PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tuntutan adanya otonomi daerah terus dilakukan agar setiap daerah dapat
memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumber daya di
daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah juga di harapkan sebagai upaya
untuk mempercayai masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mengatur dan
mengembangkan potensi daerahnya sendiri. Besarnya dominasi negara selama ini
menjadi alasan penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang
mendasar pada pemerintahan daerah terlebih dalam pemerintahan desa. Proses
perencanaan, pengambilan keputusan dan program pembangunan kerap kali
dilakukan dengan sistem dari atas ke bawah.
Rencana program-program pembangunan diseragamkan dibuat di tingkat
pusat dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten, sedangkan potensi
setiap daerah berbeda-beda. Sistem perencanaan pembangunan dari atas ke bawah
yang bersifat sentralistik ini menyebabkan mandulnya partisipasi masyarakat.
Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam
pelaksanaan program-program kegiatan pemerintah, padahal partisipasi
masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tetapi juga mulai dari
tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan. Suatu skema baru otonomi
daerah, yang di dalamnya termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan
menekankan bahwa kualitas otonomi daerah akan ditentukan oleh sejauh mana
keterlibatan masyarakat, maka dengan sendirinya harus ditunjukan adanya saluran
aspirasi masyarakat semenjak dini (Alexander Abe, 2005). Di sini dapat kita
ketahui bahwa sudah seharusnya ide awal proses pembangunan harus
menyertakan masyarakat di dalam perumusannya. Maka perumusan ini
merupakan proses perumusan yang umum, yang mana pada rakyat diberikan
kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan dasarnya.
Dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
pembangunan manusia Indonesia mulai dari pemetaan sistem perencanaan
pembangunan yang melibatkan peran serta profesional masyarakat dan
pemerintah daerah dari sejak awal tahap perencanaan sampai pemanfaatan dan
pelestarian.
Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang berlangsung dalam
jangka waktu yang panjang dan terus-menerus. Dengan kata lain, pembangunan
itu bersifat dinamis. Kondisi dinamis dalam pembangunan tersebut bisa dilihat
dalam dua konteks, yakni yang pertama adalah masyarakat itu yang selalu
berubah, dan kedua bahwa pembangunan itu sendiri dimaksudkan untuk
membawa perubahan yakni dari kondisi yang sekarang menuju kondisi lain di
masa depan yang lebih baik dan bijaksana Kartz (dalam Tjiptoherijanto, 1993:15).
Orientasi pembangunan yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat
terkandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah subjek pembangunan, bukan
objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan berarti rakyat didorong untuk
aktif terlibat dalam proses pembangunan sejak perencanaan sampai dengan
pelaksanaan serta pemeliharaan dan pengembangan suatu hasil pembangunan
(Soetrisno, 1995:204).
Perencanaan merupakan tahap awal dan paling vital dalam pembangunan.
Perencanaan pembangunan merupakan penentu utama dalam keberhasilan
pembangunan yang akan dilakukan di dalam suatu Negara. Perencanaan yang baik
dan matang akan melahirkan hasil yang baik pula. Oleh karena itu, dalam
perencanaan pembangunan harus melibatkan semua pihak yang di dalamnya
bukan sebagai objek tetapi sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan.
Sesuai dengan amanat yang diemban dalam UU No. 32 tahun 2004,
perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan
melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin
mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang
dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak.
dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi,
merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang
telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program
yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.
Pengikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan merupakan
salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai
kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain, upaya peningkatan partisipasi
masyarakat pada perencanaan pembangunan dapat membawa keuntungan
substantif, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efesien, di
samping itu juga akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan masyarakat
yang kuat terhadap program-program pemerintah.
Pada dasarnya partisipasi masyarakat tidak timbul dengan sendirinya
melainkan ada hal-hal yang mempengaruhi sehingga masyarakat tersebut merasa
sadar dan terdorong untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Banyak hal yang
dapat membuat masyarakat terdorong atau termotivasi untuk ikut berpartisipasi
dalam pembangunan, apakah dengan memberikan dana ataupun dipaksa. Tetapi
yang lebih baik adalah dengan cara memberikan pengertian dan penyadaran
terhadap pola pikir mereka tentang betapa pentingnya partisipasi masyarakat
dalam pembangunan.
Terdapat dua faktor yang benar-benar penting dalam menentukan apakah
masyarakat benar-benar ingin terlibat dalam suatu perencanaan atau tidak
(Conyers, 1994:186). Faktor pertama yaitu hasil keterlibatan masyarakat itu
sendiri. Nyata sekali bahwa masyarakat tidak akan berpartisipasi atas kemauan
sendiri atau dengan antusias yang tinggi dalam kegiatan perencanaan kalau
mereka merasa bahwa partisipasi mereka dalam perencanaan tersebut tidak
mempunyai pengaruh pada rencana akhir. Faktor kedua yaitu bahwa masyarakat
merasa enggan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menarik minat
mereka atau aktivitas yang tidak mempunyai pengaruh langsung yang dapat
mereka rasakan. Sekalipun demikian, masyarakat akan berpartisipasi secara
perencanaan tersebut diarahkan pada jenis kegiatan yang memikirkan keadaaan
mereka secara langsung.
Partisipasi dalam pembangunan dipandang sebagai sebuah metodelogi
yang mengantarkan pelaku-pelakunya untuk dapat memahami masalah-masalah
yang dihadapi, sehingga dapat menganalisa dan mencari solusi dari masalah yang
dihadapi tersebut, sehingga memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan. Pemerintah desa sebagai ujung tombak pembangunan yang mana
keberadaan dari pemerintahan desa berhubungan langsung dengan masyarakat.
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada
Bab 1 pasal 1 di poin 1 disebutkan bahwa desa atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian desa semakin dituntut kesiapannya dalam hal
merumuskan kebijakan desa, merencanakan pembangunan desa yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi. Demikian juga dalam mengembangkan atau
menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas
dan inovasi masyarakat dalam mengelola dan menggali potensi yang ada,
sehingga tercipta desa yang otonom yaitu masyarakat desa yang mampu
memenuhi kepentingan dan kebutuhan yang diperlukan.
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi masyarakat desa tidak terlepas
dari partisipasi aktif anggota masyarakat. Di desa telah dibentuk Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wujud dari demokrasi yang berfungsi
sebagai lembaga legislatif desa. Masyarakat desa baik sebagai sistem maupun
sebagai individu merupakan bagian integral yang sangat penting dari
Pemerintahan Desa karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi ditunjukan
guna mewujudkan masyarakat sejahtera di desa yang bersangkutan. Oleh sebab itu
tanggung jawab penyelenggaraan desa tidak saja ditangan Kepala Desa, BPD dan
Masyarakat sebagai subjek pembangunan berarti masyarakat terkena
langsung atas kebijakan dan kegiatan pembangunan. Dalam hal ini perlu
masyarakat ikut dilibatkan baik dari segi formulasi kebijakan maupun aplikasi
kebijakan tersebut, sebab merekalah yang dianggap lebih tahu tentang kondisi
lingkungannya. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam rangka mensinergikan antara keinginan penguasa dengan
keinginan rakyat. Yang mana pada dasarnya partisipasi masyarakat timbul
tidaklah semata-mata dengan sendirinya melainkan ada hal-hal yang mampu
mempengaruhinya, sehingga masyarakat merasa sadar dan terdorong untuk
terlibat lebih jauh dalam segala aspek kehidupan negara.
Setelah reformasi, desa mempunyai wewenang untuk membentuk dan
melaksanakan kebijakan sesuai prakarsa maupun aspirasi dari masyarakat
setempat. Dengan semangat partisipatif, pembangunan desa dapat dibahas melalui
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Musrenbangdes
merupakan forum tahunan yang dilaksanakan sacara partisipatif oleh semua
elemen desa untuk menyepakati pembangunan tahun berikutnya.
Dengan demikian, untuk tercapainya keberhasilan pembangunan
masyarakat desa maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi
pembangunan harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui
permasalahan dan kebutuhan dalam rangka membangun wilayahnya sebab
merekalah yang nantinya yang akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil
atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka.
Banyak fenomena menarik dalam proses perencanaan pembangunan yang
dilaksanakan di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan, terutama
berkaitan dengan langkah ke 3 pada tahap pertama proses perencanaan
pembangunan dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 yang berbunyi;
Melibatkan masyarakat (stakeholder) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan. Diawali dengan musrenbang tingkat desa,
musrenbang tingkat kecamatan, musrenbang tingkat kabupaten. Hal menarik
dilaksanakan melalui musrenbang desa sampai kecamatan belum melibatkan
masyarakat untuk memutuskan kegiatan prioritas, padahal untuk menciptakan
perencanaan pembangunan yang tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna, dituntut
adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan karena
merekalah yang mengetahui permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan yang
mereka kehendaki, sehingga keikutsertaan masyarakat dapat mengakomodasi
kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan.
Desa Sigalapang Julu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Banyak diantara masyarakat di desa
Sigalapang Julu yang sudah ikut terlibat dalam pembangunan. Belum dapat
dipastikan apakah hal tersebut disebabkan adanya semacam paksaan atau karena
masyarakat sudah sadar akan pentingnya berpartisipasi dalam pembangunan untuk
kebaikan bersama. Sehingga ditemukan gejala-gejala seperti tingginya tingkat
respon masyarakat pada pembangunan atau selalu membuka diri jika dimintai
pertolongan, tingkat kehadiran stakeholders seperti tokoh adat dan agama
setempat, tokoh pemuda, anggota organisasi kemasyarakatan yang masih rendah
yang semata-mata hanya memenuhi undangan kepala desa saja sehingga
kehadirannya lebih banyak menjadi pendengar. Adapula beberapa tokoh
masyarakat yang diundang dalam musyawarah pembangunan desa tidak bisa hadir
dan mewakilkannya pada orang lain yang kurang memahami perencanaan
pembangunan. Sehingga mereka tidak mengajukan usulan, tidak memberikan
masukan dan juga tidak mengidentifikasi kebutuhan dalam perencanaan. Tetapi di
lain pihak tetap masih ada kelompok masyarakat yang tidak ingin melibatkan diri
pada proses pembangunan, mungkin saja disebabkan berbagai faktor yang
menghambat atau terlalu mengedepankan ego pribadinya.
Ada kecenderungan bahwa usulan yang diajukan dalam murenbang
kecamatan yang sesungguhnya masih jauh dari harapan. Fenomena ini dapat
dilihat dari kehadiran masyarakat dalam musbangdes di desa Sigalapang Julu,
kegiatan musbangdes dihadiri oleh masyarakat desa Sigalapang Julu dan
pemerintah desa setempat. Sebelum dilaksanakan musbangdes, masyarakat desa
kepala Desa sebelum penyelenggaraan musbangdes, pada tahap musbangdes,
aparat desa membacakan daftar identifikasi kebutuhan dari masyarakat desa,
namun tidak mendiskusikan kebutuhan mana yang dijadikan prioritas yang akan
diusulakan pada musrenbang tahapan selanjutnya. Berdasarkan fenomena
tersebut, pemerintah desa masih mendominasi perumusan kegiatan prioritas yang
akan diusulakan dalam musrenbang selanjutnya.
Hal menarik lain adalah proses perencanaan pembangunan belum diawali
dengan kegiatan pendahuluan untuk mendapatkan data yang valid mengenai
potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat. Riyadi dan Bratakusumah (2004: 36)
mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya
dilakukan diatas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan
sebagai data primer merupakan sesuatu yang sangat penting yang harus ada dan
digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan
demikian perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses
keputusan-keputusan yang didasarkan pada fakta-fakta dan data yang dijadikan
sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan kemasyarakatan
yang bersifat fisik dalam pencapaian tujuan yang lebih baik.
Berikut jadwal Musrenbang mulai dari tingkat desa sampai tingkat nasional:
Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Musrenbang Mulai dari tingkat Desa sampai tingkat
Nasional.
No
Tingkatan
Musrenbang Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber:http://wri.or.id
Penjaring aspirasi masyarakat dilakukan melalui wadah Musrenbang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Adapun tahapan Musrenbang adalah:
1. Musrenbang Desa/Kelurahan dilaksanakan pada bulan Januari, dimana
aspirasi masyarakat dapat digali melalui dialog atau musyawarah antar
kelompok-kelompok masyarakat. Semua masyarakat desa tersebut harus ikut
berpartisipasi untuk memasukkan agenda kebutuhannya dalam forum
musrenbangdes/kelurahan tersebut. Keluaran dari Musrenbang di tingkat ini
adalah penetapan prioritas kegiatan pembangunan tahun mendatang sesuai
dengan potensi serta permasalahan di desa/kelurahan tersebut. Pada tahap ini
juga ditetapkan daftar nama 3-5 orang delegasi dari peserta Musrenbang
Desa/Kelurahan untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan.
2. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan pada bulan Februari, keluaran dari
Musrenbang di tingkat kecamatan ini menetapkan daftar prioritas kegiatan
pembangunan di wilayah kecamatan. Prioritas kegiatan pembangunan ini
disesuaikan menurut fungsi SKPD dan penetapan anggaran yang akan didanai
melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya. Hasil penetapan daftar
prioritas ini kemudian disampaikan oleh masing-masing delegasi kepada
masyarakat pada masing-masing desa/kelurahan. Pada tahap ini juga
ditetapkan delegasi untuk mengikuti forum SKPD dan Musrenbang
2. Kecamatan √
3. Kabupaten/
Kota
√
4. Provinsi √
Kabupaten/kota. Perwakilan perempuan harus dipastikan masuk dalam
delegasi tersebut.
3. Musrenbang Daerah Kabupaten/Kota dilaksanakan sepanjang bulan Maret.
Keluaran dari Musrenbang Kabupaten/Kota ini adalah:
Arah kebijakan, prioritas pembangunan dan penggunaan dana berdasarkan
fungsi SKPD.
Daftar prioritas yang sudah dibahas pada forum SKPD.
Daftar usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintahan Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Pusat.
Rancangan pendanaan untuk Alokasi Dana Desa.
Dalam upaya menjaga konsistensi keluaran dalam bentuk Rencana Kerja
Perangkat Daerah (RKPD) maka dilakukan beberapa forum multistakehorders
Paska Musrenbang antara delegasi masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD.
Selain itu forum tersebut juga bertugas untuk memberikan penjelasan alasan
diterima atau ditolaknya sejumlah kegiatan yang sudah diusulkan.
4. Musrenbang Provinsi pada bulan April, merupakan tahap pemutakhiran RKPD
Provinsi serta tahap penyelarasan RKP dan Renja-KL dengan RKPD Provinsi
dan RKPD Kabupaten/Kota.
5. Musrenbang Nasional (Musrenbangnas) dilaksanakan pada bulan April, pada
tahap ini hasil musrenbang Provinsi disampaikan kepada seluruh
Kementerian/Lembaga, Gubernur dan Kepada Bappeda Provinsi untuk
disepakati sebagai program prioritas pembangunan nasional, prioritas
pendanaan RAPBD dan rancangan akhir RKP untuk disampaikan dan dibahas
dalam sidang kabinet.
Proses perencanaan pembangunan di Desa Sigalapang Julu dilakukan
dengan musyawarah pembangunan desa, dimana dalam perencanaan
pembangunan telah dibuka kesempatan bagi seluruh warga dan untuk
desa mengupayakan pengikutsertaan masyarakat sehingga melalui partisipasi
tersebut, masyarakat merencanakan sendiri kebutuhan dan keinginannya
berdasarkan kondisi objektif dan potensi rill yang ada.
Keberhasilan pemerintah Kecamatan Panyabungan pada umumnya dan
pemerintah desa Sigalapang Julu pada khususnya, dalam jangka panjang tidak
hanya bergantung pada kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan,
tetapi juga atas ketertarikan, keikutsertaan dan dukungan dari masyarakat.
Demokrasi yang sehat tergantung pada bagaimana masyarakat mendapatkan
informasi yang baik dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang akan
ditetapkan oleh pemerintah desa. Untuk itu peran serta masyarakat langsung
dalam perencanaan pembangunan sangat diperlukan dan perlu terus diperkuat
serta diperluas.
Maka berdasarkan tinjauan diatas peneliti merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul: Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan Desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten
Mandailing Natal.
I.2 Perumusan Masalah
Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis
harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana
harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian (Arikunto, 1993:17). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar
diketahui arah jalam suatu penelitian.
Berdasarkan penjelasan diatas maka di dalam melakukan penelitian ini
penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut; “Bagaimanakah Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal?”
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak
dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui
sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran tentang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa
di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan hasil penelitian yang dilakukan. Manfaat
penelitian yang dimaksud dalam ini mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Secara Subjektif bermanfaat mengembangkan kemampuan dalam penulisan
karya ilmiah.
2. Secara praktis, sebagai masukan/kontribusi bagi pemerintah dan masyarakat
desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing
Natal.
3. Secara akademis, sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi strata-1 di
Depatemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
I.5 Kerangka Teori
Singarimbun (1995:18) Menyebutkan Bahwa teori merupakan serangkaian
asumsi, konsep dan kontruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan dan
pengaruh antara konsep. Untuk Memudahkan penulis dalam menyusunkan suatu
pemikiran yang dapat dijadikan fundamen dalam meniliti hal tersebut di atas,
maka disusunlah beberapa kerangka pemikiran sebagai berikut:
Menurut Adisasmita, (2006:38) Partisipasi masyarakat dapat didefenisikan
sebagai keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan,
meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan. Adisasmita juga mengatakan peningkatan partisipasi masyarakat
merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowerment) secara aktif yang berorentasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan
dalam masyarakat pedesaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan secara lebih aktif
dan efisien, yaitu dalam hal sebagai berikut:
a. Aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencana, dan teknologi)
b. Aspek proses (pelaksanaan, menitoring, dan pengawasan)
c. Aspek keluar atau output (pencapaian sasaran, efektivitas dan efisiensi)
Mubyarto mendefenisikan partisipasi sebagai dana dan daya yang dapat
disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan, sedangkan Tjokroamidjojo
(dalam Ndraha, 1990:149) mendefenisikan partisipasi sebagai kontribusi
masyarakat kepada proyek-proyek pemerintah atau keterlibatan masyarakat dalam
penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah, keterlibatan masyarakat dalam memikul beban dan dalam memetik
hasil atau manfaat pembangunan. Dalam hubungan ini, menggerakkan partisipasi
masyarakat diartikan sebagai usaha untuk menggali, menggerakkan dan
mengerahkan dana dan daya dari masyarakat dalam rangka mensukseskan
program-program pemerintah.
Soetrisno (1995:207) mendefenisikan partisipasi sebagai kemauan rakyat
untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang ditentukan
dan tujuannya oleh pemerintah. Dia juga menambahkan bahwa partisipasi adalah
kerja sama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan,
Ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat sangat diperlukan
dalam pembangunan (Conyers, 1994:154):
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapkan dan perencanaannya, karena
mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.
3. Timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan
bahwa masyarakat mempunyai hak untuk memberikan saran dalam
menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka.
Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan
didengungkan dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar
masyarakat umum atau sebanyaknya orang ikut serta dengan pemerintah
memberikan bantuan guna meningkatkan, mempelancar, mempercepat, dan
menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat
diartikan sebagian ”pengikutsertaan” atau pengambilan bagian dalam kegiatan
bersama.
