• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Diklat Guru Sosiologi SMA Tentang Pembelajaran Inkuiri Berbasis Budaya Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Diklat Guru Sosiologi SMA Tentang Pembelajaran Inkuiri Berbasis Budaya Lokal"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia atau sering disebut manajemen personalia diartikan sebagai: Personal administration is the art acquiring, developing and maintaining a competent work force in such a manner as to accomplish with maximum efficiency and economy the functions and objectives of organization (Pigor & Mayer dalam Manullang, 2006: 7).

Flipo dalam Manulang (2006: 8) mendefinisikan bahwa

personal management is the planning, organizing, directing and controlling of procurement, development, compensation, integration dan maintenance of human resources and that organizational and sosial objectives may be accomplished.

Pendapat tersebut memberikan makna bahwa manajemen personalia merupakan suatu seni untuk menggunakan, mengembangkan dan memelihara sumber tenaga kerja secara efisien dan ekonomis untuk mencapai tujuan dan fungsi organisasi. Di dalam proses manajemen tersebut memuat perencanaan, pengaturan, pengarahan dan pengawasan.

(2)

Menurut UUSPN/20/2003 pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung-jawab. Tujuan tersebut tidak akan terwujud apabila tidak dilakukan manajemen sumber daya manusia yaitu guru sebagai pendidik.

2.2 Manajemen Pelatihan

Manajemen pada hakikatnya merupakan seni mengelola berbagai kegiatan oleh sekelompok orang dalam suatu organisasi dengan menggunakan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis pada kegiatannya untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien (Siagian, 2007: 1).Dikatakan seni mengelola karena merupakan aktivitas bagaimana mengkolaborasi pengetahuan, pengalaman dan kreativitas dalam wadah manajemen. Manajemen berarti pula sebagai suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan, pengarahan pada sekelompok orang kearah tujuan organisasional atau tujuan yang nyata (Terry dan Rue, 2009: 1).

Seorang guru yang profesional yang ditugaskan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidikan sudah memiliki latar belakang pendidikan formal sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan, namun dalam melaksanakan tugasnya perlu diberikan pelatihan-pelatihan agar dapat bekerja mengikuti perkembangan yang ada.

(3)

aktivitas utama manajemen yaitu: merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelatihan (Sugiyono: 2002).Pada manajemen pelatihan untuk guru sosiologi, terdapat tiga fungsi manajemen dalam pelaksanaan pelatihan yaitu planning, actuating dan controlling (PAC) artinya dalam setiap action pada pelatihan, fungsi organizing merupakan komando yang mensinergikan komponen dalam penyelenggaraan pelatihan, sehingga kerjasama antara sumber daya manusia yang terlibat secara aktif di dalam manajemen pelatihan mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

Sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pelatihan guru sosiologi meliputi instruktur, panitia, dan pihak lain yang membantu pelaksanaan pelatihan. Sumber daya manusia dalam pelatihan ini harus diorganisir agar mampu menggerakkan semua komponen pelatihan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Selanjutnya dalam pelatihan guru sosiologi ini tidak terlepas dengan masalah pembiayaan. Biaya merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pelatihan karena pelaksanaan akan berjalan sesuai rencana apabila didukung dengan dana yang memadai.

Materi pelatihan ditetapkan berdasarkan need

assesment yang dituangkan dalam perencanaan pelatihan

berupa kurikulum pelatihan, buku panduan pelatihan, dan materi pelatihan. Selanjutnya ditetapkan instruktur yang memiliki kepakaran di bidang sosiologi yang terkait dengan budaya lokal, waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan metode pelatihan serta sarana prasarana pendukung pelatihan.

(4)

menentukan jenis, materi dan teknik pelatihan. Selama pelatihan, evaluasi dilakukan dengan mengamati reaksi peserta atau penilaian proses, dan post-tes (penilaian kinerja) untuk mengukur kompetensi guru tentang pembelajaran inkuri berbasis budaya lokal, pembuatan perangkat pembelajaran sosiologi dengan metode inkuiri berbasis budaya lokal setelah diberikan tindakan pelatihan.

2.2.1 Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu kegiatan untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai beserta menetapkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dengan kata lain perencanaan merupakan usaha konkret berupa langkah-langkah yang harus dilajukan yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam strategi organisasi (Siagian, 2007: 35)

Perencanaan pelatihan dapat dibedakan berdasarkan orientasi pengelolaannya yaitu; (1) model manajemen pelatihan berpusat pada kepentingan lembaga penyelenggara pendidikan yang mencakup langkah-langkah: (a) menentukan kebutuhan pelatihan dengan menganalisa kebutuhan organisasi, analisa tugas, analisa kebutuhan individual para pelaksana tugas, dan menetapkan tujuan pelatihan, (b) menyusun kriteria keberhasilan pelatihan; (2) model manajemen berpusat pada peserta pelatihan, fungsi perencanaannya yaitu; (a) mengidentifikasi kebutuhan; (b) sumber-sumber dan kemungkinan hambatan pelatihan; (c) merumuskan tujuan pelatihan; (d) menyusun program pelatihan; (e) menetapkan seleksi peserta; (f) menyusun alat penilaian awal dan akhir; dan (g) Menyiapkan pelatih yang berkompeten (Sudjana, 2007: 12).

2.2.2 Pengorganisasian

(5)

tanggung jawab yang bergerak secara bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, sehingga pekerjaan yang dikehendaki berhasil dilaksanakan. Handoko (2008: 167), menjelaskan pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. Hal senada dikemukan oleh Terry dan Rue (2010: 82), bahwa pengorganisasian adalah proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok pada seorang manajer yang mempunyai kekuasaan, yang perlu mengawasi anggota kelompoknya.

Pengorganisasian merupakan kegiatan yang sangat penting untuk memberdayakan sumber-sumber yang ada dalam suatu organisasi untuk mewujudkan kerjasama antara manusia yang terlibat secara aktif di dalamnya melalui pembidangan dan pembagian tugas.Hal ini dimaksudkan agar setiap orang yang terlibat di dalamnya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Faktor penting dalam pembagian tugas dalam organisasi akan membantu koordinasi, memperlancar pengawasan, menghemat biaya, dan memperlancar komunikasi (Terry, 2009: 96-97). Fungsi pengorganisasian dalam manajemen pelatihan adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip pengorganisasian yang berkaitan dengan kebermaknaan, keluwesan dan kedinamisan organisasi/lembaga.

(6)

dan pembagian tugas. Pembidangan dan pembagian tugas ini akan bermanfaat agar orang-orang terlibat di dalamnya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Pelaksanaan pengorganisasian yang sukses akan membuat suatu organisasi mencapai tujuannya. Proses ini tercermin pada struktur organisasi yang mencakup: (1) pembagian kerja; (2) departementalisasi; (3) bagan organisasi formal; (4) rantai perintah dan kesatuan perintah, (5) tingkat-tingkat hikarki manjemen; (5) saluran komunikasi, (6) penggunaan komite; dan (7) rentang manajemen dan kelompok informal yang tak dapat dihindari (Handoko, 2008: 169).

2.2.3 Pelaksanaan / Penggerakan

Pelaksanaan program pelatihan mencakup program penggerakkan dan pembinaan (Sudjana, 2007: 12).Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang utama.Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan.Actuating merupakan usaha untuk menggerakkan sekelompok orang dengan terencana sehingga mencapai tujuan organisasi yang diinginkan (Terry & Rue, 2010: 168).Pada pelatihan, actuating merupakan upaya menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, melalui kegiatan dalam bentuk pengarahan, transfer pengetahuan, keterampilan dan motivasi agar peserta pelatihan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal.

(7)

kebutuhan dan memenuhi kebutuhan peserta pelatihan; (3) kontrak pembelajaran, yaitu perjanjian tertulis yang dibuat oleh peserta pelatihan. Isi format kontrak mencakup komitmen peserta pelatihan untuk mengikuti semua kegiatan pelatihan yang diberikan; (4) tes awal (pre test), berfungsi untuk mengetahui kompetensi awal peserta; (5) proses pembelajaran dalam pelatihan yang meliputi: materi, metode dan tehnik; (6) test akhir (post test), berfungsi untuk membandingkan antara perubahan kompetensi awal sebelum mengikuti pelatihan dan sesudah mengikuti pelatihan.

Metode pelatihan merupakan faktor yang penting dalam pelatihan. Metode merupakan cara yang digunakan dalam interaksi belajar. Metode pembelajran pelatihan dijelaskan Rifa’i (2009: 99), suatu cara mengorganisasikan peserta pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan yang efektif. Metode pembelajaran perlu memperhatikan karateristik orang dewasa yaitu: (1) orang dewasa mandiri, sehingga pembelajaran membutuhkan kebebasan yang bersifat pengarahan diri; (2) orang dewasa mempunyai kesiapan belajar sesuai dengan peran sosialnya, sehingga program pembelajaran dalam pelatihan disusun dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta pelatihan yang relevan dengan tugas yang diembannya; (3) orang dewasa berharap segera dapat menerapkan perolehan belajarnya, sehingga muatan materi pelatihan didasarkan pada kebutuhan peserta yang dapat diimplementasikan (Rifa’i, 2009: 24).

(8)

pembelajaran pada pelatihan berupa LCD, video tentang pembelajaran inkuiri berbasis budaya lokal.

2.2.4 Pengawasan

Pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2007: 125). Sedangkan menurut Handoko (2008: 360),pengawasan dapat juga berarti menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standart yang telah ditetapkan sebelumnya, menetapkan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara efektif dan efisien dalam pencapaian perusahaan.

(9)

2.3 Model – Model Pelatihan

Gaffar dan Nurdin (2007: 569)menyatakan bahwa” kelemahan dari sistem pelatihan selama ini disebabkan oleh lemahnya manajemen pelatihan baik pada tingkatan mikro, mezzo dan makro. Di bawah ini adalah beberapa model pelatihan yang sering dilakukan dalam mengelola pelatihan diantaranya model ADDIE, Siklus Lima Tahap oleh Goad, model pelatihan deduktif dan pelatihan induktif.

2.3.1 Model ADDIE

Model ADDIE (Analyse, Design, Development, Implementation, Evaluation) digambarkan dalam tahap seperti pada diagram berikut.

Gambar 2.1

Model Lima Fase diadaptasi dari Molenda (2003: 34-35) Pada tahap analisis (analyse), melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan, pengetahuan dan keterampilan peserta, perumusan tujuan dan lingkungan belajar.Tahap desain (design), meliputi merumuskan isi pelatihan, analisis materi pelajaran, perencanaan pelajaran, pemilihan media dan instrument pelatihan. Langkah dalam tahap desain yaitu: (1) dokumen proyek instruksional, visual dan teknis desain strategi; (2) terapkan strategi pembelajaran sesuai domain kognitif, afektif, dan psikomotor; (3) desain pengalaman pengguna pelatihan; (4) buat protitipe; (5) terapkan desain visual (grafis).Tahap pengembangan (development), merupakan

revision

Analyse

revision

Design Evaluation

Implemen

t

revision

Development

(10)

tahapan pengembangan instruksional.Proyek pelatihan ini ditinjau dan direvisi sesuai dengan umpan balik yang diterima.

