perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT
GALVALUM AZ 150
STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETEWITH ADDITION METAKAOLIN AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh:
JANUAR AWAL PRIANTO NIM I 0107092
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KAJIAN KUAT KEJUT (IMPACT) BETON NORMAL
DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT
GALVALUM AZ 150
STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETEWITH ADDITION METAKAOLIN AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh:
JANUAR AWAL PRIANTO NIM I 0107092
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Persetujuan:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Antonius Mediyanto, MT Endah Safitri, ST, MT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KAJIAN KUAT KEJUT (IMPACT) BETON NORMAL
DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT
GALVALUM AZ 150
(STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETEWITH ADDITION METAKAOLIN AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150)
SKRIPSI
Disusun Oleh:
JANUAR AWAL PRIANTO NIM I 0107092
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari : Senin
Tangal : 25 Juni 2012
Tim Penguji:
1. Ir. Antonius Mediyanto, MT ( )
NIP. 19620118 199512 1 001
2. Endah Safitri, ST, MT ( )
NIP. 19701212 200003 2 001
3. Edy Purwanto, ST, MT ( )
NIP. 19680912 199702 1 001
4. Ir. Slamet Prayitno, MT ( )
NIP. 19531227 198601 1 001
Mengesahkan:
Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik,
commit to user iv
MOTTO
Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka – sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah,
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu
PERSEMBAHAN
Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat dan kasih sayangnya
Bapak dan Ibuku yang tiada henti memberi doa, semangat dan dukungan serta kasih sayang
Adikku dan seluruh keluargaku yang sangat aku sayangi
Icha tersayang, makasih atas semangat dan dukunganmu hingga hari – hariku selalu penuh semangat
Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta, tempatku menimba ilmu
Pak Mediyanto dan Ibu Endah Safitri selaku dosen pembimbing skripsi saya, terimakasih atas bimbingan dan doa bapak dan ibu
Seluruh Dosen Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, terima kasih atas ilmu yang telah disampaikan dengan ikhlas, semoga pahala selalu mengalir dari Allah SWT
Teman – teman satu kelompokku, terima kasih atas kerjasama kalian, kita akan bersahabat selamanya
commit to user v
ABSTRAK
Januar Awal Prianto, 2012. “KAJIAN KUAT KEJUT (IMPACT) BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT GALVALUM AZ-150”. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Beton memiliki kekurangan yaitu mempunyai kuat tarik yang kecil. Untuk meningkatkan kuat tarik beton, salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan menambahkan bahan tambah berupa serat ke dalam beton tersebut. Galvalum merupakan logam yang mempunyai kuat tarik yang baik dan dapat berfungsi sebagai serat. Disamping mudah didapatkan di pasaran, juga mudah dibentuk menjadi serat karena secara fisik tidak terlalu kaku dan mempunyai dimensi yang tipis. Penambahan metakaolin bertujuan untuk mempercepat proses hidrasi, sebagai pozzolan dan sebagai filler. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui pengaruh penambahan metakaolin dan serat galvalum AZ 150 pada beton normal terhadap kuat kejut (impact) dan nilai kadar optimum galvalum yang digunakan agar dapat menghasilkan nilai kuat kejut maksimum
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen melalui pengujian di laboratorium dengan membuat benda uji silinder berdiameter 150 mm dengan tinggi 60 mm. Variasi jumlah serat galvalum AZ 150 yang dipakai terhadap volume total adalah sebesar 0%; 0,25%; 0,50%; 0,75% dan 1%, sedangkan untuk presentase berat metakolin yang ditambahkan adalah 0% dan 7,5% terhadap berat semen dimana tiap variasi dibuat 3 benda uji. Pengujian kuat kejut dilakukan setelah benda uji berumur 28 hari dengan menjatuhkan beban seberat 5 kg diatas benda uji pada ketinggian 45 cm. Dari pengujian didapatkan data jumlah pukulan yang membuat benda uji retak pertama dan runtuh total, kemudian dianalisis untuk mendapatkan energi serapan kuat kejut.
Hasil pengujian kuat kejut dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan serat galvalum tanpa metakaolin pada kadar serat 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75%; 1% menghasilkan energi serapan saat retak pertama berturut – turut adalah 1528,8 Joule; 1793,4 Joule; 2116,8 Joule; 1749,3 Joule; 1264,2 Joule dan saat runtuh total berturut – turut adalah 1587,6 Joule; 1866,9 Joule; 2234,4 Joule; 1852,2 Joule; 1367,1 Joule. Pada penambahan metakaolin 7,5% dan serat galvalum 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75%; 1% menghasilkan energi serapan saat retak pertama berturut – turut adalah 1646,4 Joule; 2028,6 Joule; 2513,7 Joule; 2087,4 Joule; 1367,1 Joule dan saat runtuh total berturut – turut adalah 1690,5 Joule; 2102,1 Joule; 2646,0 Joule; 2190,3 Joule; 1470,0 Joule.
commit to user vi
ABSTRACT
Januar Awal Prianto, 2012. “STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETE WITH ADDITION METAKAOLIN AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150”. Thesis, Department of Civil Engineering Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.
Concrete has the disadvantage that has little tensile strength. To improve the tensile strength of concrete, one method that can be used is to add the ingredients added in the form of fibers into the concrete. Galvalum is a metal that has good tensile strength and can function as a fiber. Aside from easily available in the market, is also easily formed into fibers because it is physically not too rigid and had a thin dimension. The addition of metakaolin aims to accelerate the hydration process, as a pozzolan and as a filler. The purpose of this study is knowing the effect of adding metakaolin and fiber of galvalum AZ 150 on normal concrete to the strong shock (impact) and the optimum levels of galvalum used in order to produce maximum value of a strong shock.
This study uses an experimental method by testing in the laboratory by creating a cylindrical specimen with a diameter of 150 mm height 60 mm. Variation of the number of fibers used galvalum AZ 150 towards the total volume is at 0%, 0.25%, 0.50%, 0.75% and 1%, while the percentage of the added weight of metakaolin was 0% and 7.5% against weight of cement in which each variation made three test specimens. Strong shock test specimens was performed after 28 days by dropping a weight of 5 kg over the test object at a height of 45 cm. Data obtained from testing the number of strokes that made the first crack specimens and total collapse, and then analyzed to obtain a strong absorption of energy absorbers.
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusun mengambil judul “ Kajian Kuat Kejut (Impact) Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Galvalum AZ 150”.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.
3. Pimpinan Program S-1 Regular Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.
4. Bapak Ir. A. Mediyanto, MT selaku Dosen Pembimbing I. 5. Ibu Endah Safitri, ST,MT selaku Dosen Pembimbing II.
6. Bapak Edy Purwanto, ST, MT dan Bapak Ir. Slamet Prayitno, MT selaku dosen penguji. 7. Bapak Dr.Tech.Ir. Sholihin As'ad, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik.
8. Staf pengelola/ laboran Laboratorium Bahan Bangunan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
9. Teman – teman Tim: Agung Mardiyanto, Arif Fajar Nugroho, Arif Suryo Prabowo, Fitri Ekasari yang telah membantu selama di laboratorium.
10. Teman – teman Mahasiswa Sipil UNS angkatan 2007.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan mahasiwa pada khususnya.
