• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi

melalui semua panca indera manusia seperti penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat dari

penglihatan dan pendengaran (Notoadmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan sering diperoleh dari pengalaman

diri sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain. Pengetahuan yang

baik akan mendorong seseorang untuk menampilkan sikap yang sesuai dengan

pengetahuan yang telah didapatkan. Pengetahuan dalam studi ini adalah

pengetahuan pada remaja putri menunjukan pada umumnya pengetahuan mereka

tentang pengertian anemia, tanda dan gejala, penyebab, akibat, dan upaya

pencegahan anemia masih kurang. Hal ini disebabkan karena kebiasaan makan

remaja memilih makanan diluar atau hanya mengkonsumsi kudapan dan masih

kurangnya informasi yang diperoleh remaja putri tentang anemia. Hal ini dapat

dimaklumi karena memang didalam kurikulum sekolah tidak terdapat topik yang

membahas tentang anemia.

2.1.1. Tingkat Pengetahuan dalam Domain kognitif

Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain

(2)

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya,

termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterima. Dalam kaitannya

dengan penelitian ini para remaja putri diharapkan mampu mengingat kembali

informasi yang diketahuinya mengenai anemia dengan pola asupan makanan.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Disini para remaja putri diharapkan mampu

menjelaskan secara benar tentang anemia dengan pola asupan makanan dan

dapat menginterpretasikannya dengan benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi, dan

(3)

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan pada kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoadmodjo,

2007).

2.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap

secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai

suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1. Sikap Remaja Putri tentang Anemia

Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda

(4)

2.2.2. Tingkatan Sikap

Adapun tingkatan sikap yaitu :

1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Dalam penelitian ini

diharapkan para remaja putri mau dan memperhatikan informasi mengenai

anemia dengan pola asupan makanan yang diberikan.

2. Merespon (Responding), yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang

menerima ide tersebut. Dengan demikian para remaja putri diharapkan dapat

memberikan jawaban, mengerjakan dan menyelesaikan kuesioner yang

diberikan kepada mereka mengenai anemia dengan pola asupan makanan.

3. Menghargai (Valuing), yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible), yakni bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang

paling tinggi.

2.3. Pengertian Remaja

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa Latin

“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang

dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan

(5)

tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun. Menurut BKKBN

adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti, dkk, 2010).

Remaja putri adalah individu dengan jenis kelamin perempuan berusia

11-15 tahun yang sudah mengalami menarche (Thebenez, 2008).

Ciri-ciri khusus pada remaja:

1. Pertumbuhan fisik yang sangat cepat.

2. Emosi tidak stabil.

3. Perkembangan seksual sangat menonjol (Soetjiningsih, 2008).

Menurut Soesilowindradmi (2010) masa remaja dibagi menjadi tiga bagian

masa remaja yaitu:

1. Remaja awal (13-17 tahun).

2. Remaja tengah (17-21 tahun).

3. Remaja akhir (21-26 tahun).

2.4. Anemia pada Remaja Putri

2.4.1. Pengertian anemia pada Remaja Putri

Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah merah atau

hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda

pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria anemia biasanya didefinisikan sebagai

kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100 ml dan pada wanita sebagai

hemoglobin kurang dari 12 gram/100 ml (Proverawati, 2011).

Anemia merupakan gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan

komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan

(6)

pengangkut oksigen darah hemoglobin (Hb) yang levelnya kurang dari 11,5 gr/dl

(Wikipedia, 2013).

Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika

kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat

menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung

hemoglobin, yang membawa oksigen ke jaringan tubuh. Anemia dapat

menyebabkan berbagai komplikasi termasuk kelelahan dan stres pada organ tubuh

(Proverawati, 2011).

Anemia terjadi karena kurangnya zat besi dan asam folat dalam tubuh.

Perempuan yang menderita anemia pada masa kehamilan berpotensi melahirkan

bayi dengan berat badan lahir rendah. Disamping itu, anemia dapat

mengakibatkan kematian baik ibu maupun bayinya pada waktu proses persalinan

(Hasmi, dkk, 2005).

