• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOSIS JUS BUAH NANAS (Ananas comosus Merr.) SEBAGAI DIURESIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DOSIS JUS BUAH NANAS (Ananas comosus Merr.) SEBAGAI DIURESIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DOSIS JUS BUAH NANAS (Ananas comosus Merr.) SEBAGAI DIURESIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

DEBBY ANDINA LANDIASARI G0008076

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

(2)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari herbal sering dikenal sebagai

rempah-rempah. Herbal meliputi berbagai jenis bahan dari

tumbuh-tumbuhan yang umumnya memiliki fungsi dan khasiat tertentu. Saat ini

herbal makin populer di masyarakat, difungsikan sebagai pengobatan

(Yuliarti, 2009).

Keunggulan pengobatan herbal terletak pada bahan dasarnya yang

bersifat alami sehingga efek sampingnya dapat ditekan seminimal

mungkin. Tidak dipungkiri bahwa obat-obatan medik, berdasarkan bukti,

sering menimbulkan efek samping yang menyebabkan timbulnya penyakit

lain, misalnya penggunaan obat-obatan yang bersifat analgesik dan

antipiretik dalam jangka panjang serta dosis yang berlebihan dapat

merusak fungsi ginjal dan liver (Agromedia, 2008).

Banyak orang menganggap bahwa herbal dan obat tradisional lain

tidak akan berbahaya digunakan dalam jumlah berapa pun karena herbal

adalah bahan alami. Hal tersebut sama sekali tidak tepat karena jika

dikonsumsi secara sembarangan maka herbal dan obat tradisional lain juga

berbahaya bagi tubuh manusia, sebagaimana obat-obatan medis. Yang

perlu digarisbawahi adalah obat-obatan medis sudah banyak diteliti hingga

fase postmarketing sehingga dosis tepatnya sudah dapat ditentukan dan

(3)

efek sampingnya selalu dimonitor, sedangkan obat herbal belum bisa

ditentukan dosisnya mengingat penelitian uji klinik untuk obat-obatan

herbal masih sangat terbatas (Yuliarti, 2009).

Menjaga pengeluaran air seni atau air kencing adalah tindakan

yang dianjurkan dalam dunia kesehatan. Apabila pengeluaran air seni

terhambat maka akan menimbulkan banyak masalah di dalam tubuh.

Contoh akibat pengeluaran air yang tidak lancar adalah pengkristalan

zat-zat yang akan dibuang dikarenakan genangan air seni di ginjal atau di

kandung kemih yang cukup lama. Di antara zat tersebut adalah kalsium

karbonat, kalsium urat, kalsium oksalat, dan kalsium lemak (Permadi,

2006).

Diuresis adalah sifat meluruhkan air seni. Pengertian lainnya yaitu

sifat mengurangi jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah

dengan cara dibuang sebagai urin. Mekanisme diuresis berhubungan

dengan mempertahankan keseimbangan kimia serta elektrolit yang benar

serta mempertahankan pH normal tubuh (Permadi, 2006). Diuretik

digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan

pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah yang

abnormal di mana tekanan sistole ≥ 140 mmHg atau diastole ≥ 90 mmHg

(Shankie, 2001). Prevalensi terjadinya hipertensi meningkat di antara

orang dewasa di Amerika Serikat, dari sekitar 50.000.000 pada tahun 1988

(4)

sampai tahun 1994 menjadi 65.000.000 pada tahun 1999 sampai tahun

2004. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan meningkat dari

sekitar 1.000.000.000 pada tahun 2000 menjadi 1.500.000.000 di tahun

2025 (Chobanian, 2009).

Di Indonesia, hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya

penyakit-penyakit kardiovaskular dan prevalensinya cenderung meningkat

seiring dengan pergeseran gaya hidup yang jauh dari perilaku bersih dan

sehat. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes

tahun 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 % (Dinkes,

2010).

Penanganan hipertensi dengan terapi obat modern banyak

macamnya dan beberapa di antaranya tidak murah. Salah satunya dengan

pemberian obat diuretik yang dapat meningkatkan laju volume urin dan

ekskresi natrium untuk mengatur keseimbangan cairan sehingga dapat

menurunkan tekanan darah.

Hidroklorotiazid merupakan diuretik golongan tiazid, diturunkan

dari klortiazid yang dikembangkan dari sulfanilamida. Hidroklorotiazid

bekerja di bagian muka tubuli distal. Karena daya hipotensifnya lebih kuat

pada jangka panjang, maka hidroklorotiazid banyak digunakan sebagai

obat pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Meskipun pemerintah sudah mengupayakan ketersediaan obat-obat

generik, masih banyak obat-obat bermerek yang belum habis masa

(5)

patennya sehingga industri-industri farmasi selain pemegang hak paten

tidak boleh memproduksi dengan merek lain, termasuk versi generiknya.

Obat-obat paten tersebut umumnya masih relatif mahal sehingga tidak

terjangkau oleh sebagian besar rakyat. Oleh karena itu perlu dipikirkan

alternatif lain, di antaranya dengan pemanfaatan obat-obat tradisional yang

lebih murah dan mudah pembuatannya.

Buah nanas merupakan buah yang disukai masyarakat karena

rasanya yang manis, ternyata di samping itu buah nanas juga dapat

berkhasiat sebagai obat (Ratnasari, 2008). Buah nanas masak sifatnya

dingin. Nanas dilaporkan bersifat diuresis dan merupakan pembersih alami

karena dapat mengeluarkan racun dari tubuh (Ning, 2007). Daun, buah,

dan akar Ananas comosus mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol

(Syamsuhidayat, 2001). Tanaman yang mengandung flavonoid

mempunyai efek sebagai diuretik, antispasmodik, antitumor, antibakteri,

dan antijamur (Evans, 2009).

Pada penelitian sebelumnya, telah diketahui bahwa akar nanas

mempunyai efek diuresis (Anshori, 2007). Peneliti akan melakukan

penelitian terhadap buah nanas karena masyarakat mengkonsumsi

buahnya, bukan akarnya. Salah satu kandungan kimia yang terdapat pada

buah nanas dan juga terdapat pada akar nanas adalah flavonoid

(Syamsuhidayat, 2001). Selain itu, pada penelitian ini peneliti akan

menggunakan hidroklorotiazid sebagai kontrol positif karena

hidroklorotiazid mempunyai persamaan mekanisme kerja dengan

(6)

flavonoid yaitu menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl- sehingga diharapkan

pada penelitian ini buah nanas juga mempunyai efek diuresis. Sejauh ini

juga belum diketahui apakah efek diuresis jus buah nanas berbanding lurus

dengan dosis pemberiannya.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan

efek diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)?

2. Apakah dengan peningkatan dosis dari jus buah nanas (Ananas

comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah jus buah nanas (Ananas comosus Merr.)

dapat meningkatkan efek diuresis pada tikus putih jantan (Rattus

norvegicus).

2. Untuk mengetahui apakah dengan peningkatan dosis dari jus buah

nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis.

D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis

Untuk memberikan informasi ilmiah tentang efek dan dosis

optimal jus buah nanas pada tikus putih jantan.

2. Aspek Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk tahap

penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik serta hewan uji

yang tingkatannya lebih tinggi.

(7)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

a. Struktur Makroskopik Ginjal

Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna

merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm

(kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat

antara 125 sampai 175 gram pada laki-laki dan 115 sampai 155

gram pada perempuan (Sloane, 2004).

Ginjal terletak di area yang tinggi yaitu pada dinding

abdomen posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga

terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitonial yang terletak

di antara otot-otot punggung dan peritonium rongga abdomen atas.

Tiap-tiap ginjal memiliki kelenjar adrenal di atasnya (Sloane,

2004).

Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan ginjal

kiri karena ada hati pada sisi kanan. Menurut Sloane (2004), setiap

ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat:

1) Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini

melabuhkan ginjal pada struktur di sekitarnya dan

mempertahankan posisi organ.

(8)

2) Lemak perirenal adalah jaringan adiposa yang terbungkus fasia

ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ

tetap pada posisinya.

3) Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang

langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.

b. Struktur Mikroskopik Ginjal

Unit kerja fungsional ginjal disebut nefron. Dalam setiap

ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya

mempunyai struktur dan fungsi sama (Price dan Wilson, 2005).

Menurut Guyton dan Hall (2007), setiap nefron terdiri dari:

1) Glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui

sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus

tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang

dan beranastomosis. Kapiler glomerulus dilapisi sel-sel epitel,

dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula

Bowman.

2) Tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi diubah

menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.

c. Fungsi Ginjal

Terdapat beberapa fungsi ginjal (Sloane, 2004), yaitu:

1) Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam

urat, kreatinin, dan produk pengeluaran hemoglobin dan

hormon.

(9)

2) Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekskresi

ion natrium, kalsium, kalium, magnesium, sulfat, dan fosfat.

3) Pengaturan keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Ginjal

mengendalikan ekskresi dari ion hidrogen (H+), bikarbonat

(HCO3-), dan amonium (NH4+) serta memproduksi urin asam

atau basa, tergantung dengan kebutuhan tubuh.

4) Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas

eritropoietin yang mengatur sel darah merah dalam sumsum

tulang.

5) Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang

esensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi

enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam

mekanisme renin-angiotensin-aldosteron yang meningkatkan

tekanan darah dan retensi air.

6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan

asam amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam

amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien

dalam darah.

7) Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat

tambahan makanan, obat-obatan, atau zat asing lain dari dalam

tubuh.

(10)

d. Suplai Darah

Menurut Sloane (2004), ginjal mempunyai sistem peredaran darah

tersendiri yaitu:

1) Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang

mensuplai masing-masing dan masuk ke hilus melalui cabang

anterior dan posterior.

2) Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk

arteri-arteri interlobaris yang mengalir di antara piramida-piramida

ginjal.

3) Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area

pertemuan antara korteks dan medula.

4) Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata di

sudut kanan dan melewati korteks.

5) Arteri aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol

aferen membentuk sekitar 50 kapiler yang membentuk

glomelurus.

6) Arteriol eferen meninggalkan setiap glomelurus dan

membentuk jaringan kapiler lain. Kapiler peritubular

mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi

nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang

direabsorbsi.

7) Kapiler peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang

kemudian menyatu dan membentuk vena interlobularis.

(11)

8) Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena

arkuata bermuara ke dalam vena interlobaris yang bergabung

untuk bermuara ke dalam vena renalis. Vena ini meninggalkan

ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior.

e. Pembentukan Urin

Gambar 2.1. Mekanisme Pembentukan Urin

Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar

cairan melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman.

Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga relatif

impermeabel terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi

(disebut filtrat glomerulus) pada dasarnya bersifat bebas protein

dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah

(12)

Langkah kedua dalam proses pembentukan urin adalah

reabsorpsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi dan sekresi

beberapa zat dari pembuluh darah peritubulus ke dalam tubulus.

Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung melalui mekanisme

transpor aktif dan pasif. Suatu mekanisme dikatakan aktif apabila

zat berpindah melawan perbedaan elektrokimia (yaitu melawan

perbedaan potensial listrik, potensial kimia, atau keduanya) dan

menggunakan energi. Sedangkan pada transpor pasif, zat yang

direabsorpsi atau disekresi bergerak mengikuti perbedaan

elektrokimia yang ada, dan selama proses ini tidak diperlukan

energi (Price dan Wilson, 2005).

Hal utama yang berkaitan dengan sebagian besar proses

reabsorpsi adalah reabsorpsi aktif natrium (Sherwood, 2001).

Sedikitnya dua pertiga dari jumlah natrium yang difiltrasi akan

direabsorpsi secara aktif dalam tubulus proksimal (Price dan

Wilson, 2005). Selain natrium, sebagian besar elektrolit dan

nutrien organik, misalnya glukosa dan asam amino, juga

direabsorpsi secara aktif. Sedangkan dalam reabsorpsi pasif zat

terpenting yang direabsorpsi adalah klorida, air, dan urea

(Sherwood, 2001). Proses sekresi dan reabsorpsi selektif

diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus pengumpul (Price dan

Wilson, 2005).

(13)

Dari 125 ml/menit cairan yang difiltrasi di glomerulus,

dalam keadaan normal hanya 1 ml/menit yang tertinggal di tubulus

dan dieksresikan sebagai urin (Price dan Wilson, 2005). Dalam

keadaan normal, jumlah urin rata-rata adalah 1400 ml/hari yang

mengandung urea, natrium, kalium, fosfat, sulfat, kreatinin dan

asam urat (Guyton dan Hall, 2007).

f. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan

mengeluarkan urin asam atau basa. Mekanisme pengeluaran urin

asam dan basa sesungguhnya merupakan mekanisme pengontrolan

ginjal terhadap ekskresi dan reabsorbsi ion bikarbonat (HCO3-).

Reabsorbsi ion bikarbonat dan ekskresi ion hidrogen dicapai

melalui proses sekresi ion hidrogen oleh tubulus sebab ion

bikarbonat harus bereaksi dengan satu ion hidrogen agar dapat

direabsorbsi. Jika kondisi keasaman tubuh meningkat (pH

menurun), proses reabsorbsi bikarbonat akan ditingkatkan untuk

mempertahankan pH tubuh. Selain itu tubuh juga akan

memproduksi ion bikarbonat baru yang akan ditambahkan ke

dalam cairan ekstraseluler sehingga urin yang dikeluarkan menjadi

asam. Sebaliknya bila pH meningkat karena kekurangan ion

hidrogen dalam cairan ekstraseluler (alkalosis), ginjal tidak akan

mereabsorbsi ion bikarbonat yang disaring sehingga akan

meningkatkan ekskresi ion bikarbonat. Karena ion bikarbonat

(14)

normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstraseluler,

kehilangan satu ion bikarbonat sama dengan penambahan satu ion

hidrogen dalam cairan ekstrasel untuk kembali ke kondisi normal.

Menurut Tamsuri (2009), ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen

cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme dasar, yaitu:

1) Sekresi ion hidrogen.

2) Reabsorbsi ion bikarbonat yang difiltrasi.

3) Produksi ion bikarbonat baru.

2. Diuretik

a. Definisi

Menurut definisi, diuretik adalah obat-obatan yang

meningkatkan laju aliran urin. Namun secara klinis diuretik juga

bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+ (natriuresis) dan

anion yang menyertainya, biasanya Cl- (Hardman, 2008).

Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting

artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus

untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik (Gunawan,

2007).

Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan

besar yaitu penghambat mekanisme transpor elektrolit di dalam

tubuli ginjal dan diuretik osmotik. Obat yang dapat menghambat

transpor elektrolit di tubuli ginjal adalah benzotiadiazid, diuretik

(15)

kuat, diuretik hemat kalium, dan penghambat karbonik anhidrase

(Gunawan, 2007).

b. Klasifikasi

Menurut Gunawan (2007), diuretik dibagi menjadi lima jenis yaitu

sebagai berikut:

1) Diuretik kuat

Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya

sangat kuat dibanding dengan diuretik lain. Tempat kerja

utamanya di bagian epitel tebal ansa Henle bagian asenden,

karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretic.

Termasuk dalam kelompok ini adalah furosemid, torsemid,

asam etakrinat, dan bumetanid.