Tahap implementasi (implementation), pada tahap ini dikembangkan prosedur untuk pelatihan fasilitator dan peserta didik.Tahap ini mencakup kurikulum.Metode pembelajaran, prosedur evaluasi, sapras pelatiha, mengevaluasi desain dan hasil belajar.Pada tahap ini, persiapan peserta didahului dengan pendaftaran seleksi peserta pelatihan.Tahap evaluasi (evaluation) terdiri dari dua bagian yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan disetiap langkah atau proses ADDIE.

2.3.2 Model Pelatihan Siklus Lima tahap oleh Goad

Model pelatihan siklus lima tahap oleh Goad dalam Nedler (1982: 11) terdiri dari siklus pelatihannya terdiri dari: (a) analisis kebutuhan pelatihan (analisyze to determine training reqruitmens). (b)desain pendekatan pelatihan (design the training approach). (c) pengembangan materi pelatihan (depelov the training materials). (d) pelaksanaan pelatihan (conduct the training) dan (e) evaluasi dan pemutakhiran pelatihan(evaluate and update the training). Langkah tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.2

Siklus Pelatihan Lima Tahap Goad dalam Nedler (1982: 11)

Analyze

Design Evaluate

(11)

Pelatihan yang ditujukan bagi orang dewasa sebagai sasaran perlu memperhatikan aspek: (1) orang dewasa belajar dengan melakukan (orang dewasa ingin dilibatkan); (2) masalah dan contoh relevan dan realistis; (3) lingkungan belajar terbaik adalah lingkungan informal; (4) tidak menerapkan sistem peringkat apapun; (5) fasilitator berperan sebagai agen pembaharuan: (6) fasilitator bertanggung jawab memfasilitasi pembelajaran; (7) variasi metode yang melahirkan gairah peserta pelatihan; (8) dampak pelatihan langsung bisa dirasakan peserta (Nedler, 1982: 41).

2.3.3 Model Pelatihan Induktif

(12)

Gambar 2.3

(13)

dan luas akan membutuhkan waktu, dana, dan tenaga yang banyak. Karena setiap peserta pelatihan yang mempunyai kecenderungan ingin atau harus belajar dimintai informasinya mengenai kebutuhan pelatihan (belajar) yang diinginkan.

2.3.4 Model Pelatihan Deduktif

Pendekatan model deduktif merupakan model pelatihan yang menggenaralisasi secara umum dari identifikasi kebutuhan pelatihan dilakukan, dengan sasaran yang luas. Hasil identifikasi dibutuhkan untuk keseluruhan peserta pelatihan (sasaran) yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam ini digunakan dalam menyusun materi pelatihan (belajar) yang bersifat massal dan menyeluruh. Hal ini sebagaimana telah dilakukan dalam menetapkan kebutuhan pelatihan minimal untuk peserta pelatihan dengan sasaran tertentu seperti melihat latar belakang pendidikan, usia, atau jabatan dan lainnya. Kemudian dikembangkan ke proses pembelajaran dalam pelatihan yang lebih khusus (Kamil, 2010).

(14)

(sasaran) cenderung memiliki minat dan kebutuhan belajar yang berbeda (Kamil, 2010).

Kebutuhan belajar hasil identifikasi model deduktif termasuk jenis kebutuhan terduga (expected needs), dalam pengertian bahwa peserta pelatihan (sasaran) pada umumnya diduga membutuhkan jenis kebutuhan belajar tersebut. Hal menarik bahwa, pernyataan jenis kebutuhan bisa tidak diungkapkan oleh diri peserta pelatihan (sasaran) secara langsung, akan tetapi oleh pihak lain yang diduga memahami tentang kondisi peserta pelatihan (sasaran). Oleh karena itu, mengapa banyak terjadi "Drop out dalam pelatihan", atau kebosanan belajar, tidak adanya motivasi, malas, karena ada kecenderungan bahan belajar yang dipelajarinya dalam pelatihan kurang sesuai dengan kebutuhan belajar yang dirasakannya (Kamil, 2010).