Menurut Tjokromidjojo (dalam Safi’i, 2007:104) partisipasi masyarakat
dalam pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu:
a. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan
kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.
b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
kegiatan pembangunan.
c. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara
Menurut Tjokrowinoto (1996:48) arti penting partisipasi masyarakat dalam
pembangunan adalah:
a. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi
merupakan akibat logis dari dalil tersebut.
b. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemauan pribadi untuk dapat
turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat.
c. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang
sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan
tetap terungkap.
d. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari dimana rakyat
berada dan dari apa yang mereka miliki.
e. Partisipasi merupakan game zone (kawasan) penerimaan proyek pembangunan.
f. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh
masyarakat.
g. Partisipasi menopang pembangunan.
h. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi
potensi manusia maupun pertumbuhan manusia.
i. Partisipsi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat
untuk mengelola program pembangunan guna memenuhi kebutuhan has
daerah.
j. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokrasi individu untuk
dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.
Dalam proses pembangunan, partisipasi berfungsi sebagai masukan dan
keluaran (Ndraha, 1990:109). Sebagai masukan, partisipasi masyarakat berfungsi
menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Selain
usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat yang bersangkutan. Antara
partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk
berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat sekali. Kesediaan
masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal
masyarakat itu untuk berkembang secara mandiri. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dapat menumbuhkan kemampuan masyarakat tersebut. Sebagai
keluaran, partisipasi dapat digerakkan atau dibangun. Disini, partisipasi berfungsi
sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya.
Pusic (dalam Adi, 2001: 206-207) menyatakan bahwa perencanaan
pembangunan tanpa memperhatikan masyarakat akan menjadi perencanaan di atas
kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi dalam pembangunan desa dilihat
dari 2 hal, yaitu:
a. Partisipasi dalam perencanaan
Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah program-program
pembangunan desa yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya
adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok
dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya
keputusan bersama.
b. Partisipasi dalam pelaksanaan
Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah bahwa bagian
terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program telah selesai
dikerjakan). Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga
Negara sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana
pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang
masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat
kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.
Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital
yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Partisipasi hanya mungkin dilakukan bila
seseorang memiliki kapital sosial yaitu jaringan kerja, aturan-aturan yang jelas
dan kepercayaan. Dalam partisipasi yang dipertukarkan adalah hak dan kewajiban.
Kapital sosial merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya pertukaran itu.
Pertukaran akan semakin sering bila pertukaran tersebut mengakibatkan
pemenuhan hak seimbang dengan pelaksanaan kewajiban yang akan
mempengaruhi frekuensi pertukaran sosial. Partisipasi masyarakat juga akan
ditentukan oleh perilaku masyarakat yaitu harapan mereka untuk memperoleh
keuntungan/manfaat. Semakin besar manfaat yang diperoleh seseorang atas suatu
kegiatan maka semakin tinggi tingkat partisipasinya (Saragi, 2004:49). Jadi agar
partisipasi warga makin meningkat dalam kegiatan-kegiatan atau program
pembangunan maka harus dijamin adanya pertukaran yang adil.
Menurut Budi Supriyanto (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang
dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela
atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat.
Tentunya hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk
mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat. Cara berpartisipasi ini dapat
dikategorikan atas:
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan
Artinya keputusan-keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat
pemerintah seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga
keputusan-keputusan tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Keputusan-keputusan yang selama ini dinilai tidak bermanfaat, karena dibuat secara top-down tanpa melibatkan masyarakat.
Dalam merencanakan pembangunan, agar tidak menyimpang perlu melibatkan
masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi, seperti perencanaan
pembebasan tanah masyarakat untuk pelebaran jalan, atau untuk pembangunan
gedung sekolah, sarana kesehatan (rumah sakit ataupun puskesmas),
gedung-gedung pemerintah, ataupun sarana dan prasarana publik lainnya.
3. Parisipasi dalam pelaksanaan pembangunan
Dalam hal ini masyarakat perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan
sehingga terjadi sinergi antara pemerintah dan masyarakat, misalnya dalam
pembangunan terminal, pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan.
4. Partisipasi dalam evaluasi
Untuk memastikan bahwa perencanaan sesuai dengan pelaksanaan, seluruh
kegiatan harus dievalusi. Evaluasi ini perlu melibatkan partisipasi masyarakat
Sekalipun partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan unsur
yang sangat penting, tetapi tidak berarti setiap orang dapat dengan intensitas dan
kapasitas yang sama dalam pembangunan yang dimaksud. Hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan kemampuan, perbedaan kepentingan, dan perbedaan keahlian
antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
seseorang dapat berpartisipasi secara parsial, hanya terlibat dalam satu atau
beberapa aktivitas saja dan juga dapat berpartisipasi secara prosesial, dapat terlibat
dalam semua fase dari awal hingga akhir (Kaho, 1997:117). Adapun yang menjadi
kendala maupun permasalahan dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat di
Indonesia adalah:
1. Sering muncul dilema karena ada upaya untuk menghindari maupun
meniadakan partisipasi dengan alasan time consuming, costly, dan masyarakat juga malas karena time consuming dan banyak tantangan dari opposing interest groups.
2. Permasalahan yang biasanya dihadapi tubuh pemerintah adalah:
b. Bagaimana caranya pihak-pihak yang berpartisipasi tersebut dapat saling
berkomunikasi dan mengambil keputusan (mode of communication and decisions).
c. Seberapa jauh yang didiskusikan dalam partisipasi itu diadopsi atau
diperhatikan dalam kebijakan atau kegiatan publik (extent of authority)
3. Tidak tersedia ruang partisipasi yang cukup memungkinkan masyarakat
terlibat dalam proses-proses politik yang berhubungan dengan kepentingan
mereka.
4. Disisi lain bahwa keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan juga belum secara memadai diakomodasi oleh saluran-saluran
partisipasi yang tersedia.
5. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik mengenai kegiatan
perencanaan pembangunan dan pemerintahan, hal ini menyebabkan kualitas
partisipasi masyarakat menjadi rendah.
6. Proses partisipasi tanpa substansi, dalam hal ini banyak event-event atas nama
partisipasi hanya fokus pada prosedur dengan melupakan substansi partisipasi
sebagai wahana untuk kesetaraan relasi kekuasaan dan keadilan distribusi
sumber daya.
7. Rendahnya keterlibatan dan keterwakilan kelompok perempuan. Hampir
seluruh forum musyawarah dan lembaga perwakilan warga masih didominasi
oleh kelompok laki-laki dan cenderung mengabaikan keterwakilan kelompok
perempuan.
8. Apatisme masyarakat, muncul akibat berbagai kegiatan yang melibatkan
partisipasi masyarakat tidak membuahkan hasil dan tidak sesuai dengan
keinginan dan cita-cita masyarakat sehingga masyarakat merasa apatis
Berdasarkan hasil penelitian di Jamaica, Goldsmith dan Blustain (dalam
Taliziduhu Ndraha, 1990: 105) berkesimpulan bahwa masyarakat bergerak untuk
berpartisipasi jika:
a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang
sudah ada ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.
b. Partisipasi itu member manfaat langsung kepada masyarakat yang
bersangkutan.
c. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan
masyarakat setempat.
d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh
masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata kurang jika mereka tidak atau
kurang berperan dalam pengambilan keputusan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukanlah mobilitas mereka
dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah
kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan,
melaksanakan dan membiayai pembangunan. Untuk mengembangkan dan
melembagakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus menciptakan
suatu perubahan dalam persepsi pemerintah terhadap pembangunan.
