering semai. Semai dioven pada suhu 800C selama 72 jam.

4. Indeks mutu bibit

Indeks mutu bibit (IMB) dihitung memakai metode Roller (Soedarmo 1993)

5. Persen kolonisasi FMA. Pengamatan kolonisasi FMA dilakukan dengan metode pewarnaan akar (Kormanik dan McGraw, 1982) yang dimodifikasi. Perhitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar terkolonisasi (silde) menurut Giovannetti dan Mosse (1980).

6. Kadar P. Pengukuran kadar P tanaman dilakukan oleh Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Makassar.

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan uji F (analisis varian). Apabila hasil uji F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (BNJD).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

(4)

Gambar 1 . Grafik pengaruh inokulasi FMA terhadap pertambahan tinggi semai jati sampai umur 12 minggu

Inokulasi FMA indigeneus mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai jati setelah umur 4 minggu (Gambar 1). Pengaruh inokulasi FMA pada tanaman, diantaranya disebabkan 2 hal yaitu pengaturan keseimbangan karbon (karbohidrat) sebagai hasil fotosintat dan kondisi kesuburan media semai. Pada awal pertumbuhan, diduga semai belum mampu mencukupi kebutuhan karbohidrat untuk metabolisme simbiotik. Paul dan Clark (1989) dalam Nusantara (2002) menyatakan 4 – 14% karbohidrat hasil fotosintesis akan dialokasikan ke fungi mikoriza yang bersimbiosis dengan tanaman. Pada tanaman jati alokasi karbon ke simbion di akar mulai terjadi setelah semai berumur 4 minggu sehingga inokulasi FMA mulai memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan. Adanya simbiosis FMA pada akar tanaman akan meningkatkan pertumbuhan tanaman karena terjadi peningkatan suplai dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

Simbiosis FMA pada akar tanaman ditunjukkan dengan adanya struktur hifa, arbuskula dan vesikula. Adanya hifa FMA terutama hifa eksternal pada akar tanaman akan memperluas permukaan penyerapan nutrien. Menurut Rhodes dan Gerdemann dalam Bowen (1980), luas permukaan penyerapan akar yang berasosiasi dengan FMA mencapai 80 kali lebih luas dibanding akar yang tidak bermikoriza, sedangkan Orcutt dan Nielsen (2000) menyatakan, hifa FMA mampu meningkatkan luas permukaan penyerapan akar lebih dari 1.800 %. Waktu yang diperlukan oleh FMA untuk membentuk struktur hifa, arbuskula dan vesikula tergantung pada

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

T2 T4 T6 T8 T10 T12

T

in

gg

i (c

m)

umur semai (minggu)

(5)

berumur 6 minggu (Subroto, 2002). Sedangkan pada media tanam tanah masam bekas tambang emas, pengaruh inokulasi FMA terhadap peertumbuhan semai sengon mulai nampak pada umur 16 minggu (Suciatmih,dkk., 1997).

Pengamatan terhadap semai jati (T. grandis) umur 12 minggu menunjukkan inokulasi FMA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pertumbuhan tinggi, diameter, biomassa, indeks mutu bibit (IMB), kadar P dan kolonisasi FMA dibanding yang tidak diinokulasi FMA (Tabel 1 dan Gambar 2). Inokulasi dengan FMA indigeneus jenis Acaulospora sp. memberikan pertumbuhan tinggi dan diameter batang semai terbaik. Untuk biomassa dan kadar P, inokulasi dengan FMA mix memberikan hasil terbaik.

Tabel 1. Pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan tinggi, semai jati (T. grandis) umur 12 minggu. Perlakuan

(Inokulum FMA)

Variabel pengamatan Tinggi

(cm)

Diameter (mm)

Biomassa (gram)

Indek mutu bibit

Kolonisasi FMA (%)

Kadar P (%) Kontrol 5,12 a 1,57 a 0,26 a 0,06 a 51,38 a 0,06 a Gig 6,95 b 2,09 b 0,71 b 0,14 b 51,59 a 0,09 b