Surakarta, 25 Juni 2012
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... .... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ....ii
HALAMAN PENGESAHAN ... ...iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... ...iv
ABSTRAK ... ....v
ABSTRACK ... ...vi
KATA PENGANTAR ... ..vii
DAFTAR ISI... .viii
DAFTAR GAMBAR ... ..xii
DAFTAR TABEL ... .xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... ..xv
DAFTAR NOTASI ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ...1
1.2. Rumusan Masalah ...2
1.3. Batasan Masalah ...2
1.4. Tujuan Penelitian ...3
1.5. Manfaat Penelitian ...3
1.6. Keaslian Penelitian ...4
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ...5
2.2. Landasan Teori...8
2.2.1. Pengertian Beton ...8
2.2.2. Beton Serat (Fiber Concrete) ...9
2.2.3. Mekanisme Beton Serat ... 10
2.2.4. Material Penyusun Beton ... 11
1. Semen Portland ... 11
commit to user
ix
3. Agregat Halus ... 15
4. Agregat Kasar ... 16
5. Air ... 18
2.2.5. Sifat – sifat Beton ... 19
1. Sifat Beton Sebelum Mengeras (Fresh Concrete) ... 19
2. Sifat – sifat Beton Setelah Mengeras( Hard Concrete) ... 21
2.2.6. Bahan Tambah ... 22
1. Pengertian Bahan Tambah ... 22
2. Galvalum AZ 150... 22
3. Metakaolin ... 24
2.2.7. Kuat Kejut (Impact) ... 26
1. Umum ... 26
2. Pendekatan Perhitungan Energi Serapan ... 26
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Benda Uji Penelitian ... 30
3.2. Bahan Uji Penelitian ... 31
3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian... 32
3.4. Alat Uji Penelitian ... 34
3.5. Pengujian Bahan Dasar Beton ... 35
3.5.1. Standar Pengujian Agregat ... 35
3.5.2. Pengujian Agregat Halus ... 35
1. Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus ... 35
2. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ... 36
3. Pengujian Spesific Grafity Agregat Halus ... 37
4. Pengujian Gradasi Agregat Halus ... 39
3.5.3. Pengujian Agregat Kasar ... 40
1. Pengujian Spesific Grafity Agregat Kasar ... 40
2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar ... 42
3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar ... 43
3.6. Perencanaan Campuran Beton ... 44
3.7. Pembuatan Benda Uji ... 44
commit to user
x
3.9. Perawatan Benda Uji (Curing)... 45
3.10. Pengujian Kuat Kejut (Impact) ... 46
3.11. Pengumpulan Data ... 47
3.12. Uji Normalitas ... 48
3.12.1.Uji Normalitas dengan Metode Sewart ... 48
3.12.2.Uji Normalitas dengan Metode Lilliefors ... 49
3.13. Analisis Data dan Pembahasan ... 50
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar... 51
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus... 51
1. Hasil Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus... 51
2. Hasil Pengujian Kandungan Lumpur Agregat Halus ... 51
3. Hasil Pengujian Spesific Grafity Agregat Halus ... 52
4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus ... 53
4.1.2. Hasil pengujian Agregat Kasar ... 55
1. Hasil Pengujian Spesific Grafity Agregat Kasar ... 55
2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar ... 55
3. Hasil Pengujian Abrasi Agregat Kasar ... 56
4.1.3. Hasil Pengujian Metakaolin ... 57
4.2. Rencana Campuran Adukan Beton... 58
4.3. Hasil Pengujian Slump... 59
4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 60
4.5. Hasil Pengujian Kuat Kejut (Impact) ... 62
4.6. Analisis Data Hasil Pengujian ... 65
4.6.1. Analisis Hasil Pengujian Nilai Slump ... 65
4.6.2. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut ... 65
4.6.3. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut Menggunakan Metode Regresi Polynomial... 69
4.7. Pembahasan Hasil Pengujian ... 74
4.7.1. Energi Serapan Impact Benda Uji ... 74
4.7.2. Mekanisme Kerja Metakaolin Dalam Beton ... 76
commit to user
xi
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 78
5.2. Saran ... 78
PENUTUP ... ..xvii
DAFTAR PUSTAKA ... .xviii
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Galvalum Lembaran ... 23
Gambar 2.2. Susunan Lapisan Galvalum ... 23
Gambar 2.3. Galvalum Setelah Dipotong – potong ... 23
Gambar 2.4. Beban Kejut, Batang Prismatik Akibat Jatuhnya Benda Bermassa m ... 27
Gambar 2.5. Diagaram Tegangan – Regangan Akibat Beban Impact W... 28
Gambar 3.1. Benda Uji Ketahanan Kejut ... 31
Gambar 3.2. Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 33
Gambar 3.3. Alat Uji Manual Kuat Kejut (Impact) ... 47
Gambar 4.1. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus ... 54
Gambar 4.2. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar ... 57
Gambar 4.3. Nilai Slump pada Berbagai Variasi Campuran ... 60
Gambar 4.4. Nilai Kuat Tekan pada Berbagai Variasi ... 61
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum saat Benda Uji Retak Pertama ... 64
Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum saat Benda Uji Runtuh Total ... 64
Gambar 4.7. Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum saat Benda Uji Retak Pertama ... 68
Gambar 4.8. Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum saat Benda Uji Benda Uji Runtuh Total ... 68
commit to user
xiii
Gambar 4.10. Grafik Regresi Hubungan Nilai Enegi Serapan
Runtuh Total terhadap Kadar Serat dengan Kadar
Metakolin 0% dan 7,5% ... 71
Gambar 4.11. Grafik Regresi Hubungan Nilai Enegi Serapan Retak Pertama terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakolin 0% dan 7,5% ... 72
Gambar 4.12. Grafik Regresi Hubungan Nilai Enegi Serapan Runtuh Total terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakolin 0% dan 7,5%... 73
Gambar 4.13. Matriks Serat dalam Beton ... 77
Gambar 4.14. Aksi Serat Bersama Pasta Semen ... 77
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sifat – sifat berbagai jenis kawat yang digunakan
sebagai fiber ... ..6
Tabel 2.2. Susunan Unsur Semen Portland ... 12
Tabel 2.3. Jenis Semen Portland di Indonesia ... 13
Tabel 2.4. Persyaratan Gradasi Agregat Halus ASTM C 33-97 ... 15
Tabel 2.5. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar ... 18
Tabel 2.6. Penetapan Nilai Slump (SNI T-15-1990-03) ... 21
Tabel 3.1. Jumlah dan Kode Benda Uji Ketahanan Kejut ... 31
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus... 53
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus dan Syarat ASTM C 33... 53
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar... 55
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Agregat Kasar... 57
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Kandungan Senyawa Kimia Metakaolin ... 58
Tabel 4.6. Kebutuhan Bahan untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji) ... 58
Tabel 4.7. Kebutuhan Bahan untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji) + Margin 10% ... 59
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Nilai Slump ... 59
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Nilai Kuat Tekan ... 61
Tabel 4.10. Jumlah Pukulan saat Benda Uji Retak Pertama ... 62
Tabel 4.11. Jumlah Pukulan saat Benda Uji Runtuh Total ... 63
Tabel 4.12. Hasil Analisis Energi Serapan saat Benda Uji Retak Pertama ... 66
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : HASIL PENGUJIAN BAHAN
Lampiran B : RENCANA CAMPURAN BETON
Lampiran C : DATA DAN ANALISIS HASIL PENGUJIAN
Lampiran D : GRAFIK
Lampiran E : DOKUMENTASI PENELITIAN
commit to user
xvi
DAFTAR NOTASI
a1,a2 = Berat pasir kering oven
a3 = ∑ Persentase berat pasir yang tertinggal selain dalam pan
a4 = Berat agregat kasar
a5 = ∑ persentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal selain dalam pan
a6 = Berat agregat kasar kering oven mula - mula
A = Tinggi tali
As = Luas penampang
ASTM = American Society for Testing and Materials
b1 = Berat pasir kering oven setelah pencucian
b2 = Berat volumetric flash + air
b3 = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal selain dalam pan
b4 = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan di lap
b5 = ∑ Persentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal
b6 = Berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan 2,36 mm setelah abrasi
c2 = Berat volumetrick flash + air + pasir
c4 = Berat agregat kasar jenuh
cm = Centimeter
d2 = Berat pasir kering permukaan jenuh
Ek = Energi kinetik
Em = Energi mekanik
Emaks = Energi serapan
Ep = Energi potensial
f = ∑ persentase kumulatif berat pasir / kerikil yang tertinggal
g = Gravitasi
SNI = Standar Nasional Indonesia
Xr = Kuat kejut benda uji rata – rata
commit to user
51
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengujian Bahan Dasar
Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar
pengujian. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan dengan jadwal penelitian
dan ijin penggunaan Laboratorium Bahan dan Laboratorium Struktur Fakultas
Teknik UNS. Pengujian ini meliputi pengujian terhadap agregat halus, agregat
kasar, metakaolin dan serat Galvalum AZ-150. Dalam bab ini akan disajikan hasil
penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh.