Perempuan lebih rentan anemia dibanding dengan laki-laki. Kebutuhan zat

besi pada perempuan adalah 3 kali lebih besar dari pada laki-laki, perempuan

setiap bulan mengalami menstruasi yang secara otomatis mengeluarkan darah.

Itulah sebabnya perempuan membutuhkan zat besi untuk mengembalikan kondisi

tubuhnya kekeadaan semula. Hal tersebut tidak terjadi pada laki-laki. Demikian

pula pada waktu kehamilan, kebutuhan akan zat besi meningkat 3 kali dibanding

dengan pada waktu sebelum kehamilan. Ini berkaitan dengan kebutuhan

perkembangan janin yang dikandungnya.

(7)

2.4.2. Kriteria anemia

Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, dan

tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO tahun 1968 (dikutip dari Tarwoto,

2008) adalah :

1. Laki-laki dewasa dengan jumlah hemoglobin < 13 g/dl,

2. Wanita dewasa tidak hamil hemoglobin < 12 g/dl,

3. Wanita hamil hemoglobin < 11 g/dl,

4. Anak umur 6-14 tahun hemoglobin < 12 g/dl,

5. Anak umur 6 bulan – 6 tahun hemoglobin < 11 g/dl.

Secara klinis menurut I made Bakta 2007, kriteria anemia di Indonesia

umumnya adalah hemoglobin < 10 g/dl, hematokrit < 30%, dan eritrosit < 2,8 juta

/mm3 (Tarwoto, 2008).

2.4.3. Tanda-tanda Anemia

Menurut Proverawati (2011), tanda-tanda anemia pada remaja putri

adalah:

1. Lesu, lemah, letih, lelah, dan lunglai (5L)

2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak

tangan menjadi pucat.

Menurut Aulia (2012), tanda-tanda anemia pada remaja putri adalah :

1. Mudah lelah

2. Kulit pucat

(8)

4. Lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai (5L)

5. Sering pusing dan mata berkunag-kunang

6. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, dan telapak tangan

tampak pucat, serta

7. Anemia yang parah (kurang dari 6 gr/desiliter darah) dapat menyebabkan

nyeri.

2.4.4. Penyebab Anemia pada Remaja Putri

Menurut Proverawati (2012), penyebab anemia adalah :

1. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan Sel-sel darah normal yang

dihasilkan oleh sumsum tulang akan beredar melalui darah ke seluruh tubuh.

Pada saat sintesis, sel darah yang belum matur (muda) dapat juga disekresi

kedalam darah. Sel darah yang usianya muda biasanya gampang pecah

sehingga terjadi anemia. Penghancuran sel darah merah yang berlebuhan dapat

disebabkan oleh :

a. Masalah dengan sumsum tulang seperti limfoma,leukemia,atau multiple

myeloma

b. Masalah dengan system kekebalan tubuh.

c. Kemoterapi

d. Penyakit kronis seperti AIDS

2. Kehilangan darah

Kehilangan darah dapat disebabkan oleh :

a. Perdarahan : menstruasi, persalinan

(9)

3. Penurunan produksi sel darah merah

Jumlah sel darah yang diproduksi dapat menurun ketika terjadi kerusakan

pada daerah sumsum tulang, atau bahan dasar produksi tidak tersedia. Penurunan

produksi sel darah dapat terjadi akibat :

a. Obat-obatan/ racun

b. Diet yang rendah, vegetarian ketat

c. Gagal ginjal

d. Genetik, seperti talasemia

e. Kehamilan

Beberapa faktor kebiasaan dan sosial budaya turut memperburuk kondisi

anemia dikalangan perempuan yaitu :

a. Kurang mengkonsumsi bahan makanan hewani

b. Kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan

c. Budaya atau kebiasaan di keluarga sering menomorduakan perempuan

dalam hal makanan

d. Pantangan tertentu yang tidak jelas kebenarannya seperti perempuan hamil

jangan makan ikan karena bayinya akan bau amis

e. Kemiskinan yang menyebabkan mereka tidak mampu mengkonsumsi

makanan yang bergizi (Hasmi, dkk, 2010).

Menurut Merryana, dkk (2012) mengatakan faktor-faktor pendorong

anemia pada remaja putri adalah :

(10)

b. Menstruasi yang berlebihan pada remaja putri

c. Perdarahan yang mendadak seperti kecelakaan

d. Jumlah makanan atau penyerapan diet yang buruk

Penyebab anemia menurut Tarwoto, dkk (2010) adalah :

1. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih banyak

mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit,

dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat

besi tidak terpenuhi.

2. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan

makanan

3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya

melalui feses (tinja)

4. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilangan zat besi +1,3

mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria.

2.4.5. Dampak Anemia pada Remaja Putri

Menurut Merryana, dkk (2012), dampak anemia bagi remaja putri adalah :

1. Menurunnya kesehatan reproduksi

2. Terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kecerdasan

3. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.

4. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.

5. Menurunkan fisik olahraga serta tingkat kebugaran

(11)

2.4.6. Klasifikasi Anemia pada Remaja Putri

Berdasarkan aspek etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi:

(1) anemia aplastik; (2) anemia defisiensi besi; dan (3) anemia megaloblastik.

1. Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel

induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang

tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat kongenital, idiopatik (penyebabnya

tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industri atau virus

(Price, 2006).

2. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan

terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh

kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama

kehamilan. Menurut Almatsier (2005), anemia defisiensi besi atau anemia zat

besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan

dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau

karena gangguan absorbsi.

3. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah anemia yang sering disebabkan oleh defisiensi

vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA,

disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini

dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorbsi,

(12)

pascagastrektomi), infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta

sebagai akibat agens-agens kemoterapeutik (Price, 2006).

2.4.7. Diagnosis Anemia

Pemeriksaan fisik dan riwayat medis juga memainkan peran penting dalam

mendiagnosis penyebab anemia. Beberapa fitur penting dalam sejarah medis

meliputi pertanyaan tentang sejarah keluarga, sejarah pribadi sebelumnya anemia

atau kondisi kronis lainnya, obat, warna tinja dan urin, perdarahan bermasalah dan

pekerjaan serta kebiasaan social (Proverawati, 2011).

2.4.8. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja putri a. Pencegahan

Menurut Almatzier (2011), cara mencegah dan mengobati anemia adalah :

1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi

a. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan

hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan mkanan nabati (sayuran

berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).

b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin c

(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas) sangat

bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

2. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah

Darah (TTD). Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet

mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg

asam folat. Wanita dan remaja putri perlu minum tablet tambah darah karena

(13)

yang hilang. Wanita mengalami hamil, menyusui, sehingga zat besinya sangat

tinggi yang perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Tablet

tambah darah mampu mengobati wanita dan remaja putri yang menderita

anemia, meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja dan kualitas

sumber daya manusia serta generasi penerus. Anjuran minum yaitu minumlah

1 (satu) tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 tablet

setiap hari selama haid. Minumlah tablet tambah darah dengan air putih,

jangan minum dengan teh, susu atau kopi karena dapat menurunkan

penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga manfaatnya menjadi berkurang.

3. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti:

kecacingan, malaria, dan penyakit TBC.

b. Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri

Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara

lain:

1. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang

cukup secara rutin pada usia remaja.

2. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas,

makanan laut disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam

askorbat) untuk meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi

minum kopi, teh, teh es, minuman ringan yang mengandung karbonat dan

(14)

3. Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi Anemia di daerah

dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis

1 mg/KgBB/hari.

4. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi

bersama susu, kopi, teh, minuman ringan yang mengandung karbonat,

multivitamin yang mengandung phosphate dan kalsium.

5. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan

pilihan untuk skrining anemia (Lubis, 2008).

2.5. Faktor - faktor Terjadinya Anemia Pada Remaja Putri

Banyak faktor medis yang dapat menyebabkan anemia. Di antaranya

Meliputi :

1. Menstruasi

Salah satu faktor pemicu anemia adalah kondisi siklus menstruasi yang tidak

normal. Kehilangan banyak darah saat menstruasi diduga dapat menyebabkan

anemia (Niken, 2013).

Hampir semua wanita pernah mengalami perdarahan berlebih saat menstruasi,

bahkan sebagian wanita harus mengalami hal ini setiap datang bulan. Tiap

wanita mempunyai siklus menstruasi yang berlainan, normalnya dalam satu

siklus kurang lebih setiap 28 hari, bisa berfluktuasi 7 hari dan total kehilangan

darah antara 60 sampai 250 mm (Anonymous, 2013).

Menstruasi dikatakan tidak normal saat seorang wanita mengalami menstruasi

dengan jangka waktu panjang. Di mana umumnya wanita hanya mengalami

(15)

mengalami hingga dua kali menstruasi setiap bulan. Kondisi inilah yang

dikatakan menstruasi tidak normal yang menyebabkan anemia (Niken, 2013).

2. Pola makan

Kebiasaan makan adalah cara seseorang dalam memilih dan memakannya

sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan

sosial. Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan

makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan

dalam keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih makanan.

Pola dan gaya hidup modern membuat remaja cenderung lebih menyukai

makan di luar rumah bersama kelompoknya. Remaja putri sering

mempraktikkan diet dengan cara yang kurang benar seperti melakukan

pantangan-pantangan, membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk

mencegah kegemukan. Pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan

yang kurang baik. Beberapa remaja khususnya remaja putri sering

mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan

dengan kebutuhannya karena takut kegemukan dan menyebut makan bukan

hanya dalam konteks mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan

ringan juga dikategorikan sebagai makan (Arisman, 2004).

3. Riwayat penyakit

Penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit ginjal dapat

menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah yang cukup.

Orang yang memiliki HIV/AIDS juga dapat mengembangkan anemia akibat

(16)

Setiap kondisi medis jangka panjang dapat menyebabkan anemia.

Mekanisme yang tepat dari proses ini tidak diketahui, tetapi setiap

berlangsung lama dan kondisi medis yang berkelanjutan seperti infeksi kronis

atau kanker dapat menyebabkan anemia (Proverawati, 2011).

Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena

infeksi. Telah diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang

penting dalam menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan

konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi

kebutuhan zat besi (Arumsari, 2009).

4. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik erat kaitannya dengan kesehatan tubuh secara

keseluruhan. Tubuh yang sehat mampu melakukan aktivitas fisik secara

optimal, sebaliknya aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dalam porsi

yang cukup mempunyai dampak positif bagi kesehatan badan (Arumsari,

2008).

Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa

dilakukan oleh remaja sehari-hari sehingga akan membentuk pola. Aktivitas

remaja dapat dilihat dari bagaimana cara remaja mengalokasikan waktunya

selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis

kegiatan secara rutin dan berulang-ulang (Arumsari, 2008).

Aktivitas fisik selama 24 jam dibagi menjadi lima yaitu aktivitas tidur,

aktivitas berat (olah raga seperti jogging, sepak bola, atletik, dan sebagainya),

(17)

menyapu, dan sebagainya), aktivitas ringan (kegiatan sambil berdiri), dan

aktivitas rileks (duduk, berbaring, dan sebagainya). Aktivitas fisik penting

untuk mengetahui apakah aktivitas tersebut dapat mengubah status zat besi.

Performa aktivitas akan menurun sehubungan dengan terjadinya penurunan

konsentrasi hemoglobin dan jaringan yang mengandung zat besi. Zat besi

dalam hemoglobin, ketika jumlahnya berkurang, secara ekstrim dapat

mengubah aktivitas kerja dengan menurunkan transpor oksigen (Arumsari,

2008).

2.6. Pola Asupan Makanan pada Remaja

2.6.1. Pengertian Pola Asupan Makanan pada Remaja

Pola asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang

dikonsumsi tubuh setiap hari (Depkes, 2010).

Menurut Pinatih (2011) mengkonsumsi makanan seimbang merupakan

sudah anjuran mendasar yang hakiki bagi semua orang. Dimana asupan zat gizi

yang terkonsumsi menentukan aspek kesehatan nutrisi setiap individu. Makanan

seimbang memiliki penjabaran makanan-makanan yang memiliki kandungan gizi

yang sesuai dengan asupan gizi yang dibutuhkan.

Banyak vitamin dan mineral diperlukan untuk membuat sel-sel darah

merah. Selain zat besi, vitamin B12 dan folat diperlukan untuk produksi

hemoglobin yang tepat. Kekurangan dalam salah satu dapat menyebabkan anemia

karena kurangnya produksi sel darah merah. Asupan makanan yang buruk

merupakan penyebab penting rendahnya kadar asam folat dan vitamin B12

(18)

Menurut Wirakusumah (2012), Berpijak pada kebiasaan makan bangsa

Indonesia, bapak gizi Indonesia Prof. Dr. Poorwo Sudarmo mencanangkan

pedoman menu “Empat sehat lima sempurna (4 sehat 5 sempurna)”. Maknanya

agar dalam menyusun menu sehari individu maupun keluarga berpedoman pada

menu “empat sehat lima sempurna”. Artinya jika pedoman tersebut dijalankan,

maka akan tercapai kesehatan yang diharapkan dan menjadi sempurna jika

dilengkapi dengan susu. Menu “4 sehat 5 sempurna” yang dianjurkan terdiri atas

bahan-bahan makanan berikut :

a) Makanan pokok

Makanan pokok merupakan sumber karbohidrat penghasil energi yang

juga membuat rasa kenyang. Contohnya : nasi, mie, roti, jagung, singong dan

sagu.

b) Lauk pauk hewani dan nabati

Lauk-pauk ini sebagai sumber protein yang juga membuat nikmatnya

hidangan jika dicampur dengan makanan pokok yang rasanya netral. Contoh

pangan hewani di antaranya daging (sapi, kambing, domba, dan kerbau), unggas

(ayam, bebek dan burung), ikan (ikan darat dan ikan laut), serta telur. Sementara

pangan nabati seperti tempe, tahu dan kacang-kacangan.

c) Sayur-sayuran

Sayur-sayuran merupakan sumber vitamin, mineral dan serat yang

membuat rasa nyaman serta meningkatkan selera.

d) Buah-buahan

(19)

e) Susu

Akan menjadi sempurna jika menu makanan ditambah dengan susu.

Anjuran terakhir ini terutama ditujukan bagi ibu hamil atau menyusui dan anak

balita (Wirakusumah, 2012).

Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja

menurut Sediaoetama (2010) yang disajikan pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Jumlah Porsi Makanan Yang Dianjurkan Pada Usia Remaja

Makan pagi

keragaman jenis makanan dan ketersediaan biologis besinya rendah merupakan

faktor penting yang berperan dalam anemia karena dapat menganggu penyerapan

zat gizi.

Pola menu makanan yang hanya terdiri dari sumber karbohidrat, seperti

nasi dan umbi-umbian, atau kacang-kacangan, tergolong menu rendah

(penyerapan zat besi 5%). Pola menu yang kurang bervariasi ini ini sangat jarang

atau sedikit sekali mengandung daging, ikan, dan sumber vitamin C. Terdapat

lebih banyak bahan makanan yang mengandung zat penghambat zat absorpsi besi

dalam menu makanan ini, sehingga keragaman atau variasi makanan yang

(20)

Sebagian besar remaja putri memiliki pola makan yang kurang bervariasi,

hal ini kemungkinan karena sebagian besar remaja lebih suka mengkonsumsi

makanan jajanan yang tidak memenuhi asupan zat gizinya dengan baik. Selain itu,

sebagian besar remaja mengaku tidak suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan

ketersediaan buah-buahan di rumah mereka sangat jarang. Sehingga asupan

makanan sehari-hari mereka kebanyakan hanya didominasi oleh sumber

karbohidrat dan protein. Kurang bervariasinya jenis makanan tersebut dapat

menyebabkan penyerapan zat gizi kurang berjalan dengan baik, sehingga dapat

menyebabkan kadar hemoglobin menurun atau anemia.

