• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II WARALABA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK SISTEM BISNIS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Waralaba Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian - Akibat Hukum Kepailitan Pewaralaba terhadap Perjanjian Waralaba dalam Bidang Industri Makanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II WARALABA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK SISTEM BISNIS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Waralaba Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian - Akibat Hukum Kepailitan Pewaralaba terhadap Perjanjian Waralaba dalam Bidang Industri Makanan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

WARALABA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK SISTEM BISNIS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Waralaba Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian

Usaha waralaba/franchise pertama kali dikenal di Amerika Serikat yaitu kurang lebih satu abad yang lalu ketika perusahaan bir memberikan lisensi kepada

perusahaan-perusahaan kecil untuk mendistribusikan bir produksi pabrik yang

bersangkutan. Di indonesia, sistem bisnis dengan waralaba mulai berkembang

sejak tahun 1980-an dan hingga sekarang sudah berkembang dengan pesat.

Waralaba asing juga telah banyak yang masuk ke indonesia, baik dalam

perdagangan barang dan jasa. Selain itu beberapa pengusaha indonesia sudah

mulai mengembangkan usaha waralaba lokal, seperti Q-tela, Es Teler 77, Salon

Rudi Hardisuwarno, Steak Kimos Modern.17

Bisnis waralaba sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang

mudah, tidak berbelit-belit dan sebagai bisnis efisien yang dapat dijalankan serta

dikembangkan oleh siapa saja karena pemasaran usaha yang telah dikenal luas

dalam masyarakat. Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah

makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root

Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson

bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern.

Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri

17

http://justitia87.blogspot.com/2009/12/perjanjian-franchise.html. (diakses pada 01

maret 2015).

(2)

menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo, bahkan membangun

desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya,

sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama pada tahun

l950-an yl950-ang kemudil950-an dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.18

Pengertian waralaba menurut PP No. 42 Tahun 2007 dalam Pasal 1 angka

1 yaitu :19

“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau

badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka

memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat

dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian

waralaba.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, pengertian waralaba adalah hak untuk

menjual produk atau jasa milik pewaralaba oleh terwaralaba, dimana dalam

waralaba terdapat dua subjek hukum yakni, pewaralaba (Franchisor) dan terwaralaba (Franchisee). Pemilik atau penerima waralaba tersebut dapat merupakan badan hukum atau pribadi. Sistem usaha waralaba dikenal para pihak

yaitu :20

1. Pewaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada

pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas

kekayaan intelektualatau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.

(3)

2. Terwaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk

memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau

penemuan atau ciri khas yang dimiliki pewaralaba.

Beberapa bidang usaha yang menggunakan sistem waralaba di Indonesia

adalah :21

1. Automotive

Meliputi Franchise Automotive and Carwash (otomotif dan cuci mobil) 2. Computers

Meliputi Computer things and Internet café (komputer dan warung internet/warnet)

3. Education

Course and education Facility (pendidikan, kursus) 4. Entertainment

Entertainment and fun, Meliputi entertainment franchise, family recreation franchise, movie rental franchise, family karaoke franchise

5. Fashion

Meliputi Fashion, apparel, shoes and Jewerly (Mode, pakaian jadi, sepatu dan perhiasan)

6. Fitness and sports

Meliputi Fitness, Sports Equipment (kebugaran dan alat-alat olahraga)

21

(4)

7. Fast food and Bakery

Yang meliputi fast food franchise, pizza franchise, burger, bakery, and cake franchise (waralaba makanan siap saji, waralaba pizza, burger, roti, dan kue) 8. Restaurant and café

Meliputi restorant, café outlet, steak house (restoran/rumah makan, kafe, dan bistik)

9. Medical store

Meliputi medical store franchise and health (apotik dan rumah sakit) 10.Spa, salon and beauty

Meliputi Spa and beauty shop, salon, body care, skin centre franchise

11.Real estate and property

Meliputi property and real estate broker, apartement, real estate dealer franchise

12.Laundry services

Meliputi dry cleaning franchise

13.Tour and travel

Meliputi tour-travel agent, travel and ticketing services, honeymoon and romantic gateway franchise

14.Retail, outlet and minimart

Meliputi consumer goods, retail chain store, outlet, supermarket and mini market franchise

15.Photography

(5)

Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian adalah:

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

R. Subekti menyatakan bahwa perikatan merupakan suatu pengertian

abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit.22

Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap perjanjian waralaba bentuknya wajib untuk

dibuat secara tertulis oleh para pihak. Eksistensi dari perjanjian waralaba adalah

sebuah perjanjian innominaat yang merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, dan berkembang karena adanya kebebasan berkontrak sebagaimana yang

tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Meskipun hukum kontrak

innominaat diatur di dalam Buku III KUH Perdata, Pasal 1319 KUH Perdata menegaskan bahwa:23

“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang

tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan

umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.”

Membahas suatu perjanjian waralaba tidak terlepas dari ketentuan

mengenai syarat sah suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata

yaitu:24

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

22

Kevin Kogin, Aspek Hukum Kontrak Waralaba Pada Kegiatan Usaha Jasa Makanan

dan Minuman (Jakarta: PT. Tatanusa 2014), hlm. 34-35.

23

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1319.

24

(6)

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Keempat syarat sah suatu perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka

perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan

tidak dapat ditarik kembali melainkan atas kesepakatan kedua belah pihak.

