BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I UMUM
Tanah dalam kondisi alam jarang sekali dalam kondisi mampu mendukung
beban secara berulang dari kendaraan tanpa mengalami deformasi yang besar.
Karena itu, dibutuhkan suatu struktur yang dapat melindungi tanah dari beban roda
kendaraan. Struktur ini disebut perkerasan (pavement). Jadi perkerasan adalah
lapisan kulit (permukaan) keras yang diletakkan pada formasi tanah setelah
selesainya pekerjaan tanah atau dapat pula didefenisikan, perkerasan adalah struktur
yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada di
bawahnya[1]. Lapis yang berada diantara tanah dan roda dapat dibuat dari bahan yang
khusus yang terpilih (yang lebih baik) yang selanjutnya disebut lapis
keras/perkerasan/pavement[9].
Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan,
maka konstruksi perkerasan haruslah memenuhi syarat dalam berlalu lintas dan
kekuataan atau struktural. Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Syarat-syarat berlalu lintas
Permukaaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang
Permukaan cukup kau, sehingga tidak mudah berubah bentuk
akibat beban yang bekerja di atasnya
Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari
b. Syarat-syarat kekuatan/struktural
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan
beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan
di bawahnya
Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh
di atasnya dapat cepat dialirkan
Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.
Untuk mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan
memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi faktor keawetan dan faktor
ekonomis yang di harapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis[10]. Berdasarkan
bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakana atas:
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke
tanah dasar
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan pelat beton tanpa atau dengan tulangan sebagai bahan pada
lapis atasnya, yang berada di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu gabungan
antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur, dengan aspal diatas pelat
beton maupun sebaliknya.
Perbedaaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat
pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbedaan utama perkerasan kaku dan perkerasan lentur
Perkerasan Lentur Perkerasan kaku
1 Bahan
Pengikat
Aspal Semen
2 Repetisi beban Timbul rutting (lendutan pada jalur roda)
II.2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
Konstruksi lapisan lentur terdiri dari lapisan-lapisan, dimana lapisan
tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan
di bawahnya. Sifat penyebaran gaya yang diterima setiap lapisan berbeda-beda
dimana semakin ke bawah akan semakin kecil[8]. Setiap lapisan mempunyai fungsi
masing dan oleh karena itu setiap lapisan memliki perbedaan syarat-syarat yang
Konstruksi perkerasan terdiri dari :
a. Lapisan Permukaan (surface course)
Lapisan permukaaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi
lapisan ini adalah:
Struktural : ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang
diterima oleh perkerasan. Untuk itu persyaratan yang dituntut adalah
kuat, kokohdan stabil.
Nonstruktural, dalam hal ini mencakup :
Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan
perkerasan yang ada di bawahnya
Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat
berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup
Membentuk permukaan yang yang tidak licin, sehingga tersedia
koefisien gerak ( skid resistance ) yang cukup, untuk menjamin
tersedianya keamanan lalu lintas
Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus dan selanjutnya
dapat diganti lagi dengan yang baru
Jenis lapis permukaan menurut Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 2)
adalah[15]:
Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat, merupakan penyediaan
dan penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah
disiapkan sebelumnya untuk pemasangan lapisan beraspal
permukaan pondasi tanpa bahan pengikat lapis Pondasi Agregat,
sedangkan Lapis Perekat harus dihampar di atas permukaan
berbahan pengikat ( seperti : lapis penetrasi macadam, laston,
lataston dan diatas semen tanah , RCC, CTB, Perkerasan Beton,
dll)
Lapisan Aspal Satu Lapis (Burtu) dan Laburan Aspal Dua Lapis
(Burda), merupakan jenis pelaburan aspal (surface dressing) yang
disetiap lapis diberi pengikat aspal dan kemudian ditutup dengan
butiran agregat (chipping). Pelaburan aspal ini umumnya
dihampar di atas Lapis Pondasi Agregat Kelas A yang sudah
diberi Lapis Resap Pengikat atau Lapis Pondasi Berbahan
Pengikat Semen atau Aspal, atau di atas suatu permukaan aspal
lama.
Campuran beraspal Panas
Jenis campuran Beraspal adalah
a) Lapis Tipis Aspal Pasir (Sand Sheet,SS) Kelas A dan B
Lapis Tipis Aspal Pasir (Latastir) atau SS, terdiri dari dua
jenis campuran, SS-A dan SS-B tergantung pada tebal
nominal minimum. Sand Sheet biasanya memerlukan
penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang
disyaratkan
b) Lapis Tipis Aspal Beton ( Hot Rolled Sheet, HRS)
HRS terdiri dari dua jenis campuran , HRS Pondasi
dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran
adalah 19 mm. HRS-Base mempunyai proporsi fraksi agregat
kasar lebih besar daripada HRS-WC
c) Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete, AC)
Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC, terdiri dari tiga
campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis Antara (AC –
Binder Course, AC-BC) dan Lapis Pondasi (AC-Base). Setiap
jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer
atau aspal dimodifikasi dengan aspal alam atau aspal
multigrade disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified,
AC-BC modified, dan AC-base Modified
Lasbutag dan Latabusir tidak digunakan
Campuran Aspal Dingin, merupakan campuran yang dirancang
agar sesuai dihampar dan dipadatkan secara dingin setelah
disimpan untuk jangka waktu tertentu. Kelas C adalah campuran
bergradasi semi padat dengan menggunakan aspal cair (cut back).
