BAB II
WARALABA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK SISTEM BISNIS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A. Waralaba Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian
Usaha waralaba/franchise pertama kali dikenal di Amerika Serikat yaitu kurang lebih satu abad yang lalu ketika perusahaan bir memberikan lisensi kepada
perusahaan-perusahaan kecil untuk mendistribusikan bir produksi pabrik yang
bersangkutan. Di indonesia, sistem bisnis dengan waralaba mulai berkembang
sejak tahun 1980-an dan hingga sekarang sudah berkembang dengan pesat.
Waralaba asing juga telah banyak yang masuk ke indonesia, baik dalam
perdagangan barang dan jasa. Selain itu beberapa pengusaha indonesia sudah
mulai mengembangkan usaha waralaba lokal, seperti Q-tela, Es Teler 77, Salon
Rudi Hardisuwarno, Steak Kimos Modern.17
Bisnis waralaba sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang
mudah, tidak berbelit-belit dan sebagai bisnis efisien yang dapat dijalankan serta
dikembangkan oleh siapa saja karena pemasaran usaha yang telah dikenal luas
dalam masyarakat. Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah
makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root
Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson
bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern.
Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri
17
http://justitia87.blogspot.com/2009/12/perjanjian-franchise.html. (diakses pada 01
maret 2015).
menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo, bahkan membangun
desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya,
sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama pada tahun
l950-an yl950-ang kemudil950-an dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.18
Pengertian waralaba menurut PP No. 42 Tahun 2007 dalam Pasal 1 angka
1 yaitu :19
“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau
badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka
memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, pengertian waralaba adalah hak untuk
menjual produk atau jasa milik pewaralaba oleh terwaralaba, dimana dalam
waralaba terdapat dua subjek hukum yakni, pewaralaba (Franchisor) dan terwaralaba (Franchisee). Pemilik atau penerima waralaba tersebut dapat merupakan badan hukum atau pribadi. Sistem usaha waralaba dikenal para pihak
yaitu :20
1. Pewaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada
pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektualatau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
2. Terwaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki pewaralaba.
Beberapa bidang usaha yang menggunakan sistem waralaba di Indonesia
adalah :21
1. Automotive
Meliputi Franchise Automotive and Carwash (otomotif dan cuci mobil) 2. Computers
Meliputi Computer things and Internet café (komputer dan warung internet/warnet)
3. Education
Course and education Facility (pendidikan, kursus) 4. Entertainment
Entertainment and fun, Meliputi entertainment franchise, family recreation franchise, movie rental franchise, family karaoke franchise
5. Fashion
Meliputi Fashion, apparel, shoes and Jewerly (Mode, pakaian jadi, sepatu dan perhiasan)
6. Fitness and sports
Meliputi Fitness, Sports Equipment (kebugaran dan alat-alat olahraga)
21
7. Fast food and Bakery
Yang meliputi fast food franchise, pizza franchise, burger, bakery, and cake franchise (waralaba makanan siap saji, waralaba pizza, burger, roti, dan kue) 8. Restaurant and café
Meliputi restorant, café outlet, steak house (restoran/rumah makan, kafe, dan bistik)
9. Medical store
Meliputi medical store franchise and health (apotik dan rumah sakit) 10.Spa, salon and beauty
Meliputi Spa and beauty shop, salon, body care, skin centre franchise
11.Real estate and property
Meliputi property and real estate broker, apartement, real estate dealer franchise
12.Laundry services
Meliputi dry cleaning franchise
13.Tour and travel
Meliputi tour-travel agent, travel and ticketing services, honeymoon and romantic gateway franchise
14.Retail, outlet and minimart
Meliputi consumer goods, retail chain store, outlet, supermarket and mini market franchise
15.Photography
Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian adalah:
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
R. Subekti menyatakan bahwa perikatan merupakan suatu pengertian
abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit.22
Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap perjanjian waralaba bentuknya wajib untuk
dibuat secara tertulis oleh para pihak. Eksistensi dari perjanjian waralaba adalah
sebuah perjanjian innominaat yang merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, dan berkembang karena adanya kebebasan berkontrak sebagaimana yang
tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Meskipun hukum kontrak
innominaat diatur di dalam Buku III KUH Perdata, Pasal 1319 KUH Perdata menegaskan bahwa:23
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang
tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan
umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Membahas suatu perjanjian waralaba tidak terlepas dari ketentuan
mengenai syarat sah suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata
yaitu:24
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
22
Kevin Kogin, Aspek Hukum Kontrak Waralaba Pada Kegiatan Usaha Jasa Makanan
dan Minuman (Jakarta: PT. Tatanusa 2014), hlm. 34-35.
23
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1319.
24
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Keempat syarat sah suatu perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka
perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan
tidak dapat ditarik kembali melainkan atas kesepakatan kedua belah pihak.
Perjanjian waralaba adalah suatu perjanjian yang diadakan antara
pewaralaba/pemberi waralaba dengan terwaralaba/penerima waralaba dimana
pihak pewaralaba memberikan hak kepada pihak penerima waralaba untuk
memproduksi atau memasarkan barang (produk) dan/atau jasa (pelayanan) dalam
waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah pengawasan pewaralaba,
sementara terwaralaba membayar sejumlah uang tertentu atas hak yang
diperolehnya.25 Sehingga meskipun perjanjian waralaba merupakan perjanjian
yang timbul, tumbuh dan berkembang di dalam praktik, perjanjian waralaba harus
tetap tunduk pada Buku III KUH Perdata. Perjanjian waralaba merupakan
perjanjian tertulis yang dibuat antara pewaralaba dan terwaralaba untuk
melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, perjanjian
waralaba juga diperlukan sebagai salah satu syarat administratif bagi terwaralaba
untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) sebagai bukti
sebuah perusahaan terwaralaba (franchisee).26
Pada Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 53/m-dag/per/8/2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba (selanjutnya
25
http://e-journal.kopertis4.or.id (diakses pada 07 Januari 2015).
26
disingkat Permendag No. 53/2012) disebutkan bahwa hal-hal yang harus dimuat
dalam perjanjian waralaba sebagai berikut :27
1. Nama dan alamat para pihak, yaitu nama dan alamat jelas
pemilik/penanggungjawab perusahaan yang mengadakan perjanjian yaitu
pemberi waralaba dan penerima waralaba.
2. Jenis hak kekayaan interlektual, yaitu jenis hak kekayaan intelektual pemberi
waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain outlet/gerai, sistem
manajemen/pemasaran atau racikan bumbu masakan yang diwaralabakan.
3. Kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan seperti perdagangan
eceran/ritel, pendidikan, restoran, apotek atau bengkel.
4. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak yang
dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba, seperti:
a. Pemberi waralaba berhak menerima fee atau royalty dari penerima waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban memberikan
pembinaan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba.
b. Penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau
ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, dan selanjutnya penerima
waralaba berkewajiban menjaga kode etik/kerahasiaan HKI atau ciri khas
usaha yang diberikan pemberi waralaba.
5. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang
diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, seperti bantuan
27
Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan komputer dan program IT
pengelolaan kegiatan usaha.
6. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan pemberi waralaba
kepada penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis waralaba seperti;
wilayah Sumatra, Jawa dan Bali atau di seluruh Indonesia.
7. Jangka waktu perjanjian, yaitu batasan waktu mulai dan berakhir perjanjian
terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak.
8. Tata cara pembayaran imbalan, yaitu tata cara/ketentuan termasuk waktu dan
cara perhitungan besarnya imbalan seperti fee atau royalty apabila disepakati dalam perjanjian yang menjadi tanggung jawab penerima waralaba.
9. Penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempat/lokasi penyelesaian sengketa,
seperti melalui Pengadilan Negeri tempat/domisili perusahaan atau melalui
Pengadilan, Arbitrase dengan mengunakan hukum Indonesia.
10.Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian seperti
pemutusan perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak, perjanjian berakhir
dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
telah berakhir. Perjanjian dapat diperpanjang kembali apabila dikehendaki
oleh kedua belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan bersama.
11.Jaminan dari pihak pemberi waralaba untuk tetap menjalankan
kewajiban-kewajibannya kepada penerima waralaba sesuai dengan isi perjanjian hingga
12.Jumlah geraiyang akan dikelola oleh penerima waralaba.28
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 juga
menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan harus berdasarkan perjanjian
tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan
memperhatikan hukum Indonesia dan dalam hal perjanjian ditulis dalam bahasa
asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.29
Berdasarkan pengertian waralaba sebagaimana dikemukakan di atas, ada
beberapa unsur dalam suatu perjanjian waralaba, yaitu:30
1. Adanya suatu perjanjian yang disepakati
Perjanjian waralaba dibuat oleh para pihak, yaitu pewaralaba dan
terwaralaba, yang keduanya berkualifikasi sebagai subjek hukum, baik sebagai
badan hukum maupun hanya sebagai perorangan.
a. Adanya pemberian hak dari pewaralaba kepada terwaralaba unttuk
memproduksi dan memasarkan produk dan/atau jasa;
Dalam hal ini terwaralaba berhak menggunakan nama, cap dagang, dan
logo milik pewaralaba yang sudah lebih dahulu dikenal dalam dunia
perdagangan.
b. Pemberian hak tersebut terbatas pada waktu dan tempat tertentu;
Dalam hal pewaralaba memberi hak kepada terwaralaba untuk
menggunakan nama, cap dagang, dan logo dari usahanya kepada
28
Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
29
Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Bab I, Pasal 6.
30
Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional
terwaralaba terbatas pada tempat dan waktu yang telah diperjanjikan
dalam perjanjian waralaba yang telah mereka buat bersama.
c. Adanya pembayaran sejumlah uang tertentu dari terwaralaba kepada
pewaralaba.
Pembayaran-pembayaran ini antara lain: pembayaran awal, pembayaran
selama berlangsungnya waralaba, pembayaran atas pengoperan hak.
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk suatu bisnis waralaba di samping
harus mempunyai syarat dan ketentuan, tetapi juga harus ditentukan secara jelas
siapa yang harus menanggung biaya tersebut. Yaitu apakah pihak pewaralaba atau
pihak terwaralaba yang merupakan pihak yang wajib membayar.
Adapun yang merupakan biaya dalam sistem waralaba yang wajib adalah
sebagai berikut :31
1. Royalty
Merupakan pembayaran oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba
sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh terwaralaba. Walaupun tidak
tertutup kemungkinan pembayaran royalti ini pada suatu waktu dalam jumlah
tertentu yang sebelumnya tidak diketahuinya. Akan tetapi, sistem yang lebih
sering justru pembayaran franchise fee dengan memakai sistem persentase tertentu dari omzet penerima waralaba.
2. Franchise fee
Merupakan bayaran yang harus dilakukan oleh pihak
terwaralaba/penerima waralaba kepada pihak pewaralaba/pemberi waralaba, yang
31
merupakan biaya waralaba, yang biasanya dilakukan dengan jumlah tertentu yang
pasti dan dilakukan sekaligus dan hanya sekali saja. Dibayar hanya pada tahap
saat perjanjian waralaba akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta
waralaba.
3. Direct Expenses
Ini merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan
pembukaan/pengembangan suatu bisnis waralaba. Misalnya terhadap pemondokan
pihak yang akan menjadi pelatih dan fee-nya, biaya pelatihan, dan biaya pada saat pembukaan. Dianjurkan agar biaya seperti tersebut di atas harus sudah ditentukan
dengan jelas dalam kontrak waralaba itu sendiri.
4. Biaya Sewa
Meskipun kurang lazim, ada beberapa pewaralaba yang ikut juga
menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal yang demikian pihak terwaralaba
harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada pihak pewaralaba. Sebaiknya,
biaya ini ditetapkan bersama secara tegas dari awal, agar tidak timbul masalah di
kemudian hari.
5. Marketing and Advertising Fee
Karena pihak pewaralaba yang melakukan marketing dan iklan, maka
pihak terwaralaba harus ikut menanggung beban biaya tersebut dengan
menghitungnya, baik secara persentase dari omzet penjualan apabila ada
6. Assignment Fees
Yang dimaksud dengan assignment fees adalah biaya yang harus dibayar oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba jika pihak terwaralaba tersebut
mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan
objeknya waralaba. Oleh pihak waralaba biaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang
waralaba yang baru, dan sebagainya.
Peraturan-peraturan yang berlaku pada perjanjian waralaba, sebelum
adanya peraturan yang khusus untuk mengatur waralaba, yaitu sebagai berikut:32
1. Peraturan tentang perjanjian khususnya yang dijumpai pada Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang ketentuan yang
dapat membenarkan tentang perjanjian waralaba;
2. Peraturan tentang hak milik intelektual, yaitu hak paten, merek, dan hak cipta;
3. Peraturan hukum tentang perpajakan, yaitu pajak pertambahan nilai dan pajak
penghasilan; serta
4. Peraturan hukum tentang ketenagakerjaan.
Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhirnya suatu
perikatan yaitu:
“Perikatan-perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran
pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena
pembaharuan hutang; karena perjumpaan hutang atau kompensasi; karena
32
percampuran hutang; karena pembebasan hutangnya; karena musnahnya barang
yang terhutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya syarat batal,
yang diatur dalam Bab I buku ini; karena lewatnya waktu.”
Disamping hapusnya perjanjian tersebut, sebab lain berakhirnya perjanjian
yaitu:33
1. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah berakhir,
2. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut,
3. Ditentukan oleh undang-undang, misalnya perjanjian akan berakhir dengan
meninggalnya salah satu pihak beserta perjanjian tersebut
4. Adanya putusan hakim
5. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai.
Dalam pembentukan perjanjian waralaba, ada beberapa faktor penting
yang diperhatikan, antara lain:34
1. Mitra pasif (silent partners)
Yang dimaksudkan dengan mitra pasif dalam hal ini adalah terwaralaba
lainnya dan pihak konsumen. Terwaralaba lain harus dipertimbangkan karena
mereka tentu menginginkan perlakuan yang sama, disamping itu juga
memperhatikan pihak konsumen, Karena pewaralaba mempunyai kewajiban yang
harus dipenuhi pihak ketiga. Dengan demikian, walaupun suatu kesepakatan kerja
sama adalah antara dua pihak yang bersepakat, namun dalam isi kesepakatan
tersebut paling tidak terdapat dua pihak lain yang terkena pula dampaknya yaitu
pihak terwaralaba lainnya dan pihak konsumen maupun masyarakat pada
33
Juajir Sumardi, Op.Cit., hlm. 43.
34
umumnya. Dalam hal ini, konsumen atau masyarakat pada umumnya
mengharapkan adanya produk atau jasa yang konsisten/standar yang diterimanya
di tempat lain.
2. Pemeliharaan standar
Sistem waralaba hanya akan berjalan dengan baik jika seluruh terwaralaba
memelihara sistem yang telah dibuat oleh pewaralaba.
