• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa

transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa

kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Remaja dalam

masyarakat dikenal dengan berbagai istilah yang menunjukkan kelompok umur

yang tidak termasuk kanak-kanak tetapi bukan pula dewasa. Pada umumnya,

anemia lebih sering terjadi pada wanita dan remaja putri dibandingkan dengan

pria. Yang sangat disayangkan adalah kebanyakan penderita tidak tahu atau tidak

menyadarinya. Bahkan ketika tahu pun masih menganggap anemia sebagai

masalah sepele ( Yusuf, 2011).

Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

normal. Kadar Hb normal pada remaja putri adalah >12 g/dl. Remaja putri

dikatakan anemia jika kadar Hb <12 gr/dl (Proverawati, 2011).

Anemia merupakan masalah gizi di dunia, terutama di negara berkembang

termasuk Indonesia. Angka anemia gizi besi di Indonesia sebanyak 72,3%.

Kekurangan besi pada remaja mengakibatkan pucat, lemah, letih, pusing, dan

menurunnya konsentrasi belajar. Penyebabnya, antara lain: tingkat pendidikan

orang tua, tingkat ekonomi, tingkat pengetahuan tentang anemia dari remaja putri,

konsumsi Fe, Vitamin C, dan lamanya menstruasi. Angka prevalensi anemia di

Indonesia, yaitu pada remaja wanita sebesar 26,50%, pada wanita usia subur

(2)

Menurut WHO, angka kejadian anemia pada remaja putri di

Negara-negara berkembang sekitar 53,7% dari semua remaja putri, anemia sering

menyerang remaja putri disebabkan karena keadaan stress, haid, atau terlambat

makanan.(WHO, 2010).

Berdasarkan data survei actual secara global tahun 2010 diketahui bahwa

prevalensi anemia pada anak usia para sekolah, wanita hamil, dan wanita tidak

hamil di dunia secara global berturut-turut sebagai berikut 47,4%, 41,8%, dan

30,2%. Prevalensi anemia wanita tidak hamil di benua Afrika adalah 44,4%,

benua Asia 33,0%, benua Eropa 15,2%, benua Amerika Latin dan Caribbean

(LAC) 23,5%, Benua Amerika Utara 7,6% dan Benua Oceania prevalensi anemia

sebesar 20,2%.

Di Amerika Serikat, orang yang mengalami anemia sebanyak 2% sampai

10%. Negara-negara lain memiliki tingkat anemia lebih tinggi. Pada perempuan

muda terdapat dua kali lebih mungkin untuk mengalami anemia dibandingkan

laki-laki muda karena pendarahan menstruasi yang teratur. Anemia terjadi pada

kedua orang muda dan orang tua, tetapi anemia pada orang tua lebih mungkin

menyebabkan gejala karena mereka biasanya memiliki masalah medis tambahan

(Proverawati, 2011).

Di Indonesia prevalensi anemia pada remaja putri tahun 2006, yaitu 28%

(Depkes RI, 2007). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004

menyatakan bahwa prevalensi anemia defisiensi pada balita 40,5%, ibu hamil

(3)

tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita mempunyai resiko

paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2010), penduduk Indonesia

sebanyak 233 juta jiwa dan 26,8% atau 63 juta jiwa adalah remaja berusia 10

sampai 24 tahun. Sedangkan Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

tahun 2009, jumlah Penduduk di Jawa Tengah adalah 33.561.468 jiwa dengan

jumlah remaja usia 12-17 tahun 3.878.474 jiwa.

Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang

menderita anemia dan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Prevalensi anemia

di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 pada

wanita tidak hamil / produktif adalah 33,1%. Sedangkan menurut Herman (2008)

dalam Dyah (2011) prevalensi anemia di Indonesia sebesar 57,1% diderita oleh

remaja putri.