Perjanjian waralaba adalah suatu perjanjian yang diadakan antara

pewaralaba/pemberi waralaba dengan terwaralaba/penerima waralaba dimana

pihak pewaralaba memberikan hak kepada pihak penerima waralaba untuk

memproduksi atau memasarkan barang (produk) dan/atau jasa (pelayanan) dalam

waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah pengawasan pewaralaba,

sementara terwaralaba membayar sejumlah uang tertentu atas hak yang

diperolehnya.25 Sehingga meskipun perjanjian waralaba merupakan perjanjian

yang timbul, tumbuh dan berkembang di dalam praktik, perjanjian waralaba harus

tetap tunduk pada Buku III KUH Perdata. Perjanjian waralaba merupakan

perjanjian tertulis yang dibuat antara pewaralaba dan terwaralaba untuk

melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, perjanjian

waralaba juga diperlukan sebagai salah satu syarat administratif bagi terwaralaba

untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) sebagai bukti

sebuah perusahaan terwaralaba (franchisee).26

Pada Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 53/m-dag/per/8/2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba (selanjutnya

25

http://e-journal.kopertis4.or.id (diakses pada 07 Januari 2015).

26

(7)

disingkat Permendag No. 53/2012) disebutkan bahwa hal-hal yang harus dimuat

dalam perjanjian waralaba sebagai berikut :27

1. Nama dan alamat para pihak, yaitu nama dan alamat jelas

pemilik/penanggungjawab perusahaan yang mengadakan perjanjian yaitu

pemberi waralaba dan penerima waralaba.

2. Jenis hak kekayaan interlektual, yaitu jenis hak kekayaan intelektual pemberi

waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain outlet/gerai, sistem

manajemen/pemasaran atau racikan bumbu masakan yang diwaralabakan.

3. Kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan seperti perdagangan

eceran/ritel, pendidikan, restoran, apotek atau bengkel.

4. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak yang

dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba, seperti:

a. Pemberi waralaba berhak menerima fee atau royalty dari penerima waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban memberikan

pembinaan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba.

b. Penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau

ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, dan selanjutnya penerima

waralaba berkewajiban menjaga kode etik/kerahasiaan HKI atau ciri khas

usaha yang diberikan pemberi waralaba.

5. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang

diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, seperti bantuan

27

Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

(8)

fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan komputer dan program IT

pengelolaan kegiatan usaha.

6. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan pemberi waralaba

kepada penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis waralaba seperti;

wilayah Sumatra, Jawa dan Bali atau di seluruh Indonesia.

7. Jangka waktu perjanjian, yaitu batasan waktu mulai dan berakhir perjanjian

terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak.

8. Tata cara pembayaran imbalan, yaitu tata cara/ketentuan termasuk waktu dan

cara perhitungan besarnya imbalan seperti fee atau royalty apabila disepakati dalam perjanjian yang menjadi tanggung jawab penerima waralaba.

9. Penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempat/lokasi penyelesaian sengketa,

seperti melalui Pengadilan Negeri tempat/domisili perusahaan atau melalui

Pengadilan, Arbitrase dengan mengunakan hukum Indonesia.

10.Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian seperti

pemutusan perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak, perjanjian berakhir

dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian

telah berakhir. Perjanjian dapat diperpanjang kembali apabila dikehendaki

oleh kedua belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan bersama.

11.Jaminan dari pihak pemberi waralaba untuk tetap menjalankan

kewajiban-kewajibannya kepada penerima waralaba sesuai dengan isi perjanjian hingga

(9)

12.Jumlah geraiyang akan dikelola oleh penerima waralaba.28

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 juga

menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan harus berdasarkan perjanjian

tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan

memperhatikan hukum Indonesia dan dalam hal perjanjian ditulis dalam bahasa

asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.29

Berdasarkan pengertian waralaba sebagaimana dikemukakan di atas, ada

beberapa unsur dalam suatu perjanjian waralaba, yaitu:30

1. Adanya suatu perjanjian yang disepakati

Perjanjian waralaba dibuat oleh para pihak, yaitu pewaralaba dan

terwaralaba, yang keduanya berkualifikasi sebagai subjek hukum, baik sebagai

badan hukum maupun hanya sebagai perorangan.

a. Adanya pemberian hak dari pewaralaba kepada terwaralaba unttuk

memproduksi dan memasarkan produk dan/atau jasa;

Dalam hal ini terwaralaba berhak menggunakan nama, cap dagang, dan

logo milik pewaralaba yang sudah lebih dahulu dikenal dalam dunia

perdagangan.

b. Pemberian hak tersebut terbatas pada waktu dan tempat tertentu;

Dalam hal pewaralaba memberi hak kepada terwaralaba untuk

menggunakan nama, cap dagang, dan logo dari usahanya kepada

28

Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

29

Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Bab I, Pasal 6.

30

Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional

(10)

terwaralaba terbatas pada tempat dan waktu yang telah diperjanjikan

dalam perjanjian waralaba yang telah mereka buat bersama.

c. Adanya pembayaran sejumlah uang tertentu dari terwaralaba kepada

pewaralaba.

Pembayaran-pembayaran ini antara lain: pembayaran awal, pembayaran

selama berlangsungnya waralaba, pembayaran atas pengoperan hak.

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk suatu bisnis waralaba di samping

harus mempunyai syarat dan ketentuan, tetapi juga harus ditentukan secara jelas

siapa yang harus menanggung biaya tersebut. Yaitu apakah pihak pewaralaba atau

pihak terwaralaba yang merupakan pihak yang wajib membayar.

Adapun yang merupakan biaya dalam sistem waralaba yang wajib adalah

sebagai berikut :31

1. Royalty

Merupakan pembayaran oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba

sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh terwaralaba. Walaupun tidak

tertutup kemungkinan pembayaran royalti ini pada suatu waktu dalam jumlah

tertentu yang sebelumnya tidak diketahuinya. Akan tetapi, sistem yang lebih

sering justru pembayaran franchise fee dengan memakai sistem persentase tertentu dari omzet penerima waralaba.

2. Franchise fee

Merupakan bayaran yang harus dilakukan oleh pihak

terwaralaba/penerima waralaba kepada pihak pewaralaba/pemberi waralaba, yang

31

(11)

merupakan biaya waralaba, yang biasanya dilakukan dengan jumlah tertentu yang

pasti dan dilakukan sekaligus dan hanya sekali saja. Dibayar hanya pada tahap

saat perjanjian waralaba akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta

waralaba.

3. Direct Expenses

Ini merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan

pembukaan/pengembangan suatu bisnis waralaba. Misalnya terhadap pemondokan

pihak yang akan menjadi pelatih dan fee-nya, biaya pelatihan, dan biaya pada saat pembukaan. Dianjurkan agar biaya seperti tersebut di atas harus sudah ditentukan

dengan jelas dalam kontrak waralaba itu sendiri.

4. Biaya Sewa

Meskipun kurang lazim, ada beberapa pewaralaba yang ikut juga

menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal yang demikian pihak terwaralaba

harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada pihak pewaralaba. Sebaiknya,

biaya ini ditetapkan bersama secara tegas dari awal, agar tidak timbul masalah di

kemudian hari.

5. Marketing and Advertising Fee

Karena pihak pewaralaba yang melakukan marketing dan iklan, maka

pihak terwaralaba harus ikut menanggung beban biaya tersebut dengan

menghitungnya, baik secara persentase dari omzet penjualan apabila ada

(12)

6. Assignment Fees

Yang dimaksud dengan assignment fees adalah biaya yang harus dibayar oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba jika pihak terwaralaba tersebut

mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan

objeknya waralaba. Oleh pihak waralaba biaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang

waralaba yang baru, dan sebagainya.

Peraturan-peraturan yang berlaku pada perjanjian waralaba, sebelum

adanya peraturan yang khusus untuk mengatur waralaba, yaitu sebagai berikut:32

1. Peraturan tentang perjanjian khususnya yang dijumpai pada Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian

dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang ketentuan yang

dapat membenarkan tentang perjanjian waralaba;

2. Peraturan tentang hak milik intelektual, yaitu hak paten, merek, dan hak cipta;

3. Peraturan hukum tentang perpajakan, yaitu pajak pertambahan nilai dan pajak

penghasilan; serta

4. Peraturan hukum tentang ketenagakerjaan.

Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhirnya suatu

perikatan yaitu:

“Perikatan-perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran

pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena

pembaharuan hutang; karena perjumpaan hutang atau kompensasi; karena

32

(13)

percampuran hutang; karena pembebasan hutangnya; karena musnahnya barang

yang terhutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya syarat batal,

yang diatur dalam Bab I buku ini; karena lewatnya waktu.”

Disamping hapusnya perjanjian tersebut, sebab lain berakhirnya perjanjian

yaitu:33

1. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah berakhir,

2. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut,

3. Ditentukan oleh undang-undang, misalnya perjanjian akan berakhir dengan

meninggalnya salah satu pihak beserta perjanjian tersebut

4. Adanya putusan hakim

5. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai.

Dalam pembentukan perjanjian waralaba, ada beberapa faktor penting

yang diperhatikan, antara lain:34

1. Mitra pasif (silent partners)

Yang dimaksudkan dengan mitra pasif dalam hal ini adalah terwaralaba

lainnya dan pihak konsumen. Terwaralaba lain harus dipertimbangkan karena

mereka tentu menginginkan perlakuan yang sama, disamping itu juga

memperhatikan pihak konsumen, Karena pewaralaba mempunyai kewajiban yang

harus dipenuhi pihak ketiga. Dengan demikian, walaupun suatu kesepakatan kerja

sama adalah antara dua pihak yang bersepakat, namun dalam isi kesepakatan

tersebut paling tidak terdapat dua pihak lain yang terkena pula dampaknya yaitu

pihak terwaralaba lainnya dan pihak konsumen maupun masyarakat pada

33

Juajir Sumardi, Op.Cit., hlm. 43.

34

(14)

umumnya. Dalam hal ini, konsumen atau masyarakat pada umumnya

mengharapkan adanya produk atau jasa yang konsisten/standar yang diterimanya

di tempat lain.

2. Pemeliharaan standar

Sistem waralaba hanya akan berjalan dengan baik jika seluruh terwaralaba

memelihara sistem yang telah dibuat oleh pewaralaba.

3. Hubungan jangka panjang

Berbeda dengan dealership maupun distributorship yang ada saat ini kerja sama waralaba di Indonesia pada umumnya berlaku untuk jangka panjang,

biasanya antara lima sampai sepuluh tahun. Kerjasama di bidang bisnis waralaba

biasanya berlaku lima sampai sepuluh tahun. Apabila jangka waktu itu telah

dilampaui, pewaralaba akan meninjau kembali hubungan kerjasama itu dan juga

terwaralaba seringkali berkeinginan untuk dapat terus memelihara serta

memperbaharui hubungan kerjasama bisnis waralaba tersebut.35

4. Segi komersial

Perjanjian waralaba sebaiknya mencerminkan keadaan sesungguhnya dari

sistem waralaba, sehingga dengan demikian terdapat hubungan yang berkaitan

dengan operasional sehari-hari.

5. Pedoman operasional (operation manual)

Hal yang tidak disebutkan di dalam perjanjian, biasanya dicantumkan

secara terperinci dalam suatu pedoman tentang pengoperasian suatu usaha

waralaba.

35

Johannes Ibrahim & Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia

(15)

6. Keadaan mendesak (contingencies)

Tidak mungkin untuk mencakup semua keadaan, tetapi setidaknya

perjanjian waralaba dapat mengatasi beberapa keadaan yang mendesak, misalnya:

a. Meninggalnya pihak pewaralaba;

b. Pemindahan lokasi;

c. Perubahan bauran produk;

d. Pemindahan sistem waralaba oleh pewaralaba, dan;

e. Pemindahan usaha waralaba oleh terwaralaba.

Pengakhiran perjanjian waralaba dapat terjadi karena:36

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak

Pihak dalam perjanjian waralaba menentukan bahwa perjanjian disepakati

berlangsung selama tujuh tahun, maka setelah waktu tujuh tahun perjanjian akan

berakhir.

2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian

Pewaralaba dan terwaralaba sepakat menjalankan bisnis waralaba dalam

bidang makanan selama sepuluh tahun, tiba-tiba terwaralaba meninggal dunia.

Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian agar dilakukan

pemenuhan kewajiban oleh ahli waris sebelum jangka waktu berakhirnya

perjanjian yang ditetapkan oleh undang-undang.

36

(16)

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya

peristiwa tertentu.

Para pihak atau undang-undang memutuskan dalam keadaan tertentu dan

dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian menjadi hapus dan

perjanjian waralaba akan hapus jika salah satu pihak meninggal dunia.

4. Pernyataan menghentikan perjanjian oleh kedua belah pihak atau oleh salah

satu pihak.

Misalnya, pewaralaba menyatakan bahwa perjanjian waralaba dengan

terwaralaba dihentikan kerena terwaralaba dianggap tidak memenuhi target yang

ditetapkan oleh pewaralaba dalam perjanjian yang telah disepakati bersama.

5. Perjanjian hapus karena putusan hakim

Misalnya, hakim memutuskan hapusnya suatu perjanjian waralaba karena

diminta oleh salah satu pihak.

6. Tujuan perjanjian telah tercapai

Misalnya, para pihak sepakat bahwa perjanjian waralaba akan

dilangsungkan selama lima belas tahun, setelah waktu tersebut maka dianggap

tujuan dari bisnis tercapai sehingga terjadi pengkhiran perjanjian.

7. Dengan persetujuan para pihak

Misalnya, terwaralaba merasa tidak dapat memenuhi target pembukaan

outlet yang ditargetkan lalu terwaralaba dengan persetujuan pewaralaba

(17)

B. Hak dan Kewajiban Antara Pewaralaba dengan Terwaralaba dalam Perjanjian Waralaba

Kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian waralaba yang berlaku di

Indonesia adalah berdiri sendiri (independen contracts atau no agency) klausul ini menegaskan bahwa kedudukan dan hubungan hukum antara pewaralaba dengan

terwaralaba bukanlah hubungan keagenan, joint venture, atau atasan bawahan. Pihak pewaralaba sebagai pihak yang memberikan bisnis waralaba dengan

memiliki sistem/tata cara dalam menjalankan bisnis waralaba, sementara pihak

terwaralaba merupakan pihak yang menerima/menjalankan bisnis waralaba

tersebut dengan cara yang dikembangkan oleh pewaralaba.37

Keberhasilan usaha waralaba yang ditawarkan pewaralaba kepada

terwaralaba, menjadikan terwaralaba langsung menjadi seorang pengusaha dengan

memakai (menjalankan) suatu sistem usaha yang diberikan oleh pewaralaba

melalui suatu perjanjian. Perjanjian antara pewaralaba dan terwaralaba berisi hak

dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan mereka. Asas

kebebasan berkontrak merupakan salah satu dasar yang dipatuhi oleh

masing-masing pihak. Akan tetapi karena suatu usaha waralaba adalah suatu sistem

pemasaran yang vertikal di mana pewaralaba bersedia menyerahkan semua sistem

usaha waralaba kepada terwaralaba, maka perjanjian usaha waralaba mencakup

perjanjian lisensi (HAKI).

Perjanjian waralaba menetapkan pewaralaba dalam berbagai bentuk

ketentuan-ketentuan persyaratan waralaba yang dimaksudkan untuk menjaga ciri

khas usaha, standar pelayanan dan barang/jasa, dan HAKI. Berbagai persyaratan

37

(18)

perjanjian waralaba tersebut dalam prakteknya sering memuat klausul-klausul

yang mengatur berbagai bentuk hambatan atau pembatasan terhadap terwaralaba

sehingga dapat berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat.38

Ketika suatu perjanjian ditandatangani, dengan begitu para pihak telah

sepakat dengan perjanjian tersebut, hal ini dikuatkan dalam Pasal 1338 KUH

Perdata, yakni:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali

selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan

itikad baik.”

Perjanjian waralaba harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:39

1. Kesepakatan kerja sama waralaba tertuang dalam perjanjian waralaba yang

disahkan secara hukum

2. Kesepakatan kerja sama ini menjelaskan secara rinci semua hak, kewajiban,

dan tugas dari pewaralaba dan terwaralaba

3. Masing-masing pihak yang bersepakat sangat dianjurkan, bahkan untuk

beberapa negara dijadikan syarat, mendapatkan nasihat dari ahli hukum yang

berkompeten untuk memahami isi dari perjanjian tersebut dan dengan waktu

yang dianggap cukup untuk memahaminya.

38

Republik Indonesia, Undang-Undang Negara Nomor 5 Tahun 1999 Pedoman Pasal

50b tentang pengecualian Waralaba

39

(19)

Setelah perjanjian ditandatangani oleh para pihak, sejak saat itulah

perjanjian waralaba mulai berlaku terutama dalam hal hak dan kewajiban para

pihak. Adanya penawaran dalam bentuk paket usaha dari pewaralaba, adanya

kerja sama dalam bentuk pengelolaan unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak

terwaralaba yang akan memanfaatkan paket usaha milik pihak pewaralaba, dan

terdapat kontrak tertulis berupa perjanjian baku antara pihak pewaralaba dengan

pihak terwaralaba. Dalam perjanjian waralaba telah memuat ketentuan terkait

kerja sama ini, dan menjelaskan secara rinci semua hak, kewajiban dan tugas

antara pewaralaba dan terwaralaba.40

Secara garis besar dalam perjanjian waralaba memuat beberapa hal sebagai

berikut:41

1. Hak yang eksklusif diberikan oleh pewaralaba kepada terwaralaba.

Hak yang diberikan tersebut meliputi antara lain penggunaan metode atau

resep yang khusus, penggunaan merek dan atau nama dagang, jangka waktu hak

tersebut dan perpanjangannya, serta pemilihan wilayah kegiatan dimana tempat

beroperasinya usaha, pelatihan tenaga kerja, bantuan manajemen usaha,

pelaksanaan operasional perusahaan, pengawasan daan evaluasi kinerja,

pemberian manual pengoperasian, pengontrolan biaya, dan hak yang lain

sehubungan dengan pembelian kebutuhan operasional.

2. Kewajiban dari terwaralaba sebagai imbalan atas hak yang diterima dan

kegiatan yang dilakukan oleh pewaralaba.

40

Ibid.

41

(20)

Pada saat terwaralaba memulai usaha, maupun selama menjadi anggota

dari sistem waralaba. Berupa seluruh mekanisme pembayaran oleh terwaralaba

kepada pewaralaba misalnya: royalty, fee terwaralaba, initial assistance fee, dan biaya promosi.

3. Hal yang berkaitan dengan penjualan hak terwaralaba kepada pihak lain.

Apabila terwaralaba tidak ingin meneruskan sendiri usaha tersebut dan

ingin menjualnya kepada pihak lain, maka suatu tata cara perlu disepakati

sebelumnya.

4. Hal yang berkaitan dengan pengakhiran perjanjian kerja sama dari

masing-masing pihak.42

Subjek hukum dalam perjanjian waralaba, yaitu pewaralaba dan

terwaralaba. Pewaralaba adalah perusahaan yang memberikan lisensi, baik berupa

paten, merek perdagangan, merek jasa, maupun lainnya kepada terwaralaba.

Sedangkan terwaralabaadalah perusahaan yang menerima lisensi dari pewaralaba.

Disamping itu, ada dua pihak lainnya dalam perjanjian waralaba yang terkena

dampak dari perjanjian ini adalah terwaralaba lain dalam sistem waralaba

(franchising sistem) yang sama dan konsumen atau klien dari terwaralaba maupun masyarakat pada umumnya.

Objek dalam perjanjian waralaba adalah lisensi. Lisensi adalah izin yang

diberikan oleh pewaralaba kepada terwaralaba. Ada dua kriteria lisensi

sebagaimana dikemukakan oleh Dieter Plaff, yaitu tujuan ekonomis adalah apa

yang hendak dicapai oleh lisensi itu sedangkan acuan yuridis adalah instrumen

42

(21)

hukum yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.43 Berdasarkan kriteria

tersebut, maka lisensi dibagi menjadi tiga macam, yaitu adalah sebagai berikut:44

1. Licence exchange contract

Yaitu perjanjian antara para pesaing yang bergerak dalam kegiatan yang

sama atau memiliki hubungan yang erat, sehingga disebabkan masalah-masalah

teknis, mereka tidak dapat melakukan kegiatan tanpa adanya pelanggaran hak-hak

termasuk hak milik perindustrian dari pihak lain. Oleh pelanggaran hak

masing-masing untuk mengadakan penuntutan terhadap perbuatan yang merupakan

pelanggaran di bidang hak milik perindustrian tersebut. Di sini titik berat lisensi

terletak pada pemberian izin ataupun pembayaran royalti.

2. Return contracts

Merupakan kebalikan dari bentuk perjanjian yang pertama yaitu perjanjian

yang tampak luarnya saja sebagai perjanjian lisensi, namun sebenarnya bukan

perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya. Perjanjian tersebut semata-mata untuk

tujuan penyelundupan pajak; dengan cara seolah-olah suatu cabang perusahaan di

suatu negara tertentu membayar royalti kepada perusahaan induknya di negara

lain.

3. Perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya, tanpa camouflaging effects.

Kontrak yang dibuat oleh pihak pewaralaba dengan terwaralaba berlaku

sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. Sejak penandatanganan kontrak

antara kedua belah pihak akan menimbulkan hak dan kewajiban.

43

http://indradefi.wordpress.com (diakses pada 07 Januari 2015)

44

Salim, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Sinar Grafika,

(22)

Kewajiban dari pihak pewaralaba adalah menyerahkan lisensi kepada

terwaralaba. Hak dari pewaralaba adalah:45

1. Logo merek dagang (trade mark), nama dagang (trade name), dan nama baik/reputasi (goodwill) yang terkait dengan merek dan atau nama tersebut.

2. Format/pola usaha, yaitu sistem usaha yang terekam dalam bentuk buku

pegangan (manual), yang sebagian isinya dalam rahasia usaha

3. Dalam kasus tertentu berupa rumus, resep, desain, dan program khusus

4. Hak cipta atas sebagian dari hal di atas bias dalam bentuk tertulis dan

tertulis dan terlindungi dalam undang-undang hak cipta.

Hak terwaralaba adalah menerima lisensi. Kewajiban terwaralaba adalah

membayar royalti kepada pewaralaba dan menjaga kualitas barang dan jasa yang

di waralaba.

Hal-hal yang berhak dimiliki terwaralaba yang harus tercantum dalam

perjanjian waralaba sehingga perjanjian tersebut bersifat sebagai berikut:46

1. Suatu perjanjian yang dikuatkan oleh hukum (legal agreement)

2. Memberi kemungkinan pewaralaba untuk tetap memiliki hak atas nama

dagang atau merek dagang, format/pola usaha, dan hal-hal khusus yang

dikembangkannya untuk suksesnya usaha tersebut

3. Memberikan kemungkinan pewaralaba mengendalikan sistem usaha yang

dilisensikannya

45

Ibid., hlm. 178.

46

(23)

4. Hak, kewajiban, dan tugas masing-masing pihak dapat diterima oleh

terwaralaba.

D. Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Waralaba Sebagai Bentuk Sistem Bisnis

Perjanjian waralaba adalah dokumen krusial baik sebagai terwaralaba

(penerima waralaba) maupun pewaralaba (pemberi waralaba). Dengan banyaknya

jenis bisnis waralaba baru yang ditawarkan, seringkali pencari waralaba bingung,

apakah harus memilih bisnis waralaba baru yang menawarkan berbagai fitur

menarik dan inovatif, memilih bisnis waralaba yang telah berdiri lebih lama,

tampak stabil, dan dalam fase maturity.47

Keunggulan sistem waralaba adalah sebagai berikut:

1. Expansion

Pihak pewaralaba memiliki akses permodalan untuk berbagi biaya dengan

terwaralaba dengan resiko yang relatif lebih rendah.

2. Quick start

Pihak terwaralaba memperoleh kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis

baru dengan cara cepat.

3. Training

Selama menjalankan bisnis waralaba, terwaralaba akan menerima bantuan

manajerial secara berkala dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas,

prosedur operasional, pembelian, pemasaran dari pewaralaba.

47

http://panjinugroho1992.blogspot.com/2013/11/waralaba.html ( diakses pada 03 Maret

(24)

Kekurangan sistem waralaba bagi terwaralaba adalah:48

1. Control

Sistem waralaba tidak memberikan kebebasan penuh kepada terwaralaba

karena terwaralaba terikat perjanjian harus mengikuti sistem dan metode yang

telah dibuat oleh pewaralaba.

2. Price

Membeli bisnis waralaba memerlukan investasi relatif besar, bahkan

terwaralaba sering kali tidak punya pilihan untuk mengurangi biaya. Disamping

lokasi, terwaralaba harus pula membayar terwaralaba fee, royalty, dan kontribusi promosi kepada pewaralaba serta memodifikasi kontrak dari waktu ke waktu.

Walaupun resiko gagal rendah, tetapi untuk dapat melancarkan bisnis ini, perlu

kecermatan dan kehati-hatian dalam memilih pewaralaba dan jenis usahanya.

3. Conflict

Adanya resiko pewaralaba melanggar perjanjian yang telah disepakati

dengan suatu alasan. Apabila terwaralaba tidak membekali dirinya dengan

pengetahuan yang cukup sebelum bergabung dalam bisnis waralaba, maka

terwaralaba akan mudah percaya dengan janji-janji pewaralaba tanpa melakukan

investigasi kepada terwaralaba lain di bawah naungan pewaralaba yang sama.

Dalam kondisi seperti ini ada peluang bagi pewaralaba yang tidak kooperatif

untuk menguntungkan satu pihak saja.

48

(25)

Pertimbangan yang sebaiknya dilakukan sebelum perjanjian

ditanda-tangani adalah:49

1. Sengketa antara pewaralaba dan terwaralaba sebagian besar disebabkan dari

ketidakjelasan perjanjian antara kedua belah pihak.

2. Terwaralaba akan berada pada posisi lemah jika telah mengeluarkan sejumlah

uang, seperti membayar sewa dan membeli peralatan sebelum menandatangani

perjanjian.

3. Isi perjanjian akan menentukan tingkat hasil bisnis terwaralaba, namun

terwaralaba harus fokus pada biaya-biaya yang menjadi kewajiban terwaralaba

kepada pewaralaba. Untuk biaya yang ditentukan dalam bentuk persentase,

tentukan besarnya di awal perjanjian, hindari kalimat-kalimat “akan

ditentukan kemudian”, dst. Ilustrasi penawaran tidak memiliki kekuatan

hukum dan hanya sebagai alat pemasaran saja.

4. Disamping biaya, pos pendapatan juga harus diperhatikan, misalnya

pendapatan lain-lain seperti sewa dan pembagiannya.

Perjanjian waralaba delapan hal yang harus diperhatikan dan harus

dicantumkan pada perjanjian, yakni :

1. Jangka waktu perjanjian

Jangka waktu dalam perjanjian harus memuat berapa lama perjanjian

berlangsung, cara memperbaharuinya dan persyaratan yang diajukan.

49

(26)

2. Teritorial (territory)

Adalah area (territorial) yang berlaku dalam perjanjian, apakah hanya satu

kota atau kota lain bahkan negara lain. Apakah diberikan hak eksklusif untuk

suatu area atau terdapat terwaralaba lainnya dalam teritori tersebut.

3. Hak dan kewajiban

Idealnya posisi antara terwaralaba dan pewaralaba adalah seimbang.

Namun dalam prakteknya kondisi ini sulit diperoleh. Terwaralaba biasanya berada

sedikit dibawah pewaralaba. Hak dan kewajiban masing-masing harus dinyatakan

secara tertulis di perjanjian. Jika terdapat asuransi-asuransi yang dibutuhkan harus

dinyatakan dengan tegas pihak yang menanggung. Bagian ini perlu dicermati

karena mayoritas sengketa bermula dari sini.

4. Hak kekayaan Intelektual

Ini terkait dengan merek yang digunakan dan bagaimana perlakuannya.

Jika terdapat goodwill harus dinyatakan bagaimana perlakuannya. Penting juga dinyatakan jika pewaralaba adalah pemegang master waralaba, bagaiman perlakuannya jika hak master waralaba dari pewaralaba utama tersebut berakhir.

5. Biaya-biaya (fee)

Terdapat banyak biaya mesti terwaralaba bayar dalam bisnis ini, pastikan

semua biaya tersebut dinyatakan dalam perjanjian berikut besarannya. Tiap

(27)

6. Dukungan (support) dari pewaralaba

Perjanjian-perjanjian harus memuat secara tegas dukungan yang dijanjikan

oleh pewaralaba. Dukungan-dukungan tersebut memuat diantaranya tidak terbatas

pada:

a. Dukungan sebelum memulai bisnis, seperti perijinan, pemilihan lokasi,

riset awal, desain took, pencarian peralatan (equipment), rekutmen

b. Dukungan operasional, meliputi teknologi informasi, jaminan pasokan

barang/jasa, asuransi, standard operation and procedure (SOP), regular training, riset pasar, administrasi serta laporan-laporan. Tentukan jadwal atau tanggal-tanggal dukungan itu dapatt dipenuhi oleh pewaralaba.

c. Dukungan umum (general support), meliputi bantuan hukum, perpajakan. 7. Batasan-batasan (Restriction)

Mengingat waralaba lebih sebagai duplikasi bisnis, maka dalam

operasinya harus berdasarkan SOP (standard operation and procedure) dari pewaralaba. Bagian ini harus memuat secara tegas apa yang boleh dan yang tidak

boleh dilakukan. Contoh, apakah terwaralaba diperbolehkan menentukan harga

berbeda, diperbolehkan memiliki bisnis serupa, larangan menjalankan bisnis

sejenis setelah berakhirnya perjanjian, pasokan diperoleh, apakah semuanya dari

pewaralaba, atau diperbolehkan dari supplier lain. Apakah terdapat jaminan

pasokan dari pewaralaba.

8. Exit strategy

Bagian akhir perjanjian sebaiknya memuat bagaimana jika terjadi

(28)

strategy ini juga sebaiknya menjelaskan apakah terwaralaba diperbolehkan menjual/mengalihkan waralaba yang telah dibeli karena alasan-alasan tertentu

seperti kesulitan keuangan.

Hambatan-hambatan yang muncul dalam melakukan perlindungan hukum

terhadap terwaralaba, yaitu :50

1. Mengenai Pajak atas royalti (PPn) selama ini menjadi beban terwaralaba,

sedangkan royalti yang diterima oleh pewaralaba adalah nilai bersih dari gross sales.

2. Pengenaan royalti umumnya didasarkan pada gross sales, namun demikian pada perjanjian waralaba Indonesia didasarkan pada gross income sedangkan pada perjanjian waralaba asing menggunakan dasar gross sales dan adanya kewajiban pembayaran fee-fee lainnya sebagaimana ditentukan oleh pewaralaba antara lain seperti advertising fee, training fee, dan management service fee.

3. Program pelatihan yang tertuang dalam perjanjian waralaba Indonesia tidak

diatur secara tegas bentuk dan waktunya berbeda halnya dengan di sebagian

perjanjian waralaba asing.

Berbagai faktor yang menyebabkan seorang terwaralaba menemui

kegagalan dalam bisnis waralaba, antara lain:

1. Penyerahan modal yang cukup tinggi

Waralaba pada produk tertentu, terwaralaba harus menyerahkan modal

awal agar memiliki hak menggunakan nama produk pewaralaba dan mendapatkan

50

(29)

bantuan alat dan bimbingan dari pewaralaba. Terkadang modal yang harus

diserahkan dirasakan cukup tinggi, terutama waralaba dari luar negeri. Misalnya

McDonald’s mensyaratkan para terwaralaba harus memberikan deposit modal

sekitar 405 juta rupiah untuk memegang hak (izin) memproduksi produk

McDonald’s selama 20 tahun. Maka untuk menjalankan produksi restaurant cepat

saji McDonald’s memerlukan dana sekitar 1 milyar lebih, baik untuk penyedian

lokasi, gedung, bahan baku dan karyawan. Namun waralaba lokal biayanya lebih

murah. Selain itu, ada beberapa waralaba yang dalam perjanjian kontraknya

meminta sekian persen dari keuntungan/omzet yang telah diperoleh terwaralaba

tiap tahunnya.

2. Biaya bahan baku yang lebih mahal

Biasanya para pewaralaba menyediakan penyalur bahan baku bagi para

terwaralaba untuk memproduksi produknya dan beralasan bahan baku dari

penyalur yang telah diajak bekerjasama oleh pewaralaba telah memenuhi standar

mutu. Sehingga harga bahan bakunya pun agak lebih murah dari harga pasar,

padahal dari kerjasama dengan penyalur tersebut, pewaralaba juga mendapatkan

komisi dan margin keuntungan yang diperoleh oleh terwaralaba menjadi lebih

kecil.

3. Modal usaha yang tidak mencukupi

Beberapa pewaralaba menyediakan opsi menarik untuk para calon

terwaralaba untuk bergabung dalam bisnisnya, yaitu memberikan opsi cicilan

dana dan suplai bahan bagi terwaralaba yang kekurangan modal. Namun, pada

(30)

terwaralaba yang kekurangan modal, sehingga terwaralaba harus berusaha sendiri

mencari tambahan modal, sehingga terwaralaba harus berusaha sendiri mencari

tambahan modal. Pada masa paceklik tersebut, para terwaralaba harus gulung

tikar di tengah jalan.

4. Pengaturan lokasi waralaba yang tidak baik

Para pewaralaba yang mempertimbangkan strategi lokasi, biasanya hanya

mengijinkan suatu perwakilan waralaba pada jarak/radius tertenttu. Namun, tidak

sedikit pewaralaba yang mengijinkan berdirinya puluhan waralaba dalam satu

lokasi (kota) dengan harapan pewaralaba mendapatkan keuntungan lebih dari

modal yang disetor para terwaralaba. Hal ini sangat merugikan, karena para

terwaralaba harus saling bersaing dengan merek dan produk yang sama dalam satu

lokasi (radius tertentu). Misalnya dalam satu kota terdapat hingga sepuluh gerai

restoran cepat saji dengan produk yang sama.

5. Kreatifitas yang terbatas

Pewaralaba mengharuskan para terwaralaba menggunakan aksesoris yang

seragam pada tempat usahanya, baik menyangkut warna tempat, papan reklame,

pernak-pernik, dan aksesoris lainnya. Sehingga daya kreatifitas yang ingin

dikembangkan oleh terwaralaba menjadi terbatas untuk menarik para konsumen.

Hal tersebut menjadi nilai negatif bagi wirausahawan yang mempunyai kreatifitas

tinggi bagi tempat usahanya.

6. Penentuan lokasi yang kurang tepat

Salah satu kunci keberhasilan dalam membantu suatu bisnis adalah

(31)

Dalam menentukan lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat usaha waralaba,

ada baiknya melakukan riset kecil-kecilan, baik yang menyangkut keramaian

lokasi, minat warga sekitar akan produk yang akan dijual oleh terwaralaba, jumlah

saingan usaha pada produk yang sejenis, dan juga kondisi ekonomi yang tengah

dialami oleh masyarakat setempat. Jika simpulan mengenai lokasi tersebut

ternyata berprospek menjanjikan, maka segera bertindak.

7. Kebangkrutan Pewaralaba

Apabila induk bisnis yakni pewaralaba mengalami kebangkrutan di saat

usaha sedang mengalami kemajuan, maka terwaralaba harus berjuang sendiri

tanpa mendapat bantuan dan bimbingan dari pewaralaba. Hal ini menyebabkan

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera, penganiayaan; terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki riwayat fraktur saat yang

Untuk pembuatan sistem secara keseluruhan dilakukan beberapa proses, mulai dari input login admin untuk masuk ke dalam aplikasi, kemudian input data pelaku, input kriminal, input

Proto byl do procesu dolování asocia ních pravidel p idán parametr "CheckFreqSubSets", pomocí kterého se p epíná, jestli má být p ed samotným otestováním množiny na

online dengan mean world syndrome tetapi disini peneliti menemukan adanya hubungan antara variabel terpaan media pemain game online “Point Blank” terhadap efek

5,6 Mampu memahami dan mempraktekan Bekerja dengan operator dan Fungsi Matematik pada Basis data  Operasi menggunakan operator matematik  Menggunakan fungsi trigonometri

Pemberian status hukum Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Guru menyelenggarakan show case (tayangan kasus) portofolio untuk diketahui semua pihak. Observasi, Observasi dilakukan secara rinci atas semua perlakuan. Kegiatan ini

Dari deskripsi hasil penelitian yang dilakukan tentang profil kondisi fisik Atlet Dayung Puslatda Jatim diperoleh hasil bahwa profil kondisi fisik Atlet Dayung