• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang - Perbandingan Kualitas Tidur pada Pasien Diabetes Melitus Laki-laki dan Perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang - Perbandingan Kualitas Tidur pada Pasien Diabetes Melitus Laki-laki dan Perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit

metabolik yang dicirikan oleh hiperglikemia yang diakibatkan oleh sekresi insulin

aktivitas insulin atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronik pada diabetes

berkaitan dengan akibat jangka panjang, disfungsi, kegagalan berbagai macam

organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America Diabetes Association, 2004).

Berdasarkan data International Diabetes Foundation (2013) Indonesia menempati urutan ke-7 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus di dunia

dengan jumlah 8,5 juta jiwa penderita. Pada tahun 2011, terdapat sekitar 5,6 juta

penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Jumlah penderita diabetes melitus

di Indonesia terus meningkat dimana saat ini diperkirakan 1 dari 40 penduduk

Indonesia menderita diabetes (PAPDI, 2014). Dari berbagai penelitian

epidemiologis di Indonesia didapatkan angka kejangkitan penyakit DM sebesar

1,5%-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Diperkirakan pada tahun

2030 prevalensi DM di Indonesia meningkat menjadi 21,3 juta. Angka kesakitan

dan kematian akibat DM di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya

sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada makanan

(2)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jelantik dan Haryati (2014)

menunjukkan bahwa penyakit DM sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Dari 50 orang responden sebagian besar berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 32 orang (64%) dan berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 18 orang (36%). Hal ini dapat disebabkan karena pada perempuan

memiliki LDL (Low Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga terdapat perbedaan

dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang sangat

mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan salah satu

faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus. Jumlah lemak pada laki-laki

dewasa rata-rata berkisar antara 15-20 % dari berat badan total, dan pada

perempuan sekitar 20-25 %. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada

perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, sehingga faktor risiko

terjadinya diabetes melitus pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan

pada lak-laki yaitu 2-3 kali, (Soeharto, 2003 dalam Jelantik dan Haryati, 2014).

Penelitian Mihardja (2009) menunjukkan bahwa prevalensi penderita DM

pada perempuan sebesar 55,2% lebih tinggi dari laki-laki 44,8%. Penelitian

tersebut juga memperlihatkan prevalensi penderita DM cenderung meningkat

seiring bertambahnya IMT (Indeks Massa Tubuh) baik pada kelompok laki-laki

dan perempuan. Penelitian serupa juga dilakukan Trisnawati (2013)

memperlihatkan bahwa wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara

(3)

membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses

hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes tipe 2 (Irawan,

2010). Hal ini sesuai juga dengan penelitian Awad, Langi, Pandelaki (2011) yang

menunjukkan bahwa dari 138 kasus pasien DM tipe 2,78 pasien (57%) adalah

wanita dan 60 pasien (43%) adalah pria.

PERKENI (Perkumpulan Dokter Ahli Endokrin Indonesia) menyebutkan

bahwa ada 4 pilar dalam pengelolaan DM. Keempat pilar tersebut adalah

perencanaan makan atau disebut pula terapi gizi medik; keseimbangan kerja,

olahraga, dan istirahat; manajemen stres yang baik dan benar; penggunaan obat

kalau perlu insulin. Salah satu dari keempat pilar tersebut adalah istirahat. Tidur

merupakan faktor penting dalam mekanisme kerja tubuh. Pada pasien DM, tidur

mempunyai efek yang sangat erat terhadap aktivitas pankreas dalam

menghasilkan insulin (Ghifaajah, 2012). Pasien DM umumnya juga merasakan

ketidaknyamanan akibat dari tanda dan gejala penyakitnya. Gejala klinis tersebut

tentu dapat mengganggu tidurnya. Terjadinya gangguan tidur akan berdampak

pada meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali, ketidakpuasan

tidur yang akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas tidur (Potter & Perry,

2005). Pada pasien DM tidur memiliki pengaruh yang berkesinambungan

terhadap fungsi endokrin. Untuk beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan,

50-75% dari sekresi total harian tergantung pada tidur dan berkurang karena

penurunan durasi tidur. Penyakit DM merupakan salah satu penyakit kronis yang

(4)

gangguan tidur dikarenakan adanya nocturnal urine (Sharkey, 2003 dalam Ghifaajah, 2012).