Campuran kelas E adalah bergradasi terbuka dan sesuai
untukdigunakan untuk aspal emulsi.
Lapis Penetrasi Macadam, merupakan penyediaan lapis
permukaan atau lapis pondasi terbuat dari agregat distabilasi oleh
aspal, pekerjaan ini dilaksanakan menggunakan campuran aspal
panas tidak mencukupi dan atau penyediaan instalasi camouran
b. Lapis Pondasi Atas (base course)
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak diantara lapis
permukaan adan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah apabila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah)[10].
Fungsi dari lapisan ini adalah[8]:
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
Bantalan terhadap lapisan permukaan
c. Lapisan Pondasi Bawah (subbase course)
Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang berada antara lapispondasi
atas dan tanah dasar. Lapis pondasi ini berfungsi sebagai [10]:
Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke
tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan
plastisitas indeks (PI) ≤ 10%
Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip murah
dibandingkan dengan lapis perkerasan diatanya
Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal
Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul si pondasi
Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat lancar. Hal ini sehubungan
dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah dasar
dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan
Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik
ke pondasi atas.
Jenis lapis pondasi baik untuk lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah
adalah :
Lapis Pondasi Agregat
Terdapat tiga kelas yang berbeda dari Lapis Pondasi agregat yaitu
Kelas A, Kelas B dan Kelas S. Pada umumnya Lapis Pondasi
Agregat Kelas A adalah mutu Lapis Pondasi Atas untuk di bawah
lapisan beraspal, dan Lapis Pondasi Agegat Kelas B adalah untuk
lapis pondasi Bawah. Lapis Pondasi Agregat Kelas S digunakan
untuk bahu jalan tanpa penutup
Lapis Pondasi Semen Tanah
Lapis Pondasi Semen tanah merupakan penyediaan lapis pondasi
yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitar yang
distabilisasi dengan semen, di atas tanah dasar yang telah
disiapkan, termasuk penghamparan , pembentukan, pemadatn,
perawatan dan penyelesaian akhir.
Lapis Pondasi Atas Bersemen (CTB) dan Lapis Pondasi Bawah
Bersemen (CTSB)
CTB menawarkan penghematan yang signifikan dibanding
perkerasan pondasi bebutir untuk jalan yang dilewati lalu lintas
sedang dan berat. Biaya CTB tersebut lebih murah secara tipikal
untuk kisaran beban sumbu 2,5 sampai 30 juta ACESA
juga menghemat penggunaan aspal dan material berbutir, kurang
sensitif terhadap air dibandingkan dengan lapis pondasi berbutir,
dan juga dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan
lapisan aspal yang berlapis-lapis. LMC (Lean Mix Concrete)
dapat digunakan sebagai prngganti CTB, dan memberi
kemudahan pelaksanaan di daerah yang sempit misalnya pada
pelebaran perkerasan berdampingan dengan lajur yang sedang
dilalui lalu lintas[5].
d.Tanah Dasar (subgrade)
Tanah dasar ( subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan yang merupakan
permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya[10].
Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah
dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri dan didekatnya, yang telah
dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya
dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume
selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan
jenis tanah setempat[8].
II.3. PERKEMBANGAN METODE DESAIN STRUKTUR
PERKERASAN LENTUR
Hasil rancangan teknologi lapisan campuran aspal yang pertama kali
diimplementasikan adalah aspal macadam. Teknologi desain struktur perkerasan juga
perilaku bahan dan struktur perkerasan yang ditunjang dengan kemajuan teknologi
komputer, maka desain analisis struktur yaitu tegangan regangan dan lendutan mulai
banyak digunakan[2].
Dalam teknik perkerasan telah dikemukakan beberapa metode dalam desain
perkerasan secara teori, pengalaman atau percobaan maupun penggabungan dari
keduanya.
Jadi, secara umum ada tiga metode dalam perencanaan perkerasan lentur, yaitu:
1. Metode Empiris
Pendekatan perencanaan secara empiris adalah perencanaan yang
berdasarkan percobaaan atau pengalaman[12]. Pengamatan digunakan untuk
membuktikan hubungan antara data masukan dan hasilnya dari sebuah proses
misalnya perencanaan perkerasan dan kinerjanya. Pendekatan secara empiris
sering digunakan sebagai jalan keluar ketika sangat sulit untuk menetapkan
secara teori hubungan yang tepat sebab akibat dari sebuah kejadian.
Metode empiris AASHTO berdasarkan AASHO Road Test pada akhir
tahun 1950 adalah metode yang paling umum digunakan untuk perencanaan
perkerasan pada saat ini. Konsep serviceability diperkenalkan pada metode
AASHTO sebagai perhitungan secara tak langsung menaikkan kualitas
perkerasan. Indeks servisability didasarkan pada tegangan permukaan yang
umumnya ditemukan pada perkerasan.
Kerugian dari metode empiris adalah metode ini hanya dapat
diterapkan pada satu daerah atau lingkungan, material, dan kondisi
metode baru harus dikembangkan lagi melalui percobaan Trial dan Error
untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru.
