• Tidak ada hasil yang ditemukan

NURCHOLISH MADJID PERJALANAN dari TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "NURCHOLISH MADJID PERJALANAN dari TIMUR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

NURCHOLISH MADJID: PERJALANAN dari TIMUR keBARAT

Oleh

Akhmad Fakhrurroji

Email : Ozi.ahmad38@yahoo.com

Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak

Nurcholish Madjid atau Cak Nur merupakan sosok pemikir islam yang kontroversional. Pemahaman tentang pembaharuan Islam, sekulerisasi, Islam yes partai Islam no, tidak ada negara islam, hingga pluralisme, membuat resah banyak kalangan. Modernisasi islam dinilai menjadi pemicu untuk mengahancurkan budaya tradisional. Sekulerisme dikhawatirkan masuk dan memporak-porandakan budaya luhur islam.

Pemikiran ‘pembaharuan’ Cak Nur tidak lepas dari hasil pendidikan yang diperolehnya. Seperti yang dikatakan Yudi Latif, dalam pengantar buku Api Islam “Pembaharuan pemikirannya merupakan berkah atas kunjungannya secara langsung ke Amerika Serikat dan Timur Tengah”.

A. Pendahuluan

Nurcholish Madjid lahir di Mojoanyar Jombang pada tanggal 7 Maret 1939 M bertepatan pada 26 Muharram 1358 H. Ayahnya bernama H. Abdul Madjid, seorang kyai lulusan pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Ayah Nurcholish Madjid memiliki hubungan yang erat dengan pengasuh pondoknya, yaitu KH. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Ayah Nurcholish Madjid merupakan menantu dari keponakan KH. Hasyim Asy’ari, Halimah. Namun hubungannya kandas karena tidak dikarunai keturunan. Kemudian KH. Hasyim Asy’ri mencari penggantinya yaitu Hj. Fathonah, seorang putri dari KH. Abdullah Sadjad, yang juga teman akrab KH. Hasyim Asy’ari.

Nama pertama yang diberikan oleh ayahnya adalah Abdul Malik yang berarti “hamba Allah (nama Malik merupakan Asmaul Husna, nama-nama yang Indah untuk Allah SWT). Perubahan nama menjadi Nurcholish Madjid terjadi pada usia 6 tahun karena Abdul Malik kecil sering sakit-sakitan. Menurut tradisi Jawa, jika anak sering sakit-sakitan dianggap kaboten jeneng (keberatan nama).

Nurcholish Madjid lahir di lingkungan keluarga terdidik (Pesantren). Ayahnya seorang santri Tebuireng yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari. Ibunya adalah putri dari KH. Abdullah Sajad, pendiri ponpes Gringgring, Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1946, Ayah Nurcholish Madjid mendirikan Madrasah Diniyah Al-wathoniyah, sekaligus memdidik Nurcholish Madjid di sekolahnya.

(2)

Nurcholish, sempat melarangnya untuk belajar di SR, karena guru-guru di sekolah itu semuanya beragama Kristen. Atas pertimbangan Ayahnya, akhirnya Madjid boleh belajar di SR sebagai penyeimbang antara ilmu dunia dan akhirat.

Setelah lulus dari SR (Sekolah Rakyat) pada 1953, Nurcholish Madjid melanjutkan pendidikan di pondok pesantren Rejoso. Pengasuhnya ialah KH. Romli Tamin, temat karib KH. Abdul Madjid semasa menuntut ilmu di Tebuireng, Jombang. Berarti Sebenarnya, Nurcholish Madjid dipindahkan oleh ayahnya kepada temannya sendiri, Kyai Romli.

Menginjak tahun ketiga belajar di pesantren Rejoso, Nurcholish Madjid merasa tidak betah lagi. Madjid sering diolok-olok sebagai “anak Masyumi kesasar”. Pasalnya, Ayah Nurcholish merupakan pendukung Masyumi yang setia, sedangkan pesantren Rejoso berbasis NU. Pertentangan NU-Masyumi diawali dengan suasana politik menjelang pemilu 1955 yang mencekam, sehingga NU keluar dari Masyumi dalam Muktamar Palembang (1952). Oleh sebab itulah, Madjid merasa dikucilkan dan meminta pindah sekolah.

