BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Toeri
2.1.1 Pembelajaran Matematika
Muhsetyo (2010: 126) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika
merupakan proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi
tentang bahan matematika yang dipelajari.
Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013: 13) bahwa pembelajaran
matematika merupakan proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk
menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah) yang memungkinkan untuk
siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat
pada siswa untuk belajar dan berpusat pada guru untuk mengajar.
Shadiq (2015: 37) juga mengemukakan pembelajaran matematika
merupakan suatu yang di berikan atau pembekalan untuk siswa dengan
kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama.
Maka pengertian pembelajaran matematika di atas sejalan dengan Wahyudi
dan Kriswandani (2013: 13) bahwa pembelajaran matematika merupakan proses
yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
(kelas atau sekolah) yang memungkinkan untuk siswa melaksanakan kegiatan
belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada siswa untuk belajar dan
berpusat pada guru untuk mengajar. Oleh karena itu dalam pembelajaran
matematika perlu adanya rancangan sebelum melakukan kegiatan belajar
mengajar agar suatu tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika
Shadiq (2014: 11) telah menyatakan bahwa pembelajaran matematika di
SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model martematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang di peroleh, (4) mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Maka
dari tujuan pembelajaran matematika tersebut akan mempengaruhi hasil belajar
siswa.
2.2 Hasil Belajar
2.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Winkel dalam Purwanto (2009: 45) mengemukakan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya.
Menurut Susanto (2013: 5) bahwa hasil belajar merupakan kemampuan
yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut
Dimyanti dan Mujiono (2002: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi hasil belajar dan tindak mengajar.
Maka dari pengertian hasil belajar diatas sejalan dengan Winkel dalam
Purwanto (2009: 45) bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Oleh sebab
itu perubahan perilaku kegiatan belajar mengajar mengakibatkan siswa memiliki
penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tidak tercapai
apabila terdapat faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa mencakup 2 faktor
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor lingkungan dan
kondisi psikologis. (1) Faktor lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak
didik. Faktor lingkungan meliputi lingkungan alami dan lingkungan sosial
budaya, Faktor instrumental, setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai.
Tujuan tentu saja pada tingkat kelembagaan. (2) Faktor instrumental meliputi:
kurikulum yang dapat dipakai oleh guru dalam merencanakan program
pengajaran, program sekolah dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas
belajar mengajar, sarana dan fasilitas yang tersedia bertujuan untuk memberikan
kemudahan pelayanan siswa, guru merupakan unsur manusiawi dalam
pendidikan. (3) Kondisi fisiologis merupakan keadaan jasmani pada diri siswa,
misalnya kondisi panca indra, (4) kondisi psikologis yaitu mencakup minat,
kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif pada diri siswa (Bahri
2008: 180).
2.2.3 Pengukuran Hasil Belajar
Pengukuran adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat
ukurnya dan kemudian menerakan angka menurut sistem aturan tertentu
(Kerlinger 1996: 687). Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data yang
objektif. Objektivitas dapat dicapai karena pengumpulan data mengambil jarak
dengan objek yang diukur dan menyerahkan wewenang pengukuran kepada alat
ukur. Dalam pengumpulan data hasil belajar menggunakan alat ukur yang secara
sengaja dirakit untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan yaitu menggunakan
tes hasil belajar sebagai alat ukur (Purwanto 2009: 3).
2.3 Model Pembelajaran
2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Hosnan (2014: 295)berpendapat bahwa Model Pembelajaran Berbasis
Masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada
masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuanya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry,
memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Menurut Hamruni (2012: 148) Model Pembelajaran berbasis Masalah
Daryanto (2014: 229) juga berpendapat bahwa Model Pembelajaran
Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM
kemampuan berfikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja
kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan.
Maka dari pengertian model pembelajaran berbasis masalah di atas sejalan
dengan Hamruni (2012: 148) yaitu Model Pembelajaran berbasis Masalah
merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata.
Oleh karena itu pembelajaran berbasis masalah di kembangkan untuk membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan
keterampilan intelektual.
2.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Rusman (2010: 232) mengemukakan karakteristik Model Pembelajaran
Berbasis Masalah antara lain (1) Permasalahan menjadi starting point belajar, (2)
Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang
tidak tertsruktur, (3) Permasalah membutuhkan perspektif ganda (multiple
perspective), (4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar. (5) Belajar pengarahan diri menjadi hal
yang utama, (6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunannya,
dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM, (7)
Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif, (8) Pengembangan
keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan, (9)
Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar, (10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
2.3.3 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Hosnan (2014: 301) kegiatan pembelajaran melalui model
Pembelajaran Berbasis Masalah diawali dengan aktivitas peserta didik untuk
menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau disepakati. Proses
penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan
peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus
membentuk pengetahuan baru. Proses tersebut dilakukan dalam tahapan-tahapan
atau sintaks pembelajaran yang disajikan pada tebel berikut
Sintaks atau langkah-langkah model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap Aktivitas Guru dan Peserta Didik
Tahap 1
Mengorientasikan peserta didik
terhadap masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru
memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah nyata yang
dipilih atau ditentukan.