Pembangunan haruslah dianggap sebagai suatu kewajiban moral dari seluruh
bangsa ini, bukan suatu ideologi baru yang harus diamankan. Sehingga untuk
membangkitkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan diperlukan sikap
toleransi dari aparat pemerintah terhadap kritik, pikiran alternatif yang muncul
dalam masyarakat sebagai akibat dari dinamika pembangunan itu sendiri, karena
kritik dan pemikiran alternatif itu merupakan satu bentuk dari partisipasi
masyarakat dalam pembangunan. Pemerintah dan aparatnya harus mau
menghargai anak bangsa Indonesia yang menunjukkan sedini mungkin kesalahan
yang dilakukan pemerintah dan aparatnya dalam melakukan pembangunan, bukan
justru meredamnya sebelum kesalahan itu menumbuhkan permasalahan baru yang
I.5.2 Perencanaan
Secara umum perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancanan
atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Menurut Waterson (dalam Conyers,
1994: 4) pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar
terorganisasi dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari
sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan J Nehru (Ibid,
1994: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu bentuk latihan intelejensia
guna mengolah fakta serta situasi bagaimana adanya dan mencari jalan keluar
guna memecahkan masalah.
Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(Tjokromidjojo, 1998:12).
Menurut Wrihatnolo (2006:39), perencanaan merupakan:
a. Himpunan asumsi untuk mencapai tujuan.
Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat
akan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa yang datang dengan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini
diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.
b. Seleksi tujuan.
Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih
tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara pencapaiannya.
Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumber
daya yang tersedia.
d. Rasionalitas.
Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau
perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian.
e. Proses penentuan masa depan.
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara
matang hal-hal yang dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Weterston (dalam Conyers, 1994:4) menyatakan perencanaan sebagai
penerapan yang rasional dari pengetahuan manusia terhadap proses pencapaian
keputusan yang bertindak sebagai dasar perilaku manusia. Sedangkan menurut
Friedman (dalam Tarigan, 2002:4) perencanaan adalah cara berpikir mengatasi
permasalahan sosial dan ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di masa depan.
Friedman melihat perencanaan memerlukan pemikiran yang mendalam dan
melibatkan banyak pihak sehingga hasil yang diperoleh dan cara memperoleh
hasil itu dapat diterima banyak pihak. Hal ini berarti perencanaan sosial dan
ekonomi harus memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan masyarakat
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tjokroamidjojo (1998:12) mengemukakan alasan dilakukannya
perencanaan sebagai berikut :
a. Dilihat dari segi suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan, alasan
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan
kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan
kepada pencapaian tujuan-tujuan pembangunan.
2. Dengan adanya perencanaan, maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
3. Dengan perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai
alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi
terbaik.
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas memilih
urutan-urutan pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.
5. Dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar
untuk mengadakan pengawasan/evaluasi.
b. Dari segi ekonomi, maka perencanaan dilakukan untuk:
1. Penggunaan dan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas secara
efektif dan efesien.
2. Perkembangan ekonomi yang tetap, atau pertumbuhan ekonomi yang secara
terus-menerus meningkat.
3. Stabilitas ekonomi.
Jadi, perencanaan berfungsi sebagai alat untuk memilih, merencanakan
untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat
untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang
hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan
masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang
diinginkan. Sedangkan pembangunan dalam perencanaan itu merupakan suatu
Ada 6 langkah proses perencanaan, yaitu:
1. Perumusan tujuan
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau
kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas,
organisasi akan menggunakan sumber daya-sumber dayanya secara tidak
efektif.
2. Perumusan masalah
Kegiatan ini sangat penting, hanya setelah keadaan organisasi saat ini
dianalisa dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih
lanjut.
3. Melakukan analisa
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu
diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai
tujuan.
4. Mengembangan alternatif
5. Pemilihan alternatif
Yaitu pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai
alternatif yang ada.
6. Pengembangan rencana derivatif
Dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, dijelaskan tentang pendekatan-pendekatan dalam proses perencanaan
yaitu:
1. Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan presiden/kepala daerah
pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan
masing-masing calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu rencana
pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang
ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah.
2. Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan
menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau
satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
3. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan.
Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciftakan rasa
memiliki.
4. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan
dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses
atas-bawah dan atas-bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang
dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan
dan desa.
I.5.3 Perencanaan Pembangunan
Tjokroamidjojo (1998:12) mendefenisikan perencanaan pembangunan
sebagai suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan termasuk
sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan keadaan
sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif.
Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses
perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada
fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu
rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material)
maupun nonfisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih
Perencanaan pembangunan juga merupakan upaya yang bertujuan untuk
memperbaiki sumber daya publik yang tersedia untuk memperbaiki kapasitas
sektor swasta dan publik dalam menciftakan nilai sumber daya swasta dan publik
yang bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat menyeluruh
(Kuncoro, 2004:46).
Ciri-ciri dan tujuan perencanaan pembangunan (Tjokroamidjojo, 1998:49)
yaitu:
1. Mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap
2. Meningkatkan pendapatan perkapita.
3. Mengadakan perubahan struktur ekonomi.
4. Perluasan kesempatan kerja.
5. Pemerataan pembangunan (distributive justice).
6. Pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat.
7. Kemandirian pembangunan.
8. Stabilitas ekonomi.
Dalam suatu perencanaan pembangunan terdapat berbagai unsur-unsur
pokok. Secara umum unsur-unsur pokok yang terdapat dalam perencanaan
pembangunan adalah:
1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan.
2. Perkiraan sumber-sumber pembangunan.
3. Adanya kerangka rencana.
4. Uraian tentang kerangka kebijaksanaan yang konsisten.
5. Program investasi.
Semua unsur diatas harus diperhatikan dalam suatu perencanaan
pembangunan. Perlu diterangkan secara jelas tentang kebijaksanaan dasar dari
rencana pembangunan tersebut, misalnya mengenai tujuan, arah, dan
prioritas-prioritas pembangunan yang dilaksanakan. Kemudian perlu adanya kerangka
rencana sebagai pedoman dalam melaksanakan pembangunan tadi. Juga perlu
diperhatikan tentang perkiraan sumber-sumber pembangunan yang dapat
dimanfaatkan. Kebijaksanaan yang konsisten perlu ada, supaya tidak terjadi
keraguan atau kesalahpahaman dalam melaksanakan rencana pembangunan
tersebut.