Banyak remaja putri yang sering melewatkan dua kali waktu makan dan

lebih memilih kudapan. Padahal sebagian besar kudapan bukan hanya hampa

kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu

(menghilangkan) nafsu makan. Selain itu remaja khususnya remaja putri semakin

menggemari junk food yang sangat sedikit (bahkan ada yang tidak ada sama

sekali) kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan vitamin.

Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi dalam

makanan berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat besi

adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam).

Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) walaupun kaya akan zat besi, namun

hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus (Depkes RI, 2010).

Rendahnya asupan zat besi yang berasal dari konsumsi zat besi dari makanan

(21)

Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan zinc dan besi

adalah asam fitat (beras, gandum, kacang kedelai, susu coklat, kacang dan

tumbuhan polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong,

rempah-rempah) kalsium dan fosfat (susu dan keju). Makanan atau minuman

tertentu dapat mengganggu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Asam fitat dan

faktor lain di dalam serat serealia dan asam oksalat di dalam sayuran menghambat

penyerapan besi. Asam fitat dan asam oksalat yang terkandung dalam sayuran

akan mengikat zat besi, sehingga mengurangi penyerapan zat besi. Karena hal

inilah, bayam meski tinggi kandungan zat besinya bukan merupakan sumber zat

besi yang baik. Oleh karena itu, jika hendak mengonsumsi bayam dan sayuran

lain, sebaiknya disertai dengan mengonsumsi buah-buahan yang tinggi kandungan

vitamin C nya, seperti jambu biji, jeruk dan nanas. Namun lebih dianjurkan untuk

meminumnya dalam bentuk jus. Sebab jika dalam bentuk buah segar, yang

kandungan seratnya masih tinggi, juga akan menghambat penyerapan zat besi

(Adi , 2009).

2.6.2. Pola Makan Untuk Pencegahan Anemia

Pola makan yang dikonsumsi responden diperoleh dari food recall 24 jam

yang dilakukan selama 2 hari berturut-turut.

Cara menentukan kategori tingkat pola makan responden sebagai berikut :

1. Baik : jika kadar zat besi > 80% AKG ( >20 mg)

(22)

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep penelitian yang

mencakup semua variable penelitian untuk lebih jelasnya sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan Untuk Pencegahan Anemia Di

SMA Swasta Bina Bersaudara Medan tahun 2014.

Pengetahuan tentang anemia

Pola makan untuk

Pencegahan Anemia

Gambar

Tabel 2.1 Jumlah Porsi Makanan Yang Dianjurkan Pada Usia Remaja
Gambar 2.1 Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang anemia dan kebiasaan makan terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri di Asrama SMA MTA Surakarta.. Metode Penelitian :

Hubungan Anemia Dengan Kebiasaan Makan, Pola Haid, Pengetahuan tentang Anemia dan Status Gizi Remaja Putri Di SMUN 1 Cibinong Kabupaten Bogor.. Fakultas Kesehatan

Kegiatan Program pengabdian masyarakat dilaksanakan melalui sosialisasi pencegahan stunting yang berfokus pada edukasi tentang perbaikan pola makan remaja putri..

Remaja putri di MTs Ma’Arif Nyatnyono yang mempunyai pola makan dalam kategori baik tetapi mengalami anemia karena konsumsi gizi yang tidak tepat.. Terjadinya defisiensi

Diskusi dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gambaran pola makan pada remaja putri dengan anemia masih tidak sesuai, sehingga mempengaruhi aktivitas,

Ada pengaruh yang bermakna pendidikan sebaya terhadap sikap remaja putri dalam pencegahan anemia di posyandu remaja desa pandes sehingga diharapkan dalam

Hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa dari 53 responden yang memiliki pola. makan kurang baik dan mengalami

Hasil analisis hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri diperoleh bahwa ada sebanyak 74 dari 83 orang (89,2%) remaja putri dengan