9
Optimasi Adsorpsi Fe Dan CO2 Dalam Proses Kondensat Amonia
PT.PIM Menggunakan Karbon Aktif Pada
Fixed Bed Column
Dengan Pendekatan
Response Surface Methode
Brian Marchsal*1, Marwan2 dan Asri Gani3
Pasca Sarjana Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala DarussalamBanda Aceh 23111, Indonesia Jurusan Teknik Kimia, Universitas Syiah KualaBanda Aceh 23111, Indonesia
* e-mail : brian@pim.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini mempelajari tentang proses adsorpsi unsur logam Fe dan CO2 di
dalam proses kondensat yang menggunakan adsorben karbon aktif dengan sistem aliran kontinyu yang dioptimalkan dilakukan dengan metode respon surface. Konsentrasi awal dan laju alir inlet divariasikan sebagai variabel proses sedangkan waktu breakthrough dan kapasitas adsorpsi sebagai variabel yang diamati. Rasio Ct/C0 memakai ambang batas maksimum konsentrasi kontaminan
yaitu 0.025 ppm untuk Fe dan 5 ppm untuk CO2 serta kapasitas adsorpsi pada
kondisi breakthrough. Sebuah model pengaruh dari konsentrasi dan laju umpan masuk disusun untuk masing-masing respon dan didapatkan model polinomial kuadratik. Nilai waktu breakthrough dan kapasitas adsorpsi dalam kondisi optimal tidak terdapat perbedaan yang jauh dengan nilai prediksi yang diberikan oleh model. Untuk range C0 Fe : 0.4-0.7 ppm, C0 CO2 : 30-100 ppm dan Qw :
20-30 ml/ menit, variabel optimum yang direkomendasikan adalah C0 Fe : 0.5 ppm,
C0 CO2 : 61.38 ppm dan Qw : 30 ml/menit. Hasil eksperimen di dapat waktu
breakthrough Fe : 224.5 menit, waktu breakthrough CO2 : 198.4 menit dan
kapasitas adsorpsi Fe : 0.029 mg/g, kapasitas adsorpsi CO2 : 3.2 mg/g.
Kata Kunci : Adsorpsi, Fixed Bed Column, Karbon Aktif, RSM
ABSTRACT
This research studied about the adsorption process of Fe and CO2 metal element
in condensate process using active carbon adsorbent with optimized continuous flow system done by surface response method. Initial concentration and inlet flow rate are varied as process variables while breakthrough time and adsorption capacity as observed variables. The Ct/C0 ratio uses a maximum
threshold of the contaminant concentration of 0.025 ppm for Fe and 5 ppm for CO2 and the adsorption capacity at breakthrough. An influence model of the
incoming feed concentration and rate was prepared for each response and a quadratic polynomial model was obtained. The value of breakthrough time and the adsorption capacity under optimal conditions is not much different from the prediction value given by the model. For Co Fe: 0.4-0.7 ppm, C0 CO2: 30-100
ppm and Qw: 20-30 ml/ min, the recommended optimum is C0 Fe: 0.5 ppm, C0
10
breakthrough time of Fe: 224.5 minutes, CO2 breakthrough time: 198.4 minutes
and adsorption capacity of Fe: 0.029 mg/g, CO2 adsorption capacity: 3.2 mg/g.
Keyword : Adsorption, Fixed Bed Column, Activated Carbon, RSM
1. Pendahuluan
Proses kondensat merupakan
akumulasi hasil kondensasi uap air
dari primary reformer, reaksi
pembentukan air di secondary
reformer hingga ke unit shift converter
(HTS dan LTS) di pabrik amonia PIM. Secara design, proses kondensat ini dipakai kembali sebagai umpan demin
plant yang kemudian akan digunakan
sebagai boiler feed water. Namun,
selama pabrik amonia 2 PIM
beroperasi, proses kondensat tidak dapat dimanfaatkan kembali sebagai
boiler feed water, dikarenakan adanya komponen-komponen pengotor.
Proses kondensat ini mengandung komponen pengotor berupa 4000 ppmw CO2. Sebelum proses kondensat
di kirim ke demin plant, proses kondensat tersebut di-strip secara berlawanan arah (counter current)
berkontakan dengan steam high
tekanan 40 – 42 bar di Proses
Kondensat Stripper (61-150-E).
Produk Proses Kondensat dipompakan ke demin plant dengan mengandung maksimal 10 ppm ammonia,dan 10 ppm CO2 serta kandungan logam –
logam lainnya. Pada kondisi aktual diketahui terjadi penurunan kualitas proses kondensat. Kualitas yang buruk dari proses kondensat setelah melalui proses stripping membuat sekitar 45-50 ton/jam proses kondensate tidak bisa dimanfaatkan kembali dan harus dibuang ke sewer.
Hal ini akan berimbas kepada efisiensi produksi karena proses
kondensat seharusnya dapat
mengurangi biaya pemakaian dan
produksi air kebutuhan proses pabrik. Secara ekonomis, pemanfaatan proses kondensat ini sangat menguntungkan karena dapat menghemat konsumsi
demin dan filter water sebesar 47,3%. Apabila proses kondensat dapat diumpankan ke demin plant, maka dapat menghemat biaya air sebesar Rp 112.337,5/jam dan akan mencapai
BEP dengan harga resin selama 9,3 bulan (asumsi harga resin per vessel Rp 750.000.000) (Laporan Evaluasi Teknis PIM, 2013). Untuk itu, perlu
dilakukan penelitian untuk
mengurangi jumlah komponen
pengotor proses kondensat yang akan dikirim ke demin plant. Salah satu metode yang bisa dilakukan adalah adsorpsi. Pemilihan metode adsorpsi sangat cocok dilakukan mengingat pengotor yang akan diserap berupa CO2 dan logam Fe.
Adsorpsi merupakan metode proses yang paling banyak di aplikasikan
pada proses pengolahan air
dikarenakan desain dan operasional yang mudah. Oleh karena itu, metode adsorpsi sangat dikenal secara luas dikarenakan ekonomis dan mudah untuk diaplikasikan. Namun perlu dilakukan pemilihan adsorben yang
tepat untuk mendapatkan hasil
adsorpsi yang optimal.
Karbon aktif merupakan adsorbent
umum yang dipakai untuk
menyisihkan polutan limbah cair. Karbon aktif memiliki kapasitas
adsorpsi yang tinggi bahkan
11
dimana kecepatan reaksi dan
kesempurnaan pelepasan tergantung pada pH, suhu, konsentrasi awal, ukuran molekul, berat molekul dan struktur molekul. Penyerapan terbesar adalah pada pH rendah. Dalam
laboratorium manual disebutkan
bahwa pada umumnya kapasitas
penyerapan arang aktif akan
meningkat dengan turunnya pH dan suhu air. Pada pH rendah aktifitas dari bahan larut dengan larutan meningkat sehingga bahan-bahan larut untuk tertahan pada arang aktif lebih rendah.
Banyak penelitian dilakukan
dengan metode batch dengan
memvariasikan kondisi operasi
adsorpsi seperti waktu, konsentrasi, pH dan temperatur. Dari hasil penelitian itu didapat hasil sebagai informasi teknis, mekanisme dan kinetika dari proses adsorpsi yang
didapat dan sebagian besar
menggunakan model persamaan
Langmuir dan Freundlich untuk
memprediksi nilai kapasitas adsorpsi. Savic et al, 2012 menyatakan untuk mengoptimalkan adsorpsi Fe (III) dengan bentonit pada kondisi batch
dengan menggunaka metodologi
Response Surface Methode (RSM) dan
Artifisial Neural Network (ANN)
dengan memvariasikan konsentrasi awal (Ca0) dan waktu kontak. Setelah
dilakukan optimasi dalam kondisi batch, maka didapat jumlah Fe yang teradsorpsi sebesar 91.15%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi operasi adsorpsi optimal untuk penyerapan Fe dan CO2
pada fixed bed column sehingga dapat diketahui kapasitas adsorpsi terbesar
dan waktu penyerapan (waktu
breakthrough) untuk mendapatkan
waktu pemakaian adsorben yang
maksimal dengan menggunakan
pendekatan dengan metode response surface. Sehingga melalui penelitian dan kajian ini diharapkan didapat informasi mengenai kondisi optimal pada proses penyerapan Fe dan CO2 di
dalam proses kondensat dengan
menggunakan karbon aktif pada fixed
bed column sehingga mampu
memberikan alternatif terhadap
penyelesaian permasalahan proses kondensat yang sejak pabrik amonia 2
PIM beroperasi belum pernah
mendapatkan solusi yang tepat. Selain itu, dengan adanya solusi mengenai proses kondensat ini bisa didapat efisiensi produksi yang tinggi.
