• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "C. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI d"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

C.

Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah

Landasan Pengembangan kurikulum PAI di madrasah, pada hakikatnya adalah factor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan.

[15] Landasan-landasan tersebut antara lain :

1. Landasan Agama

Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai. [16]

2. Landasan Filsafat

Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada

kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus

berpengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika. [17]

3. Landasan Psikologi Belajar

Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang

dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.[18]

4. Landasan Sosio-budaya

Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut.[19]

5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(2)

A. Landasan Filosofis

Pengembangan suatu kurikulum harus memiliki landasan filosofis. Hal ini perlu dilakukan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam

implementasinya. Secara teoritis, terdapat beberapa pandangan filosofi kurikulum yaitu esensialisme, perenialisme, progresivisme dan

rekonstruksionisme.

Esensialisme adalah aliran yang menekankan bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan utama implementasi kurikulum menurut aliran ini adalah

intelektualisme (S. Hamid Hasan, 1996 : 57-58). Proses belajar mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan terhadap penguasaan disiplin ilmu. Implementasi pembelajaran seperti ini akan lebih banyak menekankan pada dominasi guru yang berperan daripada siswa. Dengan adanya dominasi guru dalam pembelajaran, maka akan menekankan pembelajaran yang academic exellence and cultivation of intelect, daripada kemampuan untuk mengembangkan

proses inquiry guna memproduksi pengetahuan baru (Nana Supriatna, 2007 : 31-32). Sekolah yang baik dalam pandangan aliran filsafat

esensialis adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran al-Qur’an Hadits menurut aliran esensialis akan lebih menekankan al-Qur’an Hadits pada aspek kognitif belaka daripada aspek afektif. Siwa belajar al-Qur’an Hadits akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep al-Qur’an Hadits daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.

Perenialisme memadang bahwa sasaran yang harus dicapai oleh

pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan ini, kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan perernialisme menjadikan peserta didik sebagai warga negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh negara. Pandangan perenialis lebih menekankan

pada transfer of culture, seperti dalam kurikulum al-Qur’an Hadits yang bertujuan pada pembangunan jati diri bangsa pada peserta didik, yang menuju tercapainya integrasi bangsa (Nana Supriatna, 2007 : 31).

(3)

memecahkan berbagai masalah yang disajikan. Masalah tersebut ditemukan berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan menurut aliran filsafat progresivisme adalah

memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar

belakang sosial budaya dan mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Nana Supriatna, 2007: 32). Implementasi dalam pandangan filsafat progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran al-Qur’an Hadits mampu membekali kepada siswa agar dapat memecahkan

permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya. Masalah-masalah tersebut misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja, narkoba, dan lain-lain. Jadi

pembelajaran yang ditekankan dalam aliran progresivisme lebih bersifat implementatif.

Rekonstruksionisme berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokratis yang mendunia. Aliran ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna

memproduksi pengetahuan baru (Nana Supriatna, 2007 : 32). Aliran filsafat ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquri). Penemuanini bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hanya hasil. Aktivitas siswa menjadi prioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran. Dengan cara seperti ini diharapkan siswa mampu menemukan (inquiri) suatu informasi baru yang berguna bagi dirinya. Dalam implementasi pembelajaran al-Qur’an Hadits, misalnya siswa mempelajari fakta-fakta yang ada di sekelilingnya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan lebih dahulu oleh

guru. Misalnya diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang melakukan kegiatan jual-beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut

(4)

memberikan definisi tersendiri, biarkan siswa mencarinya berdasarkan fakta yang ia temukan.

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan

teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.

1.Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme,

eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam

pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan

implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

a.Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan

kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

b.Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan

(5)

perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. c.Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber

pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?

d.Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e.Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran

progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan

individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalampengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih

(6)

2. Landasan Pengembangan Kurikulum

a. Landasan Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum

Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Landasan filosofis ini juga berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara, terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melelui pendidikan formal. (Sutikno,2009:44)

b. Landasan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/theory of learning)

dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Keduanya sangat diperlukan, baik di

dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode perkembangan serta teknik-teknik penilaian.

c. Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang:

(7)

2. Hubungan kemanusiaan.

3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.

4. Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.

d. Landasan IPTEK dalam Pengembangan Kurikulum

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya arahnya bersifat tidak hanya untuk sekarang tetapi untuk masa depan dapat

mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan bersama, kepnetingan sendiri dan kelangsungan hidup manusia. Ilmu

pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.

D. Realitas Kurikulum Madrasah dan Solusinya

Kurikulum bermuatan lokal yang dipakai di Madrasah yang berkembang di Jawa maupun di luar Jawa mempunyai afinitas dengan Madrasah yang berkembang di Timur Tengah, tentunya dengan beberapa penyesuaian yang bersifat lokal. Namun demikian secara signifikan modelpembelajaran dan latar belakang organisasi yang memayungi madrasah tersebut turut memperkaya khazanah muatan kurikulum yang dikembangkan di beberapa madrasah tersebut secara otonom dan bercirikan khas kegamaan sesuai dengan acuan organisasinya, baik yang berasal dari pengaruh organisasi sosial keagamaan semacam Nahdlatul Ulama (NU), maupun Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Wathan dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan madrasah yang dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI, yang cenderung bersifat netral tidak mempunyai karakter spesifik sesuai dengan keyakinan dan ciri khas kurikulum keagamaan yang khusus sesuai dengan keyakinan dan ajaran masing-masing organisasi tersebut, misalnya pelajaran Aswaja (Ahlusunnah wal Jama ‘ah) di kalangan NU, atau KeMuhammadiyahan, di kalangan Muhammadiyah. Dengan demikian, terlihat bahwa dalam muatan kurikulum pendidikan agamanya yang mempunyai perbedaan spesifik, misalnya Madrasah yang didirikan oleh NU (Nahdlatul Ulama), jelas berbeda muatan kurikulum pendidikan agamanya dengan MTs Muhammadiyah, ketika menyangkut aspek-aspek khusus pendidikan agama (ke-NU-an dan KeMuhammadiyah-an), yang merupa ciri khas masing-masing lembaga keagamaan tersebut.

Namun sejak diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian disempurnakan dengan kurikulum baru yang di sebut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan sebenarnya kurikulum tersebut berorientasi pada upaya penyiapan para peserta didik (siswa) yang siap pakai atau menjadi lulusan yang siap dipakai di masyarakat. Untuk siap dipakai di perlukan special skill (kecakapan khusus) sesuai dengan konsentrasi studi yang programnya dikembangkan dengan melibatkan para users, kelompok atau organisasi profesi atau stakeholders lainnya.

(8)

Dengan demikian sebenarnya semua Madrasah tersebut, mau tidak mau harus merespon kebijakan baru tersebut, dan menyiapkan segala fasifitas untuk mendukung pengembangan pembelajaran agama Islam yang lebih efektif dan berdaya guna. Di samping itu dalam masamasa mendatang perlu dipikirkan untuk “memberdayakan” madrasah agar tetap eksis dengan segala karakteristiknya, sebagai lembaga pendidikan Islam ungggulan dan prospektif di masa mendatang.

Secara realitas pendekatan pengembangan kurikulum dengan demikian tidak cukup dengan hanya dikembangkan dengan strategi pembelajaran berbasis kompetensi semata, tetapi juga perlu

dikembangkan secara teknis aplikatif dengan pengembangan keterampilan professional berbasis life

skill (kecakapan atau keterampilan hidup). Secara terminologis konsep life skill merupakan konsep pembelajaran yang hasilnya akhirnya berorientasi dan bertujuan pada pengembangan keahlian praktis dan aplikatif sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, minat dan bakat peserta didik (siswa). Melalui pengembangan keterampilan hidup (life skill) ini diharapkan peserta didik atau katakanlah output memiliki keahlian dan mampu mengembangkan kecakapan-kecakapan untuk mau hidup dan berani menghadapi problem hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi.(Muhaimin,2002: 3)

Berdasarkan asumsi tersebut di atas, sebenarnya secara kronologis konsep kecakapan hidup (life skill) itu bisa dianggap sebagai kelanjutan dari beberapa kebijakan politik pendidikan pemerintah sebelumnya. Konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan konsep kecakapan hidup (life

skill) ini adalah konsep pendidikan Link and Match (keterkaitan dan kesepadanan), yang pernah

mengemuka pada era tahun 1990-an. Keterkaitan (Link) dalam pengertian keterkaitan program pendidikan dengan kebutuhan pembangunan, sehingga terjadi kesepadanan (Match) dalam pengertian lulusannya siap pakai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan pasaran kerja. (DEPDIKNAS:2003)

Untuk mengembangan kecakapan hidup (life skill) di Madrasah diperlukan strategi pembelajaran yang

efektit agar tujuan pembentukan kecakapan hidup bagi siswa tersebut dapat tercapai secara optimal, termasuk dalam konteks pemgembangan pendidikan agama Islam sebagai basis penyangga dan ciri utama pendidikan di Madrasah. Strategi pembelajaran yang cocok dengan semangat Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam rangka pengembangan keterampilan atau kecakapan hidup tersebut adalah strategi atau model pembelajaran aktif (active learning), yang sekarang sedang menjadi trend.

E. Daftar Pustaka

Darkir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum : 2004

Depdiknas RI, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup. dalam situs www.diknas.go.id.2003

E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep Karakteristik dan

Implementasi, Bandung: RosdaKarya. 2004.

Muhaimin, Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Life Skill, dalam Jurnal “Lektur”, Vol. IX, No.

1, Januari-Juli. 2003.

________, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) dalam Perspektif Islam, Makalah,

Malang: STAIN(UIN).2002

Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. 2005

Steenbrink, Karel A., Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta:

LP3ES.1994

Sutikno, M. Sobry, Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Prospect. 2009

(9)

______________ Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Tahun,: Bandung: PT

Remaja Rosdakarya. 2005

Referensi

Dokumen terkait

Sampai saat penyusunan Laporan Keuangan Tahun 2012, Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat belum menerapkan penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap,

Dari pengurangan biaya yang dilakukan dengan memberikan dan melakukan usulan perbaikan, yaitu dari pengurangan biaya operasional seksi dan penerapan system performansi seksi

Keterkaitan hormon steroid pada regulasi VEGF didukung oleh penelitian secara in vitro pada kultur sel endometrium dengan reseptor progesteron positif yang menunjukkan

Berdasarkan hasil penelitian ini, Seksi Penge- lolaan Taman Nasional I, Taman Nasional Alas Purwo memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang tergolong sedang dengan

Dikatakan bahwa Dewan Pengatur memperkirakan suku bunga ECB tetap berada pada tingkat sekarang pada jangka waktu yang lama, dan melewati cakrawala pembelian aset

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Barlow Margaret (2015) menyatakan manfaat utama yang diidentifikasi dari penggunaan media sosial adalah peningkatan kesadaran merek

mengalami evolusi yang sangat signifikan dengan cirinya sebagai berikut: 1) kitab suci digunakan bhagavadgita dan bhagavatam purana; 2) semua sekte waishnawa memuja pir

Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan yang dialami dalam penelitian ini, maka peneliti menyarankan agar: (1) pertanyaan berbentuk open- ended question