2.Metode Mekanistik
Metode mekanisitik adalah suatu metode yang mengembangkan
kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan
perhitungan secara eksak terhadap respon struktur terhadap beban sumbu
kendaraan[12]. Metode mekanisitik didasarkan pada elastik atau viskoelastik
yang mewakili struktur perkerasan. Pada metode ini cukup mengontrol
kualitas material di setiap lapisan baik, yang dipastikan berdasarkan teori
analisa tegangan, regangan dan lendutan. Analisa ini juga memungkinkan
perencana untuk memprediksi berapa lama perkerasan dapat
bertahan[11].Lokasi tempat bekerjanya tegangan atau regangan maksimum
akan menjadi kriteria perencanaan tebal struktur secara mekanistik, dimana
metode ini mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur
multilayer (elastic) structure untuk suatu perkerasan dan suatu struktur beam
on elastic foundatin untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang
bekerja diatasnya yang dianggap sebagai beban statis merata, maka akan
menimbulkan tegangan dan regangan pada struktur tersebut.
3.Metode Mekanistik Empiris
Mekanika adalah ilmu pengetahuan dari gerakan dan gaya-gaya yang
bekerja pada material. Dengan begitu, suatu pendekatan mekanistik mencari
dan menjelaskan gejala-gejala sampai dampak fisik, di dalam perencanaan
di dalam suatu struktur perkerasan, dan penyebab-penyebab fisik adalah jenis
bahan dan bobot struktur perkerasan.
Metode desain mekanisitik-empiris didasarkan pada mekanika bahan
yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon
perkerasan seperti tegangan dan regangan. Nilai respon ini digunakan untuk
memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan
Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi
permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan
regangan elastis pada bahan perkerasan[4]. Dengan demikian, dengan
membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di
atas tanah dasar juga dapat di kontrol atau dikendalikan, maka besarnya
deformasi permanen pada permukaan juga pada akhirnya dapat dikontrol.
Kedua kriteria telah diadopsi oleh Shell Petroleum International dan Asphalt
Institute, dimana keuntungan dari metode mekanistik-empiris yang mereka
ciptakan adalah peningkatan reabilitas dari desain, kemampuan untuk
memprediksi jenis kerusakan, dan kemungkinan untuk memperkirakan data
dari lapangan dan laboratorium yang terbatas. Sedangkan kelemahannya
adalah penentuan karakteristik struktural bahan perkerasan lentur yang
memerlukan alat uji mekanistik yang relatif mahal.
II.4. TEORI SISTEM LAPISAN BANYAK
Percobaan yang dibuat Kelvin pada tahun 1868 menjadi percobaan yang
permukaan dengan material yang homogen dengan daerah yang luas dan dalam.
Kemudian, dengan solusi dari Boussineq (1885) membuat beban terpusat menjadi
dasar untuk menghitung tegangan, regangan dan lendutan. Solusi tersebut dipadukan
untuk memperoleh respon yang tepat pada beban permukaan merata, termasuk beban
melingkar. Konsep analisa lapis banyak ini mejadi akar untuk sistem dua layar dan
tiga layar Burmister [12].
Beberapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon struktur
perkeraan yang sedehana adalah sebagai berikut[3] :
Setiap lapisan perkerasan memiliki ketebalan tertentu, kecualii tanah
dasar yang tebalnya dianggap tidak terhingga. Sedangkan lebar setiap
perkerasan juga dianggap tidak terbatas
Sifat setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yang artinya
sifat-sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah ( yaitu : vetikal,
radial tangensial) dianggap sama
Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen.
Sebagai contoh, sifat-sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di
titik Bi
Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu
modulus resilien ( E atau MR) dan konstanta Paisson (µ)
Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik – tidak terjadi slip
Beban roda kendarran dianggap memberikan gaya vertikal yang
seragam terhadap struktur perkerasan dengan bidang kontak
oleh rem, percepatan/perlambatan kendaraan, landai jalan dan
kemiringan tikungan tidak diperhitungkan.
Gambar 2.1. Sistem lapis banyak
Terdapat tiga sistem dalam metode sistem lapisan banyak yaitu sebagai berikut :
1. Sistem satu lapis
Dalam sistem struktur satu lapis, struktur perkerasan dianggap sebagai
kesatuan struktur dengan bahan yang homogen.
2. Sistem dua lapis
Dalam pemecahan sistem dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan
kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Sistem ini
dimodelkan dengan membedakan tanah dasar dan lapisan perkerasan di
( termasuk tanah dasar). Lapisan permukaan diasumsikan tidak terbatas,
namun kedalamannya terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya atau tanah dasar
tidak terbatas baik arah horizontal maupun vertikal.