Tahap 2
Mengorganisasi peserta didik
untuk belajar.
Guru membantu peserta didik mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah yang sudah
diorientasikan pada tahap sebelumnya.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok.
Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai dan
melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan kejelasan yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya.
Guru membantu peserta didik untuk berbagi
tugas dan merencanakan atau menyiapkan
karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan
masalah dalam bentuk laporan, video, atau
model.
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
proses pemecahan masalah yang dilakukan.
2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Hamruni (2012: 157) berpendapat bahwa sebagai sauatu medel
pembelajara, model pembelajaran berbasis masalah memeliki beberapa
keunggulan diantaranya (1) pemecahan suatu masalah Pemecahan masalah
merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, (2)
Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan
kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik, (3) Pemecahan
masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, (4) Pemecahan
masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (5) Pemecahan
masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, (6)
Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta
didik, (7) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru (8) Pemecahan masalah dapat
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata, (9) Pemecahan masalah dapat
mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus belajar meskipun
belajar pada pendidikan formal telah berakhir, (10) Pemecahan masalah dapat
mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil maupun
proses belajarnya dan (11) memperlihatkan kepada siswa bahwa mata pelajaran
matematika pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setrategi pembelajaran
berbasis masalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus di
kepercayan bahwa masaalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba, (2) keberhasilan setrategi pembelajaran ini
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, (3) tanpa pemahaman mengapa
mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin dipelajari.
2.3.5 Solusi Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Solusi dari kelemahan model Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai
berikut: (1) perrsiapan harus jauh jauh hari dipikirkan secara matang, (2)
mengkaitkan masalah yang sesuai dengan materi, (3) memberi penjelasan terlebih
dahulu sebelum mengerjakan, dan (4) memberi bimbingan pada saat penyelidikan.
2.4 Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang
biasa digunakan guru dalam mengajar dimana siswa sebagai menerima informasi
pengetahuan dari guru (Sabri 2007: 52).
2.4.1 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Sabri ( 2007: 53) kelebihan model pembelajaran konvensional
sebagai berikut: (1) Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat
lain, (2) Menyampaikan informasi dengan cepat, (3) Membangkitkan minat akan
informasi, (4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan
mendengarkan, dan (5) Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan kelemahan pembelajaran konvensional yaitu: (1) Tidak semua siswa
memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan, (2) Sering terjadi kesulitan
untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, (3) Para siswa
tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu, (4) Penekanan sering
hanya pada penyelesaian tugas, dan (5) Daya serapnya rendah dan cepat hilang
karena bersifat menghafal.
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan yang berkaitan dengan Pembelajaran Berbasis
Masalah yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nyoman Dantes (2014) dengan
judul Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil Belajar
Kecamatan Mengwi. Pada penelitian tersebut disimpulkan terdapat pengaruh
interaksi antara model pembelajaran berbasis masalah dengan gaya kognitif
terhadap hasil belajar matematika (Fhitung = 47,909 dengan p < 0,05); pada siswa
yang memiliki gaya kognitif field independent, terdapat perbedaan hasil belajar
yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensinal dengan Qhitung = 7,64 dengan p < 0,05;
pada siswa yang memiliki gaya kognitif field independent, terdapat perbedaan
hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran
berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional
dengan Qhitung = 2,14 dengan p < 0,05.
2.6 Kerangka Pikir
Model pembelajaran sangat penting dalam proses belajar mengajar.
Optimalisasi kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
diantaranya adalah faktor model mengajar guru. Guru dapat menggunakan model
pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam kegiatan
pembelajaran. Guru dapat mengaitkan materi dengan lingkungan sekitar atau
sesuai dengan dunia anak-anak.
Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan guru harus melibatkan siswa
dalam proses pembelajaran. Siswa dibantu guru dalam melibatkan diri untuk
mengembangkan atau memodifikasi kegiatan pembelajaran sehingga
pembelajaran lebih bermakna. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disusun
suatu kerangka berpikir untuk memperjelas arah dan maksud dari suatu
penelitian. Kerangka berpikir disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam
penelitian. Penelitian ini ingin mengetahui hasil belajar matematika siswa dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran
konvensional. Dari uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian
yaitu bahwa ada perbedaan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD NEGERI KESONGO 01. Kondisi
Awal Hasil
Belajar Kelas
Eksperimen
Kelas Kontrol
Menggunakan model
Pembelajaran Berbasis masalah
Menggunakan model