• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komoditas Unggulan Sub Sektor Hortikultura Di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komoditas Unggulan Sub Sektor Hortikultura Di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Rahmadani (2008).”Perencanaan Strategis Pengembangan Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tanah Datar”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagai sektor basis di Kabupaten Tanah Datar, Menganalisa perkembangan sub sektor tanaman pangan dan hortikultura untuk 10 tahun mendatan dan merumuskan perencanaan strategis bagi pengembangan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quoetient (LQ), Analisis Proyeksi dan Analisis SWOT.

Hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor basis di Kabupaten Tanah Datar. Hasil analisis proyeksi menunjukkan perkembangan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura untuk 10 tahun ke depan asih mendominasi dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Tanah Datar. Hasil analisis SWOT dengan melakukan penilaian terhadap kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats) maka dapat didefenisikan dan dirumuskan berbagai isu dan strategi pada sub sektor tanaman pangan dan hortikutura.

(2)

Mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di abupaten Lampung Tengah dan Menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman panga di Kabupaten Lampung Tengah. Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Trend Luas Lahan, Analisis Penyediaan dan Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Basis Pangan dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas basis tanaman pangan yang terpilih adalah padi,ubi kayu dan jagung. Laha yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah seluas 134.754 ha. Sebagian besar lahan yang tersedia ini termasuk dalam kategori sesuai untuk komoditas padi, ubi kayu dan jagung, hanya sebagian kecil saja yang termasuk dalam kategori tidak sesuai. Untuk komoditas padi 298 ha termasuk kelas sangat sesuai,17.377 ha kelas cukup sesuai,116.426 ha kelas sesuai argina dan 658 ha termasuk kelas tidak sesuai. Untuk komoditas jagung 298 ha termasuk kelas sagat sesuai, 31.928 ha kelas cukup sesuai, 101.875 ha kelas sesuai marginal dan 658 ha tidak sesuai. Untuk komoditas ubi kayu 418 ha termasuk kelas sangat sesuai, 80.922 ha kelas cukup sesuai, 50.171 ha kelas sesuai marginal dan 324 ha tidak sesuai.

(3)

Trimurjo,Punggur,Kota Gaah,Padang Ratu,Seputih Agung,Terbanggi besar,Seputih Mataram dan Way Seputih. Pengembangan Komoditas jagung dialokasikan seluas 41.271 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Gunung Sugih, Seputih Raman dan Seputih Banyak. Untuk pengembanga ubi kayu dialokasikan 38.852 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Anak Tuha,Way Pagubuan, dan Rumbia.

Wulandari, N,I. (2010). “Penentuan Agribisnis Unggulan Komoditas Pertanian berdasarkan nilai produksi di Kabupaten Grobogan”. Tujuan penelitian ini adalah unrtuk menganalisis macam-macam komoditas pertanian unggulan yang ada di Kabupaten Grobogan, dan mengkaji struktur pertumbuhan komoditas pertanian di Kabupaten Grobogan. Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan Klassen Typolegi.

Hasil penelitian menunjukan komoditas unggulan sektor pertanian yaitu jagung, kedelai, kacang hijau, kapas, kerbau, kayu jati, kayu rimba, kayu bakar, daun kayu putih. Struktur pertumbuhan komoditas yang tergolong maju dan tumbuh cepat tidak ada. Komoditas yang tergolong maju tapi tumbuh lambat adalah jagung, kedele, kacang hijau, tembakau, kapas, daun kayu putih. Komoditas berkembang cepat adalah tebu rakyat, kapuk, kerbau, kambing/domba, itik, kayu rimba, kayu bakar, perikanan budidaya. Komoditas yang tergolong relatif tertinggal adalah padi, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kelapa, sapi, kuda, babi, ayam, kayu jati, perikanan tangkap.

(4)

digunakan dalam penelitian in adalah Analisis Location Quotient (LQ) dan analisis deskriptif.

Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa komoditas unggulan sektor tanaman pangan adalah komoditas padi sawah, pada ladang dan kacang tanah. Sedangkan komoditas unggulan komoditas sayur-sayuran adalah sawi. Komoditas unggulan buah-buahan adalah alpukat,nenas,dan durian. Komoditas unggulan sub sektor perkebunan adalah kemenyaan dan kopi. Komoditas unggulan sub sektor peternakan adalah kerbau dan babi. Komoditas unggulan sub sektor perikanan adalah kolam sawah.

(5)

Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran dan Muara. Sedangkan perikanan sawah daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Pahae Julu, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong dan Pagaran.

Untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara berbagai perencanaan strategis dilakukan yakni dengan membagi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara menjadi beberapa sentra produksi berdasarkan komoditas unggulan yang disesuaikan dengan potensi daerah dan kawasan yang sesuai dengan komoditas unggulan tersebut.

Sianturi, P (2013). “Analisis Potensi Sektor Pertanian Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Dairi”. Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis potensi sektor pertanian dalam perekonomian daerah Kabupaten Dairi, untuk menganalisis sub sektor-sub sektor apakah yang menjadi basis dan non basis dalam pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Dairi, untuk menganalisis komoditas unggulan sektor pertanian apakah tiap-tiap Kecamatan dalam rangka spesialisasi keunggulan perekonomian Kabupaten Dairi dan untuk menganalisis strategi pengembangan sektor pertanian dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Dairi. Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quoetient (LQ) dan Analisis SWOT.

(6)

pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sub sektor kehutanan. Sedangkan sub sektor perikanan termasuk non basis di Kabupaten Dairi.

(7)

Sitember dan Tigalingga; jeruk di Kecamatan Berampu, Parbuluan dan Sumbul; Pepayadi Kecamatan Berampu, Sitinjo, Lae Parira, Siempat Nempu; Durian Kecamatan Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Pisang di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Sempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga dan Gunung Sitember. Komoditas Basis untuk tanaman perkebunan adalah sebagai berikut untuk tanaman gambir di Kecamatan Sidikalang, Sitinjo, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu Hulu dan Siempat Nempu Hilir; tanaman kopi robusta adalah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hiir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Pegagan Hilir; tanaman kopi arabika di Kecamatan Sidikalang, Berampu, Sitinjo, Parbuluan, Sumbul; Kemiri di Kecamatan Tanah Pinem dan Silalahi Sabungan; tanaman karet di Kecamatan Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Tanah Pinem; tanaman kulit manis di Kecamatan Silalahi Sabungan, Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu dan Siempat Nempu Hilir; tanaman kakao di Kecamatan Sitinjo, Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem.

2.2. Pengembangan Komoditas Hortikultura

(8)

dan pelaku, memperkuat perekonomian wilayah serta mendukung pertumbuhan pendapatan nasional.

Salah satu sub sektor pertanian yang berpotensi dikembangkan dalam kerangka pengembangan wilayah adalah hortikultura. Secara keseluruhan, jumlah komoditas hortikultura ada sebanyak 323 komoditas, namun yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) baru mencapai 90 komoditas. Ketersediaan sumberdaya hayati yang berupa jenis tanaman dan varietas yang banyak dan ketersediaan sumberdaya lahan, apabila dikelola secara optimal akan menjadi sumber kegiatan usaha ekonomi yang bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja di pedesaan.

(9)

Kebijakan pengembangan hortikultura yang mengacu kepada pengembangan komoditas unggulan adalah dengan pembangunan dan pengutuhan kawasan hortikultura yang direncanakan dan dikembangkan secara terintegrasi dengan instansi terkait, promosi dan kampanye meningkatkan konsumsi buah dan sayur dalam rangka mendukung diversifikasi pangan serta mendorong upaya pencapaian standar konsumsi perkapita yang ditetapkan oleh FAO (64,45 kg/kapita/tahun), peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional melalui konservasi, domestikasi dan komersialisasi. Penanganan pasca panen yang berbasis kelompok tani, pelaku usaha dan industri untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta berperan aktif dalam meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar internasional melalui pemenuhan persyaratan perdagangan dan peningkatan mutu produk dan mendorong perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional (Ditjen Hortikultura, 2011).

(10)

Beberapa permasalahan masih dihadapi oleh pelaku usaha hortikultura diantaranya : rendahnya produktivitas, lokasi yang terpencar, skala usaha sempit dan belum efisien, kebijakan dan regulasi di bidang perbankan, transportasi, ekspor dan impor belum sepenuhnya mendukung pelaku agribisnis hortikultura nasional. Hal ini menyebabkan produk hortikultura nasional kurang mampu bersaing dengan produk hortikultura yang berasal dari negara lain (Ditjen Hortikultura, 2011).

2.3. Kebijakan Tata Niaga Komoditas Hortikultura

Tingginya laju importasi produk hortikutura (sayuran dan buah-buahan) merupakan dampak dari pertumbuhan penduduk yang semakin besar. Disamping itu pertumbuhan ekonomi masyarakat yang meningkat juga menjadi salah satu pemicu (trigger) meningkatkan konsumsi akan produk hortikultura. Peningkatan komsumsi hortikultura juga disebabkan ada kecenderungan perubahan komsumsi konsumen (preferensi konsumen) menjadi komsumsi non pangan, hal ini seiring dengan pola hidup konsumen yang mengalami perubahan ke pola hidup sehat. Meningkatnya konsumsi masyarakat akan produksi hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan tidak diimbangi dengan ketersediaan produksi dalam negeri.