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi pengujian kandungan
lumpur, kandungan zat organik, spesifik gravity, dan gradasi agregat halus.
1. Hasil Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus
Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan
natrium sulfat (NaSO4) 3% tidak menghasilkan warna yang lebih tua dibanding
warna standar. Jika warnanya lebih tua, maka ditolak kecuali :
a. Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang sejenis.
b. Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat dengan
pasir standar silika hasilnya menunjukkan nilai lebih besar dari 95%.
Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, setelah pasir dianalisis
menggunakan larutan NaOH 3% diperoleh hasil bahwa warna larutan NaOH 3%
menjadi kuning muda. Dapat diketahui bahwa pasir masih dalam batas warna
yang diperbolehkan, maka pasir dapat digunakan sebagai agregat halus.
2. Hasil Pengujian Kandungan Lumpur Agregat Halus
Syarat dari pemeriksaan kandungan lumpur adalah kandungan lumpur dalam
commit to user
Hasil uji kadar lumpur pada pasir seberat 100 gram (pencucian hingga jernih):
Berat pasir awal a1 = 100 gr
Berat pasir akhir b1 = 97 gr
Perhitungan kadar lumpur dalam pasir menggunakan Persamaan 3.1.
Kandungan lumpur = Ͷ
Ͷ 100%
= � Vr
� 100% = 3%
Dari hasil pengujian di laboratorium dan perhitungan diperoleh kandungan lumpur
dalam pasir sebesar 3 % sehingga pasir memenuhi syarat sebagai agregat halus
dalam campuran adukan beton.
3. Hasil Pengujian Specific Grafity Agregat Halus
Perhitungan Bulk Specific Grafity, Bulk Specific Grafity SSD, Apparent Specific
Gravity dan Absorbsion adalah sebagai berikut:
Berat pasir SSD d2 = 500 gr
Berat pasir kering oven a2 = 495 gr
Berat volumetrick + air b2 = 710 gr
Berat volumetrick + air + pasir c2 = 1015 gr
Hasil pengujian specific gravity agregat halus menggunakan Persamaan 3.2 – 3.5.
Bulk Specific gravity = Ͷ
=710 500 1015
495
-+ = 2,54
Bulk Specific gravity SSD =
=710 500 1015
500
-+ = 2,56
Apparent Specific gravity = Ͷ
Ͷ =710 495 1015
Dari hasil perhitungan perhitungan diperoleh Bulk Specific gravity SSD adalah
56 ,
2 . Menurut ASTM C 128-97 syarat Bulk Specific Gravity SSD antara 2.5-2.7,
maka sampel pasir memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai agregat halus
commit to user 4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
Hasil pengujian – pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Syarat (Standar) Kesimpulan
Kandungan Lumpur 3% Maks. 5 % Memenuhi
Kandungan zat organik Kuning muda Jernih atau kuning Memenuhi
Modulus halus butir 2,74 2,3 – 3,1 Memenuhi
halus agregat halus sebesar 2,74 sehingga masih memenuhi syarat sebagai agregat
halus.
Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C 33-99
dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.1.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus dan Syarat ASTM C 33.
Ukuran
Ayakan
Tertahan Berat Butir
yang Lewat
Syarat
ASTM C 33
Berat Persentase Komulatif
(mm) (gr) (%) (%) (%)
commit to user
memenuhi syarat sebagai bahan campuran beton. Selain itu, diperoleh Modulus
Kehalusan sebesar 2,74. Berdasarkan ASTM C 33-99, modulus kehalusan adalah
2,3 < MK < 3,1 sehingga pasir memenuhi syarat.
Dari Tabel 4.3. dapat digambarkan grafik hubungan antara % kumulatif agregat
yang lolos dengan diameter ayakan sesuai yang disyaratkan ASTM C 33 pada
Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pasir tersebut berada di
dalam gradasi yang diizinkan sehingga pasir tersebut memenuhi syarat sebagai
bahan campuran adukan beton.
0
commit to user 4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam
penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi)
dan gradasi agregat kasar. Hasil pengujian agregat kasar adalah sebagai berikut :
1. Hasil Pengujian Specific Grafity Agregat Kasar
Kerikil kering oven (a4) = 3000 gr
Berat kerikil kondisi SSD (b4) = 3055 gr
Berat kerikil dalam air (c4) = 1877.5 gr
Hasil pengujian specific gravity agregat kasar menggunakan Persamaan 3.7– 3.10.
Bulk Spesific Gravity = Ͷ
2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Hasil analisa gradasi agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar Menurut ASTM C 33-99
Ukuran
Ayakan
Tertahan Berat Butir
yang Lewat
Syarat
ASTM
Berat Persentase Kumulatif
commit to user
Perhitungan persentase berat agregat yang hilang dapat dihitung dengan
Persamaan 3.12.
Berat kerikil awal = 3000 gr
Berat kerikil setelah diayak = 2981 gr
Perhitungan modulus halus butir dapat dihitung dengan Persamaan 3.11.
Modulus Kehalusan (MK) = S % omo4Ͷsife.Ͷsse.sinMMͶ4 S % e.Ͷsse.sinMMͶ4
Berdasarkan ASTM C 33 Modulus Kehalusan adalah 5<MK<8 sehingga kerikil
memenuhi syarat.
3.
Hasil Pengujian Abrasi Agregat KasarBerat agregat kasar kering oven mula-mula (a6) = 10000 gr
Sisa agregat kasar kering oven diatas ayakan 2,36 (b6) = 8600 gr
Perhitungan persentase berat agregat kasar yang hilang dapat dihitung dengan
Persamaan 3.12.
Abrasi yang terjadi 14% dan ini memenuhi standar yang disyaratkan, yaitu kurang
commit to user
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Syarat (Standar) Kesimpulan
Abrasi 14% Maks. 50% Memenuhi syarat
Modulus Halus 5,84 % 5-8% Memenuhi syarat
Bulk specific gravity 2,548 - -
Bulk specific gravity SSD 2,594 2,5 – 2,7 Memenuhi syarat
Apparent specific gravity 2,673 - -
Absorbtion 1,83 % - -
Dari Tabel 4.4 dapat digambarkan grafik gradasi dengan batas gradasi yang
disyaratkan ASTM C 33 pada Gambar 4.2 sebagai berikut :
Gambar 4.2. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar
Untuk perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran A.
4.1.3. Hasil Pengujian Metakaolin
Kaolin dilakukan pembakaran di daerah Putaran, Miring, Bayat, Klaten selama 2
jam dengan suhu 7500C sehingga menjadi metakaolin kemudian diayak lolos
ayakan 0,21 mm. Pengujian yang dilakukan khusus untuk pengujian kandungan
unsur kimia yang terdapat pada metakaolin.
Pengujian metakaolin dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.5.
0
commit to user
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Kandungan Senyawa Kimia Metakaolin
No Sampel Parameter Hasil Pengukuran Metode
I II III rata - rata %
(Sumber : Laboratorium Kimia Analitik UGM, 2012)
4.2.
Rencana Campuran Adukan Beton
Hasil perhitungan kebutuhan bahan tiap 1 m3 rencana campuran adukan beton
(menggunakan standar Dinas Pekerjaan Umum: SK SNI T-15-1990-03) adalah:
a. Air = 210 liter
menunjukkan kebutuhan bahan untuk pembuatan adukan setiap variasi.
Tabel 4.6. Kebutuhan Bahan Untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji)
Kode Benda Uji
Kebutuhan Material Rencana
Metakaolin Serat Air
commit to user
Tabel 4.7. Kebutuhan Bahan Untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji) + Margin 10%
Kode Benda Uji
Kebutuhan Material Takaran + Margin 10 %
Metakaolin Serat Air
(liter)
4.3.
Hasil Pengujian Slump
Dari masing-masing variasi campuran adukan beton tersebut dilakukan pengujian
slump. Nilai slump diperlukan untuk mengetahui tingkat workabilitas dari
campuran beton. Hasil pengujian slump dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Nilai Slump
Benda Uji Nilai slump
commit to user
Dari hasil pengujian nilai slump menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai
slump seiring bertambahnya persentase serat dan metakaolin. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan serat dan metakaolin membuat nilai slump
menjadi lebih kecil. Pada beton segar, serat yang ditambahkan akan menahan
agregat agar tidak runtuh sehingga nilai slump turun, sedangkan metakaolin akan
menyerap sebagian air sehingga nilai slump juga akan turun. Hubungan antara
nilai slump beton normal dengan penambahan metakolin dan serat galvalum AZ
150 ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Nilai Slump pada Berbagai Variasi Campuran.
4.4.
Hasil Pengujian Kuat Tekan
Berikut ini diberikan hasil pengujian kuat desak beton pada benda uji silinder
dengan diameter 15 cm dan tingi 30 cm pada umur 28 hari sebagai perbandingan
energy yang dapat diserap beton antara serapan perlahan (kuat tekan) dengan
serapan tiba – tiba (kuat kejut). Hasil selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.9 dan
commit to user
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Nilai Kuat Tekan
Kode
(Sumber: Nugroho, 2012)
Gambar 4.4. Nilai Kuat Tekan pada Berbagai Variasi
commit to user
4.5.
Hasil Pengujian Kuat Kejut (Impact)
Pengujian terhadap beban kejut ini menggunakan tiga buah benda uji silinder
dengan diameter 15 cm dan tinggi 6 cm untuk tiap variasi. Pengujian dilakukan
setelah umur beton mencapai 28 hari. Parameter yang perlu dicatat dalam
pengujian ini adalah jumlah pukulan yang diperlukan hingga benda uji mengalami
retak pertama dan jumlah pukulan yang diperlukan untuk membuat benda uji
runtuh total. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.10 dan Tabel 4.11.
Tabel 4.10. Jumlah Pukulan Saat Benda Uji Retak Pertama
commit to user
Tabel 4.11. Jumlah Pukulan Saat Benda Uji Runtuh Total
commit to user
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin
dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Retak Pertama
Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin
dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Runtuh Total
Kadar Serat Galvalum AZ 150
metakaolin 0% metakaolin 7,5%
Kadar Serat Galvalum AZ 150
commit to user
4.6.
Analisis Data Hasil Pengujian
4.6.1. Analisis Hasil Pengujian Nilai Slump
Workability merupakan faktor yang penting dalam pembuatan adukan beton.
Workability yang memadai sangat diperlukan untuk memudahkan proses pengadukan, pengangkutan, penuangan, dan pemadatan. Tabel 4.8 dan Gambar
4.3 menunjukkan nilai slump pada beton turun seiring penambahan serat dan
penambahan metakaolin. Hal tersebut menunjukan bahwa kemudahan pengerjaan
pada beton normal (tanpa penambahan serat atau metakaolin) lebih tinggi dari
beton dengan penambahan serat ataupun metakaolin. Hal ini disebabkan karena
adanya serat pada beton segar sehingga agregat tertahan oleh adanya serat tersebut
dan keruntuhan pada pengujian slump berkurang. Penambahan metakaolin yang
mempunyai sifat dapat menyerap air sehingga berakibat air yang seharusnya
digunakan untuk pasta akan lebih banyak berkurang. Keadaan demikian
menyebabkan workability adukan beton menurun dan nilai slump juga rendah.
4.6.2. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut
Energi serapan dihitung berdasarkan jumlah pukulan yang mampu diterima benda
uji hingga benda uji mengalami retak. Semakin banyak suatu beton menerima
pukulan, maka energi yang diserap oleh beton akan semakin besar.
Berikut ini adalah contoh perhitungan energi yang diserap oleh beton pada saat
benda uji mengalami retak pertama:
Energi serapan = n x 2mgh ... (4.1)
= 36 pukulan x 2 x 5 kg x 9,81 m/dt2 x 0,45m
= 1587,6 joule
Dengan:
n = jumlah pukulan berulang hingga benda uji retak
m = 5 kg
h = 45 cm = 0,45 m
g = 9,81 m/dt2
commit to user
Tabel 4.12. Hasil Analisis Energi Serapan Saat Benda Uji Retak Pertama
Kadar
commit to user
Tabel 4.13. Hasil Analisis Energi Serapan Saat Benda Uji Runtuh Total
Kadar
commit to user
Gambar 4.7. Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin
dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Retak Pertama
Gambar 4.8. Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin
dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Runtuh Total
Kadar Serat Galvalum AZ 150
metakaolin 0% metakaolin 7,5%
Kadar Serat Galvalum AZ 150
commit to user
4.6.3. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut Menggunakan
Metode Regresi Polynomial
Berikut ini disajikan grafik fungsi regresi polynomial ordo 2 untuk mengetahui
persamaan hubungan antara kadar serat dan metakaolin dengan energi serapan
benda uji. Dalam persamaan regresi, kadar serat dan metakaolin sebagai variabel
bebas x dan nilai ketahanan kejut sebagai variabel terikat y . Y adalah persamaan
yang menghasilkan nilai ketahanan kejut dengan memasukkan variabel bebas x
dimana grafik regresi y melewati data hasil pengujian ketahanan kejut. R adalah
koefisien korelasi yang mempresentasikan data - data hasil pengujian terhadap
garis persamaan regresi y. Nilai R yang mendekati 1 semakin mempresentasikan
bahwa data – data hasil pengujian mendekati garis regresi y dan data bersifat
teratur. Nilai R yang mendekati 0 semakin mempresentasikan bahwa data – data
hasil pengujian sifatnya tak teratur dan acak.
Sebagai contoh fungsi y pada persamaan pada Gambar 4.9, nilai R=0,930.