2.4 Materi Pelatihan Pembelajaran Sosiologi dengan metode Inkuiri berbasis Budaya Lokal

(15)

pembelajaran inkuiri adalah merupakan proses belajar yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menguji dan menafsirkan problema secara sistematika yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian.

Dengan demikian konsep pembelajaran inkuiri menitikberatkan pada pemberian kesempatan pada siswa untuk berperan aktif peserta didik dalam menyelesaikan masalah melalui pembuktian yang dilakukan oleh siswa. Hal ini juga dipertegas oleh Trowbridge dan Bybee ( 1973 : 210) menyatakan bahwa, dengan pendekatan inkuiri maka pembelajaran menjadi lebih berpusat pada anak, proses belajar melalui inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri pada diri siswa, mengembangkan bakat, menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan menghafal, dan memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

(16)

Dalam perkembangan dunia pendidikan sekarang ini, metode pembelajaran inkuiri mempunyai peranan penting yaitu: (1) menekankan kepada proses perolehan informasi oleh siswa, (2) membuat konsep diri siswa bertambah dengan penemuan-penemuan yang diperolehnya, (3) memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan memperluas penguasaan keterampilan dalam proses memperoleh kognitif para siswa, (4) penemuan-penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya,(5) tidak menjadikannya guru sebagai satu-satunya sumber belajar, karena siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar (Sumantri, 1999:166).

Agar pelaksanaan pembelajaran inkuiri dapat mencapai hasil yang optimal maka diperlukan syarat–syarat. Adapun syarat pembelajaran inkuiri adalah : (1) suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi atau tidak ada hambatan untuk mengemukakan pendapatnya; (2) inkuiri berfokus pada hipotesis, siswa perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif artinya tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak atau kebenarannya selalu bersifat sementara; (3) penggunaan fakta sebagai evidensi, di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya (Gulo, 2002:85).

(17)

kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan; (5) manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas; (6) rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa (Gulo, 2002: 86).

Manfaat lain yang didapat dari penerapan pembelajaran inkuiri yaitu dapat mengembangkan kemampuan intelektual, pengembangan emosional dan pengembangan keterampilannya. Langkah pembelajar-an inkuiri meliputi (1) merumuskan masalah; (2) merumuskan hipotesa; (3) mengumpulkan bukti ; (4) menguji hipotesa, dan; (5) menarik kesimpulan (Gulo,2004 : 94)

Adapun langkah pembelajaran inkuiri tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4

Proses Inkuiri ( Gulo, 2004 : 94)

(18)

hasil data informasi melalui wawancara dan pengamatan dapat digunakan untuk menguji dugaan dan ditarik kesimpulan.

(19)

Tabel 2.1

Langkah-langkah Pembelajaran Model Inkuiri

Langkah Pembelajaran

Berbasis Masalah Kegiatan guru Orientasi siswa siswa terlibat dalam aktifitas Mengorganisir

dengan masalah yang akan dikaji Membimbing

(20)

Pembelajaran model inkuiri adalah pendekatan pembelajaran pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya, menumbuh kembangkan kemandirian, serta meningkatkan percaya diri pada siswa (Abbas. 2000:12). Menurut Slavin (1994: 310) untuk mengetahui tingkat keefektifan pembelajaran model ditentukan empat indikator yaitu: kualitas pembelajaran

(quality of instruction), kesesuaian tingkat pembelajaran

(appropriate level of instruction ), insentif ( incentive ), dan waktu ( time ).

Kualitas pembelajaran adalah banyaknya informasi atau keterampilan yang disajikan sehingga siswa dapat mempelajarinya dengan mudah. Dengan kata lain, makin kecil tingkat kesalahan yang diperoleh makin efektiflah tingkat pembelajaran. Penentuan tingkat efektivitas pembelajaran tergantung pada pencapaian tujuan pembelajaran, biasanya disebut ketuntasan belajar. Kesesuaian tingkat belajar adalah sejauh mana guru memastikan kesiapan siswa untuk mempelajari pengetahuan baru (siswa mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pengetahuan baru tersebut). Dengan kata lain materi pelajaran yang diberikan tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Insentif adalah seberapa besar seorang guru memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas-tugas belajar. Semakin besar motivasi yang diberikan guru kepada siswa maka keaktifan siswa semakin besar pula. Dengan demikian pembelajaran akan lebih efektif.