2. Metodologi
2.1Bahan dan Alat
Karbon aktif granular komersil calgon ukuran 3 – 5 mm digunakan sebagai adsorben. Percobaan adsorpsi
dengan menggunakan fixed bed
column, dilakukan dengan
menggunakan kolom silinder kaca dengan diameter (ID) 24 mm dan panjang 25 cm. Kolom silinder kaca ini kemudian diisi dengan karbon aktif hingga penuh ( berat karbon aktif 90
gram). Larutan kondensat yang
mengandung Fe dan CO2 dipompakan
dengan menggunakan pompa
diafragma (Milten Roy Dozing Pump) ke dalam kolom adsorpsi.
Laju alir larutan diatur dengan menggunakan pengatur laju alir yang terdapat pada fasilitas pompa dan disesuaikan dengan variabel dari masing – masing laju alir. Larutan outlet (effluent) mengalir kebawah
dengan sistem downflow (one
12
kemudian dilakukan analisa
konsentrasi Fe dan CO2.
2.2 Response Surface Methode,
Penentuan Waktu breaktrough
dan Kapasitas Adsorpsi
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan optimalisasi variabel
yang akan digunakan dengan
menggunkan software Design Expert
6.0.8. Untuk menentukan desain
parameter menggunakan Central
Composite Design. Tiga parameter
yaitu konsentrasi umpan masuk Fe dan CO2 serta laju alir masuk menjadi variabel berubah dan didapat nilai α =
1.68 yang selanjutnya dimasukkan kedalam software, sehingga didapat 20 run percobaan yang dihasilkan dari
software design expert 6.0.8. Waktu penyerapan (breakthrough) (tb) dan kapasitas penyerapan (qb) menjadi
variabel respon. Konsentrasi
komponen yang diadsorpsi dapat
digambarkan melalui kurva
breakthrough sehingga menunjukkan
karakteristik penyerapan komponen yang terserap dalam fixed bed column.
Waktu breakthrough dapat
didefinisikan sebagai perbandingan antara konsentrasi komponen yang diadsorpsi (Fe dan CO2) di aliran
outlet dengan konsentrasi komponen yang diadsorpsi pada aliran inlet (Fe dan CO2) yang di anggap sebagai
fungsi waktu. Untuk basis
perhitungan, nilai batasan untuk konsentrasi breakthrough diambil berdasarkan desain produk proses kondensat dari KBR (Kellog Brown & Root) yaitu sebesar 0.025 ppm untuk konsentrasi Fe dan 5 ppm untuk konsentrasi CO2. Nilai kapasitas
adsorpsi dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
(1)
Dimana :
qb =kapasitas adsorpsi (mg/g)
Qv = laju alir outlet (L/menit)
tb = waktu operasi (menit)
C0 = konsentrasi inlet (ppm)
mc = berat adsorbent (g)
2.3 Optimasi Proses
Optimasi proses dilakukan untuk
mendapatkan nilai waktu
breakthrough dan kapasitas adsorpsi yang optimal dengan menggunakan
software design expert. Nilai
parameter yang direkomendasikan
oleh software selanjutnya akan
dilakukan verifikasi melalui sebuah
re-run eksperimen. Setelah dilakukan
re-run, selanjutnya hasil uji
eksperimen akan dibandingkan dengan nilai prediksi yang berikan oleh model.
2.4 Analisa Komponen Fe dan CO2
Setiap hasil yang diperoleh dilakukan analisa uji mutu di
labotarium sentral PT.PIM.
Komponen Fe dan CO2 berasal dari
proses kondensat yang diambil dari produk proses kondensat di outlet proses kondensat stripper pabrik
amonia 2 PT.PIM. Analisa uji
komponen Fe hasil adsorpsi diukur dengan metode ASTM-D 1068 dengan menggunakan alat Atomic Absorption
Spektrofotometer (Shimadzu
UV-1601) sedangkan komponen CO2
diukur dengan metode precise
evolution (ASTM-512).