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) (2012),

prevalensi penyakit anemia sebanyak 75,9% pada remaja putri, pada ibu hamil

53,6%. Kriteria lain orang terkena anemia apabila hemoglobin (Hb) dalam darah

kurang dari 13 g% untuk pria dan untuk wanita kurang dari 12 g%. Sedangkan

anemia untuk anak usia 6 bulan - 5 tahun, kandungan Hb dalam darah kurang dari

11 g%. Anak usia 6-14 tahun kandungan Hb kurang dari 12 g% .

Sedangkan di Sumatera Utara dengan peserta tes darah sebanyak 9.377

orang di tiga kota, Medan, Pematang Siantar, dan Kisaran, 33% di antaranya

(4)

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2008, melaporkan bahwa

prevalensi anemia pada remaja dan wanita usia subur (WUS) di Indonesia masih

tinggi, yaitu 26,5% pada remaja (15-19 tahun) dan 26,9% pada WUS. Sedangkan

menurut Surkesmas 2011 menunjukkan bahwa sebesar 21% remaja putra dan 30%

remaja putri menderita anemia.

Menurut Depkes RI (1998), Akibat jangka panjang anemia ini pada remaja

putri adalah apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu

memenuhi zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya serta pada

masa kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan frekuensi komplikasi, resiko

kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal

(Hayati, 2010). Sehingga untuk mencegah kejadian anemia, maka remaja putri

perlu dibekali dengan pengetahuan tentang anemia dan pola asupan makanan

remaja itu sendiri (Dharmadi, dkk, 2012).

Remaja putri mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena anemia daripada

remaja putra. Alasan pertama karena setiap bulan pada remaja putri mengalami

haid. Seorang wanita yang mengalami haid yang banyak selama lebih dari lima

hari dikhawatirkan akan kehilangan besi, sehingga membutuhkan besi pengganti

lebih banyak daripada wanita yang haidnya hanya tiga hari dan sedikit. Alasan

kedua adalah karena remaja putri seringkali menjaga penampilan, keinginan untuk

tetap langsing atau kurus sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet yang

tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh akan menyebabkan tubuh

(5)

Menurut DepKes (2008), dilaporkan bahwa masyarakat Indonesia

terutama wanita sebagian besar mengalami anemia dikarenakan kurang

mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan zat besi yang mudah

diserap (hemeiron). Kekurangan zat besi ini dapat menimbulkan gangguan atau

hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar

HB dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat

capek. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olahraga dan produktivitas

kerja, di samping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan

tubuh, yang berdampak pada tubuh mudah terkena infeksi. Pada remaja yang

sedang bekerja, anemia akan menurunkan produktivitas kerja, sedangkan remaja

yang masih sekolah akan menurunkan kemampuan akademis.

Remaja putri adalah calon pemimpin di masa datang, calon tenaga kerja

yang akan menjadi tulang punggung produktivitas nasional. Padahal, jika

mayoritas anak perempuan menderita anemia, akan berdampak lebih lanjut.

Mengingat, mereka adalah para calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus

dan merupakan kunci perawatan anak di masa datang. Jika tidak ditanggulangi,

dikhawatirkan akan meningkatkan risiko perdarahan pada saat persalinan yang

dapat menimbulkan kematian ibu. Calon ibu yang menderita anemia bisa

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Oleh karena itu, kualitas remaja

putri perlu mendapat perhatian khusus. Remaja putri lebih rentan terkena anemia

karena remaja berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang

(6)

putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang

membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan terhadap makanan seperti

pada diet vegetarian ( Sediaoetama, 2007).

Remaja putri termasuk golongan rawan menderita anemia karena remaja

putri dalam masa pertumbuhan dan setiap bulan mengalami menstruasi yang

menyebabkan kehilangan zat besi (Arisman, 2009). Penyebab rendahnya kadar

hemoglobin dalam darah salah satunya adalah asupan yang tidak mencukupi.

Asupan zat gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Salah satu

faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja adalah pengetahuan

(Khomsan, 2005).