Melihat anaknya yang diperlakukan tidak adil, KH. Abdul Madjid menariknya dari pesantren Rejoso dan memindahkan ke pesantren Gontor, Jawa Timur. Keputusan KH. Abdul Madjid membuat heran banyak kalangan, sebab pesantren Gontor dianggap sebagai “setengah kafir”, karena bermula dari pengajaran bahasa Belanda dan Inggris yang masih dianggap sebagai bahasa orang kafir. Setidaknya, pesantren Gontor setidaknya tidak ada pertentangan NU-Masyumi.

B. Gontor, awal Nurcholish bermimpi

Pada tahun 1955, Nurcholish Madjid pindah sekolah di pondok modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Ketika masuk Gontor, Nurcholish tertarik dengan bahasa Arab dan Inggris. Pelajaran yang tidak disukainya adalah pelajaran mengarang (al-insya’), karena pelajaran mengarang hanyalah mengkhayal belaka. Sehingga nurcholish malas-malasan dalam mengerjakan tugas mengarang. Dia hanya menterjemahkan beberapa buku bahasa Inggris, Namun karena itulah nilai Nurcholish tinggi. Gurunya sempat menegur apabila Nurcholish tetap menterjemahkan dari bahasa Inggris, Namun lagi-lagi nilai Nurcholish tetap tinggi. Sejak saat itu, Nurcholish sangat menyukai pelajaran mengarang.

(3)

mengapa, perpustakaan Gontor tidak boleh dimasuki oleh para santri. Inilah yang menyulitkan bagi Nurcholish untuk menyalurkan hobi membacanya.

Semasa di Gontor, Nurcholish menjadi anggota PII (Pelajar Islam Indonesia), cabang Gontor. Aktivitasnya di PII tidak terlalu banyak menyita waktu, sehingga dia tetap menekuni tugas utamanya, yaitu belajar. Prestasi Nurcholish Madjid semasa di Gontor sangat membanggakan. Nurcholish hanya perlu menyelesaikan studinya selama lima tahun (harusnya enam tahun). Ketika kelas satu, dia diizinkan langsung kelas tiga, karena berhasil menunjukan kemampuannya menguasai semua pelajaran kelas dua. Di Gontor inilah, Nurcholish mulai bermimpi besar.

Nurcholish menunjukan bakatnya, terutama dalam bidang bahasa Arab dan bahasa Inggris. Sejak saat itulah, KH. Zarkasyi (Pengasuh Pesantren Gontor) melihat bahwa Cak Nur1 memiliki potensi yang luar biasa. KH. Zarkasyi berjanji akan memberangkatkan Cak

Nur ke Kairo-Mesir (jika ada kesempatan) untuk melanjutkan studinya. Namun waktu itu, Mesir terjadi krisis politik, sehingga membuat Cak Nur tidak bisa diberangkatkan kesana.

Akhirnya, KH. Zarkasyi mengirim surat ke IAIN Jakarta agar menerima muridnya (Cak Nur). Dengan bantuan alumni Gontor di IAIN Jakarta, akhirnya Nurcholish Madjid berangkat ke Jakarta dan menempuh pendidikannya di IAIN Jakarta, jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.

C. Aktivis cerdas keliling dunia

Nurcholish Madjid ketika kuliah di IAIN Jakarta, sembari tinggal di Masjid Agung Al-azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Disini Cak Nur bertemu dan bergaul akrab dengan Buya Hamka. Cak Nur sangat kagum kepada Buya Hamka, yang mampu mempertemukan pandangan kesufian, wawasan budaya, dan semangat Al-Qur’an sehingga paham yang ditawarkan Buya Hamka sangat sesuai dengan Masyarakat perkotaan.

Minat Nurcholish Madjid terhadap kajian Islam semakin mengkristal dengan keterlibatannya di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Dia terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI (Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam) selama dua periode berturut-turut tahun 1966-1969 dan 1969-1971. Seperti yang dilukiskan kalimat berikut “As a student, Madjid was active in the Association of Muslim Students (Himpunan Mahasiswa Islam) – a modernist, urban Muslim student Organization, known as HMI – and held the very prestigious position of General Chairman during two periods: 1966-1969 and 1969-1971.2

1 Panggilan akrab Nurcholish Madjid

(4)

Kecerdasannya memimpin sekaligus faseh dalam berbahasa Arab dan Inggris, menjadikannya Presiden Kesatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (PEMIAT) periode 1967-1971. Pada masa bakti 1969-1971, Nurcholish menjadi Wakil Sekretaris Umum International Islamic Federation of Students Organization (IIFSO).

Selama Oktober-November 1968, Nurcholish berkesempatan mengunjungi Amerika Serikat selama satu setengah bulan, bertemu dan berdiskusi dengan berbagai kalangan di hampir semua negata bagian. Atas kunjungannya ke berbagai negara di Amerika, dimulailah perkembangan pandangan-pandangan progresif Nurcholish Madjid. Akan tetapi, Nurcholish Madjid membantah atas statement tersebut. Nurcholish berpendapat bahwa kunjungan ke Timur Tengah lah yang membuat perubahan pandangannya.

Setelah berkunjung ke Amerika Serikat, Nurcholish Madjid juga berkesempatan berkeliling ke negara Timur Tengah. Dengan uang seadaya, Nurcholis mula-mula berangkat dari New York ke Parancis, melihat menara Eiffel. Nurcholish di Perancis hanya satu hari, dan menginap di hotel yang murah.

Sehari setalahnya, Nurcholish Madjid berangkat keliling Timur Tengah. Tempat pertama yang dikunjunginya ialah Turki. Perjalanan yang jauh, membuatnya letih dan lekas tertidur. Pagi hari, Nurcholish terkaget-kaget ketika mendengar adzan menggunakan bahasa Arab, bukan dalam bahasa Turki. Pengaruh sekularisme Turki dibawah Kemal Attaturk rupanya sudah tidak berlaku lagi. Salah satu Sekulerismenya yaitu pelarangan menyuarakan adzan dalam bahasa Arab.

Selama di Turki, Nurcholish bertemu dengan Dokter Jawad. Walaupun seorang Dokter, namun Jawad mempunyai persahabatan yang luas di kalangan aktivis Islam. Dokter Jawab membawa Nurcholish Madjid ke sebuah perkumpulan organisasi untuk kebangkitan kembali Islam . Nurcholish diminta untuk berbicara Islam di Indonesia, dalam bahasa Arab. Keesokan harinya, foto Nurcholish terpampang di surat kabar. Namun, Nurcholish tidak paham, karena surat kabar tersebut menggunakan bahasa Turki.

Setelah seminggu di Turki, Nurcholish melanjutkan perjalannya ke Libanon. Dimata Nurcholish, Libanon tidak kalah hebat dengan Paris, bahkan menjadi semacam Paris-nya Timur Tengah, sebelum terjadinya perang saudara tahun (1975-1990). Dominasi Kristen sangat nampak di Libanon, sebagai negara bekas kolonialisasi Perancis, walaupun mayoritas penduduk Libanon beragama Islam.

(5)

yang tinggal di lereng pegunungan. Mereka semua menganut agama Kristen Suriah. Nurcholish menganggap, inilah bukti toleransi yang sebenarnya. Mereka dibiarkan untuk tetap memeluk agama Kristen selama berabad-abad.

Negara selanjutnya adalah Baghdad, Irak. Nurcholish menempuh perjalanan dengan jalur darat dan menembus padang pasir selama dua hari lamanya. Ketika di Badhdad, Nurcholish disambut oleh Abdurrohman Wahid (Gus Dur) dan kawan-kawan. Gus Dur dan kawan-kawan mengatur acara Nurcholish selama di Irak. Mempertemukan dengan mahasiswa Baghdad untuk berdiskusi. Gus Dur juga mengajak Nurcholish jalan-jalan sekaligus berziarah ke makan Syekh Abdul Qadir Jailani.

Perjalanan Nurcholish dilanjurkan lagi ke Kuwait untuk menemui Muhammad Agil, seorang teman yang dikenalnya di Washington bulan sebelumnya. Aqil sangat simpati dengan Nurcholish, ketika Nurcholish berbicara tentang gerakan mahasiswa Islam di Indonesia. Aqil mempertemukan Nurcholish dengan pengusaha Kuwait yang kemudian memberinya uang cukup banyak.