13
3.1 Karakterisasi Adsorben Karbon Aktif
Karakteristik dari karbon aktif ini
terdiri atas struktur grafit
cryptocrystalline dengan ukuran pori nanometer. Berdasarkan pengukuran
penyerapan gas nitrogen, luas
permukaan penyerapan karbon aktif dapat mencapai 400 – 1500 m2/gr. Transfer massa melalui pori – pori karbon dapat mencapai volume 0.2 – 1 cm3/gr.
3.2 Mekanisme Adsorpsi
Laju alir inlet (Qw) dan
konsentrasi awal (C0) larutan dari
masing-masing komponen yaitu Fe dan CO2 merupakan 3 variabel proses
yang dijadikan sebagai variabel berubah untuk mendapatkan waktu
breakthrough (tb) dan kapasitas
adsorpsi (qb). Mekanisme adsorpsi Fe dan CO2 dilakukan secara simultan
pada karbon aktif dengan sistem
adsorpsi secara dinamis yang
berlangsung di dalam sebuah unggun yang berisikan karbon aktif.
Kontaminan dapat masuk ke
dalam pori karbon aktif dan
terakumulasi didalamnya, apabila kontaminan terlarut di dalam air dan ukuran pori kontaminan lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pori karbon aktif. Metode aliran yang digunakan adalah down flow (aliran dari atas kebawah). Dengan metode ini, kontaminan akan lebih mudah dan cepat teradsorpsi dimana lapisan bagian atas akan menjadi lapisan pertama tempat terjadinya kontak
dengan larutan yang memiliki
konsentrasi tinggi dan lapisan selanjutnya akan menjadi tempat terjadinya kontak, begitu seterusnya.
Dalam waktu tertentu, lapisan paling atas akan mengalami titik jenuh dan kemampuan penyerapanya akan
berkurang, sehingga lapisan
berikutnya akan menjadi lapisan awal yang akan melakukan penyerapan. Dalam interval waktu tertentu,
konsentrasi Fe dan CO2 akan
meningkat dan akan mendekati
konsentrasi inlet dikeranakan adsorben yang sudah jenuh.
3.3 Pengaruh Konsentrasi dan Laju Alir Outlet terhadap Waktu Breakthrough
Waktu breakthrough didapat dari kurva breakthrough dengan cara memplotkan antara data Ct dan C0
berdasarkan waktu, dimana C0
merupakan konsentrasi kontaminan di inlet dan Ct merupakan konsentrasi kontaminan larutan keluar dari kolom.
Garcia-Sanchez et al. (2013)
menyebutkan kurva breakthrough
menunjukkan karakter pelepasan ion kontaminan pada larutan didalam kolom fixed bed dan pada umumnya
dinyatakan sebagai konsentrasi
kontaminan yang terserap yang
didefinisikan sebagai rasio antara konsentrasi kontaminan outlet dan konsentrasi kontaminan inlet (Ct/C0)
dalam fungsi waktu atau volume dari outlet untuk ketinggian kolom.
Kondisi naiknya konsentrasi Fe dan CO2 yang mendekati konsentrasi
inlet dibuktikan dengan rasio Ct/C0
mendekati 1. Untuk melihat kinerja adsorpsi dan waktu jenuh adsorben, perlu ditetapkannya ambang batas yang digunakan sebagai basis rasio Ct/C0. Untuk itu, untuk basis
konsentrasi Fe dipakai Ct/C0 = 0.025
dan untuk konsentrasi CO2 dipakai
14 Dari data yang diperoleh,didapat waktu breakthrough yang bervariasi. Waktu breakthrough Fe maksimal
selama 253 menit serta waktu
breakthrough CO2 maksimal selama
225.4 menit. Sedangkan waktu
breakthrough Fe minimal didapat
selama 158 menit yang diperoleh dari
serta waktu breakthrough CO2
minimal selama 55 menit. Untuk masing–masing kode faktor yang
disusun untuk respon waktu
breakthrough, untuk model nilai kode faktor yang disusun berdasarkan respon waktu breakthrough baik Fe maupun CO2 didapat model quadratik.
Untuk waktu breakthrough Fe, nilai
koefisien korelasi R2 0.9485,
Adjusted-R 0.9022 dan nilai Q2
0.6405. Nilai R2 yang mendekati nilai
1 membuktikan adanya korelasi serta kesesuaian data antara model yang disusun dengan data aktual yang didapat.