Perencanaan pembangunan menurut Nasution (2008: 105) merupakan
suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahap awal, maka
perencanaan pembangunan akan menjadi bahan pedoman atau acuan dasar bagi
pelaksana pembangunan (action plan) dan dapat ditetapkan (aplikatif). Lebih lanjut Riyadi dan Bratakusumah (2004: 6) mengemukakan bahwa perencanaan
pembangunan merupakan suatu tahap awal proses pembangunan. Sebagai
tahapan awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan/dasar
bagi pelaksana kegiatan pembangunan. Karena perencanaan pembangunan
hendaknya bersifat implementatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat
diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak
terlalu mengatur, penting, mendesak dan mampu mangatasi kehidupan masyarakat
luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan internal dan eksternal,
Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan (UU No. 25
tahun 2004), yakni:
1. Penyusunan rencana
Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap
untuk ditetapkan yang terdiri dari empat langkah yaitu penyiapan rancangan
rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh dan terukur,
masing-masing institusi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja
dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah
disiapkan, melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui
musyawarah perencanaan pembangunan dan yang terakhir adalah penyusunan
rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan rencana
Penetapan rencana untuk menetapkan landasan hukum bagi rencana
pembangunan yang dihasilkan pada tahap penyusunan rencana.
3. Pengendalian pelaksanaan rencana.
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk
menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam
rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama
pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah.
4. Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan
pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data
dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja
pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indicator dan sasaran
sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
Bagan 1.1 Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa
Sumber :
1.5.3.1 Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa http://wordpress.com
1.5.3.1.1 Pengorganisasian Pelaku
Untuk menjamin mutu proses dan mutu hasil Musrenbang Desa, maka perlu
dilakukan persiapan-persiapan, sebagai berikut :
• Pembentukan dan konsolidasi Tim Fasilitator Musrenbang Desa. Tim ini
berkedudukan di tingkat kecamatan, terdiri dari Kasie PMD (PJOK) sebagai
Ketua, dan anggota tim terdiri dari : Setrawan Kecamatan, Fasilitator
Pengorganisas ian Pelaku
Penyusunan Draft RKP Desa
Persiapan Pra Pelaksanaan
Tahapan Pelaksanaan Tahapan Pasca
Kecamatan (FK) PNPM Mandiri Perdesaan, Pengurus BKAD dan
Pendamping Lokal PNPM Mandiri Perdesaan.
• Pembentukan Tim Penyusun Draft RKPD Desa. Tim ini berkedudukan di
tingkat desa, terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai
Sekretaris dan beranggotakan: KPMD, Tokoh Masyarakat dan Wakil
Perempuan. Pemilihan anggota Tim Penyusun RKP Desa sebaiknya
diprioritaskan kepada mantan anggota Tim Penyusun RPJM Desa.
• Pelatihan Tim Penyusun Draft RKPD Desa.
1.5.3.1.2 Penyusunan Draft RKP Desa
Tim Penyusun Draft RKP Desa melakukan penyusunan rancangan RKP Desa
sesuai dengan sistimatika yang telah ditetapkan. Pedoman utama yang akan
digunakan sebagai dasar adalah RPJM Desa. Dengan demikian, maka RKP Desa
adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari RPJM Desa.
1.5.3.1.3 Persiapan Pra Pelaksanaan
Beberapa persiapan yang diperlukan agar kegiatan Musrenbang Desa dapat
berjalan dengan baik adalah sebagai berikut :
1. Penentuan Jadwal dan tempat pelaksanaan Musrenbang Desa.
2. Identifikasi peserta Musrenbang Desa yang merepresentasikan keterwakilan
kelompok-kelompok kepentingan, termasuk kelompok perempuan.
3. Menyiapkan dan mendistribusikan undangan kepada seluruh peserta
Musrenbang Desa.
4. Penyiapan data/informasi tentang realisasi RKP Desa Tahun 2010 dan Tahun
2011.
5. Menyiapkan data/informasi tentang program/proyek/kegiatan yang akan
masuk ke desa pada tahun 2011.
6. Menyiapkan bahan-bahan dan alat bantu fasilitasi lainnya.
1.5.3.1.4 Tahapan Pelaksanaan
1. Pembukaan oleh Kepala Desa.
2. Penjelasan tujuan dan agenda Musrenbang Desa, oleh Sekretaris Desa.
3. Pemaparan – Pemaparan (secara panel) dan diskusi pleno :
1. Pemaparan tentang Program/Proyek/Kegiatan yang akan masuk ke desa
pada tahun 2011, oleh Setrawan Kecamatan.
2. Pemaparan tentang Program Prioritas SKPD pada tahun 2012, oleh
wakil SKPD Kecamatan.
3. Pemaparan tentang realisasi pelaksanaan RKP Desa tahun 2010 dan
2011, oleh Kepala Desa.
4. Tanya jawab dengan peserta Musrenbang Desa.
4. Pembahasan dan Penetapan RKP Desa
1. Pemaparan Draft RKP Desa, oleh Sekretaris Desa sebagai ketua Tim
Penyusun RKP Desa.
2. Pembahasan Draft RKP Desa oleh peserta Musrenbang Desa.
3. Penetapan RKP Desa tahun 2012.
5. Penentuan Kegiatan yang didanai melalui Swadaya Desa dan ADD 2012.
1. Kepala Desa menjelaskan ancar-ancar besaran ADD dan pola
penggunannya.
2. Sekretaris Desa memandu peserta Musrenbang Desa untuk
menyepakati kegiatan yang akan didanai melalui swadaya desa dan
ADD tahun 2012. Kegiatan yang disepakati tersebut bersumber dari
RKP Desa tahun 2012.
3. Sekretaris Desa sebagai pemimpin rapat menetapkan kegiatan yang
didanai melalui Swadaya Desa dan ADD 2012.
6. Penentuan Kegiatan yang akan diusulkan untuk didanai melalui PNPM
Mandiri Perdesaan dan PNPM P2SPP Tahun 2012. Berkaitan dengan hal ini,
maka kegiatan yang pilih adalah kegiatan yang telah ditetapkan dalam RKPD
Desa tahun 2012. Proses penentuan kegiatan tersebut mengikuti tatacara yang
telah ditentukan dalam PTO PNPM Mandiri Perdesaan dan PTO PNPM
P2SPP.
1. Peserta Musrenbang Desa mengidentifikasi kegiatan yang akan
diajukan sebagai usulan desa dalam Musrenbang Kecamatan. Kegiatan
dimaksud adalah kegiatan yang tertuang dalam RKP Desa, tetapi
belum mendapat kepastian pendanaan baik melalui swadaya desa dan
ADD. Sedangkan kegiatan yang diusulkan untuk mendapat pendanaan
dari PNPM MPd maupun PNPM P2SPP harus dimasukkan dalam DU
RKP Desa.