2) Benzotiadiazid

Benzotiadiazid berefek langsung terhadap transpor Na+ dan Cl

-di tubulus ginjal. Prototipe golongan benzotia-diazid ialah

klorotiazid yang merupakan obat tandingan pertama golongan

Hg-organik. Beberapa diuretik sulfonamid yang strukturnya

sama sekali berbeda dengan tiazid, menunjukkan efek

farmakologi yang sama seperti tiazid seperti klortalidon,

kuinetazon, metolazon, dan indapamid.

3) Diuretik hemat kalium

Antagonis aldosteron, triamteren, dan amilorid tergolong dalam

kelompok ini. Peranan aldosteron ialah memperbesar

(16)

reabsorbsi natrium dan klorida di tubulus distal serta

memperbesar ekskresi kalium. Saat ini dikenal dua macam

antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan eplerenon.

4) Diuretik osmotik

Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila

difiltrasi secara bebas oleh glomelurus, tidak atau hanya sedikit

difiltrasi tubulus ginjal, secara farmakologis merupakan zat

inert, dan umumnya resisten terhadap perubahan metabolik.

Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, dan

isosorbid. Adanya zat tersebut dalam lumen tubulus

meningkatkan tekanan osmotik sehingga jumlah air dan

elektrolit yang diekskresi bertambah besar.

5) Penghambat karbonik anhidrase

Karbonik anhidrase adalah suatu enzim yang mengkatalisis

reaksi CO2 + H2O ↔ H2CO3. Enzim ini terdapat salah satunya

di korteks renalis yang penting dalam sistem bufer darah.

Ion-ion tersebut juga penting dalam proses reabsorbsi Ion-ion tetap di

tubulus ginjal. karbonik anhidrase dapat dihambat aktivitasnya

oleh sianida, azida, dan sulfida.

c. Indikasi

Menurut Tjay dan Raharja (2007), diuretik digunakan pada

semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,

khususnya pada hipertensi dan gagal jantung:

(17)

1) Pada hipertensi, diuretik berguna untuk mengurangi volume

darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun.

Derivat tiazid digunakan untuk indikasi ini. Penghentian

pemberian tiazid pada lansia tidak boleh secara mendadak,

karena risiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan

peningkatan tensi.

2) Gagal jantung (decompensatio cordis), yang bercirikan

peredaran tak sempurna lagi dan terdapat cairan berlebihan di

jaringan. Akibatnya air tertimbun dan terjadi edema, misalnya

dalam paru-paru (edema paru). Untuk indikasi ini terutama

digunakan diuretik lengkungan, yang dalam keadaan parah akut

secara intravena (asma kardial, edema paru).

3. Hidroklorotiazid (HCT)

a. Farmakodinamik

HCT merupakan diuretik golongan tiazid. Mekanisme

aksinya adalah dengan menghambat reabsorbsi natrium di tubulus

ginjal yang menyebabkan naiknya ekskresi natrium dan air, juga

ion kalium dan hidrogen (Arini, 2005).

b. Farmakokinetik

Absorbsi tiazid melalui saluran cerna sangat baik.

Umumnya efek obat tampak setelah satu jam. Klorotiazid

didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati

sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.

(18)

Dengan suatu sel aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal

ke dalam cairan tubuli. Jadi klirens ginjal obat ini besar sekali,

biasanya dalam 3 - 6 jam sudah diekskresi dari badan (Gunawan,

2007).

c. Indikasi

Tiazid digunakan untuk hipertensi, gagal jantung kongestif,

nefrolitiasis yang disebabkan hiperkalsuria idiopatik, serta diabetes

insipidus nefrogen. Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung

dan hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus hati-hati

karena dapat memperparah gangguan fungsi ginjal akibat

penurunan kecepatan filtrasi glomelurus dan hilangnya natrium

(Katzung, 2005).

d. Toksisitas

Katzung (2005) menjelaskan beberapa efek toksik HCT, yaitu:

1) Alkalosis metabolik hipokalemia

Tiazid dapat meningkatkan ekskresi dari ion kalium sehingga

hal tersebut dapat menyebabkan hipokalemi.

2) Toleransi gangguan karbohidrat

Dapat terjadi hiperglikemia baik pada pasien diabetes atau

bahkan pada uji toleransi glukosa tidak normal ringan. Efek

tersebut berkaitan dengan hambatan rilis insulin pankreatik dan

penurunan penggunaan glukosa oleh jaringan.

(19)

3) Hiperlipidemia

Tiazid menyebabkan peningkatan 5 - 15 % kolesterol serum

dan menurunkan lipoprotein dengan kepadatan rendah {Low

Density Lipoprotein (LDL)}.

4) Hiponatremia

Disebabkan karena kombinasi peningkatan ADH yang

menginduksi hipovolemia, penurunan kapasitas pelarutan

ginjal, dan menyebabkan haus.

5) Reaksi alergi

Tiazid adalah sulfonamid dan mempunyai reaktivitas silang

dengan anggota lain dari kelompoknya.

6) Toksisitas lain

Kelemahan, kelelahan, dan parestesia dapat menyerupai

penghambat karbon anhidrase lain.

e. Kontraindikasi

HCT dikontraindikasikan pada anuria, hipersensitivitas

terhadap HCT, hipokalemia yang refraktur, hiperkalsemia,

hiperurikemia, hiponatremia, gangguan hati yang berat, penyakit

Addison (Arini, 2005).

f. Dosis

Hidroklorotiazid tersedia dalam sediaan tablet 25 dan 50

mg. Dosis yang diperlukan untuk hipertensi yaitu 12,5 - 25 mg/hari

sedangkan untuk gagal jantung kongestif 25 - 100 mg/hari dengan

(20)

lama kerja 6 - 12 jam (Gunawan, 2007). Dosis yang dianjurkan

untuk efek diuresis yaitu 25 mg/hari (Katzung, 2005).

4. Nanas

a. Klasifikasi Tanaman

Menurut Plantamor (2010), klasifikasi nanas adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Commelinidae

Ordo : Bromeliales

Famili : Bromeliaceae

Genus : Ananas

Spesies : Ananas comosus Merr.

Sinonim : A. sativus Schult., Ananassa sativa Lindl.,

Bromelia comosa L.

b. Nama Lain

Nanas mempunyai beberapa nama lain (IPTEK, 2011), yaitu:

1) Nama Lokal

Sumatera : anes, henas, kenas, honas, hanas, gona,

nasit, enas, kanas, nanas, naneh

(21)

(Minangkabau), kanas, kanyas, nas,

nyanyas.

Jawa : danas, ganas, nanas, lanas, nanas.

Kalimantan : kanas, samblaka, malaka, uro usan, kayu

usan,kayu ujan, belasan.

Nusa Tenggara : manas, nanas, aruma, fanda, pandal,

panda, nana, peda, anana, pedang,

parangena, nanasi.

Sulawesi : tuis mangandow, na'asi, nanasi, tuis, tuis

ne walanda, busa, pinang, nanati, lalato,

nanasi, pandang, edan, ekam, hedan, ai

nasi, than baba-ba, kai nasi, bangkalo,

kampora, anasu, banggala, bangkala, kai

nasu, kambala, kampala (Seram selatan),

arnasinu, kanasi, kurnasin, mangala,

nanasi, nanasu, anasul.

Irian Jaya : manilmap, miniap.

2) Nama Asing

Pineapple, ananas, pinya

c. Deskripsi Tanaman

Ananas comosus Merr. adalah sejenis tumbuhan tropis yang

berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk

dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan

(22)

(habitus) tumbuhannya rendah dengan 30 atau lebih daun yang

panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi

batang yang tebal (Mastani, 2009).

Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia

sepanjang tahun (herba tahunan atau dua tahunan), tinggi 50 - 150

cm, terdapat tunas merayap pada bagian pangkalnya. Daun

berkumpul dalam roset akar dan pada bagian pangkalnya melebar

menjadi pelepah. Helaian daun bentuk pedang, tebal, liat, panjang

80 - 120 cm, lebar 2 - 6 cm, ujung lancip menyerupai duri, tepi

berduri tempel yang membengkok ke atas, sisi bawah bersisik

putih, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Bunga majemuk

tersusun dalam bulir yang sangat rapat, letaknya terminal dan

bertangkai panjang. Buahnya buah majemuk, bulat panjang,

berdaging, berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning.

Buah nanas rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil,

seringkali tidak jadi. Tanaman buah nanas dapat diperbanyak

dengan mahkota, tunas batang, stek atau tunas ketiak daunnya

(Mastani, 2009).

d. Kandungan Kimia

Daun, buah, dan akar Ananas comosus mengandung

saponin, flavonoid, dan polifenol (Syamsuhidayat, 2001).

(23)

e. Kandungan Gizi

Nanas mengandung beberapa zat gizi penting yang dirangkum

dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Dalam 100 Gram Nanas Matang

Sumber: Agoes (2010)

f. Sifat dan Khasiat

Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, yaitu sebagai

obat penyembuh sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual,

flu, wasir, kurang darah, gatal-gatal, ekzema, dan kudis

(Agromedia, 2008).

5. Nanas sebagai Diuretik

Pada tanaman tinggi, senyawa flavonoid terdistribusi hampir ke

(24)

yang mengandung flavonoid mempunyai efek sebagai diuretik,

antispasmodik, antitumor, antibakteri, dan antijamur (Evans, 2009).

Flavonoid merupakan senyawa alam golongan polifenol dengan 15

atom karbon dalam inti dasarnya dan tersusun dalam konfigurasi C6 -

C3 - C6. Struktur flavonoid terdiri dari 2 inti benzen yang dibedakan

atas cincin A dan B, dihubungkan oleh 3 atom karbon yang

membentuk inti piron dan selanjutnya disebut cincin C (Gambar 2.2).

Perbedaan senyawa flavonoid terletak pada jumlah, jenis, dan posisi

gugus substituen. Substituen yang umum antara lain gugus hidroksi,

metoksi, metil, dan gula yang terdistribusi pada cincin A atau B

(Sutjipto dan Katno, 2006).

Gambar 2.2. Struktur Dasar Flavonoid

Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit, seperti

ion Na+ dan Cl- bersama urin (Carola, 1991). Natriuresis yang terjadi

akan menimbulkan diuresis yang pada sebagian besar kasus timbul

secara sekunder akibat penghambatan reabsorbsi ion Na+ tubulus

sehingga ion Na+ yang tersisa di tubulus bekerja secara osmotik

menurunkan reabsorbsi air (Guyton dan Hall, 2007).

(25)

Penelitian sebelumnya pada akar nanas terhadap tikus putih jantan

galur Wistar, diketahui bahwa akar nanas mempunyai efek diuresis.

Penelitian tersebut menggunakan ekstrak akar nanas yang dikeringkan

melalui proses Soxhletasi dengan cairan pengekstraksi etanol.

Diketahui bahwa dosis ekstrak akar nanas yang mempunyai efek

diuresis paling kuat terhadap kontrol positif (7,850 ml) yaitu kelompok

perlakuan dosis III 2 mg/100 gr BB tikus putih dengan hasil volume

urin kumulatif paling banyak (8,633 ml). (Anshori, 2007).

Salah satu senyawa kimia yang terdapat pada buah nanas dan juga

terdapat pada akar nanas adalah flavonoid (Syamsuhidayat, 2001),

sehingga diamsusikan buah nanas juga mempunyai efek diuresis.

6. Tikus Putih

Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang

percobaan. Tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang

lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan

kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus jantan juga

mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi

biologis tubuh yang lebih stabil dibandingkan tikus betina (Sugiyanto,

1995). Konsumsi pakan tikus putih per hari sebanyak 5 gr/100 gr BB,

konsumsi air minum per hari sebanyak 8 - 11 ml/100 gr BB, dan

ekskresi urin per hari sebanyak 5,5 ml/100 gr BB (Geocities, 2010).

(26)

a. Sistematika

Menurut Sugiyanto (1995), sistematika tikus putih adalah sebagai

berikut:

Filum : Chordatae

Subfilum : Vertebrata

Classis : Mamalia

Subclassis : Placentalia

Ordo : Rodentia

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

b. Karakteristik Utama

Tikus putih sebagai hewan uji relatif resisten terhadap

infeksi, sangat cerdas, tidak begitu fotofobik seperti mencit, dan

kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu

besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di

sekitarnya. Sifat yang membedakan tikus putih dari hewan uji yang

lain yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi

yang tidak lazim di tempat esofagus yang bermuara ke dalam

lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu. Tikus

putih jantan jarang berkelahi seperti halnya mencit jantan dan

hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk

percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada

mencit (Sianawati, 2004).

(27)

B. Kerangka Pikir

Gambar 2.3. Kerangka Pikir

Hidroklorotiazid Nanas

Flavonoid

Keadaan ginjal, stres, dehidrasi, minum Ekskresi Na+ dan Cl-

meningkat Hambat reabsorbsi Na+

di tubulus ginjal

Ekskresi Na+ dan Cl- meningkat

Ginjal tikus putih jantan

Hipertonis lumen

Ekskresi air meningkat

Volume urin meningkat

Keterangan:

= mengandung

= menyebabkan

= mempengaruhi

Hambat reabsorbsi Na+ di tubulus ginjal

(28)

C. Hipotesis

1. Jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek

diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

2. Efek diuresis jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) sebanding

dengan peningkatan dosis pemberiannya.

(29)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan posttest

only control group design karena pengukuran hanya dilakukan pada waktu

tertentu setelah pemberian dosis pada hewan uji. Model rancangan ini

paling sering digunakan karena selain ekonomis, secara teknik lebih

mudah dilakukan (Arief, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan

Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM).

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar

yang diperoleh dari LPPT UGM berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan

150 - 200 gram. Tikus akan dibagi menjadi 5 kelompok. Dipilih tikus dan

bukan mencit karena tikus tenang, mudah ditangani, tidak begitu fotofobik

seperti halnya mencit. Aktivitasnya tidak demikian terganggu dengan

adanya manusia (Harmita dan Radji, 2005).

Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer

(Arkeman dan David, 2006):

(30)

(n - 1) (t - 1) > 15

n = besar sampel tiap kelompok

t = banyaknya kelompok perlakuan pada sampel

(n - 1) (t - 1) > 15

(n - 1) (5 - 1) > 15

n - 1 > 3.75

n > 4.75

n > 5

Tiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor tikus, sehingga jumlah sampel

keseluruhan adalah 30 ekor tikus

D. Teknik Sampling Hewan Uji

Tikus putih jantan dipilih secara purposive sampling sesuai kriteria

hewan uji. Subjek dibagi menjadi 5 kelompok secara acak menggunakan

teknik randomisasi.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : jus buah nanas

2. Variabel Terikat : volume urin

3. Variabel Luar

a. Terkendali : genetik, jenis kelamin, berat badan dan umur tikus,

makanan dan minuman, adanya stres terhadap

adaptasi lingkungan tempat percobaan.

b. Tak terkendali : variasi kepekaan tikus putih terhadap zat dan obat

(31)

F. Definisi Operasional Variabel

1. Jus Buah Nanas (Ananas comosus Merr.)

Jus buah nanas adalah nanas segar masak berumur 12 - 24 bulan

yang didapatkan dari LPPT UGM yang dihaluskan menggunakan

blender. Jus buah nanas yang dihasilkan kemudian akan dibagi tiga

yang digunakan sebagai dosis I, dosis II, dan dosis III. Pemberian dosis

jus buah nanas diukur dengan menggunakan spuit pencekok. Skala

pengukuran variabel jus buah nanas adalah ordinal.