Aca 9,29 c 2,69 c 1,46 c 0,29 c 44,83 a 0,09 b

Mix 8,98 c 2,52 c 1,48 c 0,28 c 43,01 a 0,11 b

Keterangan: angka yang diikuti huruf sama pada kolom sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%

Gambar 2. Perbedaan pertumbuhan semai jati (T. grandis) akibat inokulasi FMA

Keterangan: Semai jati (T. grandis) umur 12 minggu yang tidak diinokulasi FMA (K (-), diinokulasi FMA indigeneus jenis Gigaspora sp. (Gig), Acaulospora sp. (Aca) , dan campuran Gigaspora sp dan

Acaulospora sp. (Mix)

(6)

kapasitas tukar kationnya (KTK) juga sangat rendah (1,09 me/100g), tetapi kandungan kalsiumnya (Ca) sangat tinggi (147,99 me/100g) (Prayudyaningsih, 2013).

Rendahnya kandungan unsur hara dalam media semai jati terutama unsur hara makro seperti N dan P menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Hal tersebut terbukti pada pertumbuhan semai jati yang tidak diinokulasi FMA (kontrol). Semai jati yang tidak diinokulasi FMA mempunyai pertumbuhan tinggi yang paling rendah yaitu hanya 5,12 cm pada umur 12 minggu (Tabel 1). Menurut Taiz dan Zeiger dalam Setyaningsih (2007) gejala paling menonjol dari defisiensi unsur hara adalah pertumbuhan yang sangat terhambat sehingga tanaman menjadi kerdil.

Namun demikian, semai jati yang diinokulasi FMA secara umum menunjukkan pertumbuhan tinggi, diameter batang, biomassa, IMB dan kadar P yang lebih baik dari pada semai jati yang tidak diinokulasi FMA. Menurut Setiadi dalam Karepesina (2007), salah satu cara meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah dengan cara menginokulasi akar tanaman dengan fungi pembentuk mikoriza. Sebagaimana telah diketahui asosiasi FMA pada akar tanaman mampu meningkatkan penyerapan unsur hara dan air. Peningkatan unsur hara terjadi karena hifa eksternal FMA memperluas jangkauan penyerapan unsur hara dan menyediakan permukaan yang lebih efektif (lebih ekstensif dan lebih baik penyebarannya) dalam menyerap unsur hara dari tanah yang kemudian akan dipindahkan ke akar inang. Selain itu hifa FMA yang berukuran lebih kecil (sepersepuluh) dari rambut akar (Orcutt dan Nielsen, 2000) mampu menjangkau dan menyerap unsur hara yang terdapat dalam pori tanah yang lebih kecil dimana rambut akar tidak mampu menjangkaunya.

Kandungan Ca yang sangat tinggi pada media semai jati menyebabkan rendahnya ketersediaan unsur hara terutama P karena P akan terikat Ca membentuk mineral Kalsium Fosfat (Ca3(PO4)2) (Orcutt dan Nielsen, 2000). Fosfat dalam bentuk demikian disebut occluded phosphate dan merupakan bentuk yang tak tersedia bagi tanaman. Fungi mikoriza mampu menghasilkan asam organik tertentu dan mempengaruhi eksudasi akar sehingga meningkatkan keterlarutan P dari Kalsium Fosfat.

(7)

meningkatkan proses pembelahan dan pemanjangan sel sehingga meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, semai jati yang diinokulasi FMA mempunyai kadar P yang lebih tinggi dibanding semai jati yang tidak diinokulasi FMA. Akibatnya pertumbuhan tinggi semai jati yang diinokulasi FMA meningkat sebesar 35,7 – 81,44%, sedang diameter batang meningkat sebesar 33,12 – 71,34% dibanding semai jati yang tidak diinokulasi FMA.

Meningkatnya kadar P tanaman karena pengaruh asosiasi FMA juga menyebabkan meningkatnya biomassa tanaman. Biomassa semai jati yang diinokulasi FMA meningkat sebesar 173,08 – 469,23% dibanding biomassa semai jati yang tidak diinokulasi FMA. Biomassa menunjukkan kemampuan tanaman dalam mengambil unsur hara dari media tanam untuk menunjang pertumbuhannya (Karepesina, 2007). Meningkatnya biomassa tanaman berkaitan dengan metabolisme tanaman atau adanya kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik bagi berlangsungnya aktivitas metabolisme tanaman seperti fotosintesis (Turjaman et al., 2003). Dengan demikian semakin besar biomassa menunjukkan proses foosintesis berlangsung lebih efisien.

Indek Mutu Bibit (IMB) merupakan indikator untuk menentukan kualitas bibit. Hasil penelitian ini menunjukkan semai jati yang diinokulasi FMA mempunyai nilai IMB lebih dari 0,09, sedangkan semai jati yang tidak diinokulasi FMA (Kontrol) memliki nilai IMB kurang dari 0,09 (Tabel 1). Menurut Mindawati dan Yusnit dalam Junaedi, et al. (2010), bibit yang memiliki nilai IMB ≥ 0,09 sudah memenuhi kriteria untuk siap ditanam di lapangan. Dengan demikian inokulasi FMA indigeneus mampu meningkatkan kualitas bibit/semai jati yang ditumbuhan pada media tanah bekas tambang kapur. Bibit yang bekualitas baik mempunyai daya hidup yang tinggi pula di lapangan. Hal ini tentu saja akan mendukung keberhasilan kegiatan penanaman terutama pada lahan-lahan marginal seperti lahan bekas tambang kapur.

Menurut Darwo dan Sugiarto (2008), kegagalan pada kegiatan rehabilitasi diantaranya disebabkan oleh kondisi bibit yang tidak mampu hidup di lahan kritis. Hal ini disebabkan karena bibit tidak cukup memperoleh air dan unsur hara, kondisi fisik tanah yang tidak memungkinkan akar berkembang dan proses infiltrasi air hujan. Kondisi ini menyebabkan bibit sering mengalami kematian setelah dipindah ke lapangan karena daya adaptasinya yang rendah pada lahan kritis. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup di lahan marginal yaitu menyiapkan bibit yang mampu bersimbiosis dengan mikroorganisme tanah seperti fungi mikoriza.

(8)

terjadinya kontaminasi. Namun kolonisasi FMA pada tanaman kontrol tidak diikuti peningkatan pertumbuhan semai jati. Hal ini menunjukkan inokulasi FMA indigeneus terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan semai jati yang ditumbuhkan pada media tanah bekas tambang kapur.

IV. KESIMPULAN

A.Inokulasi FMA indigeneus dari lahan bekas tambang kapur meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter batang, biomassa, indek mutu bibit dan kadar P semai jati (T. grandis).

B.Inokulasi FMA indegenus Acaulospora sp menghasilkan respon terbaik terhadap tinggi, diameter, IMB dan kadar P. Untuk biomassa semai jati, nilai tertinggi dimiliki oleh semai jati yang diinokulasi FMA Mix.

V. DAFTAR PUSTAKA

Baon, J.B. 1995. Serapan Hara dan Pertumbuhan Kopi Robusta Bermikoriza, dalam Prosiding Konggres Seminar Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Serpong. Vol. 1. 741 – 749

Bowen, G.D. 1980. Mycorrhizal Roles in Tropical Plants and Ecosystem. In :Tropical Mycorrhiza Research. Ed. Mikola.P. Clarendon Press Oxford. New York. 166 – 185

Darwo dan Sugiarti. 2008. Pengaruh Dosis Serbuk Spora Cendawan Scleroderma citrinum Persoon. Dan Komposisi Media terhadap Pertumbuhan Tusam di Persemaian. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, V(5), 461 – 472.

Elfianti D. dan E.B.M. Siregar. 2010. Pemanfaatan Kompos TAndan Kosong Sawit Sebagai Campuran Media Tumbuh dan Pemberian Mikoriza Pada Bibit Mindi (Melia azedarach, L). Jurnal Hidrolotan, Vol.1:3, 11 - 12

Giovannetti, M dan B. Mosse. 1980. An Evaluation of Tecnique for Measuring Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Infection in Roots. New. Phytol. 84: 489 – 500.

Junaedi, A., A. Hidayat, dan D. Frianto. 2010. Kualitas Fisik Bibit Meranti Tembaga (Shorea leprosula

Miq.) Asal Stek Pucuk pada Tingkat Umur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, VII(3), 281 – 288.