3. Sistem Tiga Lapis
Sistem struktur tiga lapis dapat memodelkan lapisan aspal, lapisan
agregat dantanah dasar terpisah. Pemodelan ini, selain lebih mewakili struktur
perkerasan yang dibangun, juga dapat mempertimbangkan ketiga sifat bahan
perkerasannya yang pada hakekatnya berbeda
II.5. PEMODELAN LAPISAN PERKERASAN
Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan
regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Dimana pemodelan ini
beramsumsi bahwa setiaplapis pada perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen,
isotropis dan linear elastik, yang berarti bahwa setiap lapis akan kembali ke bentuk
semula saat beban dipindahkan. Pada pemodelan lapisan elastis ini memerlukan data
input yang berguna untuk mengetahui tegangan dan regangan pada struktur
perkerasan dan respon akibat beban tersebut. Parameter-parameter yang digunakan
adalah :
a. Parameter setiap lapis
Modulus Elastisitas
Modulus elatisitas adalah perbandingan antara regangan dan tegangan
suatu benda. Hampir semua bahan adalah elastis yang artinya setiap benda
diregangkan ataupun ditekan. Modulus elastisitas biasa juga disebut
Modulus Young dan dilambangkan dengan E.
E = ...(2.1)
E = modulus Elastisitas ; Psi atau kPa
σ= tegangan ; kPa
ε = regangan
Modulus elastisitas untuk suatu benda mempunyai batas regangan dan
tegangan elastisitasnya. Grafik tegangan dan regangan dapat dilihat pada
gambar 2.2. batas elastisitas suatu bahan bukan sama dengan kekuatan
bahan tersebut menanggung tegangan atau regangan, melainkan suatu
ukuran dari seberapa baik suatu bahan kembali ke ukuran dan bentuk
semula.
Tabel 2.2. Nilai Elastisitas Tipikal
Material Modulus Elastisitas
Psi Kpa
Cement treated granular base 1000000 – 2000000 7000000 – 14000000
Cement aggregate mixtures 500000 – 1000000 3500000 – 7000000
Asphalt treated base 70000 – 450000 4900000 – 3000000
Asphalt Concrete 20000 – 2000000 7000000 -14000000 Bituminious stabilized
Perbandingan poison ratio digambarkan sebagai ratio garis melintang
sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani, konsep ini
digambarkan di dalam gambar. Di dalam terminologi realistis, perbandingan
poisson dapat berubah-ubah pada awalnya 0 sampai ssekitar 0,5 (artinya
tidak ada volume berubah setelah dibebani).
Tabel 2.3. Nilai Poisson Ratio
Material Poisson Ratio
Baja 0.25 - 0,3
Alumunium 0.33
PCC 0.15 - 0.2
Asphalt concrete 0.35 (±)
Granular base/subbae 0.3 – 0.4
Subgrade Soil 0,3 – 0,4
Cement Stab. Base 0,15 - 3
Gambar 2.3. poisson ratio
a.Ketebalan lapisan
Ketebalan suatu lapisan diperlukan dalam teori sistem lapis banyak sebagai
input dalam penyelesaian menggunakan program. Ketebalan setiap lapisan
b.Kondisi beban
Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs), tekanan ban, q (Kpa/Psi)
dan khusus untuk sumbu roda belakang, jarak antara roda ganda, d (mm/inch).
Nilai q dan d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi
teknis kendaraan yang digunakan. Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang
yang diangkut okeh kendaraan. Analisa struktural perkerasan yang akan
dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a
(mm/inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap
berbentuk lingkaran
A =√
...(2.2)
a = jari-jari bidang kontak
P = beban kendaraan
q = tekanan beban
Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem
lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan.
a. Tegangan, yaitu berupa intensitas internal di dalam struktur perkerasan
pada berbagai titik dengan satuan (N/m2, Pa, atau Psi)
b. Regangan, menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli
(mm/mm atau in/in), karena regangan di dalam perkerasan nilainya
sangat kecil maka dinyatakan dalam microstrain (10-6)
c. Defleksi/lendutan, adalah perubahan linier dalam suatu bentuk
Penggunaan program komputer akan memudahkan dalam penghitungan
nilai dari tegangan, regangan, dan landutan di berbagai titik dalam suatu
struktur perkerasan.
Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adlah
sebagai berikut.
Tabel 2.4. analisa struktur perkerasan
Lokasi Respon Analisa struktur perkerasan
Permukaan perkerasan
Defleksi Digunakan dalam desain lapis tambah
II.6. ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN
Analisa kerusakan perkerasan jalan yang akan dijelaskan adalah retak fatik
(fatigue cracking) dan rutting. Kerusakan perkerasan disebabkan oleh beban
kendaraan. Jenis kerusakan retak fatik dilihat berdasarkan nilai regangan tarik
horizontal pada jenis lapis permukaan perkerasan dan jenis kerusakan ruting dilihat
berdasarkan nilai regangan tekan dibagian atas lapis tanah dasar atau di bawah
pondasi bawah. Dari nilai kedua jenis kerusakan struktur regangan tarik horizontal
bagian bawah lapis permukaan aspal dan nilai regangan tekan di bawah lapis pondasi
bawah atau diatas tanah dasar. Ada beberapa persamaan yang telah dikembangkan
untuk mempridiksi jumlah repetisi beban ini, antar lain persamaan The Asphalt
Institute, Shell, dan persamaan yang dirumuskan oleh Finn et al[13].
II.6.1. Retak lelah / Fatigue
Kerusakan retak fatik meliputi bentuk perkembangan dari retak di bawah beban
berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup
oleh keretakan dengan persentase yang tinggi.
