• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : ruang publik, ramah anak, terpadu. Pendahuluan - RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA): LAYAKKAH SEBAGAI RUANG PUBLIK RAMAH ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kata kunci : ruang publik, ramah anak, terpadu. Pendahuluan - RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA): LAYAKKAH SEBAGAI RUANG PUBLIK RAMAH ANAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA): LAYAKKAH

SEBAGAI RUANG PUBLIK RAMAH ANAK

Rully Besari B.

Jurusan Arsitektur Lansekap Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti

E-mail: rully@trisakti.ac.id, rully14besari@gmail.com

Abstrak

Anak-anak sebagai warga Indonesia mempunyai hak untuk hidup layak dan terpenuhi kebutuhan maupun kepentingannya. Kebutuhan dan kepentingan anak-anak Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 tahun 2011. Sebagai upaya menjalankan peraturan Menpan No. 12 tahun 2011, Pemprov DKI Jakarta membangun ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di beberapa wilayah kota Jakarta. Menurut Pergub No. 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak, disebutkan bahwa ruang publik terpadu ramah anak yang selanjutnya disingkat RPTRA adalah tempat dan/atau ruang terbuka yang memadukan kegiatan dan aktivitas warga dengan mengimplementasikan 10 (sepuluh) program Pokok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, untuk mengintegrasikan dengan program Kota Layak Anak. Kini sudah lebih dari 300 RPTRA dibangun di DKI Jakarta. RPTRA yang dibangun di atas taman kian menambah permasalahan, karena belum adanya kriteria dan standarisasi yang mengatur rancangan RPTRA, sehingga berbagai fasilitas dan elemen yang ada di RTPRA belum spesifik dikhusukan bagi anak-anak, bahkan mungkin membahayakan bagi anak. Metode asesmen digunakan untuk mengetahui layak tidaknya RPTRA sebagai ruang ramah anak.

Kata kunci: ruang publik, ramah anak, terpadu.

Pendahuluan

Lingkungan hidup yang memadai merupakan salah satu tuntutan anak untuk menjalani eksistensinya sebagai anak secara wajar di wilayah perkotaan. Salah satu kebutuhan anak di perkotaan adalah tersedianya ruang publik yang memadai dan mampu untuk mangakomodir berbagai kebutuhan dan kepentingan anak dalam menjalankan kegiatan sosialnya di ruang luar dengan nyaman dan aman. Kota Jakarta dengan luas sekitar 661,52 km² pada tahun 2015 diperkirakan dihuni oleh 2.238.209 jiwa penduduk anak-anak usia 0-17 tahun atau sekitar 4,5% dari total jumlah penduduk DKI Jakarta.

(2)

bangunan, lengkap dengan serambi/aula yang multi fungsi. Hal tersebut mengakibatkan adanya pengurangan ruang hijau yang bermanfaat untuk perkembangan motorik anak menjadi terbatas. Beberapa pengamat anak menilai fasilitas bermain di taman di RPTRA bagi anak belum cukup dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Dr Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil Kak Seto menilai, keberadaan ruang bermain yang dibutuhkan anak-anak sebenarnya lebih luas dari sekadar lapangan hijauberumput, juga terdapat alat permainan yang berbahaya untuk anak-anak, karena ada besi yang tajam dan cat yang beracun (VIVAnews, Minggu, 18 April 2010).

Studi Pustaka Ruang publik

Carr dkk (1992) memberi pengertian ruang publik yaitu ruang yang dapat diakses setiap saat oleh siapa saja, tidak bersifat ekslusif dan dapat dimanfaatkan oleh siapa saja untuk melakukan aktivitas. Carmona (2003) mengklasifikasikan ruang publik, menjadi ruang publik internal, yaitu ruang publik yang berada di dalam bangunan dan ruang publik eksternal, yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan. Dalam hal ini RPTRA telah memenuhi karena memiliki ruang publik internal (indoor) dan eksternal (outdoor).

Anak-anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak).

Anak-anak merupakan salah satu fase dalam pertumbuhan manusia. Tahap

pertumbuhan anak adayang bersifat kuantitatif seperti berat, tinggi badan dan umumnya bersifat fisik. Perkembangan kualitatif berkaitan dengan kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-sehari, seperti kecerdasan, kepandaian dan lain-lain.Kegiatan anak-anak selain di dalam ruangan juga di luar ruang. Kegiatan di luar ruangan sangat penting untuk perkembangan kognitif, fisik, sosial dan psikologis (emosional anak), serta perkembangan spiritual.(Mustapa dkk, 2015, dalam Aji 2016).

Taman ramahdan layak anak

Gagasan ramah anak diawali dengan penelitian“Children’s Perception of the Environment”

oleh Kevin Lynch di 4 kota – Melbourne, Warsawa, Salta, dan Mexico City – tahun 1971-1975. Hasil penelitian Lynch kemudian dikembangkan oleh UNICEF, untuk menentukan kota ramah anak.Menurut UNICEF Kota ramah anak adalah kota yang menjamin hak

setiap anak sebagai warga kota. Beberapa hak anak menurut UNICEF adalah(Innocenti Digest’ 2002) antara lain adalah :

1. Aman berjalan di jalan, bertemu dan bermain dengan temannya;

2. Mempunyai ruang hijau untuk tanaman dan hewan;

3. Hidup di lingkungan yang bebas polusi;

(3)

5 adalah untuk memastikan bahwa anak memiliki waktu untuk beristirahat dan dapat memanfaatkan waktu senggangnya untuk melakukan berbagai kegiatan seni, budaya, olahraga dan aktivitas lainnya, implementasinya adalah: menyediakan fasilitas bermain, rekreasi dan mengembangkan kreatifitas anak.

Taman sebagai salah satu bentuk ruang hijau,merupakan sarana bagi anak-anak untuk meluangkan waktu dalam melakukan kegiatan sosial di ruang luar, mengeksplorasi imajinasi dan kreativitas mereka, serta sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Untuk mewujudkan taman ramah anak sebagai tempat bermain,maka kenyamanan, keamanan dan kemudahan serta kesehatan menjadi syarat utama (Budiyanti, 2014). Ketiga persyaratan tersebut akan menentukan hal-hal sebagai berikut (Francis, 1998 dalam Aji, 2016, UNICEF,http://www.kla.or.id)

1. Jarak tempat bermain dengan kompleks dekat, 2. Penyediaan fasilitas tempat bermain;

3. Pengawasan orang-tua terhadap anak.

4. Menentukan lokasi dan desain tempat bermain.

UNICEF sejak tahun 1999 telah mendukung gerakan Child Friendly Space (ruang ramah anak) dan mewajibkan adanya program terpadu berupa bermain, rekreasi, dukungan pendidikan, kesehatan dan psikososial.Gerakan tersebut di Indonesia diimplementasikan berupa Ruang Publik Terpadu Ramah Anak

Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap RPTRA adalah metode penilaian, yaitu prosedur atau tata cara yang ditempuh untuk mengetahui kelayakan RPTRA sebagai taman ramah anak. Metoda penilaian diperlukan untuk mengukur keberhasilan RPTRA dalam mewujudkan taman ramah anak. Metode penilaian dilakukan melalui proses evaluasi dan justifikasi. Evaluasi adalah suatu proses yang dilakukan secara periodik terhadap berbagai jenis informasi maupun data, untuk membantu menjawab pertanyaan yang spesifik atau untuk membuat justifikasi tentang suatu kinerja sehingga dapat dilakukan suatu perbaikan (Balch dkk, 2000).

Proses evaluasi dan jastifikasi dilakukan dengan menentukan indikator dari setiap kriteria kelayakan penilaian. Indikator adalah suatu ukuran yang biasanya berupa suatu set informasi umum, yang digunakan sebagai dasar untuk mengukur suatu perubahan dan /atau kelayakan. Informasi ini dapat berupa informasi yang bersifat kuantititatif (data mentah,sejumlah pembanding dan lain-lain) dan data kualitatif (pendapat nilai-nilai, ya/tidak). Indikator dapat digunakan secara utuh sebagai alat dalam meniali suatu perubahan dan memantau kecenderungan atau kelayakan yang akan mengkobtribusikan informasi dalam mengambil atau memutuskan suatu kebijakan (Tomm: Natural Heritage Trust, Goverment of South Australia, 2010). Sedangkan menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, indikator adalah variabel yang membantu dalam mengukur dan memberikan nilai terhadap pemerintah daerah dalam mengupayakan terpenuhi hak anak untuk terwujudnya kabupaten/kota layak anak.

Adapun kriteria yang akan dievaluasi adalah:

1. Kenyamanan, meliputi : nyaman gerak, nyaman visual, nyaman termal dan nyaman audio;

(4)

3. Kemudahan, meliputi : aksesibilitas dan fasilitas taman;

Hasil dan Pembahasan

Saat ini RPTRA sudah cukup banyak di kota Jakarta, dengan fasilitas yang relatif lengkap mulai dari area bermain sampai aula untuk pertemuan. RTPRA di DKI Jakarta, umumnya dibuat melalui mekanisme kerja sama Corporate Social Responsibility (CSR) antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan perusahaan swasta lokal maupun nasional. Letak RPTA bervariasi, ada yang letaknya di dalam lingkungan perumahan tetapi ada juga yang terletak di pinggir jalan raya yang padat lalu lintas.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa pasca sarjana Program Studi Perkotaan Universitas Indonesia, di mana penulis merupakan pembimbing utama (2016) dan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Usakti (2017) ditemukan hal-hal sebagai berikut:

1. Letak RPTRA Krendang Jakarta Barat diapit oleh Kali Krendang dan Rel kereta api (gambar 1). Kali yang kotor dan saat hujan mengeluarkan bau sangat menggangu kenyamanan sensori. Disatu sisi ketika kereta api melintas, maka menimbulkan suara yang cukup menggangu kenyaman audio.

2. Area bermain :

a. Pada area bermain di RPTRA Kembangan SelatanJakarta Barat letaknya berdekatan (bersebelahan) dengan dengan gardu listrik (gambar 2). Hal tersebut dapat menimbulkan gangguan keamanan apabila terjadi hal-hal yang tidka diinginkan. b. Pada area bermain di RPTRA Meruya Utara Jakarta Barat, terdapat akar pohon

Trembesi yang muncul di permukaan tanah, dan mengakibatkan anak-anak yang sedang bermain terjatuh(gambar 3).

c. Pada RPTRA Kampung Krendang, lantai area bermain dari perkerasan (gambar 4). Lantai yang cukup keras, berdasarkan wawancara terahap penjaga taman bahwa pernah terjadi anak yang sedang bermain terjatuh dan gegar otak sehingga area bermain peranah ditutup dengan garis polisi

d. Area bermain anak yang juga sebagai area bermain sepeda (gambar 5). Tidak dimilikinya jalur khusus untuk bermain sepeda, anak-anak memanfaatkan arena bermain juga sekailgus sebagai arena bermain sepeda.

3. Area olahraga:

Lapangan sepak bola tanpa pembatas (gambar 6). Pada saat ramai dimana diadakan pertandingan cukup rawan terjadinya bola kealuar lapanga, sehingga beberapa anak bersembunyai dibalik jaring gawang.

4. Aksesibilitas :

RPTRA belum sepenuhna diperuntkan bagi anak-anak disabilitas, terlihat dari adanya tiang setinggi 60 cm yang menghalangi jalan masuk ke taman. Menurut penjaga hal ini dilakukan agar motor tidak dapat masuk ke dalam taman (gambar 7).

(5)

Gambar 1. RPTRA Kampung Krendang yang diapit oleh sungai Krendang dan rel kereta api

Gambar 4. Area bermain anak yang bersebelahan dengan gardu listrik.

Gambar 3. RPTRA kp. Krendang yang diapit oleh Kali Krendang dan rel kereta api

Gambar 7. Tiang besi setinggi 40 cm menyulitkan bagi anak disabilitas untuk masuk ke RPTRA

Gambar 5. Lantai arena bermain

(6)

Kesimpulan

Bhawasanya masih banyak RPTRA yang belum layak bagi anak. Banyak RPTRA yang dirancang hanya untuk memenuhi target tanpa memperdulikan aspek lainnya yang dapt menajdim anak bermain adengna aman dan nyaman. Pengamatan yang dilakukan belum menyangkut pada aspek teknis, sehingga perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam lagi. Cara yang tepat untuk merancang tempat yang layak bagi anak adalah mempelajari cara anak bermain dan bekerjasama dengan anak untuk menata tempat bermainnya. Topik penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah membuat standarisasi bagi RPTRA yang menyangkut berbagai aspek dan multi disiplin. Untuk itu dibutuhkan tenaga profesional yang berpengalaman gunamenjamin bahwa anak dapat bermain dengan aman dan nyaman, serta perlu dipkirikan kebuthan bagi anak-anak disabilitas.

Daftar pustaka

Aji Satrio, 2016,Kriteria Perencanaan Taman Ramah Anak Dalam Kawasan Permukiman. Tesis Kajian Pengembangan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Indoensia

Balch, F dan Pfeifer, S. (2000) :Monitoring and Evaluation. DNR Metro Regional Management Team.

Carr, dkk. (1992) Environment Behaviors Series PUBLIC SPACE. Cambridge University Press

Carmona. (2003),Public Places-Urban Spaces. The Dimensions of Urban Design.Architectural Press. An imprint of Elsevier Science Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP 200 Wheeler Road, Burlington MA 01803.

Tomm, 2-010, Natural Heritage Trust, Goverment of South Australia.www.tomm.info

UNICEF,http://www.kla.or.id)

Gambar

Gambar 6. Area sepak bola tanpapembatas

Referensi

Dokumen terkait

Mengikuti alur pemikiran Foucauldian, film bisa didefinisikan sebagai “struktur dunia naratif yang diproduksi para sineas dalam institusi industri perfilman di mana di dalamnya

Pembuatan distro Linux Ubuntu MantriX ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah sistem operasi Linux yang akan kami distribusikan dalam bentuk satu CD, dan juga format iso sehingga

Dari data inilah, perlu adanya kajian lebih lanjut bahwa kematian ibu memang di rumah sakit atau karena sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik (Dinkes

Dari hasil simulasi menggunakan perangkat lunak electronic workbench (EWB) yang ditunjukkan pada Gambar 9 didapatkan respon High pass filter dengan frekuensi cut- off 3 kHz, dan

Kemudian, lengkapkan carta di bawah tentang punca pencemaran daripada aktiviti perkilangan dan kesan pembuangan bahan sisa industri terhadap alam sekitar.  Akuatik

Mengetikkan username dan password tidak diisi atau kosong kemudian klik tombol login Username: agung Password : (kosong) Sistem akan menolak akses user dan

RPTRA sudah mampu menarik minat warga untuk datang ke sana dan responden berpendapat bahwa taman ini lebih baik dari sebelumnya karena beragam fasilitas yang

Serangan disini hanya dilakukan untuk melihat apakah penyerang dapat memasuki database website UMK tanpa melakukan manipulasi terhadap database yang ada,