(21)

Semakin aktif siswa maka ketercapaian ketuntasan pembelajaran semakin besar, sehingga semakin efektiflah pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran model inkuiri dikatakan efektif apabila memenuhi paling sedikit dua dari tiga persyaratan adalah (1) belajar siswa secara klasikal sudah tuntas; (2) tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai;(3) respon siswa terhadap pembeajaran positif.

2.6 Konstruktivisme

Pembelajaran inkuiri merupakan salah satu pembelajaran yang menganut kontruktivisme. Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Hal tersebut juga dipertegas lagi oleh Suparno (1997:61), bahwa belajar merupakan proses asimiliasi dan akomodasiyaitu menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertian dikembangkan. Menurut Court dalam Suparno (1997:65) mengajar berarti partisipasi dengan pembelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.Hal ini sejalan dengan pendapat kaum konstruktivis bahwa mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.

(22)

tersebut adalah Bruner dalam Dahar ( 1989:103) yang menyatakan selama kegiatan belajar berlangsung hendaknya siswa dibiarkan mencari atau menemukan sendiri makna segala sesuatu yang dipelajari. Adapun manfaat pembelajaran model inkuiri berbasis masalah juga disampaikan oleh Trowbridge dan Bybee (1973:210-212), yang menyatakan bahwa dalam pendekatan inkuiri , pembelajaran lebih berpusat pada siswa , proses belajar melalui inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri pada diri siswa, tingkat pengharapan bertambah, pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat pendekatan inkuiri dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan menghafal, dan pendekatan inkuiri memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Beberapa teori belajar konstruktivis yang mendasari pembelajaran model inkuiri berbasis masalah diantaranya : 1) Teori Piaget

Menurut Piaget dalam Suherman (2003: 37) tentang aspek aspek perkembangan kognitif yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4)

formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Sebagai contoh dalam pembelajaran sosiologi, peserta didik perlu diberikan contoh-contoh secara konkrit, melakukan observasi ke masyarakat, karena dalam tahap perkembangannya remaja SMA masih berada pada tahap conrete operational.

(23)

berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah: (a) bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; (b) anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; (c) bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; (d) berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya;(e) di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

2). Teori Vygotsky

Menurut Vygotsky dalam Nur (1996:25) menekankan pada hakekat sosiokultural pembelajaran, yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya. Lebih lanjut Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar indinvidu (interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya ) sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

Vygotsky mendifinisikan zona of proximal development

(24)

dipelajarai namun tugas itu masih berada dalam jangkauan atau masih dalam zona of proximal development mereka. Fungsi mental yang lebih tinggi pada munculnya dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental.

Teori lain dari Vygotsky adalah scaffolding yaitu pemberian sejumlah besar bantuan kepada seseorang peserta didik selama tahap awal pembelajaran dan kemudian peserta didik tersebut mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar segera ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk peringatan atau dorongan yang memungkinkan peserta didik tumbuh sendiri.

3). Teori J. Bruner.

Salah satu model intruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (Discovery learning). Bruner dalam Dahar (1998:125) menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertai, menghasilkan pengetahuan yang benar–benar bermakna.

Bruner dalam Trianto (2007: 26) menyarankan agar siswa–siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep – konsep dan prinsisp – prinsip, agar melakukan eksperimen - eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip- prinsip itu sendiri.