Misalkan akan dicari energi serapan pada kadar serat 0,33% dengan kadar
metakaolin 7,5%, maka akan didapat nilai energi serapan dengan memasukkan
harga 0,33% pada persamaan y.
Pada kadar serat 0,33% saat retak pertama pada kadar metakaolin 7,5%
memberikan nilai:
Y = -3561.(0,33)2 + 3361. (0,33) + 1583
= 2304,34 Joule.
Nilai tersebut adalah nilai perkiraan sesuai persamaan regresi Y dengan koefisien
korelasi / kesesuaian 0,93. Sehingga nilai Perkiraan Y adalah berkisar antara:
Y = 2304,34 ± 2304,34.( 2304,34(1-0,93))
Y = 2304,34 ± 161,3 Joule
Dari persamaan Y tersebut memberikan nilai perkiraan nilai energy serapan:
Min Y = 2304,34 – 161,3 Joule = 2143,04 Joule
commit to user
Gambar 4.9. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Retak Pertama terhadap Kadar Serat dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5%
Grafik pada Gambar 4.9 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan
variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Kadar metakaolin 0% retak pertama:
y = -2503.x2 + 2273.x + 1492 ... (4.1)
R² = 0.930
Kadar metakaolin 7,5% retak pertama:
y = -3561.x2 + 3361.x + 1583 ... (4.2)
R² = 0.930
Keterangan :
y = Nilai Energi Serapan Retak Pertama (Joule)
x = Serat ( % )
commit to user
Gambar 4.10. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Runtuh Total
terhadap Kadar Serat dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5%
Grafik pada Gambar 4.10 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan
variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Kadar metakaolin 0% runtuh total:
y = -2604x2 + 2421.x + 1547 ... (4.3)
R² = 0.917
Kadar metakaolin 7,5% runtuh total:
y = -3729.x2 + 3588.x + 1624 ... (4.4)
commit to user
Gambar 4.11. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Retak Pertama
terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5%
Grafik pada Gambar 4.11 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan
variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Kadar metakaolin 0% retak pertama:
y = 4E-06x2 - 0.007x + 34.61 ... (4.5)
R² = 0.995
Kadar metakaolin 7,5% retak pertama:
y = 3E-06x2 - 0.007x + 36.27 ... (4.6)
1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600
K
commit to user
Gambar 4.12. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Runtuh Total
terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5%
Grafik pada Gambar 4.12 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan
variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Kadar metakaolin 0% runtuh total:
y = 3E-06x2 - 0.005x + 32.74 ... (4.7)
R² = 0.989
Kadar metakaolin 7,5% runtuh total:
y = 2E-06x2 - 0.005x + 34.80 ... (4.8)
peningkatan kuat tekan disertai dengan peningkatan nilai kuat impact. Untuk
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.
y = 3E-06x2 - 0.005x + 32.74
1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800
commit to user
4.7.
Pembahasan Hasil Pengujian
4.7.1. Energi Serapan Impact Benda Uji
Pengamatan pertama dilakukan terhadap adanya retak rambut atau retak yang
terjadi pertama kali. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa
energi serapan yang merupakan indikator penyerapan energi (kuat impact) yang
terjadi meningkat seiring dengan ditambahkannya metakaolin pada kadar 7,5%
dan serat galvalum sampai pada kadar optimum 0,5% kemudian terjadi penurunan
kembali pada kadar serat melebihi 0,5%.
Pada kadar metakaolin 0% (tanpa penambahan metakaolin), energi serapan yang
dihasilkan pada beton normal adalah 1528,8 Joule. Pada penambahan serat 0,25%
dan 0,5% terjadi peningkatan energi serapan berturut – turut sebesar 1793,4 Joule
dan 2116,8 Joule atau kenaikan sebesar 17,31% dan 38,46%. Adanya peningkatan
energi serapan ini disebabkan oleh reaksi mekanisme kinerja serat yang
memberikan kontribusi besar menahan beton dari keretakan dan keruntuhan yang
semakin baik dengan membentuk matriks komposit dalam beton. Penambahan
serat pada campuran beton dapat menaikkan energi serapan beton dibandingkan
dengan beton normal tanpa serat. Pada penambahan serat 0,75% dan 1% terjadi
penurunan nilai energi serapan berturut – turut menjadi 1749,3 dan 1264,2 Joule
atau 14,42% dan -17,31% dari beton normal. Pada penambahan serat sampai
kadar 0,5%, energi serapan beton terus meningkat dikarenakan pada penambahan
serat sampai 0,5% beton masih cukup mudah dikerjakan dan serat bersama pasta
beton mampu membentuk matriks komposit dengan baik sehingga dihasilkan
kepadatan yang baik dan kekuatan yang baik. Namun pada penambahan serat
0,75% dan 1% terjadi penurunan energi serapan karena pada penambahan kadar
serat lebih dari 0,5% beton sudah mulai sulit dikerjakan dikarenakan penambahan
serat pada kadar lebih dari 0,5% ke dalam beton akan mengacaukan matriks serat,
kekuatan ikat antara serat dengan beton berkurang dan kepadatan beton berkurang
sehingga kekuatan beton menurun.
Pada kadar metakaolin 7,5%, energi yang dihasilkan pada penambahan serat 0%,
commit to user
Joule, 2028,6 Joule 2513,7 Joule, 2087,4 Joule dan 1367,1 Joule atau terjadi
peningkatan berturut – turut sebesar 7,69%; 32,69%; 64,42% dan 36,54% dan
-10,58% dibandingkan dengan beton normal. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding
beton tanpa metakaolin pada penambahan kadar serat yang sama. Hal ini terjadi
karena metakaolin dapat mengikat kalsium hidroksida yang merupakan hasil
samping dari proses hidrasi semen yang tidak memberikan kontribusi terhadap
beton menjadi kalsium silikat yang mempunyai sifat perekat. Ukuran metakaolin
yang lebih kecil dari semen akan mampu mengisi pori – pori beton sehingga
rongga udara dalam beton menjadi minimal, rongga beton menjadi berkurang dan
beton menjadi padat sehingga meningkatkan kekuatan beton.
Pengamatan kedua terhadap keruntuhan total, dimana pada saat itu benda uji
sudah melewati toleransi dalam menerima beban. Keruntuhan total dapat dilihat
dari benda uji yang mengalami keretakan yang besar hingga terpecah menjadi 2
bagian atau lebih.
Pada kadar metakaolin 0%, variasi penambahan serat sebesar 0%; 0,25%; 0,5%;
0,75% dan 1%, menghasilkan energi serapan berturut – turut sebesar 1587,6
Joule; 1866,9 Joule; 2234,4 Joule;1852,2 Joule dan 1367,1 Joule. Pada kadar
metakaolin 7,5%, variasi penambahan serat sebesar 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75% dan
1%, menghasilkan energi serapan berturut – turut sebesar 1690,5 Joule; 2102.1
Joule; 2646 Joule; 2190,3 Joule dan 1470 Joule. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa keruntuhan total memiliki pola yang sama dengan retak pertama.