2. Hidroklorotiazid

Hidroklorotiazid yang dipakai dalam percobaan berupa tablet

sediaan HCT generik 25 mg. Dosis yang diberikan pada hewan uji

adalah 0.32 mg dalam 2 ml aquades/200 gr BB tikus putih dan

diberikan secara peroral dengan spuit pencekok. Sebelumnya tablet

HCT diukur menggunakan timbangan digital dengan satuan miligram.

Skala pengukuran variabel HCT adalah nominal.

3. Volume Urin Tikus Putih Jantan

Volume urin tikus putih jantan adalah banyaknya urin yang

dikeluarkan oleh tikus putih jantan setelah pemberian jus buah nanas

dengan menampung urin selama 6 jam. Pengukuran dilakukan selama

24 jam, dengan interval waktu 6 jam menggunakan injection spuit

dalam satuan cc. Skala pengukuran variabel volume urin tikus adalah

rasio.

(32)

4. Galur

Dalam penelitian ini digunakan tikus putih galur Wistar untuk

mengendalikan faktor genetis.

5. Umur

Dalam penelitian ini digunakan tikus putih berumur 2 - 3 bulan

untuk membuat sampel homogen.

6. Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini digunakan tikus putih jantan supaya sampel

bersifat homogen serta menghindari adanya pengaruh hormon

estrogen.

7. Berat Badan

Tikus dalam percobaan ini dipilih berat badan sekitar 150 - 200

gram dengan toleransi 10 %.

8. Suhu Udara

Ruangan yang digunakan untuk mengandangkan tikus putih jantan

dikondisikan pada suhu kamar sekitar 25⁰ C.

9. Makanan dan Minuman

Semua tikus yang digunakan untuk percobaan mendapat makanan

dan minuman yang cukup dengan jumlah kurang lebih sama. Semua

tikus mendapat minum awal sebanyak 100 ml selama 24 jam yang

diberikan waktu tikus dipuasakan. Banyaknya air yang diminum dapat

diketahui dengan pengukuran air sebelum diberikan dan setelah

diberikan kepada tikus.

(33)

10.Kondisi Psikologis Tikus

Stres pada hewan uji dapat dipengaruhi akibat perlakuan yang

berulang kali. Hal tersebut dapat diminimalisasi dengan adaptasi

sebelum percobaan, diberikan pada kandang yang terpisah, makanan

dan minuman yang cukup, serta pencahayaan yang baik.

(34)

G. Rancangan Penelitian

Kelompok I Kelompok III Kelompok IV Kelompok V

Pada hari ke-8 dipuasakan selama 24 jam, tetap diberi air minum ad libitum

Jus nanas 2

Pengukuran volume urin setiap 6 jam, selama 24 jam

Analisis data dengan uji statistik

(35)

H. Instrumen Penelitian

1. Alat Penelitian

a. Kandang tikus putih: untuk mengadaptasikan tikus putih jantan

b. Timbangan hewan: untuk menghitung berat badan tikus putih

jantan

c. Spuit pencekok: untuk memasukkan sampel uji ke tikus putih per

oral

d. Metabolic cage complete sets for rats: kandang uji diuretik untuk

tikus putih jantan

e. Kantong plastik: untuk menampung urin hasil penelitian

f. Injection spuit: untuk mengukur volume urin uji diuretik

2. Bahan Penelitian

a. Aquades sebagai kontrol negatif

b. Hidroklorotiazid (HCT) sebagai kontrol positif

c. Jus buah nanas

I. Penentuan Dosis

1. Perhitungan Dosis Kontrol Negatif

Berdasarkan tabel volume maksimal larutan yang dapat diberikan

pada berbagai hewan (Lampiran 10), tikus dengan berat badan 100 gr

hanya dapat menerima dosis larutan peroral sebanyak 5.0 ml. Imuno

dan Nurlaila (1986) menyarankan penentuan dosis juga harus selalu

dikaitkan dengan volume maksimal yang boleh diberikan pada hewan

(36)

uji bersangkutan. Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi

setengah kali volume maksimalnya.

Volume maksimal tikus dengan berat badan 100 gr = 5 ml.

Setengah dari volume maksimal = 2.5 ml. Pada penelitian ini,

diberikan dosis 2 ml untuk kontrol negatif.

2. Perhitungan Dosis Hidroklorotiazid

Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus putih

dengan berat badan 200 gr adalah 0.018 (Lampiran 11). Pada orang

Indonesia rata-rata berat badannya 50 kg.

Dosis hidroklorotiazid yang digunakan sebagai diuretik adalah 25

mg (Gunawan, 2007) maka perhitungan dosis pada kelompok kontrol

positif adalah sebagai berikut:

Dosis untuk tikus putih = 50/70 x 25 mg x 0.018

= 0.320 mg/200 gr BB tikus putih

Selanjutnya dibuat larutan baku HCT. Dosisnya yaitu 1 tablet HCT

25 mg dipuyerkan, ditimbang dan diambil 16 mg kemudian dilarutkan

dalam 100 ml aquades. Maka 100 ml aquades mengandung 16 mg

HCT, sehingga 1 ml = 0.16 mg dan 2 ml = 0.32 mg.

Untuk itu dosis HCT yang diberikan sebagai kontrol positif yaitu

0.32 mg dalam 2 ml aquades.

3. Perhitungan Dosis Jus Buah Nanas

Buah nanas masak berumur 12 - 24 bulan dihaluskan dengan

blender kemudian disaring menggunakan penyaring untuk

(37)

memisahkan sari buah dengan ampasnya. Selanjutnya sari buah nanas

dibagi ke dalam dua gelas yang masing-masing berisi 2 ml. Gelas

pertama sebagai dosis I. Gelas kedua ditambahkan aquades 2 ml

kemudian dibagi ke dalam gelas ketiga sebanyak 2 ml. Gelas kedua

sebagai dosis II. Gelas ketiga ditambahkan aquades 2 ml kemudian

diambil 2 ml saja sebagai dosis III. Sehingga didapatkan dosis jus buah

nanas:

a. Dosis I: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 100 %.

b. Dosis II: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 50 %.

c. Dosis III: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 25 %.

J. Cara Kerja

1. Membuat jus buah nanas.

2. Persiapan bahan uji:

a. Kontrol negatif dengan aquades.

b. Kontrol positif dengan HCT.

c. Jus buah nanas dosis I.

d. Jus buah nanas dosis II.

e. Jus buah nanas dosis III.

3. Persiapan hewan uji:

a. Hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium tempat

penelitian selama kurang lebih 1 minggu.

b. Hewan uji dipuasakan 24 jam sebelum perlakuan namun

pemberian minum tetap dilakukan. Air minum awal yang diberikan

(38)

untuk tiap tikus adalah sebanyak 100 ml. Tikus dibiarkan minum

air sesukanya (ad libitum).

c. Volume air minum diukur pada awal dan akhir pengamatan untuk

mengetahui pemasukan cairan ke dalam tubuh hewan uji apakah

homogen atau tidak.

d. Pengelompokkan hewan uji, masing-masing kelompok perlakuan

terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan galur Wistar. Masing-masing

tikus ditempatkan pada satu kandang metabolik yang saling

terpisah.