Pengetahuan yang kurang menyebabkan remaja memilih makan diluar

atau hanya mengkonsumsi kudapan. Penyebab lain adalah kurangnya kecukupan

makan dan kurangnya mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung zat

besi, selain itu konsumsi makan cukup tetapi makanan yang dikonsumsi memiliki

bioavaibilitas zat besi yang rendah sehingga jumlah zat besi yang diserap oleh

tubuh kurang (Soetjiningsih, 2007).

Dari data tersebut menggambarkan bahwa masalah anemia khususnya

pada remaja putri masih cukup tinggi. Anemia juga sampai saat ini masih

merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi tingginya angka kematian ibu

di Indonesia, maka upaya pencegahannya adalah mengetahui sejak dini apakah

seseorang menderita anemia atau tidak dan segera mengupayakan

(7)

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara

singkat pada 8 remaja putri tentang anemia, dikatakan 5 orang remaja putri tidak

mengetahui tentang anemia. Sementara 3 orang remaja putri lainnya mengetahui

tentang anemia hanya sebatas gejalanya saja, seperti lemah, letih, lesu, lelah dan

pucat dan jika terjadi gejala anemia pada saat remaja juga akan berdampak pada

saat ia akan melahirkan dan menyebabkan BBLR. Mereka juga tidak tahu bahwa

anemia disebabkan karena kekurangan zat besi akibat kurangnya asupan dan

mereka mengatakan tidak sempat sarapan pagi karena terburu waktu dan pada saat

jam istirahat sekolah mereka lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji seperti

bakso, mie ayam, bakso bakar, humberger, gorengan dan mie instan goreng

Dari data tersebut menggambarkan bahwa masalah anemia khususnya

pada remaja putri masih cukup tinggi. Tingginya prevalensi anemia pada remaja

putri dan pola asupan makanan yang berkaitan dengan terjadinya anemia

dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia. Hal inilah

yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Dengan Pola Makan

Untuk Pencegahan Anemia Di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

”.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang permasalahan diatas maka rumusan masalah

dari penelitian ini adalah masih banyaknya anemia pada remaja putri yang diduga

(8)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia dengan pola makan

untuk pencegahan anemia di SMA Swasta bina bersaudara Medan tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri mengenai

anemia dengan pola makan untuk pencegahan anemia di SMA Swasta

bina bersaudara Medan tahun 2014.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap remaja putri mengenai anemia

dengan pola makan untuk pencegahan anemia di SMA Swasta bina

bersaudara Medan tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan

masukan/informasi kepada pelajar remaja putri di SMA Swasta bina bersaudara

Medan secara mendalam tentang pentingnya mempunyai pola makan yang baik

agar tidak terjadi anemia.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dapat diketahui dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian anemia pada remaja putri dengan tingkat kecukupan gizi (energi, protein dan besi) pada

Prevalensi kadar hemoglobin remaja putri yang tidak normal (anemia) di SMA Cahaya Medan sebesar 27,6% dan berdasarkan tingkat kecukupan gizi remaja putri cenderung berada di

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI DENGAN MEDIA BUKU CERITA TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN ANEMIA DAN PERUBAHAN PERILAKU MAKAN PADA REMAJA PUTRI.. Latar Belakang : Anemia

Remaja putri di MTs Ma’Arif Nyatnyono yang mempunyai pola makan dalam kategori baik tetapi mengalami anemia karena konsumsi gizi yang tidak tepat.. Terjadinya defisiensi

Setelah dilakukan penelitian tentang Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Pencegahan Anemia Defisiensi Besi (Study Cross Sectional) pada Siswi MTs Pakel,

Dibawah ini yang merupakan makanan sumber zat besi atau makanan penambah darah yang berasal dari nabati adalah:?. Daun singkong dan bayam

Hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa dari 53 responden yang memiliki pola. makan kurang baik dan mengalami

Hasil analisis hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri diperoleh bahwa ada sebanyak 74 dari 83 orang (89,2%) remaja putri dengan