3. Hubungan jangka panjang
Berbeda dengan dealership maupun distributorship yang ada saat ini kerja sama waralaba di Indonesia pada umumnya berlaku untuk jangka panjang,
biasanya antara lima sampai sepuluh tahun. Kerjasama di bidang bisnis waralaba
biasanya berlaku lima sampai sepuluh tahun. Apabila jangka waktu itu telah
dilampaui, pewaralaba akan meninjau kembali hubungan kerjasama itu dan juga
terwaralaba seringkali berkeinginan untuk dapat terus memelihara serta
memperbaharui hubungan kerjasama bisnis waralaba tersebut.35
4. Segi komersial
Perjanjian waralaba sebaiknya mencerminkan keadaan sesungguhnya dari
sistem waralaba, sehingga dengan demikian terdapat hubungan yang berkaitan
dengan operasional sehari-hari.
5. Pedoman operasional (operation manual)
Hal yang tidak disebutkan di dalam perjanjian, biasanya dicantumkan
secara terperinci dalam suatu pedoman tentang pengoperasian suatu usaha
waralaba.
35
Johannes Ibrahim & Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia
6. Keadaan mendesak (contingencies)
Tidak mungkin untuk mencakup semua keadaan, tetapi setidaknya
perjanjian waralaba dapat mengatasi beberapa keadaan yang mendesak, misalnya:
a. Meninggalnya pihak pewaralaba;
b. Pemindahan lokasi;
c. Perubahan bauran produk;
d. Pemindahan sistem waralaba oleh pewaralaba, dan;
e. Pemindahan usaha waralaba oleh terwaralaba.
Pengakhiran perjanjian waralaba dapat terjadi karena:36
1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak
Pihak dalam perjanjian waralaba menentukan bahwa perjanjian disepakati
berlangsung selama tujuh tahun, maka setelah waktu tujuh tahun perjanjian akan
berakhir.
2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian
Pewaralaba dan terwaralaba sepakat menjalankan bisnis waralaba dalam
bidang makanan selama sepuluh tahun, tiba-tiba terwaralaba meninggal dunia.
Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian agar dilakukan
pemenuhan kewajiban oleh ahli waris sebelum jangka waktu berakhirnya
perjanjian yang ditetapkan oleh undang-undang.
36
3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya
peristiwa tertentu.
Para pihak atau undang-undang memutuskan dalam keadaan tertentu dan
dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian menjadi hapus dan
perjanjian waralaba akan hapus jika salah satu pihak meninggal dunia.
4. Pernyataan menghentikan perjanjian oleh kedua belah pihak atau oleh salah
satu pihak.
Misalnya, pewaralaba menyatakan bahwa perjanjian waralaba dengan
terwaralaba dihentikan kerena terwaralaba dianggap tidak memenuhi target yang
ditetapkan oleh pewaralaba dalam perjanjian yang telah disepakati bersama.
5. Perjanjian hapus karena putusan hakim
Misalnya, hakim memutuskan hapusnya suatu perjanjian waralaba karena
diminta oleh salah satu pihak.
6. Tujuan perjanjian telah tercapai
Misalnya, para pihak sepakat bahwa perjanjian waralaba akan
dilangsungkan selama lima belas tahun, setelah waktu tersebut maka dianggap
tujuan dari bisnis tercapai sehingga terjadi pengkhiran perjanjian.
7. Dengan persetujuan para pihak
Misalnya, terwaralaba merasa tidak dapat memenuhi target pembukaan
outlet yang ditargetkan lalu terwaralaba dengan persetujuan pewaralaba
B. Hak dan Kewajiban Antara Pewaralaba dengan Terwaralaba dalam Perjanjian Waralaba
Kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian waralaba yang berlaku di
Indonesia adalah berdiri sendiri (independen contracts atau no agency) klausul ini menegaskan bahwa kedudukan dan hubungan hukum antara pewaralaba dengan
terwaralaba bukanlah hubungan keagenan, joint venture, atau atasan bawahan. Pihak pewaralaba sebagai pihak yang memberikan bisnis waralaba dengan
memiliki sistem/tata cara dalam menjalankan bisnis waralaba, sementara pihak
terwaralaba merupakan pihak yang menerima/menjalankan bisnis waralaba
tersebut dengan cara yang dikembangkan oleh pewaralaba.37
Keberhasilan usaha waralaba yang ditawarkan pewaralaba kepada
terwaralaba, menjadikan terwaralaba langsung menjadi seorang pengusaha dengan
memakai (menjalankan) suatu sistem usaha yang diberikan oleh pewaralaba
melalui suatu perjanjian. Perjanjian antara pewaralaba dan terwaralaba berisi hak
dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan mereka. Asas
kebebasan berkontrak merupakan salah satu dasar yang dipatuhi oleh
masing-masing pihak. Akan tetapi karena suatu usaha waralaba adalah suatu sistem
pemasaran yang vertikal di mana pewaralaba bersedia menyerahkan semua sistem
usaha waralaba kepada terwaralaba, maka perjanjian usaha waralaba mencakup
perjanjian lisensi (HAKI).
Perjanjian waralaba menetapkan pewaralaba dalam berbagai bentuk
ketentuan-ketentuan persyaratan waralaba yang dimaksudkan untuk menjaga ciri
khas usaha, standar pelayanan dan barang/jasa, dan HAKI. Berbagai persyaratan
37
perjanjian waralaba tersebut dalam prakteknya sering memuat klausul-klausul
yang mengatur berbagai bentuk hambatan atau pembatasan terhadap terwaralaba
sehingga dapat berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.38
Ketika suatu perjanjian ditandatangani, dengan begitu para pihak telah
sepakat dengan perjanjian tersebut, hal ini dikuatkan dalam Pasal 1338 KUH
Perdata, yakni:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik.”
Perjanjian waralaba harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:39
1. Kesepakatan kerja sama waralaba tertuang dalam perjanjian waralaba yang
disahkan secara hukum
2. Kesepakatan kerja sama ini menjelaskan secara rinci semua hak, kewajiban,
dan tugas dari pewaralaba dan terwaralaba
3. Masing-masing pihak yang bersepakat sangat dianjurkan, bahkan untuk
beberapa negara dijadikan syarat, mendapatkan nasihat dari ahli hukum yang
berkompeten untuk memahami isi dari perjanjian tersebut dan dengan waktu
yang dianggap cukup untuk memahaminya.
38
Republik Indonesia, Undang-Undang Negara Nomor 5 Tahun 1999 Pedoman Pasal
50b tentang pengecualian Waralaba
39
Setelah perjanjian ditandatangani oleh para pihak, sejak saat itulah
perjanjian waralaba mulai berlaku terutama dalam hal hak dan kewajiban para
pihak. Adanya penawaran dalam bentuk paket usaha dari pewaralaba, adanya
kerja sama dalam bentuk pengelolaan unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak
terwaralaba yang akan memanfaatkan paket usaha milik pihak pewaralaba, dan
terdapat kontrak tertulis berupa perjanjian baku antara pihak pewaralaba dengan
pihak terwaralaba. Dalam perjanjian waralaba telah memuat ketentuan terkait
kerja sama ini, dan menjelaskan secara rinci semua hak, kewajiban dan tugas
antara pewaralaba dan terwaralaba.40
Secara garis besar dalam perjanjian waralaba memuat beberapa hal sebagai
berikut:41
1. Hak yang eksklusif diberikan oleh pewaralaba kepada terwaralaba.
Hak yang diberikan tersebut meliputi antara lain penggunaan metode atau
resep yang khusus, penggunaan merek dan atau nama dagang, jangka waktu hak
tersebut dan perpanjangannya, serta pemilihan wilayah kegiatan dimana tempat
beroperasinya usaha, pelatihan tenaga kerja, bantuan manajemen usaha,
pelaksanaan operasional perusahaan, pengawasan daan evaluasi kinerja,
pemberian manual pengoperasian, pengontrolan biaya, dan hak yang lain
sehubungan dengan pembelian kebutuhan operasional.
2. Kewajiban dari terwaralaba sebagai imbalan atas hak yang diterima dan
kegiatan yang dilakukan oleh pewaralaba.
40
Ibid.
41
Pada saat terwaralaba memulai usaha, maupun selama menjadi anggota
dari sistem waralaba. Berupa seluruh mekanisme pembayaran oleh terwaralaba
kepada pewaralaba misalnya: royalty, fee terwaralaba, initial assistance fee, dan biaya promosi.
3. Hal yang berkaitan dengan penjualan hak terwaralaba kepada pihak lain.
Apabila terwaralaba tidak ingin meneruskan sendiri usaha tersebut dan
ingin menjualnya kepada pihak lain, maka suatu tata cara perlu disepakati
sebelumnya.
4. Hal yang berkaitan dengan pengakhiran perjanjian kerja sama dari
masing-masing pihak.42
Subjek hukum dalam perjanjian waralaba, yaitu pewaralaba dan
terwaralaba. Pewaralaba adalah perusahaan yang memberikan lisensi, baik berupa
paten, merek perdagangan, merek jasa, maupun lainnya kepada terwaralaba.
Sedangkan terwaralabaadalah perusahaan yang menerima lisensi dari pewaralaba.
Disamping itu, ada dua pihak lainnya dalam perjanjian waralaba yang terkena
dampak dari perjanjian ini adalah terwaralaba lain dalam sistem waralaba
(franchising sistem) yang sama dan konsumen atau klien dari terwaralaba maupun masyarakat pada umumnya.
Objek dalam perjanjian waralaba adalah lisensi. Lisensi adalah izin yang
diberikan oleh pewaralaba kepada terwaralaba. Ada dua kriteria lisensi
sebagaimana dikemukakan oleh Dieter Plaff, yaitu tujuan ekonomis adalah apa
yang hendak dicapai oleh lisensi itu sedangkan acuan yuridis adalah instrumen
42
hukum yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.43 Berdasarkan kriteria
tersebut, maka lisensi dibagi menjadi tiga macam, yaitu adalah sebagai berikut:44
1. Licence exchange contract
Yaitu perjanjian antara para pesaing yang bergerak dalam kegiatan yang
sama atau memiliki hubungan yang erat, sehingga disebabkan masalah-masalah
teknis, mereka tidak dapat melakukan kegiatan tanpa adanya pelanggaran hak-hak
termasuk hak milik perindustrian dari pihak lain. Oleh pelanggaran hak
masing-masing untuk mengadakan penuntutan terhadap perbuatan yang merupakan
pelanggaran di bidang hak milik perindustrian tersebut. Di sini titik berat lisensi
terletak pada pemberian izin ataupun pembayaran royalti.
2. Return contracts
Merupakan kebalikan dari bentuk perjanjian yang pertama yaitu perjanjian
yang tampak luarnya saja sebagai perjanjian lisensi, namun sebenarnya bukan
perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya. Perjanjian tersebut semata-mata untuk
tujuan penyelundupan pajak; dengan cara seolah-olah suatu cabang perusahaan di
suatu negara tertentu membayar royalti kepada perusahaan induknya di negara
lain.
3. Perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya, tanpa camouflaging effects.
Kontrak yang dibuat oleh pihak pewaralaba dengan terwaralaba berlaku
sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. Sejak penandatanganan kontrak
antara kedua belah pihak akan menimbulkan hak dan kewajiban.
43
http://indradefi.wordpress.com (diakses pada 07 Januari 2015)
44
Salim, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Sinar Grafika,
Kewajiban dari pihak pewaralaba adalah menyerahkan lisensi kepada
terwaralaba. Hak dari pewaralaba adalah:45
1. Logo merek dagang (trade mark), nama dagang (trade name), dan nama baik/reputasi (goodwill) yang terkait dengan merek dan atau nama tersebut.
2. Format/pola usaha, yaitu sistem usaha yang terekam dalam bentuk buku
pegangan (manual), yang sebagian isinya dalam rahasia usaha
3. Dalam kasus tertentu berupa rumus, resep, desain, dan program khusus
4. Hak cipta atas sebagian dari hal di atas bias dalam bentuk tertulis dan
tertulis dan terlindungi dalam undang-undang hak cipta.
Hak terwaralaba adalah menerima lisensi. Kewajiban terwaralaba adalah
membayar royalti kepada pewaralaba dan menjaga kualitas barang dan jasa yang
di waralaba.
Hal-hal yang berhak dimiliki terwaralaba yang harus tercantum dalam
perjanjian waralaba sehingga perjanjian tersebut bersifat sebagai berikut:46
1. Suatu perjanjian yang dikuatkan oleh hukum (legal agreement)
2. Memberi kemungkinan pewaralaba untuk tetap memiliki hak atas nama
dagang atau merek dagang, format/pola usaha, dan hal-hal khusus yang
dikembangkannya untuk suksesnya usaha tersebut
3. Memberikan kemungkinan pewaralaba mengendalikan sistem usaha yang
dilisensikannya
45
Ibid., hlm. 178.
46
4. Hak, kewajiban, dan tugas masing-masing pihak dapat diterima oleh
terwaralaba.
D. Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Waralaba Sebagai Bentuk Sistem Bisnis
Perjanjian waralaba adalah dokumen krusial baik sebagai terwaralaba
(penerima waralaba) maupun pewaralaba (pemberi waralaba). Dengan banyaknya
jenis bisnis waralaba baru yang ditawarkan, seringkali pencari waralaba bingung,
apakah harus memilih bisnis waralaba baru yang menawarkan berbagai fitur
menarik dan inovatif, memilih bisnis waralaba yang telah berdiri lebih lama,
tampak stabil, dan dalam fase maturity.47
Keunggulan sistem waralaba adalah sebagai berikut:
1. Expansion
Pihak pewaralaba memiliki akses permodalan untuk berbagi biaya dengan
terwaralaba dengan resiko yang relatif lebih rendah.
2. Quick start
Pihak terwaralaba memperoleh kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis
baru dengan cara cepat.
3. Training
Selama menjalankan bisnis waralaba, terwaralaba akan menerima bantuan
manajerial secara berkala dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas,
prosedur operasional, pembelian, pemasaran dari pewaralaba.
47
http://panjinugroho1992.blogspot.com/2013/11/waralaba.html ( diakses pada 03 Maret
Kekurangan sistem waralaba bagi terwaralaba adalah:48
1. Control
Sistem waralaba tidak memberikan kebebasan penuh kepada terwaralaba
karena terwaralaba terikat perjanjian harus mengikuti sistem dan metode yang
telah dibuat oleh pewaralaba.
2. Price
Membeli bisnis waralaba memerlukan investasi relatif besar, bahkan
terwaralaba sering kali tidak punya pilihan untuk mengurangi biaya. Disamping
lokasi, terwaralaba harus pula membayar terwaralaba fee, royalty, dan kontribusi promosi kepada pewaralaba serta memodifikasi kontrak dari waktu ke waktu.
Walaupun resiko gagal rendah, tetapi untuk dapat melancarkan bisnis ini, perlu
kecermatan dan kehati-hatian dalam memilih pewaralaba dan jenis usahanya.
3. Conflict
Adanya resiko pewaralaba melanggar perjanjian yang telah disepakati
dengan suatu alasan. Apabila terwaralaba tidak membekali dirinya dengan
pengetahuan yang cukup sebelum bergabung dalam bisnis waralaba, maka
terwaralaba akan mudah percaya dengan janji-janji pewaralaba tanpa melakukan
investigasi kepada terwaralaba lain di bawah naungan pewaralaba yang sama.
Dalam kondisi seperti ini ada peluang bagi pewaralaba yang tidak kooperatif
untuk menguntungkan satu pihak saja.
48
Pertimbangan yang sebaiknya dilakukan sebelum perjanjian
ditanda-tangani adalah:49
1. Sengketa antara pewaralaba dan terwaralaba sebagian besar disebabkan dari
ketidakjelasan perjanjian antara kedua belah pihak.
2. Terwaralaba akan berada pada posisi lemah jika telah mengeluarkan sejumlah
uang, seperti membayar sewa dan membeli peralatan sebelum menandatangani
perjanjian.
3. Isi perjanjian akan menentukan tingkat hasil bisnis terwaralaba, namun
terwaralaba harus fokus pada biaya-biaya yang menjadi kewajiban terwaralaba
kepada pewaralaba. Untuk biaya yang ditentukan dalam bentuk persentase,
tentukan besarnya di awal perjanjian, hindari kalimat-kalimat “akan
ditentukan kemudian”, dst. Ilustrasi penawaran tidak memiliki kekuatan
hukum dan hanya sebagai alat pemasaran saja.
4. Disamping biaya, pos pendapatan juga harus diperhatikan, misalnya
pendapatan lain-lain seperti sewa dan pembagiannya.
Perjanjian waralaba delapan hal yang harus diperhatikan dan harus
dicantumkan pada perjanjian, yakni :
1. Jangka waktu perjanjian
Jangka waktu dalam perjanjian harus memuat berapa lama perjanjian
berlangsung, cara memperbaharuinya dan persyaratan yang diajukan.
49
2. Teritorial (territory)
Adalah area (territorial) yang berlaku dalam perjanjian, apakah hanya satu
kota atau kota lain bahkan negara lain. Apakah diberikan hak eksklusif untuk
suatu area atau terdapat terwaralaba lainnya dalam teritori tersebut.
3. Hak dan kewajiban
Idealnya posisi antara terwaralaba dan pewaralaba adalah seimbang.
Namun dalam prakteknya kondisi ini sulit diperoleh. Terwaralaba biasanya berada
sedikit dibawah pewaralaba. Hak dan kewajiban masing-masing harus dinyatakan
secara tertulis di perjanjian. Jika terdapat asuransi-asuransi yang dibutuhkan harus
dinyatakan dengan tegas pihak yang menanggung. Bagian ini perlu dicermati
karena mayoritas sengketa bermula dari sini.
4. Hak kekayaan Intelektual
Ini terkait dengan merek yang digunakan dan bagaimana perlakuannya.
Jika terdapat goodwill harus dinyatakan bagaimana perlakuannya. Penting juga dinyatakan jika pewaralaba adalah pemegang master waralaba, bagaiman perlakuannya jika hak master waralaba dari pewaralaba utama tersebut berakhir.
5. Biaya-biaya (fee)
Terdapat banyak biaya mesti terwaralaba bayar dalam bisnis ini, pastikan
semua biaya tersebut dinyatakan dalam perjanjian berikut besarannya. Tiap
6. Dukungan (support) dari pewaralaba
Perjanjian-perjanjian harus memuat secara tegas dukungan yang dijanjikan
oleh pewaralaba. Dukungan-dukungan tersebut memuat diantaranya tidak terbatas
pada:
a. Dukungan sebelum memulai bisnis, seperti perijinan, pemilihan lokasi,
riset awal, desain took, pencarian peralatan (equipment), rekutmen
b. Dukungan operasional, meliputi teknologi informasi, jaminan pasokan
barang/jasa, asuransi, standard operation and procedure (SOP), regular training, riset pasar, administrasi serta laporan-laporan. Tentukan jadwal atau tanggal-tanggal dukungan itu dapatt dipenuhi oleh pewaralaba.
c. Dukungan umum (general support), meliputi bantuan hukum, perpajakan. 7. Batasan-batasan (Restriction)
Mengingat waralaba lebih sebagai duplikasi bisnis, maka dalam
operasinya harus berdasarkan SOP (standard operation and procedure) dari pewaralaba. Bagian ini harus memuat secara tegas apa yang boleh dan yang tidak
boleh dilakukan. Contoh, apakah terwaralaba diperbolehkan menentukan harga
berbeda, diperbolehkan memiliki bisnis serupa, larangan menjalankan bisnis
sejenis setelah berakhirnya perjanjian, pasokan diperoleh, apakah semuanya dari
pewaralaba, atau diperbolehkan dari supplier lain. Apakah terdapat jaminan
pasokan dari pewaralaba.
8. Exit strategy
Bagian akhir perjanjian sebaiknya memuat bagaimana jika terjadi
strategy ini juga sebaiknya menjelaskan apakah terwaralaba diperbolehkan menjual/mengalihkan waralaba yang telah dibeli karena alasan-alasan tertentu
seperti kesulitan keuangan.
Hambatan-hambatan yang muncul dalam melakukan perlindungan hukum
terhadap terwaralaba, yaitu :50
1. Mengenai Pajak atas royalti (PPn) selama ini menjadi beban terwaralaba,
sedangkan royalti yang diterima oleh pewaralaba adalah nilai bersih dari gross sales.
2. Pengenaan royalti umumnya didasarkan pada gross sales, namun demikian pada perjanjian waralaba Indonesia didasarkan pada gross income sedangkan pada perjanjian waralaba asing menggunakan dasar gross sales dan adanya kewajiban pembayaran fee-fee lainnya sebagaimana ditentukan oleh pewaralaba antara lain seperti advertising fee, training fee, dan management service fee.
3. Program pelatihan yang tertuang dalam perjanjian waralaba Indonesia tidak
diatur secara tegas bentuk dan waktunya berbeda halnya dengan di sebagian
perjanjian waralaba asing.
Berbagai faktor yang menyebabkan seorang terwaralaba menemui
kegagalan dalam bisnis waralaba, antara lain:
1. Penyerahan modal yang cukup tinggi
Waralaba pada produk tertentu, terwaralaba harus menyerahkan modal
awal agar memiliki hak menggunakan nama produk pewaralaba dan mendapatkan
50
bantuan alat dan bimbingan dari pewaralaba. Terkadang modal yang harus
diserahkan dirasakan cukup tinggi, terutama waralaba dari luar negeri. Misalnya
McDonald’s mensyaratkan para terwaralaba harus memberikan deposit modal
sekitar 405 juta rupiah untuk memegang hak (izin) memproduksi produk
McDonald’s selama 20 tahun. Maka untuk menjalankan produksi restaurant cepat
saji McDonald’s memerlukan dana sekitar 1 milyar lebih, baik untuk penyedian
lokasi, gedung, bahan baku dan karyawan. Namun waralaba lokal biayanya lebih
murah. Selain itu, ada beberapa waralaba yang dalam perjanjian kontraknya
meminta sekian persen dari keuntungan/omzet yang telah diperoleh terwaralaba
tiap tahunnya.
2. Biaya bahan baku yang lebih mahal
Biasanya para pewaralaba menyediakan penyalur bahan baku bagi para
terwaralaba untuk memproduksi produknya dan beralasan bahan baku dari
penyalur yang telah diajak bekerjasama oleh pewaralaba telah memenuhi standar
mutu. Sehingga harga bahan bakunya pun agak lebih murah dari harga pasar,
padahal dari kerjasama dengan penyalur tersebut, pewaralaba juga mendapatkan
komisi dan margin keuntungan yang diperoleh oleh terwaralaba menjadi lebih
kecil.
3. Modal usaha yang tidak mencukupi
Beberapa pewaralaba menyediakan opsi menarik untuk para calon
terwaralaba untuk bergabung dalam bisnisnya, yaitu memberikan opsi cicilan
dana dan suplai bahan bagi terwaralaba yang kekurangan modal. Namun, pada
terwaralaba yang kekurangan modal, sehingga terwaralaba harus berusaha sendiri
mencari tambahan modal, sehingga terwaralaba harus berusaha sendiri mencari
tambahan modal. Pada masa paceklik tersebut, para terwaralaba harus gulung
tikar di tengah jalan.
4. Pengaturan lokasi waralaba yang tidak baik
Para pewaralaba yang mempertimbangkan strategi lokasi, biasanya hanya
mengijinkan suatu perwakilan waralaba pada jarak/radius tertenttu. Namun, tidak
sedikit pewaralaba yang mengijinkan berdirinya puluhan waralaba dalam satu
lokasi (kota) dengan harapan pewaralaba mendapatkan keuntungan lebih dari
modal yang disetor para terwaralaba. Hal ini sangat merugikan, karena para
terwaralaba harus saling bersaing dengan merek dan produk yang sama dalam satu
lokasi (radius tertentu). Misalnya dalam satu kota terdapat hingga sepuluh gerai
restoran cepat saji dengan produk yang sama.
5. Kreatifitas yang terbatas
Pewaralaba mengharuskan para terwaralaba menggunakan aksesoris yang
seragam pada tempat usahanya, baik menyangkut warna tempat, papan reklame,
pernak-pernik, dan aksesoris lainnya. Sehingga daya kreatifitas yang ingin
dikembangkan oleh terwaralaba menjadi terbatas untuk menarik para konsumen.
Hal tersebut menjadi nilai negatif bagi wirausahawan yang mempunyai kreatifitas
tinggi bagi tempat usahanya.
6. Penentuan lokasi yang kurang tepat
Salah satu kunci keberhasilan dalam membantu suatu bisnis adalah
Dalam menentukan lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat usaha waralaba,
ada baiknya melakukan riset kecil-kecilan, baik yang menyangkut keramaian
lokasi, minat warga sekitar akan produk yang akan dijual oleh terwaralaba, jumlah
saingan usaha pada produk yang sejenis, dan juga kondisi ekonomi yang tengah
dialami oleh masyarakat setempat. Jika simpulan mengenai lokasi tersebut
ternyata berprospek menjanjikan, maka segera bertindak.
7. Kebangkrutan Pewaralaba
Apabila induk bisnis yakni pewaralaba mengalami kebangkrutan di saat
usaha sedang mengalami kemajuan, maka terwaralaba harus berjuang sendiri
tanpa mendapat bantuan dan bimbingan dari pewaralaba. Hal ini menyebabkan