Untuk membuktikan nilai prediksi dari sebuah model yang disusun sesuai dengan nilai aktual yang didapat adalah pada nilai Q2. Eriksson et al.,2006 mengatakan apabila nilai Q2 > 0,5 maka dapat dianggap baik dan nilai Q2 > 0.9 adalah nilai sangat baik. Untuk waktu breakthrough CO2, nilai
koefisien korelasi R2 0.9663,
Adjusted-R 0.9360 dan nilai Q2
0.7614. Untuk waktu breakthrough
CO2 sedikit lebih baik daripada nilai
waktu breakthrough Fe. Hal ini membuktikan bahwa model yang
disusun menunjukkan kesesuaian
dengan nilai aktual yang didapat dari
percobaan. Persamaan model
quadratik kode faktor untuk respon waktu breakthrough Fe dan CO2 rujukan sebagai nilai signifikan yang mempengaruhi model yang disusun (model dengan F value lebih kecil dari 0.05). Untuk waktu breakthrough Fe, parameter B (konsentrasi Fe inlet, C0
Fe) menjadi paramater yang paling signifikan terhadap respon yang akan dicapai apabila dibandingkan dengan parameter A ( laju alir inlet, Qw) dan parameter C (konsentrasi inlet CO2).
Hal ini dikarenakan dari analisa ANOVA menunjukkan nilai F value
15 Gambar 1. Plot nilai aktual vs nilai
prediksi untuk model
respon waktu
breakthrough Fe
Gambar 2.Plot nilai aktual vs nilai
prediksi untuk model
respon waktu
breakthrough CO2
Begitu juga halnya dengan waktu
breakthrough CO2, parameter C
(konsentrasi CO2 inlet, C0 CO2)
menjadi paramater yang paling
signifikan terhadap respon yang akan dicapai apabila dibandingkan dengan parameter A (laju alir inlet, Qw) dan parameter B (konsentrasi inlet Fe)..
Penurunan waktu breakthrough
akan diperoleh dengan meningkatnya konsentrasi kontaminan dan hydraulic
loading rate pada umpan masuk pada
adsorpsi menggunakan karbon aktif (Goel et al., 2005). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kontaminan pada umpan masuk, maka jumlah kontaminan yang terserap akan semakin tinggi sehingga waktu jenuh adsorben akan semakin cepat.
3.4 Pengaruh Konsentrasi dan Laju Alir Outlet terhadap Kapasitas
Adsorpsi pada Kondisi
Breakthrough
Kapasitas adsorpsi pada kondisi
breakthrough dapat didefinisikan
sebagai jumlah kontaminan (Fe dan CO2) yang diserap oleh adsorben
didalam kolom adsorpsi. Nilai laju alir outlet (Qv) yang diperlukan didapat dari percobaan pada setiap variasi laju alir umpan masuk (Qw). Kapasitas adsorpsi Fe maksimal diperoleh 0.0355 mg/g dan untuk kapasitas adsorpsi CO2 maksimal diperoleh
3.8025 mg/g
Untuk kapasitas adsorpsi Fe minimal diperoleh 0.0157 mg/g dan untuk kapasitas adsorpsi CO2 minimal
diperoleh 0.1817 mg/g. Berdasarkan koefisien nilai korelasi R2, Adjusted-R
dan nilai Q2 maka diperoleh sebuah model polinomial quadratik untuk respon kapasitas adsorpsi Fe dan CO2.
Untuk respon kapasitas adsorpsi Fe, model polinomial kuadratik didapat nilai koefisien korelasi R2 0.9317, Adjusted-R 0.8702 dan nilai Q2 0.5020. Sedangkan untuk kapasitas adsorpsi CO2, diperoleh model
kuadratik nilai koefisien korelasi R2 0.9596, Adjusted-R 0.9232 dan nilai Q2 0.7019. Untuk nilai R2 dan
16 model apabila model mengalami kondisi overfitting.
Kondisi overfitting dari model
dikarenakan sebuah model
memperhitungkan seluruh ciri dari data yang ada, termasuk noise
sehingga model tidak dapat
menjelaskan hubungan antara variabel dan respon yang valid terhadap data yang baru.
