B. Penjelasan Skema Konsep Hukum Orang, Keluarga, dan Perkawinan Sistematika isi BW meliputi kelompok materi berdasar pada sistem fungsional. Sistem fungsional ada dua macam, yaitu menurut pembentuk undang-undang dan menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika BW menurut pembentuk undang-undang meliputi empat kelompok materi sebagai berikut:
1. Kelompok materi tentang orang (van personen) 2. Kelompok materi tentang kebendaan (van zaken)
3. Kelompok materi tentang perikatan (van verbintenissen)
4. Kelompok materi tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en veryaring)
Sistematika BW menurut ilmu pengetahuan hukum juga meliputi empat kelompok materi sebagai berikut:
1. Kelompok materi tentang hukum orang (personenrecht) 2. Kelompok materi tentang hukum keluarga (familierecht)
3. Kelompok materi tentang hukum harta kekayaan (vermogensrecht) 4. Kelompok materi tentang hukum waris (erfrecht)
Latar belakang sistematika BW menurut ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia, yaitu lahir (orang), kemudian dewasa (kawin), setelah itu mencari nafkah hidup (harta kekayaan), dan pada akhirnya mati (pewarisan).
Berbicara lebih lanjut mengenai sistematika BW menurut ilmu pengetahuan hukum, perlu dibahas lebih lanjut mengenai sistematika tersebut, yakni meliputi konsep hukum orang, hukum keluarga, hukum harta kekayaan, dan hukum waris. Keempat sistematika BW tersebut notabenya diambil dari hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat, hal ini dibuktikan dengan dasar lahirnya sistematika BW menurut ilmu pengetahuan hukum yang berasal dari siklus kehidupan manusia.
Konsep hukum yang pertama adalah mengenai konsep hukum orang. Orang menurut konsep hukum terdiri atas manusia dan badan hukum. Manusia adalah subyek hukum menurut konsep biologis, sedangkan badan hukum adalah subyek hukum menurut konsep yuridis. Pengakuan terhadap manusia sebagai
subyek hukum sejak masih di dalam kandungan ibunya dengan ketentuaan dilahirkan hidup didasarkan atas pengaturan dalam Pasal 2 BW. Ketentuan ini mempunyai arti penting, apabila kepentingan anak itu menghendaki, seperti dalam hal perolehan warisan atau hibah.
Berbeda halnya dengan subyek hukum berbentuk badan hukum, dimana pengakuannya didasarkan atas pembentukan oleh pemerintah/penguasa negara. Pendirian badan hukum harus didasarkan akta yang dibuat oleh notaris, dimana dalam akta pendiriannya tersebut memuat anggaran dasar badan hukum sesuai hasil kesepakatan para pendiri. Badan hukum sendiri terbagi atas badan hukum publik dan badan hukum privat. Badan hukum publik (kenegaraan) adalah badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum publik, misalnya departemen, pemerintahan, lembaga-lembaga negara, dan daerah otonom. Badan hukum privat (perdata) adalah badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah atau swasta yang diberi wewenang menurut hukum perdata.
Konsep hukum yang kedua adalah konsep hukum keluarga. Konsep keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu konsep keluarga dalam arti sempit dan konsep keluarga dalam arti luas. Konsep keluarga dalam arti sempit terdiri atas suami, istri, dan anak yang berdiam dalam satu tempat tinggal, sedangkan dalam konsep keluarga dalam arti luas terdiri dari suami, istri, anak, orang tua, mertua, adik/kakak, dan adik/kakak ipar. Dalam konsep hukum keluarga dikenal dengan namanya hubungan keluarga dan hubungan darah. Hubungan keluarga adalah hubungan dalam kehidupan keluarga yang terjadi karena ikatan perkawinan. Hubungan keluarga karena ikatan perkawinan disebut hubungan semenda, seperti mertua, ipar, anak tiri, dan menantu. Hubungan keluarga karena pertalian darah, seperti ayah, ibu, nenek, puyang (lurus ke atas), kemudian anak, cucu, cicit (lurus ke bawah), serta saudara kandung dan anak-anak saudara kandung (lurus ke samping).
Konsep hukum selanjutnya mengenai konsep perkawinan. Konsep hukum perkawinan dan konsep keluarga sebenarnya terikat dalam satu kesatuan, karena terbentuknya suatu keluarga tidak lain salah satu nya dikarenakan adanya ikatan perkawinan. Konsep perkawinan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1
Tauhn 1974 Tentang Perkawinan, bahwa yang dimaksud dengan perkawinan adalah, “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa.”
1. Ikatan Lahir Batin
Ikatan lahir ialah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang. Hubungan tersebut mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat, sedangkan ikatan batin ialah hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh, yang mengikat kedua pihak saja.
2. Antara Pria dan Wanita
Artinya, dalam satu masa ikatan lahir batin itu hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Seorang pria artinya seorang yang berjenis kelamin pria,, sedangkan seorang wanita artinya seorang yang berjenis kelamin wanita. Jenis kelamin ini adalah kodrat (karunia Allah), bukan bentukan manusia.
3. Sebagai Suami dan Istri
Suami istri adalah fungsi masing-masing pihak sebagai akibat dari adanya ikatan lahir batin. Tidak ada ikatan lahir batin berarti tidak ada pula fungsi sebagai suami istri, yang ada hanya fungsi sebagai hidup sebagai hidup bersama antara pria dan wanita dalam satu rumah dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan biologis.
4. Dengan Tujuan
Membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya membentuk keluarga/rumah tangga artinya membentuk kesatuan hubungan suami istri dan anak-anak dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman keluarga bersama (ayah, ibu dan anak-anak). Bahagia artinya ada kerukunan yang menciptakan rasa tenteram, damai, dan saling menyayangi, tanpa saling mencurigai. Kekal artinya perkawinan hanya sekali dilaksanakan, berlangsung terus tidak boleh boleh diputuskan begitu saja. Berdasar Tuhan Yang Maha Esa, artinya perkawinan tidak begitu saja menurut kemauan pihak-pihak, tetapi sebagai karunia Tuhan kepada manusia sebagai makhluk yang beradab.