Setelah dari Kuwait, Nurcholish melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi. Di Arab Saudi, Nurcholish bertemu dengan Farid Mustafa, seorang dosen Universitas Riyadh, Arab Saudi. Farid mengenal Nurcholish ketika di Washington, Amerika Serikat. Nurcholish Madjid dipertemukan oleh Menteri Pendidikan Arab Saudi, Syeikh Hassan bin Abdullah Ali, pada wisuda mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Riyadh. Secara tiba-tiba Menteri Pendidikan Arab Saudi meminta Nurcholish untuk menyampaikan pidato dalam bahasa Arab. Menteri Pendidikan Arab Saudi sangat terpesona dengan Nurcholish, dan memberikan bonus naik Haji beserta sepuluh temannya di Indonesia. Tak lama berselang, foto-foto Nurcholish Madjid tersebar dimana-mana, di koran, majalah dan Televisi.

Setelah dari Riyadh, Nurcholish Madjid melanjutkan perjalanan ke Sudan, Kairo dan Pakistan. Pakistan adalah rute terakhir sebelum pulang kembali ke Indonesia. Sekembalinya ke Tanah Air, ia merumuskan ideologi Islam versinya sendiri, yang diberi nama Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), sebuah buku pedoman yang menjadi pegangan resmi dalam pelatihan kader-kader HMI di seluruh Indonesia. Saat ini, nama NDP diganti menjadi Nilai Identitas Kader (NIK).

D. Pergi ke Universitas Chicago, Amerika Serikat

(6)

didanai oleh Ford Foundation. Nurcholish Madjid tertarik dan mendaftar. Akhirnya, pilihannya jatuh kepada Nurcholish Madjid.

Namun, salah satu syarat memperoleh beasiswa tersebut adalah harus seorang pegawai negeri. Karena itu, atas kebaikan dari Dr. Harsya Bactiar dan Dr. Taufik Abdullah, dari LEKNAS LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoensia) pada tahun 1976, Nurcholish dilantik menjadi peneliti LIPI dan sejak saat itulah Nurcholish tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pada tahun 1978 Cak Nur baru berangkat ke Universitas Chicago dan disana ia menempuh jurusan penelitian bidang kajian Keislaman. Dibawah bimbingan Prof. Fazlur Rahman, Seorang ahli Islam Pakistan yang hijarh ke Amerika. Nurcholish Madjid lebih nyaman dibawah bimbingannya, karena Fazlur Rohman seorang profesor muslim yang diakui secara Internasional dengan gagasan yang inovatif tentang Islam. Tahun 1984, Nurcholish Madjid lulus dengan nilai cum laude dengan judul Desetasi Ibn Taymiya on Kalam and Falsafah: A Problem of Reason and Revelation in Islam. Seperti teruang dalam kalimat berikut:

In the late 1970s he want to the United States to pursue this graduate studies in Chicago with Fazlur Rahman, a Pakistani-born scholar who decided to reside in the U.S. as his life was threatened in his own country. Madjid completed his Ph.D in 1984 with a dissertation on the theological thought of Ibn Taymiya, sepecially on the relation between reason and reveliation.3

Setelah mendapatkan gelar Doktornya, Nurcholish Madjid pulang ke Tanah Air dan membangun yayasan Paramadiana, sebagai tonggak pemikirannya terhadap dunia Islam yang lebih Modernis.

E. Paramadina

Yayasan Paramadina dibentuk pada tahun 1986 oleh Nurcholish dkk. Nama Paramadina memiliki dua arti. Pertama, Paramadina diambil dari parama dalam bahasa Sansekerta yang berarti prima atau utama dan dina dalam bahasa Arab yang berarti agama. Kerena itu pada mulanya ditulis secara terpisah: Parama Dina (Agama Utama). Kedua, diambil dari para dalam bahasa Spayol yang berarti untuk, dan madina dalam bahasa Arab berarti peradaban. Kedua pengertian tersebut benar semua, sampai sekarang masih dipertahankan.

Pada tanggal 28 Oktober 1986, Yayasan Paramadia resmi dibuka. Paramadina resmi diluncurkan melalui sebuah acara di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, dengan ceramah umum Prof. Dr. Emil Salim. Nurcholish Madjid juga berpidato dengan judul “Integrasi Keislaman dan Keindonesiaan: Manatap Masa Depan Bangsa”. Menurut Madjid, para pendiri

(7)

Paramadina menyadari keterpaduan antara keislaman dan keindonesiaan sebagai perwujudan nilai-nilai Islam yang universal, menyatu dengan tradisi lokal Indonesia.

Paramadina dibangun dengan pusat kegiatan keagamaan yang memadukan tradisi dan modernitas. Sejalan dengan pandangan Nurcholish Madjid yaitu “memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik”. Sambil memeluk tradisi dan merangkul modernitas, Paramadina berkembang sangat pesat sampai saat ini.