2. Peserta Musrenbang Desa berdiskusi untuk menyusun skala prioritas
berbagai kegiatan tersebut berdasarkan bidang-bidang.
3. Peserta menyepakati urutan prioritas kegiatan sesuai dengan
bidang-bidang.
8. Penetapan Delegasi Desa yang akan menghadiri Musrenbang Kecamatan.
Delegasi Desa tersebut hendaknya merepresentasikan kepentingan kelompok
pengusul, termasuk kelompok perempuan. Jumlah Delegasi Desa minimal 6
orang, terdiri dari Kepala Desa, Ketua LPM dan tokoh masyarakat. Sebanyak
3 orang dari 6 orang delegasi desa merupakan wakil perempuan.
1.5.3.1.5 Tahapan Pasca Musrenbang Desa
Beberapa kegiatan penting yang harus dilakukan setelah Musrenbang Desa adalah
sebagai berikut :
1. Tim Penyusun RKP Desa melakukan finalisasi dokumen RKP Desa
berdasarkan masukan dan penyempurnaan yang telah ditetapkan dalam
Musrenbang Desa. Selanjutnya Dokumen RKP Desa tersebut disampaikan
kepada Kepala Desa untuk ditetapkan sebagai Keputusan Kepala Desa.
2. Tim Penyusun RKP Desa selanjutnya menyiapkan Daftar Usulan RKP Desa
(DU-RKP Desa) dan mendorong kepala desa untuk menyampaikannya kepada
camat sebelum pelaksanaan Musrenbang Kecamatan.
Perencanaan daerah merupakan proses penyusunan langkah-langkah yang
akan diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dalam rangka menjawab kebutuhan
masyarakat, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan daerah dapat
dalam rangka mencapai suatu kehidupan baru yang lebih baik dan bermakna,
melalui langkah-langkah pembangunan.
Dalam hal ini dikenal 2 model perencanaan:
1. Perencanaan yang ditentukan langsung oleh pusat, sehingga pemerintahan
daerah hanya merupakan pelaksana atau pelengkap dari konsep yang sudah
ada.
2. Perencanaan merupakan hasil dari pergulatan masyarakat setempat, dengan
menggunakan mekanisme formal dan non formal yang ada.
Kualitas perencanaan daerah dan implikasinya pada kehidupan masyarakat
akan sangat ditentukan oleh model yang di pilih (Abe, 2005:71). Berbagai bentuk
partisipasi masyarakat di dalam pembangunan dapat dibentuk atau diciptakan. Hal
ini sangat tergantung pada kondisi masyarakat setempat, baik kondisi sosial,
budaya, ekonomi maupun tingkat pendidikan. Di beberapa daerah bentuk
partisipasi masyarakat dalam pembangunan telah terjadi, di mana wadah serta
mekanisme partisipasinya telah terbentuk dengan baik.
Langkah-langkah dalam mengajak peran serta masyarakat secara penuh di
dalam perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan jalan:
1. Merumuskan dan menampung keinginan masyarakat yang akan diwujudkan
melalui upaya pembangunan.
2. Dengan dibantu oleh pendamping atau nara sumber atau lembaga advokasi
masyarakat, dibuatkan alternatif perumusan dari berbagai keinginan tersebut.
3. Merencanakan pertemuan seluruh masyarakat yang berminat dan
berkepentingan, yang membicarakan resiko dan manfaat dari pelaksanaan
pembangunan ini.
4. Memilih tokoh masyarakat atau perwakilan masyarakat untuk turut serta
5. Proses perencanaan program pembangunan dan pembiayaan pembangunan
serta rencana pelaksanaan pembangunan dilangsungkan beberapa kali dan
melibatkan seluruh institusi maupun pemeran pembangunan yang terkait.
6. Mendapatkan sejumlah usulan program pembangunan yang sudah disepakati.
7. Melaksanakan program pembangunan, disertai dengan pemantauan dan
pengawasan pelaksanaan pembangunan (Riyadi, 2005:104).
I.5.4 Perencanaan Partisipatif
Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi yang kuat dari masyarakat
terhadap pembangunan daerah, maka masyarakat dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan termasuk pada tahapan perencanaan pembangunan
diberbagai tingkatan. Dengan demikian diharapkan akan timbul suatu rasa
tanggung jawab bersama seluruh masyarakat terhadap pembangunan di
daerahnya. Perencanaan yang mendapatkan dukungan dan partisipasi yang kuat
dari masyarakat disebut perencanaan partisipatif.
Perencanaan partisipatif adalah sebagai suatu pengarahan penggunaan
sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan keadaan
sosial yang lebih baik dengan melibatkan masyarakat setempat untuk mengetahui
apa yang menjadi kebutuhan masyarakat tersebut. Jadi perencanaan bukan hanya
semata-mata penjabaran perencanaan nasional, melainkan konsep yang secara
ideal dikembangkan dari aspirasi lokal melalui proses partisipatif (Abe, 2005:35).
Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah
prakarsa pembangunan sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan
prakarsa tersebut. Dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, perencanaan
partisipatif diwujudkan melalui musyawarah perencanaan. Dalam musyawarah
ini, sebuah rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku
rohaniwan, pemilik usaha, kelompok professional, organisasi-organisasi
non-pemerintah, dan lain-lain (Wrihatnolo, 2006:160).
Ndraha (1990:104) menyatakan bahwa, dalam menggerakkan perbaikan
kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat, maka perencanaan partisipasi
harus dilakukan dengan usaha:
1. Perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need).
2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong
timbulnya jawaban (response).
3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan
tingkah laku (behavior)
Dalam perencanaan yang partisipatif, masyarakat dianggap sebagai mitra
dalam perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal
penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau bagaimanapun
masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk
rencana.
Menurut Abe (2005:91), perencanaan partisipatif yang melibatkan
masyarakat akan mempunyai dampak penting yaitu:
1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan rakyat akan
memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat.
2. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan.
3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat.
Dalam perencanaan partisipatif ada tahapan-tahapan yang harus dilalui,
1. Melakukan identifikasi peserta. Maksud dasar tahap ini adalah adanya
pengenalan yang lebih seksama terhadap mereka yang ingin melibatkan dalam
proses perencanaan.
2. Melakukan identifikasi persoalan-persoalan dan masa depan yang akan
dicapai.
3. Melakukan analisis kritis secara bersama, apa yang menjadi permasalahan.
4. Melakukan analisis tujuan. Dalam proses ini dilakukan penggalian mengenai
apa sebetulnya yang hendak dituju.
5. Memilih tujuan. Memilih tujuan mengandung maksud menetapkan apa yang
paling mungkin dilakukan, dengan mempertimbangkan sumber daya.
6. Menganalisis kekuatan dan kelemahan.
7. Melakukan perumusan hasil-hasil dalam sebuah matrik program.
8. Menyiapkan organisasi kerja.
I.5.5 Desa
I.5.5.1 Pengertian Desa
Posisi pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adalah
pemerintahan desa, maka dalam pengembangan peran serta masyarakat,
pemerintah desa selaku Pembina, pengayom dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat sangat berperan dalam menunjang mudahnya masyarakat digerakkan
untuk berpartisipasi (Widjaja, 2001: 42)
Adapun menurut Syarif (dalam Purwoko, 2004: 60) secara umum tujuan
dari otonomi dan desentaralisasi yang dimaksud adalah meningkatkan
kesejahteraan rakyat, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
mengembangkan kreativitas daerah, menciptakan pemerataan pembangunan,
dimiliki dan mewujudkan demokrasi ditingkat lokal terutama pada tingkat
pemerintahan desa.
Pengertian desa secara umum menurut Daldjoeni (2003: 53) adalah
pemukiman manusia yang letaknya diluar kota dan penduduknya berjiwa agraris,
sedangkan desa dalam artian administaratif menurut Kartohadikusumo (dalam
Daldjoeni, 2003: 54) yaitu desa dijelaskan sebagai suatu kesatuan hukum yang
mana tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan
sendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Desa adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 adalah desa
atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dibentuk dalam sistem pemerintah
nasional dan berada dikabupaten atau kota, sebagaimana dimaksud dalam UU
1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul
desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan pembentukan desa
sebagai mana yang dimaksud harus memenuhi syarat:
a. Jumlah penduduk
b. Luas wilayah
c. Bagian wilayah kerja
d. Perangkat, dan
e. Sarana dan prasarana pemerintahan
Sebagai wujud demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah desa
dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain sesuai dengan budaya
yang berkembang di desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga
pengaturan dalam penyelengaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan
dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan
Keputusan Kepala Desa. Di desa di bentuk lembaga kemasyarakatan yang
berkedudukan sebagai mitra kerja Pemerintah Desa dalam memberdayakan
masyarakat desa.
I.5.5.2 Pemerintahan Desa
Dalam pemerintah daerah Kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa
yang terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa,
pembentukan, penghapusan, dan penggabungan desa dengan memperhatikan asal
usul dan prakarsa masyarakat. Desa di Kabupaten secara bertahap dapat diubah
atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah
desa bersama BPD yang ditetapkan dengan perda.
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat
desa terdiri dari Sekdes dan perangkat desa lainnya. Sekretaris Desa diisi dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Desa dipilih langsung
oleh penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan
tata cara pemilihan diatur oleh perda yang berpedoman kepada Peraturan
Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam
pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala desa. Pemilihan Kepala Desa
dalam kesatuan masyarakat hukum dapat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan, hukum adat setempat
yang ditetapkan dalam perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintahan desa,
menurut Nurcholis (2005: 138) pemerintah mempunyai tugas pokok:
1. Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum,
membangun dan membina masyarakat.
2. Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten.
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut pemerintah desa mempunyai fungsi:
a. Menyelenggarakan urusan rumah tangga desa
b. Pelaksanaan tugas di bidang pembanggunan dan pembinaan masyarakat yang
menjadi tanggung jawabnya
c. Pelaksanaan pembinaan perekonomian desa
d. Pelaksanaan pembinaan partisipasi dan swadaya dan gotong royong
masyarakat
e. Pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat
f. Pelaksanaan musyawarah penyelesaian perselisiahan antar masyarakat
h. Pelaksanaan tugas yang dilimpahkan kepada desa
Berdasarkan Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005
bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan. Pertama, urusan pemerintahan yang
dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan
desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan,
pembentukan Badan Usaha Milik Desa, kerjasama antar desa. Kedua, urusan
pembangunan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat dalam
penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan
desa, irigasi desa, pasar desa. Ketiga, urusan kemasyarakatan ialah pemberdayaan
masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti
bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas Kepala Desa mempunyai
wewenang :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD
b. Mengajukan rancangan peraturan desa
c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD
d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa
untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD
e. Membina kehidupan masyarakat desa
f. Membina perekonomian desa
g. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
I.5.5.2.2 Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa atau disingkat dengan BPD berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun
Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka
masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Adapun wewenang BPD yaitu
Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa.
Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa. Membentuk panitia
pemilihan kepala desa, Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat dan Menyusun tata tertib BPD BPD mempunyai
hak, meminta keterangan kepada Pemerintah Desa, menyatakan pendapat.
Anggota BPD mempunyai kewajiban mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan mentaati segala peraturan perundang-undangan, melaksanakan kehidupan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, mempertahankan dan
memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat,
memproses pemilihan kepala desa, mendahulukan kepentingan umum diatas
kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, menghormati nilai-nilai sosial
budaya dan adat istiadat masyarakat setempat dan menjaga norma dan etika dalam
hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Menurut Masri Singarimbun (1995:37) konsep adalah istilah atau defenisi
yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan,
kelompok atau individu yang menjadi pusat ilmu sosial.
Berdasarkan judul penelitian dalam tulisan ini, maka yang menjadi
defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Partisipasi masyarakat adalah dana dan daya yang dapat disediakan atau dapat
dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat kepada proyek-proyek
pemerintah atau keterlibatan masyarakat dalam penentuan arah, strategi dan
kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, keterlibatan
masyarakat dalam memikul beban dan dalam memetik hasil atau manfaat
pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan salah
satu prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan di Indonesia.
Indikator partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Kontribusi masyarakat yaitu suatu keterlibatan sukarela atau bentuk
kontribusi langsung dari masyarakat dalam perencanaan pembangunan
baik dalam sumbangan pemikiran, waktu, tenaga, serta materi.
b. Ketersediaan organisasi sebagai wadah masyarakat dalam penampungan
dan penyaluran aspirasi masyarakat.
c. Kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan,
yakni berupa kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa ia mempunyai
kemampuan, bias berupa pikiran, tenaga/waktu sarana dan materi lainnya.
d. Kerjasama yakni hubungan yang sinergis antara pemerintah dan
masyarakat dalam merencanakan pembangunan.
e. Konsultasi yakni keterbukaan masyarakat untuk memberikan kritik/saran
bagi pemerintah.
2. Perencanaan pembangunan merupakan tahap suatu awal proses pembangunan.
Sebagai tahap awal, maka perencanaan pembangunan merupakan
pembangunan hendaknya bersifat implentatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif
(dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam
arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mampu mangatasi kehidupan
masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan internal dan