YFe = - 0.0014 - 0.0011*(A) + 0.094*(B) + 0.000039*(C)
+ 0.000028*(A2) –
0.092*(B2) –
0.00000027*(C2) +
0.00083*(A)*(B) –
0.00000057*(A)*(C) +
0.0000095*(B)*(C) (4)
YCO2 = 0.75 - 0.17*(A) + 0.67*(B) +
0.077*(C) + 0.0035*(A2) – 2.28*(B2) – 0.00055*(C2) +
0.071*(A)*(B) +
0.00036*(A)*(C) +
0.0012*(B)*(C) (5)
A = laju alir; B = Konsentrasi Fe; C = Konsentrasi CO2.
Dari analisa ANOVA didapatkan hubungan antara variabel proses konsentrasi awal Fe dan CO2 (C0 Fe
dan C0 CO2) serta laju alir umpan
masuk (Qw). Dari data analisa ANOVA diatas dapat dilihat kapasitas adsorpsi yang signifikan lebih disebabkan oleh laju alir umpan masuk untuk kapasitas adsorpsi Fe dan konsentrasi awal untuk kapasitas adsorpsi CO2. Namun untuk kedua
kapasitas adsorpsi Fe dan CO2,
konsentrasi awal dan laju alir umpan
masuk mempengaruhi kapasitas
adsorpsi namun untuk konsentrasi Fe dan CO2 tidak saling mempengaruhi.
Gambar 3.Plot nilai aktual vs nilai prediksi untuk model respon waktu kapasitas adsorpsi pada kondisi
breakthrough Fe
Gambar 4.Plot nilai aktual vs nilai
prediksi untuk model
respon waktu kapasitas adsorpsi pada kondisi
breakthrough CO2
Untuk kapasitas adsorpsi Fe, laju
alir umpan lebih signifikan
dikarenakan konsentrasi awal umpan Fe terlalu rendah, sehingga untuk
mendapatkan kenaikan kapasitas
17 akan semakin banyak. Namun untuk kapasitas adsorpsi Fe dan CO2,
konsentrasi awal umpan dan laju alir tetap menjadi faktor saling berkaitan
yang mempengaruhi kenaikan
kapasitas adsorpsi.
3.5 Optimasi Proses
Target yang ingin dicapai didalam penelitian ini adalah kapasitas adsorbsi karena merupakan unjuk
kerja adsorben dalam menyerap
kontaminan per satuan berat adsorben. Semakin tinggi kapasitas adsorpsi, maka semakin tinggi pula efisiensi
penyerapan. Namun, parameter
kapasitas adsorpsi bukanlah hanya menjadi parameter yang perlu ditinjau, melainkan ada parameter lain yang perlu diperhatikan yaitu waktu
breakthrough.
Waktu breakthrough perlu
diperhatikan karena merupakan
indikasi lamanya masa pemakaian adsorben yang perlu dievaluasi dan diperhatikan dalam implementasi proses adsorpsi. Tujuan dilakukannya optimisasi proses ini adalah untuk mendapatkan waktu breakthrough dan kapasitas adsorpsi yang optimal. Prediksi model perlu dilakukan validasi, sehingga dilakukan re-run
sebanyak satu kali eksperimen. Variabel eksperimen yang dilakukan
re-run kembali merupakan variabel
optimum yang di sarankan oleh
software.
Berdasarkan proses optimasi,
software design expert memberikan 2 solusi formula optimum yang dapat dilihat pada tabel 4.7. Kondisi variabel proses Qw 30 ml/menit, C0 Fe 0.50
ppm dan C0 CO2 61.39 ppm
direkomendasikan sebagai solusi
formula yang paling optimal
dikarenakan kondisi solusi formula yang ditawarkan ini memiliki nilai
desirability yang paling tinggi yaitu 0.756.
Hasil optimasi digambarkan
dalam bentuk countour (2D) yang
menjelaskan respon dengan
menggunakan model prediksi untuk masing-masing nilai respon. Grafik
diatas menunjukkan kombinasi
komponen yang saling mempengaruhi antar masing-masing nilai respon. Garis yang terdapat dimasing-masing
titik pada grafik menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen
dengan masing – masing nilai
desirability.
Gambar 5. Grafik contour plot nilai desirability pada kondisi optimum
Setelah didapat solusi yang direkomendasikan oleh software,
18
Tabel 1.Kriteria dan komponen respon yang dioptimasi terhadap respon proses adsorpsi
Waktu Breakthrough Fe (menit) maximize 158 253.7 5
Kapasitas Adsorpsi Fe (mg/g) maximize 0.015 0.035 5
Waktu Breakthrough CO2 (menit) maximize 55 225.4 5
Kapasitas Adsorpsi CO2 (mg/g) maximize 0.181 3.80 5
Tabel 2.Tabel Prediksi dan hasil verifikasi nilai respon hasil solusi formula optimasi pada software design expert
Respon
Hubungan waktu breakthrough
(tb) dengan variabel konsentrasi awal (C0) kontaminan Fe dan CO2
membentuk persamaan quadratik
yang menunjukkan semakin tinggi konsentrasi kontaminan pada umpan masuk, maka jumlah kontaminan yang terserap akan semakin tinggi sehingga waktu jenuh adsorben akan semakin cepat. Namun untuk laju alir (Qw), pengaruh terhadap waktu
breakthrough tidak signifikan seperti halnya konsentrasi awal (C0) sehingga
dapat dikatakan bahwa perubahan
waktu breakthrough (tb) lebih
dipengaruhi oleh konsentrasi awal (C0) umpan masuk dibandingkan
dengan laju alir umpan masuk (Qw). Hubungan kapasitas adsorpsi pada kondisi breakthrough (qb) dengan variabel konsentrasi awal (C0)
kontaminan Fe dan CO2 membentuk
persamaan quadratik dimana
kapasitas adsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi umpan (C0) dan juga
dipengaruhi oleh laju alir umpan (Qw). Namun untuk kasus kapasitas
adsorpsi pada kontaminan Fe,
pengaruh laju alir umpan (Qw) lebih
19 konsentrasi awal umpan Fe. Untuk nilai prediksi dan nilai aktual didapatkan kondisi optimum dengan deviasi yang cukup rendah. Dari nilai deviasi menunjukkan bahwa model masih cukup baik untuk memprediksi nilai optimum pada proses ini.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan PT. PIM yang telah memberikan fasilitas laboratotium untuk pelaksanaan penelitian ini.
Daftar pustaka
Bhakat, P. B., Gupta, A. K. and Ayoob, S. (2007) ‘Feasibility analysis of As(III) removal in a continuous flow fixed bed system by modified calcined bauxite
(MCB)’, Journal of Hazardous
contaminants in wastewater and
options for their removal’,
drinking water and fluoride solutions by aluminum modified
iron oxides in a column system’, adsorption on carbon aerogel
using a response surface
methodological approach’,
Industrial and Engineering
Chemistry Research, 44(7), pp.
1987–1994.
Grassi, M. et al. (2012) ‘Removal of
Emerging Contaminants from
Water and Wastewater by
Adsorption Process’, in Emerging
Compounds Removal from
Wastewater, pp. 15–37. doi: 10.1007/978-94-007-3916-1_2. Guo, B., Chang, L. and Xie, K.
(2006) ‘Adsorption of Carbon Dioxide on Activated Carbon’,
Journal of Natural Gas
derivatives from water using
synthetic resins and.pdf’, J
Environ Manage, 90(3), pp.
1336–1349. doi: DOI
10.1016/j.jenvman.2008.09.003. Magoling, B. J. A. and Macalalad, A.
A. (2017) ‘Optimization and
response surface modelling of activated carbon production from mahogany fruit husk for removal of chromium (VI) from aqueous
solution’, BioResources, 12(2),
pp. 3001–3016. doi:
10.15376/biores.12.2.3001-3016. Pellerano, M. et al. (2009) ‘CO2
capture by adsorption on activated
carbons using pressure
modulation’, Energy Procedia,
1(1), pp. 647–653. doi:
10.1016/j.egypro.2009.01.085. Savic, I. M. et al. (2012) ‘Modeling
and optimization of fe(III) adsorption from water using bentonite clay: Comparison of central composite design and
artificial neural network’,
Chemical Engineering and
Technology, 35(11). doi:
20 Xu, Z., Cai, J. and Pan, B. (2013)
‘Mathematically modeling fixed
-bed adsorption in aqueous
systems’, Journal of Zhejiang
University SCIENCE A, 14(3), pp.
155–176. doi: