• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Status Kenegaraan (Statehood) Negara – Negara Kepulauan Berdataran Rendah (Low-Lying Island Nations) Yang Seluruh Wilayahnya Terendam Air Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Status Kenegaraan (Statehood) Negara – Negara Kepulauan Berdataran Rendah (Low-Lying Island Nations) Yang Seluruh Wilayahnya Terendam Air Laut"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hukum internasional telah mengatur bahwa setiap negara berkewajiban

untuk memastikan bahwa aktivitas dalam batas jurisdiksi atau kontrol negaranya

tidak menyebabkan kerusakan pada area di luar jurisdiksi nasionalnya.1 Namun, negara-negara maju tidak henti-hentinya menjadi penyumbang terbesar emisi dan

gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim secara drastis maupun

memperparah kondisi alam seluruh dunia ini. Perubahan iklim ini menyebabkan

desertifikasi lahan, hilangnya kesuburan tanah, bencana alam seperti angin topan

dan banjir dalam skala yang semakin besar dan sering.2

Negara-negara kepulauan kecil (small low-lying states) yang tergabung

dalam ‘The Alliance of Small Island States (AOSIS) merupakan negara – negara

terkecil di dunia.

3

Akan tetapi, justru negara – negara tersebut adalah pihak yang

paling merasakan dampak perubahan iklim. Maladewa, Tuvalu dan negara-negara

lain menghadapi prospek nyata dari banjir, bencana alam hingga hilangnya

wilayah (territory) secara permanen.4

Pada kenyataannya, masalah perubahan iklim adalah masalah yang telah

diprediksikan sejak lama. Pada tahun 2007, the Intergovernmental Panel on

1

United Nations Framework Convention on Climate Change (1992), Pembukaan para. 8; Rio Declaration on Environment and Development (1992), Prinsip 2

2

A. Barrie Pittock, Climate Change: The Science, Impacts and Solutions, 2nd ed., (Australia: Csiro Publishers, 2009), hal. 298

3

United Nations Demographic Yearbook (2008), Table 3: Population by Sex, Rate of Population Increase, Surface Area and Density, hal. 59-67

4

(2)

Climate Change (“IPCC”) memaparkan bahwa suhu rata - rata udara dan laut

sedang meningkat di seluruh dunia, dan bahwa es dan salju mencair dengan

pesat.5 Bumi memanas, pola cuaca berubah menjadi ekstrem, termasuk menyebabkan terjadinya angin siklon yang kuat.6 Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan adalah konsekuensi dari hal ini: kenaikan permukaan air laut di

seluruh dunia. 7 Peningkatan suhu dari satu sampai empat derajat Celsius (relatif pada tahun 1990-2000) akan berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut

minimal 4-6 meter.8

Perubahan iklim global tidak hanya merupakan masalah hukum

lingkungan internasional; isu yang harus dihadapi telah bergeser menjadi

keamanan global. Ada negara – negara yang direbut secara paksa.

9

Ada negara –

negara yang berakhir eksistensinya disebabkan pergolakan dalam negeri.10

5

IPCC, Climate Change 2007: The Physical Science Basis: Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Susan Solomon et al. ed., (United Kingdom, Cambridge University Press, 2007), hal. 5

Namun

tak pernah sekalipun dalam sejarah manusia ada negara yang lenyap keseluruhan

teritorinya. Sehubungan dengan hal ini, IPCC menyimpulkan dengan "keyakinan

sangat tinggi" bahwa "negara kepulauan kecil, baik yang terletak di daerah tropis

maupun lintang yang lebih tinggi, memiliki karakteristik yang membuat mereka

sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, kenaikan permukaan laut, dan

6

IPCC, Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability: Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Nobuo Mimura et al. ed., (United Kingdom, Cambridge University Press, 2007), hal. 695

7

IPCC, Climate Change 2007: The Physical Science Basis, loc. cit

8

IPCC, Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability: Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Summary for Policy Makers, (United Kingdom, Cambridge University Press, 2007), hal. 17

9

John G. Stoessinger, Why Nations Go to War, 8th ed., (New York: Bedford St. Martin's, 2000), hal. 29

10

(3)

kejadian-kejadian ekstrim”.11 Ini merupakan akibat dari ketinggian wilayah mereka yang hanya berkisar beberapa meter dari permukaan laut ke titik tertinggi

di atas permukaan laut.12 Oleh karena itu, kenaikan permukaan air laut akan memiliki dampak yang parah pada negara-negara kepulauan kecil.13 Beberapa negara, seperti Samoa Barat dan Tahiti, akan membutuhkan dana yang besar demi

membangun daerah yang lebih tinggi.14 Akan tetapi, beberapa negara lain seperti Maladewa dan Tuvalu, kemungkinan akan terendam air laut sepenuhnya dan

memerlukan lebih dari sekedar pembangunan daerah yang lebih tinggi.15

Dalam hal Kepulauan Maladewa contohnya, kenaikan 0,49 meter pada

permukaan laut akan berarti bahwa sebagian yang signifikan dari negara

kepulauan tersebut akan tergenang pada tahun 2100.

16

Selain itu, pada tingkat

kenaikan permukaan laut demikian, lima belas persen dari ibukota Maladewa,

Malé, akan tenggelam pada tahun 2025, dimana setengahnya akan terendam pada

tahun 2100.17

11

IPCC, Climate Change: Impacts, Adaptation and Vulnerability, op. cit, hal. 687

Pada akhirnya, kenaikan satu meter permukaan air laut pada abad

12

Central Intelligence Agency, The World Factbook, (Washington DC: United States Government Printing Office, 2008), hal. 367. Dipaparkan bahwa: Kepulauan Maladewa merupakan suatu negara yang terdiri dari pulau – pulau berdataran rendah dengan ketinggian yang berkisar dari 0 meter hingga 2.4 meter pada titik tertingginya. Di lain pihak, Tuvalu memiliki titik paling rendah pada 0 meter dan titik tertinggi pada 5 meter di atas permukaan laut.

13

United Nations Secretary General, Report of the Secretary General on Climate Change and Its Possible Security Implications, U.N. DOC. A/64/350 (2009), para. 20

14

David Freestone, International Law and Global Climate Change, Robin Churchill dan David Freestone ed., (London: Martinus Nijhoff Publishers, 1991), hal. 117; Alexander Gillespie, Climate Change, Ozone Depletion and Air Pollution: Legal Commentaries with Policy and Science Considerations (Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 2006), hal. 286

15

World Meteorological Organization, Saving Paradise: Ensuring Sustainable Development (2005), dapat diakses pada:

[diakses tanggal 14 Januari 2014]; David Freestone, op. cit, hal. 109

16

Submission of the Maldives to the Office of the U.N. High Commissioner for Human Rights under Human Rights Council Res. 7/23 (2008), dapat diakses pada: [diakses tanggal 14 Januari 2014]

17

(4)

mendatang akan berarti Maladewa, sebagai suatu negara, benar-benar akan

lenyap.18

Meskipun terendamnya seluruh wilayah negara kepulauan kecil akibat

naiknya permukaan air laut belum terjadi sampai sekarang ini, kemungkinan

terjadinya peristiwa demikian menimbulkan pertanyaan yang kompleks dalam

hukum internasional. Salah satunya yakni, apakah dalam hal terendamnya

keseluruhan wilayah suatu negara kepulauan, negara tersebut kehilangan status

kenegaraannya, mengingat gagasan kenegaraan meliputi persyaratan adanya

wilayah tertentu.19

Media dan para akademisi sangat menaruh fokus pada isu perubahan

iklim, namun bidang hukum tampaknya tidak memiliki perhatian dan tekad untuk

mengatasi masalah status kenegaraan.

20

Status kenegaraan sebenarnya menempati

posisi sentral dalam struktur hukum dan hubungan internasional21 dikarenakan negara merupakan aktor terpenting dalam arena hukum internasional.22 Namun anehnya, literatur mengenai kriteria – kriteria kenegaraan malah relatif lebih

sedikit.23

18

Secretariat of the United Nations Framework Convention on Climate Change, Vulnerability and Adaptation to Climate Change in Small Island Developing States (2007), dapat diakses pada:

19

Montevideo Convention on the Rights and Duties of States (1933), pasal 1

20

Christopher Flavin dan Odil Tunali, Climate of Hope: New Strategies for Stabilizing the Worlds Atmosphere, (Washington: Worldwatch Institute, 1996), hal. 7-8

21

James Crawford, The Criteria for Statehood in International Law (1976), 48 BRIT. Y.B. INT’L L. 93, hal. 93

22

Oriol Casanovas, Unity and Pluralism in Public International Law, (The Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers, 2001), hal. 110

23

(5)

Ketidaksempurnaan sistem hukum sebenarnya merupakan suatu hal yang

wajar karena instrumen hukum merupakan hasil pemikiran manusia dan seringkali

tertinggal oleh fenomena dan perkembangan yang terjadi. Akan tetapi, karena isu

ini menyentuh semua bangsa di dunia, sudah sepatutnyalah masyarakat

internasional memberi perhatian dan berusaha menangani aspek-aspek perubahan

iklim yang berbahaya bagi negara kepulauan kecil ini. 24

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, penulis

merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini,

antara lain:

1. Bagaimana pengertian dan fungsi status kenegaraan (statehood)

berdasarkan hukum internasional?

2. Bagaimana kriteria status kenegaraan (statehood) berdasarkan hukum

internasional?

3. Bagaimana status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan

berdataran rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya

terendam air laut?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian serta penulisan skripsi ini antara lain adalah:

24

(6)

1. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi status kenegaraan (statehood)

berdasarkan hukum internasional.

2. Untuk mengetahui kriteria – kriteria status kenegaraan (statehood)

berdasarkan hukum internasional.

3. Untuk mengetahui status kenegaraan (statehood) negara – negara

kepulauan berdataran rendah (low-lying island nations) yang seluruh

wilayahnya terendam air laut.

Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama

bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum secara khusus. Selain itu,

penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan

perangkat hukum internasional maupun perangkat hukum nasional dalam kaitan

dengan status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran

rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut.

2. Secara praktis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan

pemahaman yang lebih mendalam bagi pemegang otoritas di dunia serta

aparat-aparat hukum yang terkait di tiap-tiap negara mengenai isu status kenegaraan

(statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying island

(7)

D. Keaslian Penulisan

Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman

dari apa yang telah penulis pelajari selama mengikuti kompetisi The Philip C.

Jessup International Law Moot Court Competition 2013. Penulis berupaya untuk

menuangkan seluruh gagasan dengan sudut pandang yang netral dengan menguji

isu status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah

(low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut dengan

instrumen hukum internasional yang mengaturnya, khususnya pro kontra yang

ditinjau dari Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara.

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Status Kenegaraan

(Statehood) Negara – Negara Kepulauan Berdataran Rendah (Low-Lying Island

Nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut” belum pernah ditulis

sebelumnya.

Khusus untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan, keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari

pihak administrator bagian/jurusan hukum internasional.

E. Tinjauan Kepustakaan

Hukum Internasional dalam pembahasan sebenarnya adalah hukum

internasional publik. Menurut Rebecca M.M Wallace, hukum internasional adalah

peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan

(8)

internasional,seperti misalnya organisasi internasional dan individu,dalam hal

hubungan satu dengan yang lainnya.25 Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan

asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas

negara-negara antara negara-negara dengan negara-negara; negara-negara dengan subjek hukum lain bukan

negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. 26

Dalam pembahasan isu hukum internasional tidak terlepas dari

sumber-sumber hukum internasional yang termaktub dalam pasal 38 ayat (1) Statuta

Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yaitu:27

a. international conventions, whether general or particular, establishing

rules expressly recognized by the contesting states (Perjanjian-Perjanjian

Internasional);

b. international custom, as evidence of a general practice accepted as law

(Hukum kebiasaan internasional);

c. the general principles of law recognized by civilized nations

(Prinsip-prinsip umum hukum internasional);

d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings

of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary

means for the determination of rules of law. (Putusan-putusan pengadilan

internasional dan ajaran-ajaran para sarjana terkemuka).

25

Rebecca M.M. Wallace, Pengantar Hukum International, diterjemahkan oleh Bambang Arumanadi, SH, Msc, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1993), hal. 1

26

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Binacipta, 1990), hal. 3

27

(9)

Menurut Pasal 1 of the 1933 Montevideo Convention on the Rights and

Duties of States, negara memiliki kriteria sebagai berikut:

“The state as a person of international law should possess the following qualifications: a ) a permanent population; b ) a defined territory; c ) government; and d) capacity to enter into relations with the other states’..28

Beberapa ahli juga turut memberi pengertian negara. J. G. Starke

mendefinisikan negara sebagai:

“Suatu sistem yang ditetapkan oleh dan diantara manusia itu sendiri, sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan; yang paling penting diantaranya ialah: suatu sistem ketertiban yang menaungi manusia dalam melakukan kegiatan-kegiatannya’..29

Disamping memberikan defenisi, ada pula ahli yang memberi pengertian

negara dengan memaparkan kriterianya. Fenwick mendeskripsian kriteria negara

sebagai:

“Suatu masyarakat politik yang diorganisasi secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut bebas dari pengawasan negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka bumi’..30

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabakan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan

sebagai berikut:

28

Montevideo Convention on the Rights and Duties of States (1933), pasal 1

29

J.G. Starke, Introduction to International Law, 9th ed., (United Kingdom: Butterworths, 1984), hal. 137

30

(10)

1. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu

pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan

yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data

yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan pendekatan yuridis normatif

merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari

kepustakaan (dokumen). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif

karena yang hendak diteliti dan dianalisa melalui penelitian ini adalah status

kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying

island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut.

2. Data Penelitian

Sumber data dari penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library

research). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber

bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu:31

a. Bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records), yaitu:

Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah

berbagai konvensi dan perjanjian internasional seperti 1933 Montevideo

Convention on Rights and Duties of States serta berbagai putusan internasional

maupun nasional dan resolusi lainnya.

31

(11)

b. Bahan Hukum Sekunder (secondary resource atau not authoritative

records) yaitu:

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan

hukum primer. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian

tentang isu pengungsi serta perdebatan status hukum dan perlindungan bagi

orang-orang yang terpaksa mengungsi karena bencana alam yang ditinjau dari

sudut pandang hukum internasional seperti literatur, hasil-hasil penelitian,

makalah-makalah dalam seminar, dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier (tertiary resource), yaitu:

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus

bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa

literatur asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengna cara penelitian kepustakaan

(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik

koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai

berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya

(12)

b. Melakukan penulusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak

maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan

perundang-undangan.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengaan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah

yang menjadi objek penelitian

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan

tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan

menggunakan metode-metode sebagai berikut:32

a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus

(sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan

(pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun

data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan

diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang

kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal

yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak

perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru)

yang bersifat lebih khusus.

c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi)

antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

32

(13)

G. Sistematika Pembahasan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab

yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Bab I adalah Bab Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang

pemilihan judul, dimana penulis melihat adanya kekosongan

hukum dalam dunia internasional mengenai status kenegaraan

(statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah

(low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut.

Selanjutnya, bab ini diikuti dengan perumusan masalah, tujuan

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian dan yang terakhir yaitu sistematika pembahasan.

Bab II Di dalam bab ini, status kenegaraan (statehood) berdasarkan

hukum internasional dibahas secara komprehensif dan mendalam.

Bab ini memaparkan tentang definisi serta fungsi statehood dalam

hubungan internasional demi memberi gambaran umum tentang

pentingnya statehood. Kemudian, dilanjutkan dengan bagaimana

statehood memberi status kepada negara sebagai subjek hukum

internasional yang utama.

Bab III Bab III membahas segala kriteria statehood yang belaku dalam

hukum internasional. Bab ini dimulai dengan pemaparan terhadap

kriteria statehood berdasarkan Konvensi Montevideo 1933. Tidak

(14)

di luar Konvensi Montevideo yang berlaku dalam masyarakat

internasional. Pertama – tama, yaitu praktek negara – negara dalam

menentukan statehood yang tampak dari pengakuan. Pembahasan

ini menjadi penting karena pembahasan isu hukum internasional

tidak terlepas dari praktek – praktek negara yang merupakan

bagian dari masyarakat internasional. Adapun praktek – praktek

negara terbagi menjadi dua teori yang dikenal sebagai teori

deklaratif dan teori konstitutif. Dijabarkan pula praktek negara

sehubungan dengan kasus – kasus nyata yang telah terjadi, yaitu

Malta, Kosovo dan Somalia. Pembahasan terakhir dijabarkan

dengan mengacu pada kriteria – kriteria statehood lain yang

berlaku dalam hukum internasional.

Bab IV Bab ini membahas statehood negara – negara kepulauan berdataran

rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya

terendam air laut. Pertama – tama, bab ini menjelaskan lebih lanjut

implikasi kenaikan permukaan air laut terhadap negara – negara

tersebut. Kemudian, bab ini juga menggambarkan hubungan

Konvensi Montevideo dengan punahnya keberadaan suatu negara.

Dalam pembahasan terakhir dalam bab ini, juga dijabarkan solusi

dan kendala yang dapat timbul dalam mempertahankan statehood

serta situasi sui generis dalam hukum internasional yang

(15)

Bab V Bab ini adalah bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan

saran-saran. Kesimpulan akan mencakup isi dari semua

pembahasan ada bab-bab sebelumnya. Sedangkan saran mencakup

gagasan dan usulan dari penulis terhadap permasalahan yang

dibahas pada skripsi ini berdasarkan fakta-fakta yang telah

Referensi

Dokumen terkait

John dan Bowyer (1986) menyatakan bahwa kulit batang akasia mengandung lignin dan polisakarida. Diharapkan bahan ini jika melapuk akan terurai menjadi bahan yang lebih

a. Mempunyai kualitas vocal yang memadai. Dalam melakukan penilaina kualitas suara yang memadai dan tidak memadai, sangat bergantung kepada penilaian pendengarnya. Oleh

institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan pelayanan kesehatan rujukan dan khusus.. RENSTRA-SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Tahun

Para pengusaha dan perajin batu ajidi Desa Cipining, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten perlu mendapat penyuluhan dan informasi tentang pasar.Kepada mereka

IB: Dengan menjumlahkan semua panjang sisi bangun segitiga. Dari uraian diatas dapat diperoleh penjelasan bahwa cara yang digunakan IB dalam mengerjakan soal tidak perlu

Pada jenjang pendidikan SMP Negeri dan Swasta, jumlah sekolah pada Tahun 2010 masing-masing adalah 30 dan 3 sekolah dengan jumlah guru sebanyak 417 orang untuk SMP Negeri,

Namun, variasi makan- an yang banyak dan tersedia di alam tidak menja- min akan memberikan nilai luas relung yang be- sar, karena luas relung dipengaruhi pula oleh ke- mampuan ikan

Udara Secondary juga berasal dari udara luar yang masuk kedalan kipas (Fan) kemudian udara secondary ini dihembuskan ke dalam tubular air heater dengan temperatur ±46 O C dan