4. Pemberian perlakuan pada hewan uji menggunakan spuit pencekok:

a. Kelompok 1 : tikus putih diberi aquades 2 ml.

b. Kelompok 2 : tikus putih diberi hidroklorotiazid dosis 0.32

mg/200 gr BB tikus putih dalam 2 ml aquades.

c. Kelompok 3 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis I.

d. Kelompok 4 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis II.

e. Kelompok 5 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis III.

f. Masukkan hewan uji dalam metabolic cage for rats.

g. Ukur volume urin masing-masing tikus yang ditampung setiap 6

jam sekali.

K. Analisis Data

Data volume urin yang diperoleh ditabulasi dalam tabel dan grafik.

Data dites normalitas dan homogenitas variansnya apakah memenuhi

(39)

asumsi uji parametrik. Normalitas data diuji dengan uji Shapiro-Wilk.

Homogenitas varians antar kelompok diuji dengan uji Levene.

Bila asumsi parametrik terpenuhi (distribusi data normal dan

varians antar kelompok homogen) maka data dianalisis dengan uji oneway

Anova untuk tiap titik waktu (per 6 jam). Bila didapatkan perbedaan yang

signifikan dengan uji Anova, dilanjutkan dengan uji post hoc.

Bila asumsi parametrik tidak terpenuhi, data dianalisis dengan uji

alternatif nonparametrik yang sebanding dengan uji Anova, yaitu uji

Kruskal-Wallis. Bila didapatkan perbedaan yang signifikan, dilanjutkan

dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui letak perbedaan tersebut.

Tingkat signifikasi yang dipakai adalah p < 0.05. Analisis data dilakukan

dengan SPSS versi 17.0.

(40)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang dosis jus buah nanas (Ananas comosus Merr.)

sebagai diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dilaksanakan di

Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada

(LPPT UGM) pada tanggal 14 - 15 Juni 2011. Sampel yang digunakan yaitu

30 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang dibagi ke dalam 5 kelompok

perlakuan, yaitu kontrol negatif (aquades), kontrol positif (hidroklorotiazid

0.32 mg), jus buah nanas dosis I (konsentrasi 100 %), jus buah nanas dosis II

(konsentrasi 50 %), dan jus buah nanas dosis III (konsentrasi 25 %).

A. Hasil Uji Diuretik Jus Buah Nanas

Hasil pengamatan pada penelitian efek diuresis jus buah nanas

(Ananas comosus Merr.) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)

dengan aquades sebagai kontrol negatif dan hidroklorotiazid sebagai

kontrol positif dirangkum dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Pengukuran Total Volume Urin Tikus Selama 24 Jam

Kelompok Rerata ± simpang baku volume urin (ml)

Kontrol Negatif 19.6 ± 10.7

Kontrol Positif 27.1 ± 9.1

Dosis I 27.7 ± 14.2

Dosis II 17.4 ± 8.2

Dosis III 11.8 ± 6.5

(41)

Adapun rincian volume urin tiap 6 jam disajikan dalam Tabel 4.2

berikut ini.

Tabel 4.2. Pengukuran Total Volume Urin Tikus Tiap 6 Jam

Kelompok Rerata ± simpang baku volume urin (ml)

disajikan dalam Gambar 4.1 berikut ini:

0,0

Gambar 4.1. Grafik Volume Urin Tampung Tiap 6 Jam

Dari Gambar 4.1 tampak kelompok jus nanas dosis I mempunyai

rerata volume urin yang sebanding dengan kontrol positif pada 6 jam

pertama dan ketiga. Sedangkan pada 6 jam kedua, rerata volume urin

(42)

kelompok jus nanas dosis I lebih banyak dibandingkan kontrol positif.

Sebaliknya, rerata volume urin kelompok dosis I tampak jauh lebih sedikit

pada akhir pengamatan.

Secara umum, kelompok jus nanas dosis II dan III mempunyai

rerata volume urin tampung yang lebih sedikit dibandingkan kontrol

positif dan kontrol negatif kecuali pada 6 jam ketiga di mana rerata

volume urin kelompok dosis II lebih banyak dari kontrol negatif.

B. Analisis Data

Analisis statistik terhadap data hasil penelitian di atas dilakukan

dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Oneway Analysis of Variance (Anova)

dengan tingkat kemaknaan 0.05. Pengujian ini menggunakan program

SPSS for Windows Release 17.0 Evaluation Version.

Uji Kruskal-Wallis digunakan karena terdapat lebih dari 2

kelompok yang dibandingkan tetapi dengan adanya distribusi data yang

tidak normal atau varians data antar kelompok yang tidak homogen. Uji

Anova digunakan karena distribusi data normal dan varians antar

kelompok homogen. Normalitas data dianalisis menggunakan uji

Shapiro-Wilk karena jumlah sampel < 50. Varians data dianalisis menggunakan uji

homogenitas Levene. Bila pada uji Kruskal-Wallis didapatkan perbedaan

yang signifikan antar kelompok maka dilanjutkan dengan uji

Mann-Whitney. Apabila pada uji Anova didapatkan perbedaan yang signifikan

antar kelompok maka dilanjutkan dengan uji post hoc.

(43)

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data penelitian

disajikan dalam Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Uji Normalitas

Kelompok Nilai p

Interpretasi hasil uji Shapiro-Wilk adalah jika p > 0.05 berarti

distribusi data normal. Dari Tabel 4.3 tampak data volume urin 6 jam

ketiga dan keempat mempunyai distribusi normal. Volume urin 6 jam

pertama dan kedua distribusi datanya tidak normal.

2. Uji Homogenitas Varians

Hasil uji dengan uji homogenitas Levene terhadap data

penelitian dirangkum dalam Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians

Nilai p

berarti varians data antar kelompok homogen. Dari Tabel 4.4 tampak

volume urin 6 jam I, II, dan IV mempunyai varians data yang

(44)

homogen, dengan kata lain tidak terdapat perbedaan varians yang

signifikan antar kelompok perlakuan.

Data untuk volume urin 6 jam pertama dan kedua mempunyai

distribusi data tidak normal tetapi varians data antar kelompok

homogen. Untuk volume urin 6 jam ketiga distribusi data normal

tetapi varians data antar kelompok tidak homogen. Sehingga untuk

data volume urin 6 jam pertama, kedua, dan ketiga dilakukan uji

Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk melihat apakah terdapat

perbedaan volume urin pada 6 jam pertama, kedua, dan ketiga setelah

perlakuan pada tiap titik waktu. Hasil uji Kruskal-Wallis dirangkum

dalam tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Uji Kruskal-Wallis Nilai p

Volume urin 6 jam I 0.008

Volume urin 6 jam II 0.143

Volume urin 6 jam III 0.085

Dari Tabel 4.5 diketahui nilai p untuk volume urin 6 jam

pertama adalah < 0.05. Interpretasi uji Kruskal-Wallis tersebut adalah

terdapat perbedaan antar kelompok yang signifikan untuk volume urin

(45)

pada 6 jam pertama. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk volume urin pada

6 jam kedua dan ketiga didapatkan nilai p > 0.05 sehingga dapat

diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan volume urin yang

signifikan pada titik waktu tersebut.

Selanjutnya pada data untuk volume urin 6 jam pertama

dilakukan uji Mann-Whitney. Uji ini digunakan untuk mengetahui

kelompok mana yang memiliki perbedaan yang signifikan.

4. Uji Mann-Whitney

Hasil dari uji Mann-Whitney untuk volume urin 6 jam pertama

selama penelitian dirangkum dalam Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6. Rangkuman Hasil Uji Mann-Whitney

Perbandingan Nilai p

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok

kontrol positif dengan jus nanas dosis II dan III, juga antara jus nanas

dosis I dengan jus nanas dosis II dan III.