Karepesina, S. 2007. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula dari Bawah Tegakan Jati Ambon

(Tectona grandis Linn.f.) dan Potensi Pemanfaatannya. Tesis. Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasikan).

Koasa-ard. 1989. Teak (Tectona grandis Linn.f) Its Natural Distribution and Related Factors. Nat.Hist. Bull. Siam Soc (29). 55 – 74.

(9)

Mosse, B., D.P.Stribley dan F. Le-Tucon.1981. Ecology of Mycorrhizae and Mycorrhizal Fungi. Adv. Microb. Ecology. 5 : 137 -210

Muin, A. 1993. Pertumbuhan Anakan Ramin (Gonystylus bacanus (Miq). Kurz) Dengan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada Berbagai Intensitas Cahaya dan Dosis Fosfat Alam. Disertasi. Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan).

Nusantara, AD. 2002. Tanggapan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) terhadap Inokulasi Ganda Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium sp. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 4

(2), 62 – 70.

Orcutt, D.M dan E.T. Nielsen. 2000. Physiology of Plants Under Stress: Biotic Factor. John wiley & Sons, Inc. Canada.

Pfleger, F.L., E.L. Stewart dan R.K. Noyd. 1994. Role VAM Fungi in Mine Land Revegetation. dalam: Pfleger, F.L dan R.G. Linderman. Penyunting. Mycorrhizae and Plant Health. The American Phytopatological Society. Minnesota.

Prayudyaningsih, R. 2013. Pertumbuhan Semai Alstonia scholaris, Acacia auriculiformis dan Muntingia calabura Yang diinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Media Tanah Bekas Tambang Kapur.

Jurnal Wallaceae, Vol. 3 No.1. 13 – 23.

Soedarmo, S.P.K. 1993. Pengaruh Jenis Media dan Naungan serta Inokulasi Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Semai Ulin (Eusideroxylon zwageri T et B). (Tesis S-2). Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kehutanan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. (Tidak Diterbitkan)

Setyaningsih, L. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Kompos Aktif Untuk

Meningkatkan Pertumbuhan Semai Mindi (Melia azerdarach Linn.) pada Media Tailing Tambang Emas Pongkor. Tesis. Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasi).

Subroto. 2002. Pengaruh Faktor Tunggal Inokulasi CMA, Vermikompos dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Semai Sengon pada Tanah PMK. Bengkulu: Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Tidak dipublikasikan.

Turjaman, M.,R.S.B. Iriyanto, I.R. Sitepu, E. Widyanti, E.Santoso dan A. Mas’ud. 2003. Aplikasi

Gambar

Gambar 1 . Grafik pengaruh inokulasi FMA terhadap pertambahan tinggi semai jati sampai umur 12 minggu
Tabel 1. Pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan tinggi, semai jati  (T. grandis) umur 12 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Kata-kata di bawah adalah kumpulan dari hasil bacaan penulis dari beberapa literatur, seperti buku, koran, media online dll. Semoga bermanfaat

Data profil desa dan kelurahan hasil pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disajikan dalam bentuk hardcopy seperti buku dan papan profil desa dan

RPL SORE 41122144 Sugeng Subakti Penentuan Karyawan terbaik melalui penerapan sistem pendukung keputusan dengan metode SAW.. Nana Suarna, M.Kom Andi Setiawan,

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Aktivitas guru melalui penggunaan media papan

faktor lainnya yang juga berpengaruh yaitu faktor aparat penegak hukumnya yang masih kaku dalam penanganan masalah Ujaran Kebencian ini karena masih kurangnya

• Tajuk rencana atau editorial adalah opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal (luar biasa), atau

Porfiri andesit di Desa Cipondoh memperlihatkan tekstur porfiritik dengan fenokris terdiri atas plagioklas dan piroksen dengan massadasar mikrolit plagioklas, piroksen dan

Verifikasi dilakukan pada tanaman yang menunjukkan adanya variasi morfologi yaitu ada atau tidaknya male bud, yaitu menggunakan tanaman pisang male budless dari sub