F. Karya Nurcholish Madjid

Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa tokoh Nurcholish Madjid merupakan intelektual yang sangat hebat. Mengenyam pendidikan Pesantren, pendidikan barat (Amerika), dan juga pendidikan Islam (Timur Tengah). Pemikiran progresif tentang Islam, membuat berbagai terobosan bagi perkembangan Islam yang lebih maju. Tolong cermati kalimat berikut:

Nurcholish Madjid undisputedly ranks as the leading Muslim intellectual of Indonesia. He was educated in a “modern” Pesantren (Islamic boarding school), attended a national university, and did hisgraduate work in the United States. His work, clearly within the neo-modernist Muslim pattern, reflects that found elsewhere in the Muslim world, bur relates clearly to the Indonesian context.4

Karya-karya Nurcholish Madjid banyak sekali, diantaranya Khazanah Intelektual Islam, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Masyarakat Religius, dan lain sebagainya.

Nurcholish Madjid wafat pada usia 66 tahun, bertepatan pada hari Senin, 29 Agustus 2005, pukul 14.05 WIB, setelah berjuang melawan penyakit hati yang menyerangnya. Beliau meninggalkan istri bernama Omi Komaria dan dua orang anak, Nadia Madjid dan Ahmad Mikail.

Sampai dengan meninggalnya, Nurcholish Madjid tetap dianggap sebagai sosok yang kontroversional. Pemikiran yang berbau liberal dan progresif tertuang dalam setiap gagasan-gagsannya. Diawali dengan slogan, “Islam Yes, Partai Islam No” merupakan salah satu dari beribu-ribu ide yang dikeluarkannya. Madjid was the other scholar who played a critical role in promoting liberal thought in Indonesia. He became an icon of Islamic thought Indonesia when he introduced the phrase: “Islam Yes, Partai Islam No!” (Islam Yes, Islamic Parties No!)”.5

4 Johan Meuleman (2001), Islam in the era of globalization: muslim attitudes towards modernity and identity, Jakarta: INIS, p. 344.

(8)

Daftar Pustaka

Ahmad Gaus AF (2010), Api Islam Nurcholish Madjid, Jakarta: Kompas.

Budly Munawar (2004), Islam Pluralis wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta: RajaGrafinfo Persada.

Edi Santoko dll (2007), Pendidikan Agama Islam Multikultural, Surabaya: ELKAF.

Johan Meuleman (2001), Islam in the era of globalization: muslim attitudes towards modernity and identity, Jakarta: INIS,

Kamaruzzman Bustamam-Ahmad (2011), “Contemporary Islamic Thought in Indonesia and Malay World”, Journal Of Indonesian Islam, vol. 05, no. 01

Mun’in Sirry (2007), “Secularization in the Mind of Muslim Reformists: A Case Study of Nurcholish Madjid and Fouad Zakaria”, Journal of Indonesian Islam, Vol. 01, No. 02.

Referensi

Dokumen terkait

Selama Praktek Kerja Lapangan mahasiswa bertindak sebagai tenaga kerja di perusahaan/industri/rumah sakit dan atau instansi lainnya yang layak dijadikan tempat Praktek

Instrumen atau angket untuk mengukur manajemen organisasi UKM hockey UNY pada penelitian ini berjumlah 38 butir pernyataan yang valid pada uji coba instrumen penelitian

Terselenggaranya kegiatan Seminar Nasional ini berkat bantuan dari berbagai pihak, baik dosen di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekstrak daun kepel sebagai deodoran oral pada hewan coba melalui mekanisme penurunan kadar senyawa odoran

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul

سبُنا يشرو بههًح مًح دار مك عضرو ذعضسأ بًع خعضشي مك مهزر بهَوشر وىي ذيذش الله ةازع ٍكنو يسبكضث ىه بيو يسبكص (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu

Efek selain saham dan/atau instrumen pasar uang tidak memenuhi Prinsip Syariah di Pasar Modal, dengan ketentuan selisih lebih harga jual dari Nilai Pasar Wajar pada saat

Penggunaan teknik wireframe projection untuk menggambar objek yang terdiri dari poligon- poligon akan menyebabkan penggambaran objek terlihat transparan maka untuk mengatasi hal itu