Tidur yang cukup sangat diperlukan oleh setiap orang agar tubuh dapat

berfungsi normal. Pada saat kondisi tubuh istirahat atau tidur, maka tubuh

melakukan proses pemulihan atau regenerasi yang sangat bermanfaat

mengembalikan stamina tubuh hingga berada pada kondisi optimal (Wicaksono,

2014). Menurut DeLaune dan Ladner (2002) gangguan tidur dapat mempengaruhi

fungsi motorik dan kognitif, penurunan produktivitas, perubahan mood,

penurunan daya ingat, disorientasi serta adanya keluhan fatique sehingga dapat

mempengaruhi kehidupan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Gangguan tidur yang terjadi pada pasien DM tentunya juga dapat mempengaruhi

pasien dalam pengelolaan penyakitnya. Salah satu komponen dalam manajemen

DM adalah monitoring kadar gula darah yang memerlukan peran serta aktif, kemauan dan kemampuan pasien secara mandiri. Upaya mempertahankan kadar

gula darah tetap normal pasien DM dapat menurunkan risiko terjadinya

komplikasi (Soegondo et al., 2009).

Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa

kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20-40% orang dewasa mengalami

kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius (Japardi, 2002).

Di Indonesia belum diketahui angka pasti penderita gangguan tidur, namun

prevalensi pada orang dewasa mencapai 20% (Primanda, 2009). Berdasarkan

(5)

Daerah Istimewa Yogyakarta” menyatakan bahwa dari 104 responden terdapat 47

orang (45,19%) yang didiagnosis menderita kurang tidur kronis. Dari angka

prevalensi sebesar ini sebanyak 26 orang (25%) adalah laki-laki dan 21 orang

lainnya (20,19%) adalah perempuan.

Selama pertengahan usia, orang dewasa memulai untuk mengalami

peningkatan jumlah waktu untuk tidur, dan peningkatan angka terbangun pada

malam hari dan kekurangan jumlah total waktu tidur. Pria menunjukkan

perubahan yang besar pada pola tidur dibandingkan wanita. Walaupun demikian

wanita melaporkan kejadian yang lebih tinggi terhadap gangguan tidur dibanding

pria (Berger, 1992).

Lee-Chiong (2009) menyatakan bahwa riwayat perubahan hormon pada

wanita akan berpengaruh terhadap tidurnya. Sacara umum, hal buruk tersebut

dapat diantisipasi dengan perubahan yang mendadak dan kembali normalnya

hormon pada wanita tersebut. Sekitar 70% wanita melaporkan bahwa status tidur

mereka dipengaruhi oleh gejala menstruasi seperti pembengkakan, rasa sakit pada

payudara, sakit kepala dan kram dengan rata-rata 2,5 hari setiap bulan. Mood,

ketidaknyamanan, rasa nyeri dapat mempengaruhi status tidur selama periode ini.

Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan Khasanah dan Hidayati

(2012) yang menunjukkan bahwa wanita memiliki kualitas tidur yang buruk

disebabkan karena terjadi penurunan pada hormon progesteron dan estrogen yang

mempunyai reseptor di hipotalamus, sehingga memiliki andil pada irama

(6)

kecemasan, gelisah dan emosi sering tidak terkontrol pada wanita akibat

penurunan hormon estrogen yang dapat menyebabkan gangguan tidur.

Ghifaajah (2012 dalam Yaggi, Araujo, dan McKinley, 2006) mengatakan

bahwa hasil dalam sebuah jurnal penelitian yang dilakukan pada 1.709 laki-laki

selama kurang lebih 15 tahun di Massachusets menuliskan bahwa yang

melaporkan durasi tidur pendek ≤ 5 jam permalam dua kali lebih mungkin untuk

mendapat risiko diabetes, sedangkan yang melaporkan durasi tidur panjang > 8

jam permalam lebih dari tiga kali kemungkinan untuk mendapat risiko diabetes.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nedeltcheva, Imperial

dan Penev (2012) yang mengatakan bahwa kekurangan durasi tidur berhubungan

pada rendahnya produksi insulin, C-peptide dan laju sekresi insulin. Karena pada saat tidur, tubuh mengonversi energi dan karbohidrat selama malam hari, yang

mana kekurangan tidur pada malam hari akan menghasilkan pelepasan energi

yang lebih tinggi sebesar 20-30%, pembuangan glukosa sistemik, dan kebutuhan

pada produksi glukosa endogen. Dengan demikian sudah menjadi tugas perawat

untuk memberikan informasi pada pasien dengan DM untuk menjaga kuantitas

tidurnya yaitu antar 5 sampai 7 jam permalam, untuk menghindari efek dari

hormon kortisol yang tidak dinginkan dari kurang tidur (Ghifaajah, 2012).

RSUD Dr. Djasamen Saragih adalah rumah sakit negeri kelas B. Rumah

sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis

terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit

(7)

meningkat menjadi 143 pasien, tahun 2006 menurun menjadi 117 pasien, tahun

2007 meningkat menjadi 185 pasien dan tahun 2008 meningkat menjadi 187

pasien. Data ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pasien DM setiap

tahunnya di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan

tersebut mengalami gangguan akan mempengaruhi kemampuan pasien untuk

mengelola DM secara mandiri dalam melakukan monitoring kadar glukosa darah.

Kurangnya kemampuan pasien dalam melakukan monitoring glukosa darah dapat menyebabkan glukosa tidak terkontrol yang berisiko meningkatkan kadar glukosa

darah. Disamping itu juga perempuan yang memiliki kebutuhan tidur yang lebih

banyak daripada laki-laki akibat proses fisiologis pada tubuhnya sehingga akan

mempengaruhi juga kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang perbandingan kualitas tidur pada pasien DM laki-laki dan perempuan di

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perbandingan kualitas

tidur pasien DM laki-laki dan perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih

(8)

3.Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

3.1 Bagaimana kualitas tidur pasien DM laki-laki di RSUD Dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar ?

3.2 Bagaimana kualitas tidur pasien DM perempuan di RSUD Dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar ?

3.3 Bagaimana perbandingan kualitas tidur pasien DM laki-laki dan perempauan

di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ?

4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

4.1 Mengidentifikasi kualitas tidur pada pasien DM laki-laki di RSUD Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar

4.2 Mengidentifikasi kualitas tidur pada pasien DM perempuan di RSUD Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar

4.3 Mengidentifikasi perbandingan kualitas tidur pada pasien DM laki-laki dan

perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

5.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan tentang perbandingan

kualitas tidur pada pasien DM laki-laki dan perempuan sehingga dapat

(9)

5.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kualitas tidur

pada pasien DM laki-laki dan perempuan dan akan dijadikan sebagai

pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien DM.

5.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya

yang berhubungan dengan perbandingan kualitas tidur pada pasien DM laki-laki

dan perempuan, seperti faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pasien

DM.

5.4. Bagi Pasien DM

Dapat memeberikan tambahan informasi dan wawasan bagi pasien DM

untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidurnya guna meminimalkan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian hubungan antara kepuasan kerja dengan OCB ditemukan oleh Rita (2012), menunjukan bahwa hubungan kepuasan kerja dengan organizational citizenship behavior

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2012). Usia balita merupakan usia pra sekolah dimana seorang anak akan

H1d: Public managers who receive financial and non-financial performance measurement information will experience role conflict higher than the public managers who received the

Berdasarkan hasil analisis Kendall Tau pada tabel, terdapat hubungan antara minat dengan prestasi belajar mata kuliah asuhan kebidanan 2A pada mahasiswa D III kebidanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaa rehabilitasi Pasien Napza juga dapat di bentuk kepribadiannya dengan memberikan bimbingan dan konseling pada aspek

Kelurahan yang memiliki luas lahan terbesar yang masuk dalam kelas sangat sesuai yaitu Kelurahan Sorosutan dengan luas 130,94 Ha sedangkan yang paling sedikit yaitu Kelurahan

dengan kata lain dalam tingkat signifikasi 95% faktor penutupan tanaman yang berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar bahan organik pada media

Tahapan ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian terhadap hal yang dikaji. Heuristik merupakan kegiatan dalam pengumpulan sumber-sumber relevan dengan