(46)

5. Uji Anova

Uji Anova digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan

volume urin pada 6 jam keempat setelah perlakuan pada tiap titik

waktu. Hasil uji Anova dirangkum dalam Tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7. Rangkuman Hasil Uji Anova

F Nilai p

Volume Urin 6 Jam IV 1.135 0.363

Dari Tabel 4.7 didapatkan nilai p > 0.05 sehingga dapat

diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan volume urin yang

signifikan pada titik waktu 6 jam keempat.

C. Volume Air Minum Tikus Putih

Pada penelitian tentang diuretik diperlukan pengukuran volume air

minum masing-masing tikus putih jantan untuk melihat apakah terdapat

pengaruh pemasukan cairan dengan produksi urin yang dikeluarkan.

Pengukuran tersebut dilakukan pada akhir pengamatan (24 jam setelah

perlakuan). Air minum awal yang diberikan untuk tiap tikus adalah

sebanyak 200 ml. Rerata air minum disajikan dalam Tabel 4.8 dan hasil

pengukuran selengkapnya terdapat di Lampiran 2.

Tabel 4.8. Volume Air Minum Tikus Putih pada Akhir Pengamatan

(47)

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap air minum yang

dikonsumsi tikus putih disajikan dalam Tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.9. Uji Normalitas Air Minum Tikus Putih

Kelompok Nilai p

Interpretasi hasil uji Shapiro-Wilk adalah jika p > 0.05 berarti

distribusi data normal. Dari Tabel 4.9 tampak data air minum tikus

putih mempunyai distribusi data yang normal.

2. Uji Homogenitas

Hasil uji dengan uji homogenitas Levene terhadap air minum

yang dikonsumsi tikus putih dirangkum dalam Tabel 4.10 berikut ini.

Tabel 4.10. Uji Homogenitas Varians Air Minum Tikus Putih Nilai p

Intake cairan 0.215

Interpretasi uji homogenitas Levene adalah jika p > 0.05 berarti

varians data antar kelompok homogen. Dari Tabel 4.10 tampak air

minum mempunyai varians data yang homogen, dengan kata lain tidak

terdapat perbedaan varians yang signifikan antar kelompok perlakuan.

Selanjutnya dilakukan uji Anova mengetahui apakah ada perbedaan

(48)

3. Uji Anova

Hasil uji Anova untuk air minum yang dikonsumsi tikus putih

selama penelitian dirangkum dalam Tabel 4.11 berikut ini.

Tabel 4.11. Uji Anova Air Minum Tikus Putih

F Nilai p

Intake cairan 3.580 0.019

Dari Tabel 4.11 didapatkan nilai p < 0.05 sehingga dapat

diinterpretasikan terdapat perbedaan konsumsi air minum yang

signifikan pada tikus putih selama penelitian berlangsung.

4. Uji post hoc

Hasil uji post hoc untuk air minum tikus selama penelitian

dirangkum dalam Tabel 4.12 berikut ini.

Tabel 4.12. Uji Post Hoc Air Minum Tikus Putih

Perbandingan Beda rerata (ml) Nilai p IK 95 %

Kontrol Negatif vs Kontrol Positif -12.5 0.166 (-30.56, 5.56)

(49)

48

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian efek diuresis yang dihasilkan dari jus buah nanas ini

dilakukan dengan memberi perlakuan kontrol negatif dengan aquades,

kontrol positif dengan HCT, serta 3 macam dosis yang bertingkat dari jus

buah nanas yaitu jus buah nanas konsentrasi 100 %, 50 %, dan 25 %.

Penelitian efek diuresis ini juga memperhatikan pengendalian variabilitas

biologis, di mana variabilitas antar hewan uji yang tidak dapat dihilangkan

secara mutlak dapat dikurangi seminimal mungkin dengan cara

mengusahakan keseragaman sampel yaitu dengan memilih hewan uji yang

berasal dari galur Wistar berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan antara

150 - 200 gram dan dalam kondisi sehat.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek

diuresis pada 6 jam pertama setelah pemberian jus buah nanas konsentrasi

100 % dalam 2 ml/200 gr BB terhadap tikus putih jantan. Dari Gambar 4.1

terlihat bahwa pada 6 jam pertama dari kelompok jus buah nanas dosis I

(konsentrasi 100 %) mempunyai rerata volume urin yang sebanding

dengan kontrol positif. Sedangkan pada 6 jam kedua, rerata volume urin

kelompok tikus yang diberi jus buah nanas dosis I lebih banyak

dibandingkan kontrol positif. Kesetaraan efek diuresis jus buah nanas

konsentrasi 100 % dengan 0.32 mg hidroklorotiazid dibuktikan dengan uji

statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan volume urin yang

(50)

signifikan selama 24 jam pengamatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan

pernyataan Evans (2009) bahwa tanaman yang mengandung flavonoid

mempunyai efek sebagai diuresis.Efek diuresis jus buah nanas dijelaskan

dari kandungan flavonoid pada buah nanas yang menyebabkan

peningkatan elektrolit seperti Na+ dan Cl- bersama urin.

Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata volume urin tampung

kelompok yang diberi jus buah nanas dosis II (konsentrasi 50 %) dan dosis

III (konsentrasi 25 %) tampak lebih sedikit dibandingkan kontrol positif

dan kontrol negatif, kecuali pada 6 jam ketiga di mana rerata volume urin

kelompok yang diberi jus buah nanas konsentrasi 50 % terlihat lebih

banyak dibandingkan kelompok kontrol negatif yang diberi aquades

(Gambar 4.1). Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney lebih lanjut

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara jus buah nanas

konsentrasi 50 % dan 25 % dengan kontrol positif (hidroklorotiazid) pada

6 jam pertama pasca perlakuan. Perbandingan efek diuresis antara jus buah

nanas dosis II dan III menunjukkan tidak adanya perbedaan dengan

kontrol negatif. Selain itu, efek diuresis jus buah nanas dosis II secara

statistik juga tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan dosis III.

Dengan demikian, jus buah nanas konsentrasi 50 % dan 25 % tidak

adekuat untuk menyamai efek diuresis hidroklorotiazid.

Perbedaan efek diuresis jus buah nanas pada ketiga kelompok

perlakuan pemberian jus buah nanas disebabkan karena perbedaan dosis

yang diberikan ketiga kelompok tersebut. Pada jus buah nanas dosis I

(51)

kandungan buah nanasnya lebih banyak daripada jus buah nanas dosis II

dan dosis III sehingga diasumsikan flavonoid yang terkandung dalam jus

juga lebih banyak dan dapat memberikan pengaruh diuresis. Sedangkan

untuk jus buah nanas dosis II dan dosis III kandungan flavonoidnya belum

cukup untuk menghasilkan efek diuresis.

Dari Gambar 4.1 terlihat pula bahwa di semua titik waktu selama

perlakuan, kelompok kontrol negatif dengan aquades mempunyai hasil

urin tampung bahkan lebih banyak dibandingkan dengan kelompok jus

buah nanas dosis II dan III kecuali pada 6 jam ketiga di mana hasil urin

tampung jus buah nanas dosis II lebih banyak dibandingkan kontrol

negatif. Peningkatan volume urin pada kelompok kontrol negatif

dijelaskan melalui sifat hemodinamika aquades di mana aquades

intravaskular meningkatkan filtrasi glomelurus sehingga produksi urin

juga meningkat.

Menurut Gunawan (2007), secara teori hidroklorotiazid termasuk

diuretik tiazid yang mempunyai onset kerja 6 - 12 jam. Hasil penelitian ini

menunjukkan kesesuaian dengan teori. Efek HCT pada 6 jam pertama

(Gambar 4.1) sebanding dengan jus buah nanas dosis I. Efek HCT mulai 6

jam kedua sudah tidak lagi menunjukkan perbedaan yang signifikan

dengan kontrol negatif karena semua kelompok bersifat diuretik. Begitu

pula dengan jus buah nanas dosis I, II, dan III yang tidak menunjukkan

adanya perbedaan volume urin yang signifikan dengan HCT maupun

aquades pada 6 jam kedua pasca perlakuan dan seterusnya. Kemungkinan

(52)

efek diuresis yang dihasilkan dari jus buah nanas dosis I dengan

konsentrasi 100 % onset kerjanya mirip dengan HCT. Sedangkan untuk

jus buah nanas dosis II dan III mulai menimbulkan efek diuresis pada 6

jam kedua. Maka dari itu onset kerjanya lebih lambat jika dibandingkan

dengan jus buah nanas dosis I.

Penelitian sebelumnya tentang efek diuresis dengan menggunakan

ekstrak akar nanas diketahui bahwa ekstrak akar nanas mempunyai efek

diuresis. Dosis paling kuat terhadap kontrol positif (HCT) yaitu kelompok

perlakuan ekstrak akar nanas 2 mg/100 gr BB tikus putih. Pada penelitian

ini, efek diuresis paling kuat ditimbulkan oleh jus buah nanas konsentrasi

100 % yang diberikan dalam 2 ml/200 gr BB tikus putih.

Penelitian efek diuresis tidak dapat dilepaskan dari pengaruh

pemasukan air minum terhadap tikus putih. Dalam penelitian ini, sisa air

minum untuk masing-masing tikus putih dihitung dan dianalisis untuk

mengetahui apakah pemasukan cairan antar kelompok perlakuan

homogen. Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 menunjukkan adanya perbedaan

pemasukan cairan antara kelompok kontrol positif dengan jus buah nanas

dosis I dan jus buah nanas dosis II serta jus buah nanas dosis I dengan jus

buah nanas dosis III. Implikasinya, efek diuresis yang dijumpai dari hasil

penelitian ini mungkin dipengaruhi pula oleh perbedaan pemasukan cairan

dan bukan semata-mata akibat perbedaan perlakuan.

Hasil rerata air minum kelompok kontrol positif yang lebih besar

dari rerata air minum kelompok jus buah nanas dosis I tetapi hasil urin

(53)

tampung 6 jam pertama antara kontrol positif dan jus buah nanas dosis I

sebanding mengindikasikan bahwa jus buah nanas konsentrasi 100 %

sebagai dosis I mempunyai efek diuresis yang lebih besar daripada efek

diuresis HCT. Walaupun ada perbedaan pemasukan cairan yang

signifikan, tetapi perbedaan tersebut dimungkinkan belum cukup kuat

untuk dapat meningkatkan produksi urin. Hal inilah yang mungkin

menyebabkan hasil urin tampung antara kontrol positif dan jus buah nanas

dosis I seimbang padahal pemasukan cairan pada kelompok kontrol positif

lebih banyak daripada kelompok jus buah nanas dosis I.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, hasil penelitian tentang

efek diuresis sangat dipengaruhi oleh pemasukan cairan. Pada penelitian

ini, ternyata pemasukan cairan antar kelompok tidak sama sehingga hasil

penelitian ini tidak bisa menunjukkan efek diuresis jus buah nanas yang

sesungguhnya.

Selain itu juga terdapat data yang tidak akurat pada hasil urin

tampung kelompok kontrol negatif (aquades). Pada uji statistik semua titik

waktu, perbandingan kelompok kontrol negatif tidak didapatkan perbedaan

yang signifikan dengan kontrol positif serta ketiga dosis jus buah nanas

padahal kontrol positif dan jus buah nanas dosis I mempunyai perbedaan

yang signifikan dengan jus buah nanas dosis II dan III terutama mulai 6

jam kedua dan seterusnya. Sedangkan pada 6 jam pertama, di satu sisi

kontrol negatif sebanding dengan kontrol positif dan dosis I dan di sisi lain

kontrol negatif sebanding dengan dosis II dan III. Padahal kontrol positif

(54)

dan dosis I berbeda secara signifikan dengan dosis II dan III. Sehingga

pada penelitian ini, aquades dengan sifat fisiologis tidak bisa dijadikan

kontrol negatif sebagai pembanding dengan kelompok lainnya.

Kemungkinan lain adalah terdapat kesalahan pada pelaksanaan penelitian

sehingga dihasilkan data yang tidak akurat.

Penelitian ini dilaksanakan selama 24 jam dari jam 12 siang sampai

jam 12 siang hari berikutnya. Urin tampung diambil setiap 6 jam sekali.

Peneliti tidak dapat melakukan pengukuran urin tampung seluruhnya

terutama pada pukul 24.00, sehingga untuk titik waktu tertentu urin

tampung diukur oleh laboran tempat penelitian dilaksanakan. Pengukuran

dan kesepakatan inter rater (antar pengamat) diperlukan antara peneliti

dan laboran sehingga didapatkan hasil yang reliabel dan akurat.

(55)

54

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan dari penelitian tentang efek diuresis jus buah nanas ini

adalah sebagai berikut:

1. Jus buah nanas konsentrasi 50 % dan 25 % menunjukkan efek diuresis

mulai 6 jam kedua yang sebanding dengan hidroklorotiazid.

2. Jus buah nanas konsentrasi 100 % menunjukkan efek diuresis yang

lebih tinggi dan menunjukkan onset yang sebanding dengan

hidroklorotiazid dibandingkan dengan jus buah nanas konsentrasi 50 %

dan 25 %.

B. Saran

1. Diperlukan pemberian masukan cairan yang sama untuk tiap tikus agar

mengurangi kerancuan hasil urin tampung selama penelitian diuretik.

2. Perlu dilakukan penelitian menggunakan hewan uji yang lebih tinggi

tingkatannya dengan metode penelitian yang lebih baik.

3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi senyawa yang

sesungguhnya menimbulkan efek diuresis.

4. Pada penelitian diuretik, aquades tidak dapat dijadikan kontrol negatif

karena bersifat diuretik fisiologis sehingga untuk kontrol negatif tidak

diberi perlakuan, hanya diberi air minum ad libitum seperti kelompok

yang lain.

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme Pembentukan Urin
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Dalam 100 Gram Nanas Matang
Gambar 2.2. Struktur Dasar Flavonoid
Gambar 2.3. commit to user Kerangka Pikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan reaksi atau tindak preventif adalah tindak pencegahan agar kejahatan tidak terjadi. Artinya segala tindak-tindak pengamanan dari

PERTUNJUKAN GAMELAN MONGGANG PUSAKA KEPANGERANAN GEBANG KINATAR DALAM UPACARA SEREN TAUN DI CIGUGUR KUNINGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

siklus hidup untuk pengembangan sistem informasi, juga dikenal sebagai model. siklus hidup

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Penerapan Sistem Informasi Geografis Terhadap Pemetaan Kantor Dinas Se-Kaupaten Pati ini berdasarkan hasil

• Operation adalah implementasi dari sebuah service yang dapat direques dari object class untuk menghasilkan behaviour..

Kemudian seorang jenius lain adalah Yaqut Al- Musta‟shimi yang disebutkan dalam sejarah sebagai yang memberikan keindahan tiada tara semasanya pada bidang kaligrafi,

Pengaruh AdopsiInternational Financial Reporting Standards Good Corporate Governance, Dan Asimetri Informasi Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Dan

“ analisis formalis dari karya seni mempertimbangkan efek estetika yang diciptakan oleh bagian-bagian komponen dari desain, bagian-bagian ini disebut elemen formal,