Keruntuhan total pada beton seiring dengan bertambahnya kadar serat hingga
0,5% (optimum) menunjukkan peningkatan selisih jumlah pukulan antara retak
pertama hingga runtuh total.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan metakaolin 7,5% dan
serat galvalum 0,5% adalah yang paling baik dibandingkan dengan persentase
penambahan serat 0,25%; 0,75% dan 1%. Hal ini didasarkan pada penambahan
metakaolin pada kadar 7,5% dan kadar serat galvalum 0,5% adalah yang memiliki
commit to user 4.7.2. Mekanisme Kerja Metakaolin dalam Beton
Pada proses hidrasi semen, semen yang bereaksi dengan air akan menghasilkan
kalsium hidroksida yang tidak memberikan kontribusi terhadap kuat tekan atau
durabilitas beton. Metakaolin yang ditambahkan akan bereaksi dengan kalsium
hidroksida membentuk kalsium silikat hidrat (CSH) yang mempunyai sifat
perekat sehingga beton semakin kuat. Metakaolin mengurangi penetrasi klorida
sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan
klorida berkurang. Karena efek keuntungan pada kualitas pasta semen, metakaolin
meningkatkan kuat tekan pada umur 28 hari.
Dapat disimpulkan bahwa metakaolin dapat memperbaiki mutu beton karena pada
saat proses hidrasi semen akan menghasilkan senyawa sisa (kalsium hidroksida)
yang tidak mempunyai sifat seperti semen (mengeras) sehingga menyebabkan pori
– pori yang terisi kalsium hidroksida tidak dapat mengeras. Setelah metakaolin
bereaksi dengan kalsium hidroksida, beton menjadi padat dan mengeras merata.
Metakaolin mempunyai unsur utama yang mendominasi yaitu SiO2 dan Al2O3.
Penambahan metakaolin ini yang mempunyai sifat pozzolan mengakibatkan
terjadinya reaksi antara Kalsium hidroksida / Ca(OH)2 dan silika (SiO2), sehingga
berakibat terhadap perbaikan sifat beton tersebut.
4.7.3. Mekanisme Kerja Serat dalam Beton
Dalam penelitian Wibowo, 2006, mekanisme kerja serat terletak pada adanya
dowel action (aksi lekatan antar muka pada serat dengan beton) yang merupakan
kobinasi dari pull-out resistance dan bending resistance. Dalam hal ini pull out
resistance diartikan sebagai ketahanan tarik yang dimiliki oleh lekatan serat terhadap matrik beton sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan tegangan
(stress transfer) dari matrik beton ke serat atau dari serat ke beton, sedangkan
bending resistance berkaitan dengan kelenturan dan keliatan serat sebagai tulangan mikro beton yang membantu menahan tegangan-tegangan dalam yang
terjadi (tegangan normal dan regangan geser). Dengan adanya mekanisme dowel
retakan-commit to user
retakan mikro pada beton sehingga mampu meningkatkan secara dramatis
berbagai sifat mekanik beton.
Untuk mengetahui mekanisme kerja serat dalam adukan beton secara
bersama-sama, yang dapat dijelaskan sebegai berikut :
a. Serat bersama pasta beton akan membentuk matrik komposit, dimana serat
akan menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitasnya.
Gambar 4.13. Matriks Serat dalam Beton
b. Pasta beton akan semakin stabil/kokoh dalam menahan beban karena aksi
serat (fiber bridging) yang saling mengikat di sekelilingnya.
Gambar 4.14. Aksi Serat Bersama Pasta Semen
c. Serat akan melakukan aksi pasak (dowel action) sehingga pasta yang sudah
retak dapat stabil / kokoh menahan beban yang ada.
Gambar 4.15. Aksi Pasak dalam Beton
serat
beban beban
retakan
serat
beban beban
commit to user
30
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pengujian di laboratorium
dengan penggunaan metakaolin dan galvalum AZ 150 sebagai bahan tambah.
Penelitian ini akan menyelidiki hubungan sebab akibat antara variable yang satu
dengan yang lain dan membandingkan hasilnya dimana persentase metakaolin dan
galvalum AZ 150 sebagai variabel bebas, sedangkan ketahanan kejut benda uji
sebagai variabel tak bebas. Faktor – faktor yang lain seperti proporsi campuran,
cara pemadatan, cara perawatan dan sebagainya dianggap yang tidak berpengaruh.
Setelah benda uji untuk uji ketahanan kejut telah berumur 28 hari, dilakukan
pengujian terhadap masing – masing benda uji menggunakan Alat Uji Kejut /
Impact Testing Machine (ITM). Dari hasil pengujian terhadap benda uji diperoleh data yang berupa jumlah pukulan terhadap benda uji saat benda uji mengalami
retak pertama dan runtuh total.
3.1.
Benda Uji Penelitian
Benda uji yang digunakan dalam penelitian kuat kejut menggunakan benda uji
silinder berdiameter 150 mm dengan tinggi 60 mm disesuaikan dengan standar
ACI 544.2R-89. Dalam pembuatan benda uji ketahanan kejut, persentase variasi
jumlah serat galvalum AZ 150 yang dipakai terhadap volume total beton adalah
sebesar 0%; 0,25%; 0,50%; 0,75% dan 1%, sedangkan untuk persentase variasi
jumlah metakolin yang ditambahkan adalah 0% dan 7,5% terhadap berat semen.
Masing – masing variasi terdiri dari kombinasi metakaolin dan galvalum yang
masing – masing variasi dari kombinasi tersebut dibuat 3 buah benda uji.
Cara perawatan (curing) terhadap benda uji ketahanan kejut pada penelitian ini
dilakukan dengan perendaman menggunakan air biasa. Curing dilakukan selama
14 hari dan setelah benda uji berumur 28 hari, dilakukan pengujian terhadap
commit to user
d=150 mm
Perincian sampel benda uji dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jumlah dan Kode Benda Uji Ketahanan Kejut
No Kombinasi Variasi Campuran Kode Benda Uji Jumlah Benda Uji
Metakaolin(%) Galvalum AZ 150 (%)
1
0
0 MGI-0-0.00 3
2 0,25 MGI-0-0.25 3
3 0,5 MGI-0-0.50 3
4 0,75 MGI-0-0.75 3
5 1 MGI-0-1.00 3
6
7,5
0 MGI-7.5-0.00 3
7 0,25 MGI-7.5-0.25 3
8 0,5 MGI-7.5-0.50 3
9 0,75 MGI-7.5-0.75 3
10 1 MGI-7.5-1.00 3
Jumlah sampel benda uji 30 sampel
Gambar 3.1. Benda Uji Ketahanan Kejut.
3.2.
Bahan Penelitian
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
a. Ordinary Portland Cement (OPC)
b. Pasir ukuran maksimum 4,75 mm
c. Kerikil alam ukuran maksimum 20 mm
d. Metakaolin
e. Serat Galvalum AZ 150
commit to user
3.3.
Tahap dan Prosedur Penelitian
Tahapan – tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Tahap I
Melakukan studi literatur serta mempersiapkan bahan dan alat uji penelitian.
2. Tahap II
Melakukan pengujian bahan yang akan digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui sifat dan karakterstik bahan.
3. Tahap III
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut :
a. Penetapan campuran adukan beton. Rencana proporsi campuran adukan
beton dengan mix design sesuai standar SNI.
b. Pembuatan adukan beton.
c. Pemerikasaan nilai slump.
d. Pembuatan benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 60 mm
4. Tahap IV
Melakukan perawatan terhadap benda uji dengan cara merendam benda uji
pada hari ke – 2 selama 2 minggu kemudian benda uji dikeluarkan dari air
dan diangin – anginkan sampai benda uji berumur 28 hari.
5. Tahap V
Melakukan pengujian ketahanan kejut beton pada umur 28 hari.
6. Tahap VI
Melakukan analisis data hasil pengujian untuk mendapatkan kesimpulan
hubungan antara variabel – variabel yang diteliti dalam penelitian.