Pembebanan ulang yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan material
menjadi lelah dan dapat menimbulkan cracking walaupun tegangan yang terjadi
masih di bawah batas ultimatenya. Untuk material perkerasan, beban berulang
berasal dari lintasn beban (as) kendaraan yang terjadi secara terus-menerus, dengan
intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi
Model Retak The Asphalt Institute (1982)
Persamaan retak fatik perkerasan lentur untuk mengetahui jumlah
repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan
adalah sebagai berikut[11] :
Nf = 0,0796 (εt)-3,291 (E)-0,854...(2.3)
Nf= jumlah repetisi beban
εt= regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan
E = modulus elastisitas lapis permukaan
Model Retak Shell Pavement Design Manual
Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan
Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut :
Nf = 0,0685 (εt)-5,671 (E1)-2,363 ...(2.4)
Nf= jumlah beban 18-kip ESALs
εt= regangan tarik pada bagian bawah lapisan aspal
E = modulus elastisitas lapis permukaan
Model Retak Finn et al
Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan
regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut :
Log Nf = 15,847 – 3,291 log
–
0,854 log ...(2.5)Nf= jumlah repetisi beban
εt= regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan
II.6.2. Retak Alur / Rutting
Retak alur rutting yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan
akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal,
lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria rutting merupakan kriteria
kedua yang digunakan oleh Metode Analistis-Mekanistik, untuk menyatakan
keruntuhan struktur pekerasan akibat beban berulang. Nilai rutting maksimum
harus dibatasi, agar tidak membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi
rutting tersebut, terutama pada kecepatan tinggi. Deformasi plastis pada
campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat diukur di laboratorium
menggunakan beberapa macam alat, sedangkan total rutting harus dihitung
untuk seluruh perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi sampai
tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 % dari total rutting
diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar, sehingga
critical value kedua dalam Metode Analitis-Mekanistik adalah copression starin
yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat
diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi
dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk
alur bahwa dapat ditujuksn kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang
lemah. Ini umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah
regangan vertikal (εv) yang berada di atas lapisan tanah dasar.
Model Rutting The Asphalt Institute (1982)
Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan
regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah adalah sebagai berikut[12]:
Nd = jumlah repetisi beban
εc = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah
Model Rutting Shell Pavement Design Manual
Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan
perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut:
Nd = 6,15 x 1017(εc)4 ...(2.7)
Nd = jumlah repetisi beban
εc = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah
Model Rutting Finn et al
Finn et al mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur
dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-kip ESAL, tegangan tekan
vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut :
Lapisan AC < 152 mm (6 inch)
Log RR = -5,617 + 4,343 log d – 0,16 log (N18) – log 1.118
(σc)...(2.8)
- Lapisan AC >152 mm (6 inch)
Log RR = -1,173 + 0,717 log d – 0,658 log (N18) – log0,666
(σc)...(2.9)
d = defleksi permukaan,mils (10-3in)
N18=nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal
σc = tegangan tekan vertikal pada pertemuan AC dan subbase atau subgrade
II.7 PROGRAM KENPAVE DAN METODE MANUAL DESAIN
II.7.1. Program Kenpave
Program Kenpave merupakan software desain perencanaan perkerasa yang
dikembangkan oleh Dr. Yang H Huang, P.E. Profesor Emeritus of Civil Engineering
University of Kentucky. Software ini ditulis dalam bahasa pemograman Visual Basic
dan dapat dijalankan dengan versi Windows 95 atau diatasnya. Program kenpave ini
hanya dapat dijalankan dalam operating system windows 95 sampai windows xp
profesional service park 2.
Program Kenpave yang menyertai buku Yang Huang Edisi Kedua „Pavement
Analisis dan Desain‟, adalah versi Windows pengganti empat program DOS dari
Layernip, Kenlayer, Slabsinp, dan Kenslap. Layerinp dan Kenlayer merupakan
program analisis untuk perkerasan lentur, sedangkan Slabsinp dan Kenslap
merupakan program analisis untuk perkerasan kaku[4].
Kontrol program Kenpave adalah pada layar utama yang dapat melakukan
berbagai fungsi. Setelah file data dibuat dan diberi nama ( berganti nama), seluruh
analisis dan desain dapat diselesaikan hanya dengan mengklik tombol atau menu
tanpa keharusan untuk mengetik nama file lagi.
II.7.2. Tampilan Utama Program Kenpave
Pada tampilan utama program Kenpave terdiri dari dua menu pada bagian
atas dan 11 menu bagian bawah. Tiga menu pada bagian kiri digunakan untuk
perkerasan lentur, dan lima menu pada bagian kanan untuk perkerasan kaku, dan
Gambar 2.5 Tampilan Awal Kenpave
II.7.2.1. Menu-menu pada Program Kenpave
Data Path
Data path merupakan direktori tempat penyimpanan data. Nama yang umum
pada direktori ini adlah default C:\KENPAVE\ sebagai nama terdaftar pada
proses instalasi. Jika ingin membuat direktori baru untuk menyimpan data file
yang dibuat, dapat mengetikkan nama direktori (mis C:\ABC\) di kotak jalur
Filename
Menu Filename akan menampilkan file baru dari Layernip dan Slabsinp.