(11)

hanya perlu dilakukan apabila memang benar-benar didalam negeri mengalami kekurangan sehingga dapat menjaga keseimbangan kebutuhan konsumen didalam negeri dan melindungi petani produsen.

Untuk mengendalikan laju importasi produk pertanian khususnya hortikultura, pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrument kebijakan sebagai amanat dari UU RI No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura yang terbit pada tanggal 24 Nopember 2010. Beberapa instrument kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengendalikan inportasi produk hortikultura adalah dengan mengatur tata niaganya, kebijakan tersebut antara lain dengan menerbitkan :

a. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 47/M-DAG/PER/8/2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang ketentuan impor produk hortikultura

b. Peraturan Menteri Pertanian No. 86/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.

Pengendalian importasi produk hortikultura ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada petani, pelaku usaha dan konsumen hortikultura di dalam negeri.

(12)

wortel dan cabe. Sedangkan sedangkan jenis buah-buahan adalah pisang, nenas, jeruk, anggur, melon, pepaya, apel, durian, dan lengkeng.

2.4. Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan merupakan hasil usaha masyarakat yang memiliki peluang pemasaran yang tinggi dan menguntungkan bagi masyarakat. Pentingnya ditetapkan komoditas unggulan di suatu wilayah (nasional, provinsi dan kabupaten/kota) didasarkan pada pertimbangan bahwa ketersediaan dan kemampuan sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk memproduksi dan memasarkan semua komoditas yang dihasilkannya relatif terbatas. Selain itu hanya komoditas-komoditas yang diusahakan secara efisien yang mampu bersaing secara berkelanjutan, sehingga penetapan komoditas unggulan menjadi suatu keharusan agar sumber daya pembangunan di suatu wilayah lebih efisien dan lebih terfokus (Handewi, R. 2003).

(13)

Keunggulan suatu komoditas masih dibagi lagi berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan keunggulan yang dimiliki berdasarkan potensi yang ada dan membedakannya dengan daerah yang lain. Keunggulan komparatif ini dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan keunggulan yang dimiliki dan digunakan untuk bersaing dengan dengan daerah lain. Dengan kata lain keunggulan kompetitif menggunakan keunggulan komparatif untuk dapat bersaing dengan daerah lain sehingga mencapai tujuannya yang dalam hal ini adalah komoditas unggulan (Direktorat Perluasan Areal dalam Baehaqi, A. 2010).

Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi,kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosil budaya setempat) untuk dibudidayakan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003).

(14)

komoditas unggulan dalam hal ini adalah merupakan komoditas basis yang tumbuh cepat dan berdaya saing/kompetitif.

2.5. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori dasar model basis ekonomi berpandangan bahwa determinan pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan secara langsung dengan permintaan dari daerah lain. Adanya permintaan terhadap barang, jasa dan produk, merangsang pertumbuhan industri yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik tenaga kerja maupun material, yang kemudian akan membangkitkan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat.

Perancang ekonomi wilayah menyarankan strategi pembangunan yang berorientasi pada ekspor. Tingkat ekspor yang tinggi akan mendatangkan devisa yang menjadi tambahan “darah” baru bagi kegiatan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya kegiatan sektor ekspor, maka kegiatan non ekspor juga secara otomatis akan meningkat untuk melayani kegiatan dan kebutuhan di sektor ekspor. Sektor ekspor sering juga diseut sebagai sektor basis, sedangkan non ekspor disebut sektor non basis (Setiono, D.N.S, 2011).

(15)

keseluruhan. Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu

sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, R. 2007).

Menurut Bendavid-Vall dalam Sirojuzilam dan Mahalli (2010), dalam teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan dari luar terhadap produksi wilayah tersebut. Berdasaarkan hal tersebut maka perekonomian wilayah dibagi menjadi sektor basis/basis ekspor dan sektor non basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah disebut basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap sektor basis maningkat, maka sektor basis tersebut berkembang dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non basis didalam wilayah yang bersangkutan, sehingga mengakibatkan berkembangnya wilayah yang bersangkutan.

Aktifitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).

(16)

sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).

2.6. Analisis Location Quotient (Kuesion Lokasi)

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis untuk menentukan kegiatan basis dan non basis. LQ dapat dipakai untuk mengukur konsetrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi atau menentukan komoditas yang mempunyai keunggulan dari sisi produksinya. Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang antara).

b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui kecendrungan.

Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time –series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditas tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, R, 2007).

(17)

Menurut Lincolin, A (1999) Location Quotient (LQ) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperluas analisa Shift Share . Teknik ini sangat membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat selft-sufficiency suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah

dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

a. kegiatan industri yang melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry basic.

b. Kegiatan ekonomi atau industry yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis industry ini dinamakan industry non basic atau industri lokal.

Untuk menggolongkan setiap industry apakah termasuk industry basic atau non basic dipergunakan metode Location QuotienT (LQ), yaitu mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industry sejenis dalam perekonomian regional atau nasional.

(18)

2.7. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)

Analisis Shit Share merupakan salah satu model pertumbuhan ekonomi wilayah yang bertujuan untuk mengetahui faktor penentu pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Analisis tersebut dapat mengidentiikasi peranan ekonomi nasional dan kekhususan daerah bersangkutan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah bersangkutan (Sjafrizal, 2012).

Menurut Setiono, D,N,S. (2011) Shift Share merupakan metode analisis yang cukup penting dalam studi perencanaan wilayah karena pendekatannya menggabungkan dua hal pokok yaitu unsure spasial dan unsure sektoral yang diterapkan dalam kerangka dimensi waktu.

Untuk mengetahui jenis-jenis komoditas hortikultura yang berkembang di suatu wilayah (Provinsi) dibandingkan dengan perkembangan produksi komoditas di wilayah yang lebih besar (Nasional) digunakan teknik analisis shift-share. Analisis Shift-Share adalah juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (komoditas) di daerah kita dengan wilayah nasional.

(19)

2.8. Kerangka Pemikiran

Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi ke 9 terluas di Indonesia yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota, dimana setiap Kabupaten dan Kota memiliki potensi yang berbeda-beda dalam sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Sektor pertanian pertanian merupakan sektor yang paling besar kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara yang kemudian diikuti oleh industri pengolahan dan perdagangan. Sektor pertanian yang terdiri dari 5 sub sektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan di masing-masing kabupaten/kota mampu menghasilkan berbagai jenis komoditas unggulan.

Salah satu sub sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya adalah sub sektor hortikultura yang potensinya tersebar di beberapa kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara. Analisis Komoditas unggulan sub sektor hortikultura ini merupakan salah satu metode dalam menentukan komoditas unggulan sub sektor hortikultura di Provinsi Sumatera Utara.

(20)

Sementara untuk mengetahui komponen pertumbuhan komoditas sayuran/buah-buahan di Provinsi Sumater Utara digunakan analisis Shift Share. Dalam analisis shift share komponen pertumbuhannya meliputi komponen pertumbuhan Nasional (Ns), Komponen pertumbuhan Proporsional (Ps) dan Komponen pertumbuhan Differential (Ds) atau disebut juga pertumbuhan komponen pangsa wilayah. Untuk penelitian ini, komponen pertumbuhan yang digunakan hanya komponen pertumbuhan Proporsional (Ps) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah/Differential (Ds). Dengan kriteria apabila Ps > 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut pertumbuhannya cepat dan bila Ps < 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut pertumbuhannya lambat. Bila Ds > 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut mempunyai daya saing dibandingkan dengan komoditas sayuran/buah-buahan yang sama di wilayah lain dan bila Ds < 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut tidak mempunyai daya saing jika dibandingkan dengan komoditas sayuran/buah-buahan yang sama di wilayah lain.

(21)

Konsep pemikiran dari penulis yang dijelaskan di atas, dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar

gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU No.23 Tahun 1997

Dalam tahapan-tahapan menulis sebuah eksposisi, yang harus di lakukan yaitu dengan menentukan objek pengamatan, juga menentukan tujuan dua pola

Demikian yang dapat saya sampaikan, saya harap UASBN dapat berjalan dengan lancar dan semoga anak-anak kita bisa berhasil dalam ujian nanti.. Penggalan pidato tersebut termasuk

Standar Kompetensi : Mahasiswa dapat menjelaskan proses pembangkitan energi listrik pada pusat-pusat listrik, termasuk didalamnya kelengkapan instalasi dan

Menurut Mardiasmo (2009),Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen organisasi yang sangat penting dalam menentukan kualitas informasi laporan keuangan, oleh

Penelitian ini merupakan Eksperimen dengan metode pre and post test group desaign, untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh penambahan modified hold relaxed

Listwise deletion based on all variables in

Dengan demikian penulis perlu mengkaji penelitian ini untuk mengetahui kebenaran adanya singkatan dan akronim yang terdapat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat edisi