7. Tahap VII
Melakukan pengambilan kesimpulan dari hasil analisis pengujian yang
berhubungan dengan tujuan penelitian.
Tahapan penelitian secara skematis dalam bentuk bagan alir ditunjukkan pada
commit to user
Gambar 3.2. Diagram Alir Tahapan Penelitian Perhitungan Rancang Campur (Mix Design)
Pembuatan Benda Uji
Silinder d: 150 mm, t: 60 mm Pembuatan Adukan Beton
Perawatan (Curing)
Pengujian Ketahanan Kejut
Analisis Data dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Air AgregatHalus Semen Galvalum
commit to user
3.4.
Alat Uji Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat uji sebagai berikut :
1. Timbangan dengan kapasitas 2 kg dan 50 kg.
2. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 38,1 mm; 25 mm; 19 mm; 12,5
mm; 9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan
dan mesin penggetar ayakan (vibrator) yang digunakan untuk pengujian
gradasi agregat.
3. Oven dengan temperatur 220oC dan daya listrik 1500 W yang digunakan
untuk mengeringkan agregat
4. Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm, tinggi 7,6 cm, lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk
mengukur keadaan SSD agregat halus.
5. Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm,
diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm, lengkap dengan tongkat baja penusuk
yang ujungnya ditumpulkan dengan panjang 60 cm dan dimeter 16 mm. alat
ini digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton
6. Bekesting benda uji dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 60 mm
digunakan untuk mencetak benda uji silinder beton untuk uji Impact.
7. Bak air untuk merendam (merawat) benda uji selama perawatan.
8. Impact Testing Machine digunakan untuk pengujian ketahanan kejut
9. Peralatan pendukung:
a. Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar Lumpur dan kandungan zat
organik dalam pasir
b. Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air
c. Cetok semen, ember,
d. Alat tulis, penggaris, formulir penelitian
commit to user
3.5.
Pengujian Bahan Dasar Beton
Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material pembentuk beton maka
dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap bahan – bahan pembentuk
beton yang akan dipakai dalam mix design. Pengujian ini hanya dilakukan
terhadap agregat halus dan agregat kasar yang akan digunakan dalam campuran
pembuatan benda uji ketahanan kejut.
3.5.1.
Standar Pengujian Agregat
Standar pengujian agregat halus adalah sebagai berikut :
1. ASTM C 40 = Standar untuk tes kotoran organik dalam agregat halus
2. ASTM C 117 = Standar untuk tes agregat yang lebih halus dari ayakan
75µm (No.200) dalam agregat halus dengan pencucian.
3. ASTM C 128 = Standar untuk menentukan spesific gravity agregat halus
4. ASTM C 136 = Standar penelitian untik analisis saringan agregat halus
Standar Pengujian Agregat Kasar adalah sebagai berikut :
1. ASTM C 127 = Standar untuk menentukan spesific gravity agregat kasar
2. ASTM C 131 = Standar penelitian untuk pengujian abrasi agregat kasar
3. ASTM C 136 = Standar pengujian untuk analisis ayakan agregat kasar
3.5.2. Pengujian Agregat Halus
1. Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus
Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat
organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton
yang dihasilkan.
Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder
dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan ASTM C 40 dengan warna
tidak gelap. Jika wana yang dihasilkan memberikan hasil jernih atau kuning muda,
commit to user
a. Tujuan :
Mengetahui kadar zat organik dalam pasir.
b. Alat dan bahan antara lain :
1) Pasir kering oven
2) Larutan NaOH 3%
3) Gelas ukur 250 cc
c. Cara Kerja :
1) Mengambil pasir kering oven sebanyak 130 cc ke dalam gelas ukur.
2) Menuangkan NaOH 3% hingga volume mencapai 200 cc.
3) Mengocok selama 10 menit.
4) Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam.
5) Mengamati warna air yang ada pada gelas ukur.
2. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus
Agregat halus yang umum dipergunakan sebagai bahan dasar beton adalah pasir.
Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan.
Untuk itu maka pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang
dihasilkan. Untuk itu maka pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih dari kandungan lumpur.
Lumpur adalah bagian dari pasir yang lebih halus dari 75 mikron (ASTM C 117).
Syarat dari pemeriksaan kandungan lumpur adalah kandungan lumpur dalam
agregat halus tidak boleh lebih dari 5 % sesuai dengan ASTM C 33-99 Tabel 1.
Apabila kadar lumpur yang ada lebih dari 5% dari berat keringnya, maka pasir
harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai material penyusun beton.
a. Tujuan :
Mengetahui kadar lumpur yang terkandung dalam pasir.
b. Alat dan bahan antara lain :
1) Pasir kering oven
2) Air bersih
3) Gelas ukur 250 cc
4) Oven listrik yang dilengkapi pengatur suhu
commit to user
c. Cara Kerja :
1) Mengambil pasir sebanyak 250 gram
2) Mengeringkan pasir dalam oven dengan temperature 110o C selama 24
jam
3) Mengambil pasir kering oven sebanyak 100 gram lalu di masukkan ke
dalam gelas ukur 250 cc.
4) Menuangkan air ke dalam gelas ukur hingga setinggi 12 cm di atas
permukaan pasir.
5) Mengocok air dan pasir minimal 10 kali lalu membuang airnya.
6) Mengulangi langkah (5) hingga air dalam gelas ukur tampak jernih.
7) Memasukkan air ke dalam cawan lalu mengeringkannya dalam oven
dengan temperatur 110o C selama 24 jam.
8) Setelah 24 jam cawan dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga
mencapai suhu kamar.
9) Menimbang pasir dalam cawan.
10) Menghitung kadar lumpur d engan Persamaan berikut:
Â̜Ȗ̜Ϝ Υaj aϜ=Ė3 Æ3
Ė3 100% ... (3.1)
Dengan: a1 = berat pasir kering oven (100 gram)
b1 = berat pasir kering oven setelah pencucian (gram)
3. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam
merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel
tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan. Pengujian specific gravity
agregat halus dengan berpedoman pada ASTM C 128-79.
a. Tujuan :
1) Mengetahui bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir
dalam kondisi kering dengan volume pasir total.
2) Mengetahui bulk specific gravity SSD (Saturated Surface Dry), yaitu
perbandingan antara berat pasir jenuh kondisi kering permukaan dengan
commit to user
3) Mengetahui apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat
pasir kering dengan volume butir pasir.
4) Mengetahui daya serap air (absorbtion), yaitu perbandingan antara berat
air yang diserap dengan berat pasir kering.
b. Alat dan bahan antara lain:
1) Cawan
2) Volumetric flash.
3) Conical mould
4) Neraca
5) Pasir kering oven ±1000 gram.
c. Cara Kerja :
1) Membuat pasir dalam keadaan SSD dengan cara :
a) Mengambil pasir yang telah disediakan.
b) Memasukkan pasir dalam conical mould sampai 1/3 tinggi,
kemudian ditumbuk dengan temper sebanyak 15 kali.
c) Memasukkan lagi pasir ke dalam conical mould sampai 2/3 tinggi,
kemudian ditumbuk lagi dengan temper sebanyak 15 kali.
d) Memasukkan lagi pasir sampai penuh dan ditumbuk lagi sebanyak
15 kali.
e) Memasukkan pasir lagi sampai penuh kemudian diratakan
permukaannya.
f) Mengangkat conical mould sehingga pasir akan merosot. Bila
penurunan pasir mencapai 1/3 tinggi atau 2,5 cm maka pasir tersebut
sudah dalam keadaan kering permukaan (SSD).
g) Mengambil pasir dalam keadaan SSD sebanyak 500 gram.