Nama file ditampilkan pada kotak yang juga akan digunkan dalam file lain
yang dihasilkan selama pelaksanaan Kenlayer atau Kenslabs
Help
Menu help merupakan bantuan yang menjelaskan parameter input dan
penggunaan yang tepat dari program yang terdapat pada setiap layar menu,
sehingga sangat membantu dan memudahkan pengguna untuk menjalankan
program.
Editor
Menu editor digunakan untuk memeriksa, mengedit dan cetak data file
Layernip dan Slabsinp
membaca dari setiap data masukan dan akan memulai eksekusi\
LGRAPH atau SGRAPH
Menu ini dapat digunakan untuk menampilkan grafik rencana dan penampang
perkerasan dengan beberapa informasi tentang input dan output
Contour
Menu ini berguna untuk plot kontur tekanan atau momen dalam arah x atau y,
II.7.3. Program Kenlayer
Program Kenlayer hanya dapat diaplikasikan pada jenis perkerasan lentur
tanpa sambungan. Dasar dari program ini adalah teori lapis banyak. Teori sistem
lapis banyak adalah metode mekanisitik dalam perencanaan perkerasan lentur.
Kenlayer dapat diaplikasikan pada perilaku tiap lapis yang berbeda, seperti linear,
non linear atau viskoelastis, dan juga empat jenis sumbu roda, yaitu sumbu roda
tunggal, roda ganda, sumbu tandem dan sumbu triple.
Program ini digunakan untuk menentukan rasio kerusakan menggunakan
model tekanan (distress models). Distress model dapat digunakan untuk memprediksi
umur perkerasan baru dengan mengasumsi konfigurasi perkerasan. Regangan yang
menghasilkan retak dan deformasi telah dianggap bagian penting unruk perkerasan
aspal, salah satunya adalah regangan tarik horizontal di bagian bawah lapisan aspal
yang menyebabkan kelelahan retak dan regangan tekan vertikal pada permukaan
tanah dasar yang menyebabkan deformasi permanen atau rutting. Jika reabilitas atau
kemampuan untuk distress tertentu lebih kecil dari tingkat minimum yang
dibutuhkan konfigursai perkerasan yang diasumsikan harus diubah[14].
II.7.3.1 Menu-Menu Pada Layerinp Pogram Kenlayer
Gambar 2.6 menunjukkan tampilan menu Layerinp. Pada menu ini terdapat
11 menu, yang disetiap menunya harus diisi dengan data yang diperlukan. Untuk
menu sudah default tidak perlu diisi, karena akan secara otomtis akan menyesuaikan
Gambar 2.6. Tampilan Layar Layerinp
Menu-menu yang ada di dalam Layerinp adalah:
a. File
Menu ini untuk memilih file yang akan diinput. New untuk file baru dan
Old untuk file yang sudah ada.
b. General
Dalam menu general terdapat beberapa menu yang harus diinput yaitu :
Title : Judul dari analisa
Matl : Tipe dari material. (1) jika seluruh lapis merupakan
linear elastis, (2) jika lapisan merupakan non linear elastis, (3) jika
lapisan merupakan viskoelastis, (4) jika lapisan merupakan campuran
Gambar 2.7 Tampilan Menu General
NDAMA : Analisa kerusakan. (0) jika tidak ada kerusakan
analisis, (1) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout, (2) terdapat
kerusakan analisis, ada hasil printout lebih detail.
DEL : Akurasi hasil analisa. Standar akuras 0.001
NL : Jumlah layer/lapis, maksimum 19 lapisan
NZ : (1) untuk vertikal displacement, (5) untuk vertikal
displacement dan nilai regangan, (9) untuk vertikal displacement, nilai
regangan dan tegangan
NBOND : (1) jika antar semua lapisan saling
berhubungan/terikat, (2) jika tiap antar lapisan tidak terikat atau gaya
NUNIT : satuan yang dugunakan. (0) satuan English, (1) satuan
SI
Tabel 2.6 Satuan English dan SI
Satuan Satuan English Satuan SI
Panjang Inch cm
Terkanan Psi kPa
Modulus Psi kPa
c. Zcoord
Jumlah poin yang ada dalam bahan menu ini sama dengan jumlah NZ pada
menu General. ZC adalah jarak vertikal atau jarak dalam arah Z dimana
jarak tersebut yang akan dianalisa oleh program. Contoh seperti dalam
gambar, hal ini berarti yang akan dianalisa oleh prigram adalah pada
kedalaman 4 inch dan 8 inch
d. Layer
Jumlah layer yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NL pada menu
general. TH adalah tebal tiap layer/ lapis. PR adalah Poisson‟s Ratio tiap layer.
Gambar 2.9. Tampilan Layar Layer
e. Interface
Menu interface ini berkaitan dengan NBOND yang ada dalam menu
General. Jika NBOND = 1, maka menu interface akan default. Jika NBOND =
2, maka menu interface akan keluar seperti pada gambar
Gambar 2.10. Tampilan Layar Interface
f. Modulli
Jumlah period dalam menu ini sama dengan jumlah NPY
dalam Menu General. Maksimal period dalam menu ini adalah 12.
E adalah modulus elastisitas tiap layer
g. Load
Jumlah unit yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NLG dalam
menu General. Untuk kolom Load (0) untuk sumbu tunggal roda tunggal, (1)
untuk sumbu roda ganda, (2) untuk sumbu roda tandem, (3) untuk sumbu
triple. Kolom CR adalah radius kontak pembebanan. Kolom CP adalah nilai
beban. Kolom YW dan Xw merupakan jarak antara rode arah y dan arah x. Jika
kolom Load = 0, maka kolom YW dan XW = 0. Kolom NR dan NPT adalah
jumlah nilai titik yang akan kita tinjau pada lapis perkerasan.
h. Parameter seperti Nonlinear, Viscoelastic, Damage, Mohr-Coulomb akan
mengikuti nilai dengan mengikuti nilai dengan sendirinya sesuai dengan input
nilai yang dimasukkan sebelum data ini.
II.7.4. Data Masukan (Input Program KENPAVE)
Data yang diperlukan sebagai masukan dalam program KENPAVE adalah
data struktur perkerasan yang berkaitan dengan perencanaan tebal perkerasan metode
mekanistik teori sistem lapis banyak. Data tersebut antara lain: modulus elastisitas,
poisson ratio, tebal lapis perkerasan, dan kondisi beban. Modulus elastisitas dari
lapisan permukaan sampai tanah dasar yang telah ditentukan.
Data kondisi beban terdiri dari data beban roda P (KN/lbs), data tekanan ban q
(Kpa/psi). Data jarak anatara roda ganda d (cm / inch) dan data jari-jari bidang
kontak a (cm/inch). Pada penelitian ini digunakan data kondisi beban berdasarkan
data yang digunakan di Indonesia[8] sebagai berikut :
o Beban kendaraan sumbu standar 18.000 pon/8,16 ton
o Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm
o Jarak antar masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm
Gambar 2.12. Sumbu standar ekivalen di Indonesia
Sumber : Silvia Sukirman 1993
II.7.5. Data Keluaran (Output Program)
Data–data yang telah dimasukkan ke dalam program Kenpave akan dijalan
kan oleh program. Keluaran dari program tersebut adalah nilai dari tegangan,
regangan, dan lendutan. Ada sembilan keluaran dari program ini yaitu vertical
deflection, vertical stress, major principal stress, minor principal stress, intermediate
principal stress, vertical strain, major principal strain, dan horizontal principal strain.
Pada penelitian ini output yang digunakan adalaah vertical strain dan horizontal
principal starin untuk selanjutnya digunakan dalam menghitung jumlah repetisi
beban berdasatkan analisa keruskan fatigue dan rutting.
II.7.6. Tahapan Evaluasi Menggunakan Program Kenpave
Tahapan perhitungan evaluasi tebal perkerasan dengan metode Manual
Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 dengan menggunakan program
1. Menentukan data struktur perkerasan yaitu modulus elastisitas, poisson ratio,
dan tebal perkerasan berdasarkan perencanaan menggunakan metode Manual
Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012
2. Hitung parameter dengan menggunakan teori sistem lapis banyak program
Kenpave sehingga diperoleh hasil tegangan dan regangan yang terjadi pada
struktur perkerasan
3. Nilai regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan perkerasan dapat
digunakan untuk mengetahui jumlah repetisi beban Nf dan nilai regangan di
bawah lapis pondasi bawah atau permukaan tanah dasar dapat digunakan
untuk mengetahui Nd
4. Periksa nilai Nf dan Nd dengan Nrencana yang telah direncanakan
5. Jika nilai Nf atau Nd lebih besar dari nilai Nrencana maka tebal perkerasan yang
dihasilkan melalui metode perencanaan Manual Desain Perkerasan Jalan
No.22.2/KPTS/Db/2012 mampu menahan beban lalu lintas sesuai dengan
yang direncanakan
6. Jika nilai Nf atau Nd lebih kecil dari Nrencana maka tebal perkerasan metode
Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 tidak mampu
menahan beban lalu lintas yang direncanakan berdasarkan teori sisitem lapis
banyak program Kenpave.
II.8. METODE MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN
No.22.2/KPTS/Db/2012
Dalam metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012
seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya merupakan pelengkap desain
Metode ini secara umum hampir sama dengan Metode Bina Marga 2002, dimana
masih dipakai beberapa parameter-parameter pada Metode Bina marga 2002. Namun
demikian terdapat beberapa perubahan-perubahan dan penambahan parameter yang
digunakan, begitu juga beberapa rumus yang dirubah, sehingga terdapat perubahan
yang cukup jelas dalam penentuan nilai tebal perkerasan. Parameter- parameter
beikut adalah parameter yang mengalami perubahan dari parameter Bina Marga 2000
maupun ditambah adalah sebagai berikut :
II.8.1. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan
historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lalin yang valid, bila
tidak ada maka dapat mengunakan tabel 3.2
2011-2020 >2021-2030
arteri dan perkotaan (%) 5 4
Rural 3.5 2.5
Tabel 2.6 Perkiraan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung
sebagai berikut:
R = ( )
...(2.10)
Dimana : R = pertumbuhan lalu lintas
UR = umur rencana/umur pelayanan (tahun)
II.8.2. Faktor distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur
Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga ( truk dan bus ) ditetapkan pada
tabel 2.8. Beban rencana pada setiap lajur tidak boleh melampaui kapasitas lajur pada
setiap tahun selama umur rencana.
II.8.3. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)
Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan istilah angka ekivalen beban gandar
sumbu kendaraan yang digunakan adalah faktor ekivalen beban (VDF). Perhitungan
beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting, beban lalu lintas tersebut diperoleh
dari :
1. Studi jembatan timbang/timbang statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang
didesain
2. Studi jembatan yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan dianggap sukup
representatif untuk ruas jalan yang didesain
Jika survey beban lalu lintas mrnggunakan survey timbangan portable,
sistem harus mempunyai kapasitas beban satu pasangan roda minimum 18
ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton
II.8.4. Beban Sumbu Standar
Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu ruas jalan Kelas I.
II.8.5. Beban Sumbu Standar Kumulatif
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Axle Road
(CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lau lintas pada lalu lintas rencana
selama umur rencana, yang ditentukan sebagai :
ESA = (Ʃjenis kendaraan LHRT x VDF) x DL...(2.11)
CESA = ESA x 365 x R...(2.12)
II.8.6. Traffic Multiplier – Lapisan Aspal
Untuk perkerasan lentur, kerusakan yang disebabkan lalu lintas rencana
dinyatakan dalam ekivalen Sumbu Standar 80 kN yang lewat. Berdasarkan jalan
percobaan AASHTO, percobaan faktor ekivalen beban dihitung sebagai berikut:
Kerusakan perkerasan secara umum ESA4 = (
) ...(2.13)
Dimana Lij = beban pada sumbu atau kelompok sumbu
SL = beban standar untuk sumbu atau sumbu kelompok
Kinerja perkerasan lentur dipengaruhi oleh sejumlah faktor, namun tidak
semua faktor tersebut tercakup di dalam persamaan diatas, misalnya faktor kelelahan.
Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu linas dinyatakan dalam ESA4 memberikan
hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan lapisan aspal
(asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. Traffic Multiplier (TM)
digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan lapisan aspal.
Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan
berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8 – 2. Nilai yang akurat berbeda-beda
tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.
Untuk desain perkerasan lentur, nilai CESA yang ditentukan harus dikaitkan
CESA5 = (TM x CESA4)...(2.14)
II.8.7. Modulus Bahan
Karakteristik modulus bahanuntuk iklim dan kondisi pebebanan di
Indonesia diberikan pada tabel 2.9 umtuk bahan berpengikat dan tabel 2.10 untuk
bahan berbutir lepas. Modulus lapisan aspal telah ditetapkan berdasarkan kisaran
temperatur udara 25º sampai 34º dan Temperatur Perkerasan Tahunan Rata-rata
(MAPT) 41º C
Jenis Bahan Modulus Tipikal koefisien
kekuatan(a) Poisson'sRatio
HRS WC 800 Mpa 0.28 0.40
HRS BC 900 Mpa 0.28
AC WC 1100 Mpa 0.31
AC BC 1200 Mpa 0.31
Bahan Bersemen 500 Mpa cracked 0.2(uncracked) Tanah dasar Tabel 2.8 Karakteristik modulus bahan berpengikat
Ketebalan lapisan atas bahan berpengikat
Modulus bahan lapis atas berpengikat (Mpa)
900 (HRS WC/HRS BC) 1100 (AC WC) 1200 (AC
II.8.8. Drainase Bawah Permukaan
Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus
disediakan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
Semua lapis pondasi bawah ( sub base) harus terdrainase sempurna
Desain pelebaran perkerasan harus menjamin tersediannya drainase sempurna
dari lapisan berbutir terbawah pada perkerasan eksisting
Drainase lateral harus diberikan sepanjang tepi timbunan apabila lintasan
aliran dari lapisan sub base ke tepi timbunan lebih dari 300 mm
Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan
tanah sekitarnya, baik di daerah galian ataupun di permukaan tanah
sekitarnya, baik di daerah galian ataupun di permukaan tanah asli,maka harus
dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan keadaan ini dapat
dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah
permukaan tidak tersedia maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor
“m”
Drainase permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur lain
yang menutupi aliran air dari setiap lapisan sub base. Lubang kecil (weep
holes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi
Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang
seragam tidak kurang dari 0,5 % sehingga air akan mengalir dengan bebas
tersedia titik akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan
(discharge point) pada jarak tidak lebih dari 60 m
Level titik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebuh
tinggi dari muka air banjir sesuai standar desain drainase
Untuk jalan 2 jalur terpisah (divided road) dengan superelevasi apabila
drainase diarahkan ke median , maka harus diberi sistem drainase bawah
permukaan di median tersebut
Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan, harus digunakan
koefisien drainase ”m” pada desain ketebalan lapisan berbutir sesuai dengan aturan
AASHTO 93 pasal 2.4.1. Perencanaan dalam melakukan desain sedemikian rupa
sehingga didapat nilai m ≥ 1.0, dan menghindari desain dengan m ≤ 0 (kecuali
kondisi lapangan tidak memungkinkan ). Nilai m sendiri dalam manual ini digunakan