(25)

Pembelajaran inkuiri berbasis budaya lokal merupakan proses pembelajaran yang memadukan metode inkuiri yaitu menekankan pengalaman-pengalaman belajar yang mendorong siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip melalui pengamatan yang melibatkan budaya lokal. Yang dimaksud budaya menurut Koentjoroningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan segala hasil karya manusia dalam rangka khidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar (Gering Supriyadi 2003). Pembelajaran inkuiri berbasis budaya merupakan pembelajaran yang melibatkan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya lokal sebagai bagian dari proses pembelajaran. Pendekatan ini didasarkan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental dalam pendidikan.

(26)

baik dalam bentuk informasi lesan, tertulis maupun rekaman dalam bentuk video. Informasi-informasi tersebut dijadikan peserta didik sebagai bahan melakukan asosiasi atau pengolahan informasi dalam bentuk diskusi di dalam kelas. Hasil diskusi secara kelompok digunakan sebagai bahan peserta didik melakukan proses presentasi kelas. Kegiatan ini sebagai bentuk melatih diri bagaimana peserta didik mengkomunikasikan hasil pengamatan pada orang lain.

Objek-objek pengamatan yang dapat diamati dalam proses pembelajaran inkuiri berbasis budaya lokal adalah objek multikultur masyarakat di sekitar peserta didik. Secara khusus di wilayah Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, terdapat objek-objek budaya lokal seperti kesenian Kuda Lumping, Sintren (Laes), kegiatan Nyadran (sedekah bumi) dan Merti Desa melalui wayang kulit. Peserta didik dapat melakukan pengamatan, perekaman, wawancara dan akhirnya menganalisis bagaimana sejarahnya, fungsi-fungsi dan tujuan kegiatan, nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan dan nilai ekonomis. Peserta didik dapat menggali potensi-potensi budaya lokal sebagai aset wilayah sebagai desa wisata.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuri berbasis budaya lokal merupakan proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik melakukan pengamatan dengan objek-objek budaya lokal.

2.8 Penelitian Terdahulu

(27)

School, menyimpulkan bahwa guru diharapkan merubah pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran berpusat pada siswa dengan mendasain pembelajaran inovatif terutama menggunakan pendekatan inkuiri yang mendorong kreativitas siwa. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri dilaksanakan di laboratorium sosial misalnya didekatkan langsung ke masyarakat atau pembelajaran di luar kelas.Penelitian Abubakar (2012:61-125), Prinsip dan Problema Pembelajaran Sosiologi, Lembaga Pendidikan di Banda Aceh,mengatakan bahwa karakteristik, prinsip sifat-sifat dan paradigma sosiologi dapat mempengaruhi strategi pembelajaran dan penyusunan silabus dan tujuan yang diharapkan. Dengan sifat hierarkis, maka materi pembelajaran sosiologi perlu disusun secara logis dan sistimatis dengan tekanan kajian adalah struktur masyarakat, pengalaman yang tersedia dalam buku ajarnya adalah gambaran fakta masyarakat yang dicermati dengan berbagai metode.

Dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sosiologi diperlukan model pembelajaran yang inovatif dan kreatif terutama menggunakan pendekatan inkuiri dan juga diperlukan strategi pembelajaran sosiologi yang disusun secara logis dan sistimatis. Dengan demikian maka diperlukan suatu pelatihan guru sosiologi, dengan tujuan agar guru sosiologi dapat membuat dan menyusun perangkat pembelajaran sosiologi dengan pembelajaran inkuiri berbasis budaya lokal.

2.9 Kerangka Pikir

(28)

daerah melalui terjun langsung ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara dengan nara sumber dan mengambil makna dari sebuah pembelajaran tersebut. Harapannya akan tumbuh kesadaran dan kepekaan tentang pentingnya pelestarian budaya lokal. Pembelajaran inkuri berbasis budaya lokal merupakan suatu alternatif pembelajaran yang secara langsung memberikan peluang besar bagi peserta didik untuk aktif menemukan sendiri melalui eksplorasi secara kelompok di luar kelas. Pembelajaran berbeda jauh dengan pembelajaran yang hanya monoton di dalam kelas, mendengarkan penjelasan guru, peserta didik tidak mengalami secara langsung dan tidak bersentuhan langsung dengan budaya lokal yang ada.

Pembelajaran inkuiri berbasis budaya lokal ini perlu disebarluaskan pada guru-guru sosiologi melalui pelatihan yang tepat. Menjadi hal yang penting untuk dilakukan, karena berdasarkan hasil wawancara pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sosiologi anggota MGMP Sosiologi Kabupaten Kendal masih terpusat di kelas dan belum banyak memberikan keleluasaan pada keaktifan peserta didik. Pengembangan pelatihan guru sosiologi tentang pembelajaran model inkuiri berbasis budaya lokal merupakan kerangka konseptual dari pelatihan guru sosiologi yang mengacu pada indikator kompetensi pedagogik. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru sosiologi SMA tentang model pembelajaran inkuiri berbasis budaya lokal dilaksanakan dengan menggunakan pedoman prinsip-prinsip dasar, unsur manajemen dan tahap pelatihan, yaitu: (1) perencanaan pelatihan; (2) pelaksanaan pelatihan; dan (3) evaluasi pelatihan.

(29)

pelatihan; (2) model pelatihan, silabus, RPP dan (3) modul pelatihan. Pelatihan ini untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru sosiologi, dengan menggunakan model pelatihan yang dilaksanakan dengan menggunakan prinsip manajemen yang melalui tahapan pelatihan yaitu: (1) perencanaan pelatihan; (2) pelaksanaan pelatihan; dan (3) evaluasi pelatihan.

Manajemen pelatihan sosiologi ini dirancang dengan menggunakan model manajemen pelatihan dengan menggunakan paket pelatihan berupa buku panduan yang berisi cara penggunaan model, manajemen pelatihan (tugas pengelola, instruktur dan peserta pelatihan, materi, silabus,dan RPP. Adapun modul pelatihan terdiri dari materi pembelajaran inkuiri berbasis budaya lokal, contoh-contoh RPP, contoh pelaksanaan pembelajaran berupa video dan evaluasi. Model pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan kompetensi pedagogik bagi guru sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri berbasis inkuiri.

Gambar 2.5. Kerangka Pikir Budaya Lokal

Pembelajaran Sosiologi Guru

Perangkat Pembelajarann

Pelatihan Perencanaan

Model Pelatihan

Prosedur Pelatihan

Materi Pelatihan

(30)
(31)

Gambar

Siklus Pelatihan Lima Tahap Goad dalam Nedler  Gambar 2.2 (1982: 11)
Gambar 2.3
Gambar 2.4 Proses Inkuiri ( Gulo, 2004 : 94)
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Model Inkuiri
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut dia apabila ada warga terpapar COVID-19, maka pasien tersebut harus melakukan karantina mandiri dan jika di rumah pasien tidak memiliki kamar khusus atau kosong,

Ketiga: siapa yang tidak mengkafirkan orang- orang musyrik , ragu akan kekafiran mereka, atau membenarkan keyakinan mereka, maka dia kafir berdasarkan ijma’... Dalilnya

Salah satunya adalah dengan melakukan transfer pricing.Ketika perusahaan asing menjadi pemegang saham pengendali, pemegang saham pengendali asing dapat menjual

penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pendidikan seksual, media massa, teman sebaya dan faktor keluarga dengan perilaku

Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian analisis faktor yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh kelompok faktor yang mempengaruhi

Beberapa produk secara alamiah lebih mudah dijual di toko tradisional daripada di toko online, tetapi dengan strategi yang tepat, wirausahawan terus mencoba mencari cara yang

Kali ini saya akan menginstal operasi sistem linux debian pada virtual machine(VMWare).Ada dua cara untuk melakukan instalasi Debian ini,cara yang pertama