2) Memasukkan pasir tersebut ke dalam volumetric flash kemudian
tambahkan air sampai penuh dan mendiamkannya selama 24 jam.
3) Menimbang volumetric flash yang berisi pasir dan air tersebut, setelah 24
jam (c2).
4) Mengeluarkan pasir dari volumetric flash dan masukkan ke cawan
degnan membuang air terlebih dahulu. Jika dalam cawan masih ada air
commit to user
5) Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 110o C
selama 24 jam.
6) Mengisi volumetric flash yang telah kosong dan bersih dengan air sampai
penuh dan menimbangnya (b2).
7) Mendiamkan pasir yang telah dioven sampai mencapai suhu ruang
kemudian menimbang pasir tersebut (a2).
8) Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 s.d 3.5 sebagai
b2 = berat volumetricflash berisi air (gram)
c2 = berat volumetricflash berisi pasir dan air (gram)
d2 = berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (500 gram)
4. Pengujian Gradasi Agregat Halus
Gradasi pada pasir sebagai agregat halus menentukan sifat workability dan kohesi
dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat halus sangat diperhatikan.
Pengujian gradasi agregat halus menggunakan standar pengujian ASTM C 136.
Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat
kehalusan butir pasir.
a. Tujuan :
Mengetahui gradasi atau variasi ukuran butiran pasir dan persentase modulus
kehalusannya.
b. Alat dan bahan antara lain :
1) Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 9.5 mm; 4.75 mm; 2.36
mm; 1.18 mm; 0.60 mm; 0.30 mm; 0.15 mm dan pan.
commit to user
3) Neraca.
4) Pasir kering oven 3000 gram.
c. Cara Kerja :
1) Menyiapkan pasir yang telah dioven sebanyak 3000 gram
2) Memasang ayakan dengan susunan sesuai urutan besar lubang dan yang
terbawah adalah pan.
3) Memasukkan pasir ke dalam ayakan teratas kemudian ditutup rapat.
4) Memasang ayakan terisi tersebut pada mesin penggetar.
5) Memindahkan pasir yang tertinggal dalam masing-masing ayakan ke
dalam cawan lalu ditimbang.
6) Menghitung persentase berat pasir tertinggal pada masing-masing ayakan.
7) Menghitung modulus kehalusan pasir dengan Persamaan 3.6 berikut ini :
Modulus kehalusan = ... (3.6)
Dengan:
a3 = Σ persentase kumulatif berat pasir tertinggal selain dalam pan
b3 = Σ persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal
3.5.3. Pengujian Agregat Kasar
1. Pengujian Pengujian Spesific Gravity Agregat Kasar
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam
merencanakan campuran adukan beton, karena dengan variabel tersebut dapat
dihitung volume dari agregat kasar yang diperlukan. Pengujian spesific gravity
agregat kasar dalam penelitian ini menggunakan kerikil dengan diameter
maksimal 20 mm. Standar pengujian yang digunakan pada pengujian specific
gravity agregat kasar adalah ASTM C 127.
a. Tujuan :
1) Mengetahui bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat agregat
kasar dalam kondisi kering dengan volume agregat kasar total.
2) Mengetahui bulk specific gravity SSD (Saturated Surface Dry), yaitu
perbandingan antara berat agregat kasar jenuh kondisi kering permukaan
commit to user
3) Mengetahui apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat
agregat kasar kering dengan volume butir agregat kasar.
4) Mengetahui daya serap air (absorbtion), yaitu perbandingan antara berat
air yang diserap dengan berat agregat kasar kering.
b. Alat dan bahan antara lain :
1) Oven listrik
2) Bejana dan container
3) Air
2) Mengambil agregat kasar kering lalu ditimbang sebanyak 3000 gram dan
didiamkan hingga mencapai suhu ruang (a4).
3) Merendam agregat kasar dalam air selama 24 jam, lalu dikeringkan
dengan kain lap agar permukaan agregat kering, kemudian menimbang
agregat tersebut (b4).
4) Memasang container pada neraca, lalu menuangkan container dalam
bejana hingga container terendam seluruhnya dan mengatur posisi agar
neraca seimbang.
5) Memasukkan agregat kasar dalam container hingga seluruhnya terendam
air.
6) Menimbang agregat kasar tersebut (c4).
7) Menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.7 s.d 3.10 sebagai
Apparent Specific Gravity = Ė
Ė ... (3.9)
Absorbsion = Æ Ė
commit to user
Dengan:
a4 = berat agregat kasar kering (3000 gram)
b4 = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram)
c4 = berat agregat kasar jenuh (gram)
2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Gradasi pada pasir sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat
kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah
diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian
ASTM C 136.
a. Tujuan :
Mengetahui gradasi atau variasi ukuran butiran kerikil dan persentase
modulus kehalusannya.
b. Alat dan bahan antara lain :
1) Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 50 mm; 38.1 mm; 25.4
mm; 19.0 mm; 12.5 mm; 9.5 mm; 4.75 mm; 2.36 mm; 1.18 mm; 0.6 mm
dan pan.
2) Mesin penggetar.
3) Neraca kapasitas 5 kg ketelitian 10 gr.
4) Agregat kasar kering oven 3000 gram.
c. Cara Kerja :
1) Menyiapkan agregat kasar yang telah dioven sebanyak 3000 gram.
2) Memasang ayakan dengan susunan sesuai urutan besar lubang dan yang
terbawah adalah pan.
3) Memasukkan agregat kasar ke dalam ayakan teratas kemudian ditutup
rapat.
4) Memasang ayakan terisi tersebut pada mesin penggetar dan digetarkan
selama 5 menit, kemudian susunan ayakan diambil dari mesin penggetar
5) Memindahkan agregat kasar yang tertinggal dalam masing-masing
ayakan ke dalam cawan lalu ditimbang.
6) Menghitung persentase berat agregat kasar tertinggal pada
commit to user
7) Menghitung modulus kehalusan agregat kasar dengan Persamaan 3.11 :
Modulus kehalusan = ... (3.11)
Dengan:
a5 = Σ persentase kumulatif berat kerikil tertinggal selain dalam pan
b5 = Σ persentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal
3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar
Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Standar
pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C 131, dengan
menggunakan mesin Los Angeles. Berat yang hilang akibat gesekan tidak boleh
lebih dari 50%.
a. Tujuan :
Mengetahui daya tahan agregat kasar terhadap keausan.
b. Alat dan bahan antara lain :
1) Mesin Los Angeles dan bola baja
2) Ayakan
3) Neraca.
4) Agregat kasar
c. Cara Kerja :
1) Mencuci agregat kasar dari kotoran dan debu yang melekat, kemudian
dikeringkan dengan oven bersuhu 110o C selama 24 jam.
2) Mengambil agregat kasar dari oven dan membiarkannya hingga suhu
kamar kemudian mengayak dengan ayakan 12.5 mm; 9.5 mm; 4.75 mm.
Dengan ketentuan : lolos ayakan 12.5 mm dan tertampung 9.5 mm
sebanyak 5 kg. Lolos ayakan 9.5 mm dan tertampung 4.75 mm sebanyak
5 kg.
3) Memasukkan agregat kasar yang sudah diayak sebanyak 10 kg ke mesin
Los Angeles (a6).
4) Mengunci lubang mesin Los Angeles rapat-rapat lalu menghidupkan