• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Konflik blok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Konflik blok"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Konflik Terusan Suez

Terusan Suez mulai dibangun pada tahun 1854 oleh seorang warga negara Prancis yang bernama Ferdinand de Lesseps. la memperoleh konsesi dari Said Pasha yang pada saat itu menjadi raja muda Mesir. Pada tanggal 16 Nopember 1869 Terusan Suez yang berukuran panjang 105 mil, lebar 510 kaki, dan dalam 46 kaki itu diresmikan. Pengelolaannya dilakukan oleh suatu perusahaan yang bernama Compagnie Universelle du Canal Maritime de Suez yang kantornya terletak di Iskandariah dengan kantor administrasinya berkedudukan di Prancis. Konsesi pengelolaan Terusan Suez berlaku selama 99 tahun yang berarti akan jatuh tempo pada tahun 1968. Sesudah itu barulah terusan tersebut diserahkan kepada Mesir. Inggris yang sangat berkepentingan terhadap alur pelayaran antara Eropa dan Asia lalu membeli saham perusahaan tersebut dari Khedive Ismail (Mesir).

Setelah Perang Dunia I berakhir pada tahun 1918, Mesir menjadi daerah protektorat Inggris. Sejak saat itu pasukan Inggris menduduki wilayah Mesir termasuk wilayah Terusan Suez. Tatkala pada tahun 1922 status protektorat Mesir berakhir, pasukan tetap menduduki wilayah sepanjang Terusan Suez berdasarkan suatu ketentuan khusus yang menyebutkan bahwa Inggris mempunyai hak sepenuhnya atas pertahanan Terusan Suez dari serangan negara asing ataupun campur tangan asing.

Pada tahun 1954 timbul revolusi di Mesir yang mengakibatkan tergulingnya Raja Farouk. Lalu Kerajaan Mesir berubah menjadi Republik Mesir. Pemerintah Mesir yang baru segera menyadari betapa pentingnya arti Terusan Suez bagi kemakmuran rakyat Mesir. Pada tanggal 26 Juli 1956 Presiden Gamal Abdel Nasser mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez. Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat mengutuk tindakan Mesir itu.

Pada tanggal 16 Agustus 1956 diadakan Konferensi di London. Indonesia termasuk 24 negara yang diundang dan menghadiri konferensi itu, tetapi Mesir dan Yunani tidak hadir. Konferensi tersebut gagal mencapai kesepakatan karena adanya dua pandangan yang berbeda, yaitu asas Internasionalisme yang menentang nasionalisasi dan asas nasionalisme yang mendukung nasionalisasi. Konferensi yang pertama dilanjutkan dengan Konferensi London II yang dibuka pada tanggal 1 Oktober 1956. Konferensi ini pun mengalami kegagalan. Pada tanggal 5 Oktober 1956 sidang Dewan Keamanan PBB membahas masalah Terusan itu.

(2)

Oktober 1956 Israel melakukan serbuan kilat ke Sinai ke tepi Terusan Suez. Gerakan Israel itu diam-diam didukung oleh Inggris dan Perancis. Dua hari kemudian Inggris menyerang dan pada tanggal 4 November 1956 merebut Port Said, Port Fuad, dan Ismailia. Israel berhasil menguasai Sinai karena sebagian pasukan Mesir ditarik dari sana untuk menghadapi Inggris dan Perancis.

Sementara itu, pada tanggal17 Nopember 1956 sidang khusus Majelis Umum PBB menyerukan kepada negara-negara yang bersengketa untuk melaksanakan gencatan senjata. Seruan tersebut dipatuhi oleh Mesir, Inggris, Perancis, dan Israel. Untuk mengatasi kemelut Terusan Suez di Mesir, PBB membentuk pasukan darurat PBB United Nations Emergency Force disingkat UNEF. Hal ini berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1000 (ES-1) pada tanggal 5 Nopember 1956. Pada tanggal 8 Nopember 1956 Indonesia menyatakan bersedia untuk turut serta dalam UNEF yang mencakup pasukan dari Negara Brasil, Kanada, Kolombia, Denmark, Finladia, India, Norwegia, Swedia, dan Yugoslavia. Tugas pokok pasukan ini adalah mengamankan dan mengawasi gencatan senjata dan bukan menjadi pasukan yang melakukan paksaan dengan kekuatan senjata. Seluruh pasukan UNEF berjumlah 5.977 orang dipimpin Panglima Letjen E.L.M. Burns dari Kanada.

Untuk melaksanakan tugas PBB, Pemerintah Indonesia membentuk satu Batalyon Angkatan Darat. Batalyon dipersyaratkan memiliki kemampuan melaksanakan tugas polisi Internasional dan sekaligus tugas tempur apabila terpaksa. Batalyon kecil ini berkekuatan 400 orang terdiri atas kelompok komando, tiga Kompi senapan, dan satu pleton senjata bantuan mortir dan mitraliyur. Sebelum Batalyon ini diberangkatkan ke Mesir, Pemerintah RI terlebih dahulu memberangkatkan Advanced Group di bawah pimpinan Kolonel Inf. G. P.H. Jati Kusumo, disusul dengan keberangkatan rombongan markas di bawah pimpinan Mayor Inf. Sutikno dengan tugas urusan perlengkapan Batalyon yang akan bertugas di Mesir.

(3)

Selama bertugas di Timur Tengah Kontingen Garuda Indonesia 1 berhasil menjalin persahabatan dengan rakyat Mesir, yang kemudian diwujudkan dengan pembuatan sebuah tugu lambang persahabatan Indonesia - Mesir. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 29 September 1957.

Latar Belakang Persengketaan Tahun 1973

Pada saat Turki menguasai Palestina, golongan minoritas Yahudi dan golongan mayoritas Arab hidup rukun damai. Situasi perang dunia II emigran Yahudi mulai datang berbondong-bondong ke Palestina. Deklarasi Balfour yang dikeluarkan Inggris masih berkuasa menjanjikan tanah air bagi bangsa Yahudi langsung menimbulkan kerusuhan antara bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Untuk mengatasi kerusuhan yang berkepanjangan tersebut, Inggris berusaha melibatkan PBB. Kemudian berdasarkan Resolusi PBB Nomor 181 pada tanggal 29 November 1947 kawasan Palestina di bagi menjadi negara Palestina untuk bangsa Arab Palestina dan Negara Israel untuk bangsa Yahudi. Resolusi itu juga menyatakan Internasionalisasi kota Yerusalem. Lalu Inggris menyampaikan mandatnya kepada PBB. Keesokan harinya, yaitu pada tanggal 15 Mei 1948, Yahudi Israel memproklamasikan Negara Israel yang langsung mendapat pengakuan antara lain dari Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Perancis. Hal ini ditentang oleh Arab Palestina yang menghendaki terwujudnya satu negara tempat kedua belah pihak hidup bersama-sama secara damai. Pertentangan yang kian meruncing itu menyulut perang antara Arab Palestina (dibantu oleh Mesir, Yordania serta Suriah) dan Israel. Dalam peperangan itu PBB ikut campur dan berhasil melaksanakan gencatan senjata. Pada saat itu Israel telah berhasil menduduki 3/4 wilayah Palestina.

Setelah Mesir menasionalisasikan Terusan Suez pada tahun 1956, Inggris, Perancis, dan Israel melancarkan serbuan gabungan terhadap Mesir. Atas Prakarsa PBB, Perang Arab - Israel itu dapat dihentikan. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Pasukan Darurat PBB (UNEF). Indonesia turut menyumbangkan pasukan pemelihara perdamaian kedalam UNEF. Itulah untuk pertama kalinya ABR I ikut berperan serta dalam suatu pasukan Internasional PBB. Pasukan ABRI tersebut diberi nama Kontingen Indonesia I (Kontingen Garuda I).

(4)

Setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rogers turut menengahi permusuhan tersebut, dicapailah persetujuan untuk melakukan gencatan senjata. Walaupun demikian, situasi di Timur Tengah tetap panas yang sewaktu-waktu dapat memercikkan api perang yang baru.

Bibit permusuhan antara Israel dan negara-negara Arab di sekitarnya sesungguhnya tidak pernah padam biarpun telah ada kesepakatan untuk berdamai pada tahun 1967. Mesir berupaya terus mempersatukan dunia Arab dan tetap berusaha merebut kembali wilayahnya yang hilang dalam perang tahun 1967, suhu politik di Timur Tengah makin lama makin panas. Dan akhirnya pada tanggal 6 Oktober 1973 pecah lagi perang antara Mesir dan Israel. Mesir berhasil menyeberangi Terusan Suez lalu menghancurkan perbatasan Marlev Israel. Negara-negara Arab yang membantu Mesir mengerahkan segala potensi untuk mengalahkan Israel. Dalam pertarungan itu negara-negara Arab penghasil minyak melancarkan perang minyak sehingga negara-negara industri mengalami keguncangan karena kekurangan energi. Negara adikuasa Amerika Serikat dan Uni Soviet serta PBB segera turun tangan menengahi perang padang pasir antara Israel dan Mesir. Pada tanggal 23 Oktober 1973 dibentuk UNEF yang terdiri atas berbagai kontingen, di antaranya Kontingen Indonesia.

Tugas Pokok United Nations Emergency Force (UNEF), adalah: 1.Mengawasi pelaksaan gencatan senjata.

2.Mengawasi pelaksanaan penempatan pasukan kembali pada kedudukan tanggal 23 Oktober 1973 pukul 16.50 GMT bagi kedua belah pihak yang berperang.

3.Mencegah timbulnya kembali pertempuran/persengketaan.

4.Mengadakan kerjasama dengan Palang Merah Internasional demi peri kemanusiaan.

5. Mengadakan kerjasama dengan Organisasi Pengawas Gencatan Senjata PBB (United Nations Truce Supervision Organization atau UNTSO).

UNSTO adalah organisai yang bersifat tetap yang dibentuk oleh PBB pada tahun 1948 untuk mengawasi gencatan senjata Arab - Israel sesudah berakhirnya perang yang pertama anatara kedua bangsa tersebut. Kelompok UNTSO yang berjumlah 120 orang diperbantukan pada UNEF sebagai Kelompok Pengawas Sinai.

(5)

yang secara berurutan ditempatkan di daerah penyangga mulai dari utara hingga ke selatan. Kontingen Australia, Kanada dan Polandia ditugaskan sebagai Kontingen Logistik.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk peran penyuluhan menurut Mardikanto (2009) yang termasuk kedalam sub-variabel yang digunakan adalah supervisi atau pembinaan dan evaluasi, untuk lebih

Diberitahukan dengan hormat, bahwa skripsi saudara: Umairoh, NIM : 110276 dengan judul “Implementasi Pendekatan Saintifik Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP

Kehadiran buku ini diharapkan mampu memberikan sajian informasi kekayaan sumberdaya hayati dan ulasan yang memadai atas upaya pengelolaan efektif kawasan konservasi perairan,

Gizi kerja merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, khususnya bagi masyarakat pekerja (Anies 2005:24), manusia yang sehat dan

Pandangan Ahmad Hassan yang tergambar dalam pandangan Persatuan Islam, tentang negara Islam adalah mirip dengan pandangan Muhammadiyyah, karena Ahmad Hassan dan

Pengujian regresi linier berganda dilakukan untuk mengukur seberapa besar pengaruh dari kesehatan kerja ( , keselamatan kerja dan lingkungan kerja ( ) terhadap

ing juga dimaksudkan agar anakan kerang darah tidak terlalu menyebar jauh ke laut, agar mudah dalam pemanenan nanti. Areal budidaya kerang darah di Dusun Sukal dengan

Diharapkan dengan dijalankannya cara green di setiap proses konstruksi khususnya di proyek Kedutaan Austria dapat mempengaruhi perusahaan lain untuk dapat menjalankan program