BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik,
sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada Pejabat umum
lainnya. Notaris sebagai pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian
fungsi publik dari Negara, khususnya dibidang hukum perdata. Pembuatan akta
otentik ada yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan dalam rangka
menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.
Menurut GHS Lumban Tobing, dalam bukunya Peraturan Jabatan Notaris,
lembaga notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya
Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia. Sejak kehadiran VOC di
Indonesia lalu lintas hukum perdagangan dilakukan dengan akta notariil, hal ini
berdasarkan pendapat Notodisoerjo menyatakan bahwa ”Lembaga Notariat telah
dikenal di negara Indonesia, yaitu sejak Indonesia dijajah oleh Belanda, semula
lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama dalam bidang hukum
perdata, yaitu Burgelijk Wetboek”. Berdasarkan hal tersebut, lembaga notariat yang
sebenarnya hanya diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan
hukum perdata, namun dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia
secara umum dapat membuat suatu perjanjian yang dilakukan di hadapan Notaris.1
Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris bukan saja karena
diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan tetapi juga dikehendaki oleh pihak
yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi
kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan
sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Akta otentik pada hakikatnya memuat
kebenaran formal sesuai dengan apayang diberitahukan para pihak kepada Notaris.
Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat
dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak
parapihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi AktaNotaris,
serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan
perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan
demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak
menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya2
Akta otentik merupakan perjanjian-perjanjian tertulis yang dibuat oleh atau
dihadapan Notaris, dengan tujuan agar akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti
yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatandari
pihak lain. Dengan demikian akta notaris begitu penting fungsinya, sehingga untuk
menghindari tidak sahnya dari suatu akta, maka lembaga Notaris diatur didalam
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut
UUJN). Sebagai pejabat umum seorang Notaris dalam melaksanakan tugas,
dilindungi oleh Undang-undang.
Berdasarkan pengertian notaris tersebut terlihat bahwa tugas seorang notaris
otentik. Akta notaris sebagai akta otentik dibuatmenurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam Pasal 38 s/d Pasal 65 UUJN.3Suatu akta otentik mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu:4
1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan
perjanjian tertentu;
2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah
menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika
ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi
perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.
Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan
dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat
membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan
pengadilan. Fungsi Notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama
kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang ini. Demikian pula ketentuan
tentang pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan dengan
mengikut sertakan pihak ahli/akademisi, di samping Departemen yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidangkenotariatan serta Organisasi Notaris.Ketentuan ini
3Abdhul Ghofur,Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, UII Press
Yogyakarta, hlm. 16.
4Salim HS,Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,
dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang lebih
baik bagimasyarakat.5
Suatu akta menjadi otentik jika memenuhi syarat yang telah ditentukan
undang-undang, oleh karena itu seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya
tersebut wajib: … melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan
integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir
akta yang menjadi tanggung jawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan
keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta.6 Hal ini dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 65 UUJN: “Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti
Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang
dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak
penyimpan Protokol Notaris”.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 65 UUJN menilai bahwa :7
1. Mereka yang diangkat sebagai notaris, notaris pengganti, notaris pengganti
khusus, dan pejabat sementara notaris dianggap sebagai menjalankan tugas
pribadi dan seumur hidup sehingga tanpa ada batas waktu pertanggungjawaban.
2. Pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan
pejabat sementara notaris dianggap melekat, kemanapun dan dimanapun mantan
5Penjelasan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Notaris.
6Tan Thong Kie, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 2000, hal. 166.
notaris, mantan notaris pengganti, mantan notaris pengganti khusus, dan mantan
pejabat sementara notaris berada.
Begitu pentingnya peranan Notaris yang diberikan oleh Negara, dimana
Notaris sebagai pejabat umum dituntut bertanggung jawab terhadap akta yang
dibuatnya.Seorang Notaris haruslah tunduk kepada peraturan yang berlaku yaitu
Undang-undang Jabatan Notaris dan taat kepada kode etik profesi hukum, yaitu kode
etik Notaris. Apabila akta yang dibuat ternyata dibelakang hari mengandung sengketa
maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris
dengan sengaja untuk menguntungkan salah satu pihak penghadap atau kesalahan
para pihak yang tidak memberikan dokumen yang sebenarnya. Apabila akta yang
dibuat/diterbitkan notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan notaris baik
karena kelalaian maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris harus
memberikan pertanggungjawaban secara moral dan secara hukum, dan tentunya hal
ini harus terlebih dahulu dapat dibuktikan.8
Menurut Abdul Ghofur, tanggung jawab notaris selaku pejabat umum
yangberhubungan dengan kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya,
dibedakan menjadi empat poin, yakni :9
1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta
yang dibuatnya;
8
Andi Ahmad Suhar Mansyur, Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik yang Dilakukan oleh Notaris. Jurnal Karya Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 3.
2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta
yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN) terhadap
kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannyaberdasarkan kode
etik notaris.
Memperhatikan ketentuan Pasal 65 UUJN tersebut bahwa notaris
bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah
diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris. Hal ini
kemudian menimbulkan pertanyaan sampai kapan batas waktu tanggungjawab notaris
terhadap akta yang dibuatnya. Selanjutnya notaris adalah suatu jabatan, yang berarti
ada batas waktunya, sehingga suatu saat seorang notaris tidak akan menjabat lagi
sebagai notaris. Dalam hal ini juga timbul pertanyaan, apakah notaris yang telah
berakhir masa jabatannya masih bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya
selama menjadi notaris. Apabila notaris yang telah berakhir masa jabatannya diminta
pertanggungjawaban terhadap akta yang telah dibuatnya, bagaimana bentuk
perlindungan hukum yang dapat diperoleh notaris yang telah berakhir masa
jabatannya tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut terdapat permasalahan dalam hal batas
tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya. Sehubungan dengan hal
tersebut, dilakukan suatu kajian dalam bentuk penelitian tentang tanggung jawab
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah
berakhir masa jabatannya?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap notaris setelah berakhir masa
jabatannya dalam hubungannya dengan akta yang dibuatnya ?
3. Bagaimana kedudukan hukum protokol notaris setelah berakhirnya jabatan
notaris ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban notaris terhadap
akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap notaris
setelah berakhir masa jabatannya dalam hubungannya dengan akta yang
dibuatnya.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum protokol notaris
setelah berakhirnya jabatan notaris.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
1. Secara Teoritis
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu
pengetahuan hukum khususnya bidang keperdataan terutama yang berhubungan
dengan tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya.
2. Secara Praktis
Diharapkan akan bermanfaat sebagai masukan bagi praktisi hukum dan
masyarakat terutama pengetahuan tentang batas waktu tanggungjawab notaris
terhadap akta yang dibuatnya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik
terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang
membahas mengenai tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya
terhadap akta yang dibuatnya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan
perbandingan penulis dibidang hukum. Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau
penelitian.10 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk
mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.11 Teori adalah suatu
penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu
fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena
menjadi penjelasan yang sifatnya umum.12
Terdapat empat ciri kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum,
yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum
berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya. 13 Berkaitan dengan pendapat
tersebut, maka teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang berkaitan
dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala.14 Sehubungan dengan hal tersebut dengan meneliti tentang tanggung jawab
notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya menggunakan
teori untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu teori pertanggungjawaban. Ada
dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu
liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang
menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang
bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara
aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang
10M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994, hlm. 27. 11Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta Jakarta, 1998, hlm. 23.
12Mukti Fajar Nurdewata et al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2010, hlm. 134.
13H. Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 79.
menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal
yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan,
ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab
atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis,
istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat
akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilahresponsibility
menunjuk pada pertanggungjawaban politik.15
Notaris sebagai pejabat professional mempunyai tugas dan wewenang, dimana
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut juga harus bertanggungjawab.
Definisi notaris yang diberikan oleh Pasal 1 UUJN merujuk pada tugas dan
wewenang yang dijalankan oleh notaris. Oleh karena itu notaris menertibkan diri
sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam
undang-undang jabatan notaris. Pasal 1 angka (1) UUJN menentukan bahwa: Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Berdasarkan ketentuan UUJN tersebut berarti bahwa notaris adalah
satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum
atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.Dalam menjalankan
profesinya, notaris mempunyai wewenang yang meliputi empat hal, yaitu :
1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang harus dibuat itu;
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat;
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya pada notaris saja,
tetapi juga diberikan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 1 angka (4)
UU Nomor 4 Tahun 1996, dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998)., Pejabat Lelang (Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan RI
Nomor 338/KMK.01/2000), dengan demikian notaris sudah pasti pejabat umum, tapi
tidak setiap pejabat umum pasti notaris, karena pejabat umum bisa juga PPAT atau
Pejabat lelang.
Pengertian dari jabatan atau pejabat berkaitan dengan wewenang16, dengan mengkaji aturan hukum yang berlaku yang mengatur jabatan dan pejabat diatas, dapat
diketahui wewenangnya. Menurut arti dalam kamus besar Indonesia, bahwa jabatan
berarti pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Jabatan notaris
diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk
16Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Adminstrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,PT
membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang
bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.
Arti pentingnya profesi notaris dinyatakan dalam penjelasan UUJN yakni
terkait dengan pembuatan akta otentik.Pembuatan akta otentik yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dalam rangka kepastian, ketertiban atau perlindungan
hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja
karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena
dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban
para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang
berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Kewenangan notaris sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 UUJN adalah
sebagai berikut:
(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan
akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang
lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Notaris berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat dibawa tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayata (2),
Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Selanjutnya di dalam Pasal 51 UUJN juga ditentukan sebagai berikut:
(1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau
kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani;
(2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada
minuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara
pembetulan;
(3) Salinan akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
Mengenai batas waktu tanggungjawab seorang notaris terhadap akta yang
dibuatnya, menurut Habied Adjie harus dikaitkan dengan konsep notaris sebagai
jabatan (ambt).17
Setiap orang yang mengemban atau memangku jabatan tertentu
dalam bidang apapun sebagai pelaksanaan dari suatu struktur Negara, pemerintah
atau organisasi mempunyai batasan. Ada batasan dari segi wewenang dan ada juga
batasan dari segi waktu, artinya sampai kapan jabatan yang diemban atau dipangku
oleh seseorang harus berakhir. Khusus untuk notaris, notaris pengganti, notaris
pengganti khusus, dan pejabat sementara notaris pertanggungjawabannya mempunyai
batas sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan dan juga dari segi
wewenangnya.
Jabatan dan profesi merupakan dua hal yang bebeda dari segi substansi.
Menurut Izenic dalam Habieb Adjie, notaris dapat dibagi menjadi dua kelompok
utama, yaitu:18
1. Notariat Functionnel
Dalam mana wewenang pemerintah didelegasikan (gedelegeerd) dan demikian
diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal, dan
mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut
macam/bentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara
“wettelijke” dan “niet wettelijke” werkzaamheden, yaitu pekerjaan-pekerjaan
yang berdasarkan ketentuan undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam
notariat,
2. Notariat Professionel
Dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya,
akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya,
kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.
Ciri yang tegas untuk menentukan apakah notaris di Indonesia, notaris
fungsional atau notaris professional, yaitu :19
1. Bahwa akta yang dibuat dihadapan/oleh notaris fungsonal mempunyai kekuatan
sebagai alat bukti yang sempurna dan mempunyai daya eksekusi.
2. Bahwa notaris fungsional menerima tugasnya dalam bentuk delegasi dari Negara.
Oleh karena menerima tugas dari Negara, kepada mereka yang diangkat sebagai
notaris diberikan dalam bentuk sebagai jabatan dari Negara.
3. Bahwa notaris di Indonesia diatur oleh Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op
het Notarisambt), Stb. 1860-3. Dalam teks asli disebutkan bahwa“ambt”adalah
“jabatan”.
Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang
membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan
dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut.Ruang lingkup pertanggung
jawaban notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai
tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran
materiil, dibedakan menjadi empat poin, yakni:20
1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta
yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta
yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN) terhadap
kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode
etik notaris.
Dalam hal pertanggungjawaban pejabat, menurut Kranenburg dan Vegtig ada
dua teori yang melandasinya yaitu:
1) Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian
terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu
telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan
pada manusia selaku pribadi.
2) Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian
terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang
bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan.
Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah
ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada
tanggung jawab yang harus ditanggung.21
Dalam penelitian ini digunakan teori pertanggungjawaban hukum perdata
yaitu teori fautes personalles dari Kranenburg dan Vegtig.Secara umum
prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
4. Prinsip tanggung jawab mutlak
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.22
Dihubungankan dengan profesi notaris, maka menurut konsep
pertanggungjawaban ini, notaris dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahan dan
kelalaiannya dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak bertanggung
jawab atas isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung
jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh
Undang-undang.
Menurut Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta bahwa
tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam
hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab
profesional ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak
21Ridwan H.R,Op.Cit, hlm. 365.
22Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana
memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari
kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan
hukum.23
Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku
manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya,
merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana
suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung
jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau
ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran
intelektualnya.24Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab
yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya.
Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai tanggung jawab moral
terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch sebagaimana dikutip oleh K.
Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu masyarakat moral (moral
community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi
memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi, kelompok
ini mempunyai acuan yang disebut Kode Etik Profesi.25
23Shidarta,op.cit., hlm. 82
24Masyhur Efendi, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan
Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 121
Sebagai pejabat publik, jabatan notaris ada batas waktunya, sehingga timbul
pertanyaan, apakah notaris yang telah berakhir masa jabatannya masih
bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya selama menjadi notaris, serta
bagaimana bentuk pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang telah dibuatnya
setelah berakhir masa jabatannya.
2. Konsepsi
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.Jika
masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui
pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Oleh
karena itu konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep
menentukan adanya hubungan empiris diantara variable-variable yang diteliti.26 Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia, adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya.
Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu
masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul
dalam masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN, notaris
didefinisikan sebagai pejabatumum yang berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
26Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN.
Akta notaris yang dibahas dalam penelitian ini adalah akta otentik.Akta
otentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana
akta dibuatnya.
Jabatan dalam arti sebagai Ambt27merupakan fungsi, tugas, wilayah kerja
pemerintah pada umumnya atau badan perlengkapan pada khususnya. Jabatan
merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum
untuk keperluan dan fungsi tertentu dan bersifat berkesinambungan sebagai suatu
lingkungan pekerjaan tetap. Jabatan merupakan suatu subjek hukum, yakni
pendukung hak dan kewajiban. Agar suatu jabatan dapat berjalan maka harus
disandang dan dijalankan oleh subjek hukum lainnya yaitu orang yang disebut
pejabat.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini
yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang
lain.28
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis empiris yaitu
suatu metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian
dengan meneliti data sekunder terhadap data primer di lapangan, karena hukum yang
pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup dalam
masyarakat.29 Dalam penelitian ilmu hukum empiris merupakan penelitian atau pengkajian yang sistematis, terkontrol, kritis dan empiris terhadap dugaan-dugaan dan
pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku hukum masyarakat yang merupakan fakta
sosial. Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif, tetapi bukan mengkaji
mengenai sistem norma dalam peraturan perundangan, namun mengamati bagaimana
reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat.
Penelitian ini juga sering disebut sebagai penelitian bekerjanya hukum (law in
action).30
2. Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam
penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai
ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku
harian, buku-buku sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
Pemerintah.31
28Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,
hlm. 38.
29Mukti Fajar Nurdewata,et.al,Op.Cit., hlm. 43. 30Ibid, hlm. 47.
31Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan, yaitu:
a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan
Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan jabatan notaris.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel, buku-buku referensi, media
informasi lainnya.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi pentunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus
umum, dan jurnal.
3. Alat Pengumpul Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini
diperoleh melalui alat pengumpul data dengan cara sebagai berikut:
a. Studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan melakukan
penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
b. Wawancara dengan nara sumber, yaitu pejabat notaris di Kota Medan.
Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun
terlebih dahulu.
4. Analisis Data
Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan
diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya
ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal
yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan
perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas