HUBUNGAN USIA PERNIKAHAN PERTAMA IBU DENGAN KEINGINAN
PERNIKAHAN DINI ANAK PEREMPUANNYA DI INDONESIA
Nur Farida Kusumawati 1 dan Sukarno2 1Fakultas Kesehatan, Universitas Mayjen Sungkono,
Jl. Irian Jaya No. 4 Mojokerto – Jawa Timur
2Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Pusat,
Jln. Permata no. 01 Halim Perdanakusuma Jakarta Timur
Abstrak
Pernikahan usia dini masih marak dilakukan remaja dan terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi pernikahan dini diantaranya ekonomi, kehendak orang tua, agama, hamil diluar nikah. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia pernikahan pertama ibu dengan keinginan sendiri pernikahan dini anak perempuannya. Populasi adalah wanita yang menikah dini pada umur kurang dari 21 tahun dan pada saat penelitian berusia kurang atau sama dengan 27 tahun. Penelitian di 3 provinsi, yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo dengan mempertimbangkan kewilayahan serta ASFR 15 -19 Tahun yang tertinggi berdasarkan data Susenas Tahun 2015. Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis deskriptif (univariat dan bivariat) dan analisis inferensial (multivariat) menggunakan model regresi logistik biner. Analisis data menggunakan perangkat lunak stata. Kesimpulan dari studi ini, secara deskriptif ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu tergolong rendah dengan anaknya yang rendah juga memungkinkan adanya transfer pengetahuan dan pengalaman dalam hal pengasuhan terhadap anak perempuannya. Keinginan yang didasari dari sendiri untuk melakukan pernikahan dini tergolong tinggi yaitu sebesar 80 persen. Alasan sudah hamil sebelum menikah 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa mereka melakukan pernikahan dini karena sudah berhubungan seks di usia remaja. Secara statistik ibu yang tinggal bersama anak yang sudah menikah mempunyai peluang bermakna berhubungan dengan keinginan anak perempuannya akan menikah dini 0,4 kali (OR 0.4, 95%CI 0.23 - 0.84; p-value 0.012) sedangkan ibu yang jumlah anak lebih dari dua memiliki peluang 2,8 kali (OR 2.8, 95%CI 1.01 - 8.02; p-value 0.047) anak perempuanya untuk menikah dini berdasarkan keinginan sendiri.
Kata Kunci: Pernikahan usia dini, Usia kawin pertama, Remaja, Keinginan menikah dini
I. PENDAHULUAN
Pernikahan usia dini dalam tiga dekade terakhir telah banyak berkurang di berbagai Negara. Tetapi tidak di negara berkembang terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah pelosok/ terpencil pada kenyataannya masih banyak terjadi dan masih berkembang. Berbagai strata ekonomi dengan beragam latarbelakang melandasi terjadinya pernikahan usia dini terjadi di daerah pedesaan maupun perkotaan di Indonesia1.
Pernikahan dini (early mariage)
merupakan suatu pernikahan formal atau tidak formal yang dilakukan dibawah usia 18 tahun (UNICEF, 2014). Suatu ikatan yang dilakukan oleh seseorang yang masih dalam usia muda atau pubertas disebut pula pernikahan dini (Sarwono, 2007). Sedangkan Al Ghifari (2002) berpendapat bahwa pernikahan muda adalah pernikahan yang dilaksanakan diusia remaja. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan wanita yang menikah dibawah usia 21 tahun dan pada saat penelitian berusia lebih besar atau sama dengan 27 tahun baik yang masih berstatus menikah maupun yang sudah bercerai.
Pernikahan di usia muda tidak lepas dari peran orang tua dalam menentukan keputusan untuk menjalaninya. Orang tua juga memiliki peran yang besar untuk penundaan usia perkawinan anak (Algifari, 2002). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhajati, dkk (2013) yang mengungkapkan bahwa keputusan menikah di usia muda sangat ditentukan oleh peran oang tua.
Pekerjaan pelaku pernikahan dini juga merupakan faktor lain yang berhubungan . Pekerjaan dapat digunakan untuk mengukur status sosial ekonomi serta masalah kesehatan
dan kondisi tempat seseorang bekerja
(Guttmacher dalam Yunita, 2014). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zai (2010) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian pernikahan dini dengan pekerjaaan responden. Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan status sosial,
pendapatan, pendidikan dan masalah
kesehatan.
Kesehatan reproduksi remaja tersebut akan cenderung terdampak secara negatif jika melakukan pernikahan dini terutama baik dari segi sosial ekonomi, psikologis dan fisik (Nad,2014). Pernikahan usia dini akan berdampak pada kesehatan reproduksi salah satunya yaitu perempuan usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar meninggal saat melahirkan dibandingkan yang berusia 20- 25 tahun, sedangkan usia di bawah 15 tahun kemungkinan meninggal bisa lima kali. Perempuan muda yang sedang hamil,
berdasarkan penelitian akan mengalami
beberapa hal, seperti akan mengalami
pendarahan, keguguran, dan persalinan yang lama atau sulit (Yenrizal Makmur dalam Nad, 2014).
Selain masalah kesehatan perlu kita lihat juga peran pengasuhan yang diajarkan orang tua terhadap anak perempuannya terkait pernikahan dini. Isu mengenai kesetaraan gender juga menjadi latar belakang terjadinya
pernikahan dini. Ketidaksetaraan gender
menyebabkan Pernikahan usia dini serta bagaimana pandangan dalam masyarakat terhadap perempuan dan anak perempuan, komunitas, dan keluarga. Jika sebagian besar beranggapan bahwa peran perempuan adalah sebagai istri dan ibu maka mereka lebih besar kemungkinannya untuk dinikahkan pada usia
muda. Para orang tua khususnya yang dulunya juga menikah pada usia dini perlu untuk
mendapatkan pengetahuan mengenai
pengasuhan anak sehingga ketika mereka memiliki kepercayaan diri untuk dapat mengasuh anak.
Kajian dalam pola pengasuhan
menunjukkan hal yang berbeda-beda. Pola yang banyak muncul dalam penelitian adalah pola pengasuhan yang didasari oleh kontrol, tuntutan, dan perhatian (misal Jenkins, Rasbash & O’Connor, 2003; Greenberger & Goldberg, 1989). Pola asuh atau cara pendekatan orangtua pada anak akan muncul dalam pendekatan yang otoritatif atau otoriter dan permisif. Sementara itu menurut Baumrind (Garbarino & Benn, 1992) pendekatan otoritatif adalah pendekatan yang ideal karena di dalamnya terdapat keseimbangan yang tepat antara ketiga aspek pola pengasuhan tersebut. Penelitian ini tertarik untuk melihat apakah ada hubungan ketika usia perkawinan ibunya
menikah pada usia muda juga akan
mengajarkan atau secara alami diturunkan ke anak perempuanya juga. Oleh karena itu
penelitian ini menguji pengaruh usia
pernikahan pertama ibu terhadap pernikahan dini anak perempuannya.
II. METODE
Studi ini merupakan studi evaluasi bersifat deskriptif dengan pengumpulan data melalui pendekatan kuantitatif, kualitatif dan data sekunder. Pendekatan kuantitatif terdiri dari wanita nikah dini dan orang tuanya serta
gambaran karakteristik sosio-demografi,
Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) dalam hal kesehatan reproduksi, PSP terhadap nikah dini, pengetahuan dan keikutsertaan dalam program Pendewasaaan Usia Perkawinan (PUP) dan dampak nikah dini dengan
kuesioner tertutup. Pedekatan kualitatif
diambil dari 10 wanita dengan usia nikah dini dengan orangtuanya.
Pendekatan kualitatif bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang mendalam
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif (univariat dan bivariat) dan analisis inferensial (multivariat) menggunakan model regresi logistik biner. Untuk memudahkan analisis data digunakan perangkat lunak stata versi 13.1.
Populasi adalah wanita yang menikah dini yaitu pada umur kurang dari 21 tahun dan pada saat penelitian berusia kurang atau sama
dengan ≤ 27 tahun. Lokasi penelitian
dilakukan di 3 (Tiga) provinsi terpilih dengan pemilihan provinsi ditentukan secara purposif dengan pertimbangan sebagai berikut :
1.Jumlah ASFR 15-19 tahun tertinggi
berdasarkan data Susenas 2015
2.Kewilayahan (Indonesia bagian barat, tengah dan timur)
Berdasarkan pertimbangan di atas ditentukan lokasi penelitian di 3 (Tiga) provinsi, yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo. Setiap provinsi dipilih 2 (dua) kabupaten/kota yang memiliki ASFR 15-19 tahun yang relatif tinggi, dengan rincian sebagai berikut : responden utama adalah
wanita yang menikah usia dini dibawah 21 tahun, responden dan orang tua dari wanita yang menikah usia dini yang tinggal satu wilayah.
Pemilihan Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan SUSENAS 2015, sedangkan pemilihan kecamatan dan desa berdasarkan
data Pendataan Keluarga (PK) Badan
kependudukan dan Keluarga Berencana / BKKBN Tahun 2015. Data di tingkat desa selanjutnya di mutakhirkan atau diupdate oleh PLKB setempat untuk memastikan responden bisa didatangi untuk diwawancara.
Temuan-temuan dari penelitian
sebelumnya terdapat berbagai indikator yang dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Analisis ini hanya membatasi beberapa indikator yang dianggap paling mempengaruhi pernikahan dini seperti terlihat pada kerangka pikir dibawah ini :
Gambar 1. Kerangka Pikir dan Analisis
Usia pernikahan pertama ibu dari pelaku
wanita pernikahan dini di tenggarai
berkontribusi terhadap perilaku pernikahan dini anaknya dan menularkan contoh yang selaras dengan orang tuanya. Faktor sosial
demografi ibunya seperti pendidikan,
pekerjaan, status tempat tinggal serta jumlah anak ikut berperan dalam mendorong anaknya
untuk melakukan pernikahan dini.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga hal yang bisa mempengaruhi karena pengetahuan yang rendah disebabkan karena pendidikan yang rendah juga.
III. HASIL DAN DISKUSI
Tiga Provinsi yang terpilih yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo selanjutnya ditentukan Kabupaten atau kota untuk dijadikan sampel
berdasarkan kemudahan akses dan
ketersediaan biaya. Jumlah sample, target dan capaian di tunjukkan pada diagram berikut ini :
- Usia Penikahan Pertama Ibu Sosial Demografi
- Tingkat Pendidikan Ibu - Pekerjaan Ibu
- Status Tempat Tinggal - Jumlah Anak
Pengetahuan
- Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
Tabel 1. Target Sampel Responden dan Pencapaianya
Sumber : BKKBN 2017
Total target sampel yang direncanakan sebesar 519 responden wanita dan orang tuanya sesuai dengan perhitungan rumus slovin, tetapi karena beberapa daerah yang sulit dijangkau terutama Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah maka capaian target menjadi 87 persen setelah melalui proses analisis dan cleaning. Selain itu jumlah
sampel wanita yang ada orang tua
perempuanya untuk di wawancara dari 452 responden hanya 432 wanita yang bisa diwawancara bersama orangtuanya, sisanya karena alasan tinggal tidak pada satu wilayah serta alasan lainnya.
Pendidikan merupakan faktor penting karena sebagai sarana dalam pembangunan
manusia, tentunya merupakan hal yang sangat esensial bagi setiap kehidupan seseorang. Meskipun hal tersebut tidak bisa dijadikan alat ukur tinggi rendahnya derajat seseorang, namun pendidikan layak dan mampu melatih pola pikir seseorang menjadi lebih berderajat dan untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah (Ilma, N 2015). Tingkat pendidikan responden wanita di ketiga provinsi baik Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo bervariasi dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah, menegah dan tinggi.
Gambar 2. Presentase Tingkat Pendidikan Wanita Menikah Dini
Gambar 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan disemua provinsi hampir 75 persen berada pada pendidikan menengah ke bawah. Pendidikan tinggi hanya sekitar 20 persen dan
tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung disusul Gorontalo dan Kalimantan Tengah. Lebih dari 50 persen pendidikan di Provinsi Gorontalo adalah rendah diikuti Kalimatan 36.7
32.2
54.7
35.6
45.8
21.3 27.7
21.9 24
0 10 20 30 40 50 60
Kep. Bangka Belitung Kalimantan Tengah Gorontalo Presentase Tingkat Pendidikan Responden Wanita
Rendah Menengah Tinggi
Prov/ Kab
Gorontalo Kalimantan Tengah
Kepulauan Bangka
Belitung Total Sample
dan Capaian
Karakteristik sample
Gorontalo
Utara Gorontalo
Gunung Mas
Barito Timur
Bangka Selatan
Bangka Barat
Sampel wanita dengan orang tua
Sampel wanita
tanpa orang tua
Target 89 93 81 81 93 82 519
Capaian 87 92 37 59 95 82 452 452 432
%tage
tengah serta Kepulauan Bangka Belitung.
Tabel pendidikan menunjukkan bahwa
memang pernikahan dini banyak terjadi pada wanita dengan pendidikan rendah hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukann (Alfiyah, 2010) yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Notoatmojo, 2003) bahwa semakin tinggi pendidikan maka akan semakin besar
pengetahuan yang didapatkan. Anak remaja yang berlatar belakang pendidikan tinggi memiliki resiko lebih kecil untuk melakukan penikahan dini dibandingkan responden yang berlatarbelakang pendidikan rendah. Hal ini
dikarenakan pengetahuan yang mereka
dapatkan lebih banyak.
Selanjutnya tingkat pendidikan
responden orang tua wanita di ketiga provinsi baik Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo bervariasi dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah, menegah dan tinggi seperti pada tabel di bawah ini.
Gambar 3. Presentase tingkat pendidikan orang tua wanita menikah dini
Gambar 3 menunjukkan bahwa
pendidikan orang tua pelaku nikah dini lebih rendah dibandingkan dengan pendidikan anaknya, ini akan semakin memperburuk transfer pengetahuan dari orang tua ke anak perempuanya. Rata-rata 85 persen pendidikan orang tua anak nikah dini memang rendah dibanding dengan 40 persen pendidikan anaknya. Selisihnya hampir 50 persen lebih memang pendidikan orang tuanya lebih rendah
dari anaknya, ini kemungkinan yang
menyebabkan pengetahuan orang tua yang
rendah akan mempengaruhi pengasuhan
terhadap anak perempuannya.
Peran orang tua terhadap
kelangsungan pernikahan dini pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan orang tua yang dihubungkan pula dengan tingkat pendidikan orang tua. Selain itu, Juspin (2009)
juga mengungkapkan bahwa tingkat
pendidikan keluarga ini akan mempengaruhi
pemahaman keluarga tentang tentang
kehidupan berkeluarga yang lebih baik. Orang
tua yang memiliki pemahaman rendah
terhadap berkeluarga dengan memandang bahwa kehidupan keluarga akan tercipta hubungan silaturahmi yang baik sehingga pernikahan yang semakin cepat maka solusi utama bagi orang tua.
79.9
63.7
84.9
11.8
23.1
9.1
8.3 13.2 6
0 20 40 60 80 100
Kep. Bangka Belitung Kalimantan Tengah Gorontalo
Tingkat Pendidikan Responden Orang Tua Wanita
Tabel 2 Alasan Menikah Dini
n %
Tuntunan agama 4 0.93
Keinginan sendiri 361 83.56
Kehendak orang tua 18 4.17
Alasan ekonomi 1 0.23
Hamil sebelum menikah 44 10.19
Lainnya 4 0.93
Total 432 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa 80 persen lebih pelaku pernikahan dini alasannya atas dasar keinginan sendiri, sedangkan 10 persen
sudah hamil sebelum menikah, angka
kehamilan ini bisa jadi under estimate karena ketika dilakukan indepth interview pada 10 orang pasangan anak dan ibunya dengan melakukan pengecekan ketika umur pertama kali menikah dengan kelahiran anak pertama ada selisih atau bahkan ada anaknya yang lahir duluan sehingga angka 10 persen yang hamil duluan bisa jadi lebih tinggi karena mungkin
malu untuk mengakuinya. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka melakukan
hubungan seks di usia remaja.
Hubungan seks sebelum menikah di usia remaja merupakan masalah yang serius karena mereka rendah dalam hal penggunaan
kontrasepsi dan remaja mempunyai
kecenderungan lebih banyak pasangan seksual jika mulai berhubungan seks pada usia yang lebih dini atau seks pra nikah (Kinsman et all, 1998)( American Academy of Pediatrics, 1999). Studi yang dilakukan di Indonesia sebelumnya tentang perilaku seks sebelum menikah di kalangan remaja, hasilnya sekitar 25% – 51% remaja sudah berhubungan seks sebelum menikah (Utomo ID, McDonald P, 2009).
Alasan menikah dini yang lainnya dibawah 5 persen diantaranya kehendak orang tua yang paling dominan diikuti oleh tuntunan agama, alasan ekonomi serta yang lainnya. Seiring dengan peningkatan ekonomi di beberapa provinsi yang dilakukan penelitian ini, ternyata alasan ekonomi tidak lagi menjadi alasan utama, hal ini bisa jadi terjadi
pergeseran tentang pameo bahwa menikah sedini mungkin akan melepaskan beban ekonomi keluarga tetapi lebih ke perilaku remaja pada jaman sekarang yang mudah mengakses informasi secara global dengan konten yang negatif. Lebih rinci lagi bagaimana hal ini terjadi dan apa saja temuan beberapa indikator yang sudah dikumpulkan akan dibahas pada tabel berikutnya yang menguji data secara statistik.
Berdasarkan 432 responden pasangan ibu dan anak perempuannya yang menikah dini, tersebar di tiga provinsi yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo, diperoleh rata-rata umur orang tuanya 47 Tahun rentang usia mulai 29 sampai 78 tahun sedangkan anak perempuannya 22 Tahun rentang usia mulai 15 sampai 27 Tahun. Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari 75 persen anak perempuan yang ingin menikah dini, usia pernikahan pertama ibunya lebih dari
21 Tahun ini menggambarkan bahwa
sebenernya sebagian besar anak perempuan yang menikah di usia dini dengan keinginan sendiri justru ibunya dulunya tidak menikah dini.
Uji statistik menunjukkan usia
Tingkat pendidikan ibu yang rendah mempunyai porsi paling besar 87,59 persen mempengaruhi keinginan anaknya untuk menikah pada usia dini dibanding dengan pendidikan menengah dan tinggi porsinya semakin mengecil. Sedangkan anak yang nikah muda, ibunya bekerja maupun tidak bekerja hubunganya tidak signifikan secara statistik, ini karena rata-rata pekerjaan ibunya
adalah pekerjaan padat karya kelihatan dari tingkat pendidikan ibunya yang 90 persen rendah dan menengah. Variable jumlah anak juga tidak mempengaruhi terjadinya keinginan nikah di usia muda anak perempuannya, tetapi secara deskriftif bisa dilihat porsinya 85 persen lebih yang anaknya lebih dari 2 sebagian besar anak perempuanya punya keinginan untuk
nikah di usia muda.
Tabel 5 Karakteristik Responden berdasarkan Usia.Sosial Demografi,status tempat Tinggal dan Tingkat Pendidikan
Keinginan Pernikahan Dini Anak Perempuannya
Sig
Variabel Kategori Ya (%) Tidak (%)
Usia Penikahan Pertama Ibu
>= 21 Tahun 75,7 24.3 0,011
< 21 Tahun 3.11 96.89
Sosial Demografi
Tingkat Pendidikan Ibu Rendah 87,59 12,41 0.031
Menengah 83,27 16.73
Tinggi 69.44 30.56
Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja 82.16 17.84 0.375
Bekerja 85.34 14.66
Status Tempat Tinggal Sendiri 90.48 9.52 0.01
Bersama anak
yang sudah menikah
80.67 19.33
Lainnya 68.75 31.25
Jumlah Anak 1 (satu) anak 68.18 31.82 0.074
2 (dua) anak 81.08 18.92
> 2 anak 85.62 14.38
Pengetahuan 0.545
Tingkat Pengetahuan Tentang
Rendah 83.76 16.24
Kesehatan Reproduksi Sedang 81.76 18.24
Tinggi 87.69 12.31
Sumber: BKKBN 2017
Tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga tidak mempunyai hubungan yang signifikan, baik tingkat pengetahuannya rendah, sedang maupun tinggi tidak serta merta akan mempengaruhi keinginan anaknya
maupun tinggi ataupun sedang tentang kesehatan reproduksi tidak ada bedanya untuk
pengasuhan ibu terhadap anak perempuanya untuk menunda pernikahan di usia muda.
Tabel 6. kesalahan baku (S.E.), rasio kecenderungan (exp(β) Estimasi parameter (β) dan Confident Interval model regresi logistik untuk Hubungan Usia Pernikahan Pertama Ibu dengan Keinginan Pernikahan Dini Anak Perempuannya, Penelitian Pernikahan Dini di Indonesia 2017
Variabel Kategori S.E Sig exp [β] 95% CI
Usia Penikahan
Pertama Ibu >= 21 Tahun 1 1 1
< 21 Tahun .4641812 1.48 0.138 1.556417 0.8674933 - 2.792453
Sosial Demografi
Tingkat
Pendidikan Ibu Rendah 1 1 1
Menengah .2761262 -0.45 0.651 0.8656223 0.463236 - 1.617538
Tinggi .208667 -1.74 0.082 0.4283182 0.1648467 - 1.112892
Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja 1 1 1
Bekerja .3355717 0.70 0.486 1.212597 .7049473 - 2.085817
Status Tempat
Tinggal Sendiri 1 1 1
Bersama anak yang sudah menikah
.1444463 -2.50 0.012 0.4368914 .2285318 - 0.8352187
Lainnya .1779736 -2.00 0.045 0.2785131 0.0796006 - 0.9744844
Jumlah Anak 1 (satu) anak 1 1 1
2 (dua) anak 1.158677 1.32 0.188 2.081795 .6993258 - 6.197209
> 2 anak 1.504758 1.99 0.047 2.852663 1.01449 - 8.021451
Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan Tentang
Rendah 1 1 1
Kesehatan
Reproduksi Sedang .2503107 -0.51 0.609 0.8619927 .4878952 - 1.522932
Tinggi .8040233 1.28 0.202 1.779465 .7339851 - 4.314112
Sumber: BKKBN 2017
Berdasarkan hasil analisis regresi
logistik pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Ibu yang status tempat tinggalnya bersama anaknya yang sudah menikah memiliki peluang keinginan anak perempuannya akan menikah dini 0,4 kali (OR 0.4, 95%CI 0.23 - 0.84; p-value 0.012) sedangkan ibu yang jumlah anaknya lebih dari dua memiliki peluang 2,8 kali (OR 2.8, 95%CI 1.01 - 8.02;
p-value 0.047) anak perempuanya akan
memiliki inisiatif akan menikah dini
berdasarkan keinginan sendiri. Variabel-variabel tersebut secara statistik bermakna dan
mempengaruhi terjadinya pernikahan dini dengan alasannya keinginan sendiri.
akan diikuti oleh keinginan sendiri anaknya untuk meniru pola orang tuanya, hal ini mungkin terjadi karena pengaruh tindakan yang dilakukan orang tua langsung berdampak pada anaknya.
Pengaruh tindakan tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Garbarino & Abramowitz, 1992 dalam Budi Andayani 2004) bahwa berbagai peran kekuatan dalam perkembangan manusia dalam
lingkungannya merupakan sistem yang
dinamis. Kekuatan tersebut akan disebut
membentuk environmental press yang
menentukan arah perkembangan manusia jika berbagai kekuatan pada lingkungan bergabung dan berpengaruh pada manusia yang ada di dalam sistem. Environmental press adalah
kombinasi dari kekuatan-kekuatan yang
berpengaruh yang ada dalam lingkungan. Environmental press terbentuk dari kondisi-kondisi yang menekan dan melingkupi individu yang memunculkan momentum psikologis yang berupa reaksi-reaksi dan cenderung mengarahkan individu tersebut ke arah tertentu.
Pendidikan ibu walaupun secara
statistik tidak bermakna dalam mempengaruhi keinginan anaknya untuk menikah lebih dini tetapi kalau dilihat dari odd ratio (OR) pendidikan rendah angkanya 1 kali dibanding dengan menengah 0,87 serta tinggi 0,43. Selisih dari setiap OR turun 0,2 di pendidikan orang tua yang menengah serta turun hampir 50% (0,43) ketika pendidikan orangtuanya tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Wa Ana Sari & Yanti, 2016) terdapat pengaruh antara pengetahuan, pendidikan dan kehamilan terhadap pernikahan dini serta merupakan faktor penyebabnya terutama di kalangan remaja.
Menurut penelitian (Nurhajati, 2013) juga mengungkapkan bahwa orang tua yang memiliki keterbatasan pemahaman khususnya tentang kesehatan reproduksi, hak anak maka
kecenderungan yang terjadi adalah
menikahkan anaknya. Orang tua memiliki peran yang besar terhadap kejadian pernikahan dini. Selain itu orang tua juga memiliki peran yang besar dalam penundaan usia perkawinan
anak. Tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi ibu dari anak perempuan dari hasil pengolahan menunjukkan tidak ada pengaruh yang bermakna bahkan nilai odd ratio
angkanya baik yang pengetahuannya rendah, menengah dan tinggi tidak beda jauh. Ibu yang berpendidikan tinggi bahkan nilai odd ratio nya lebih tinggi. Artinya berpendidikan tinggi tetapi malah berpeluang anaknya menikah dini dengan keinginan sendiri lebih besar.
SIMPULAN
Secara deskriptif ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu yang tergolong rendah yaitu 85 persen lebih pendidikannya menengah ke bawah dibanding anaknya 75 persen
menengah ke bawah dengan demikian
pendidikan orang tua yang lebih rendah dikawatirkan mempengaruhi perilaku anaknya. Ini memungkinkan adanya transfer knowledge
dan experience terhadap anaknya.
Keinginan yang didasari dari diri sendiri menjadi alasan anak yang melakukan pernikahan dini tergolong tinggi yaitu sebesar 80 %. Dan alasan lainya sudah hamil sebelum menikah 10 %. Ada kemungkinan angka kehamilan ini bisa jadi under estimate dan angkanya lebih besar karena setelah dilakukan
indepth interview kemudian dilakukan pengecekan ideal umur pertama kali menikah dengan kelahiran anak pertama ada selisih, bahkan ada anak yang lahir duluan dari jarak pernikahanya sehingga kemungkinan yang hamil duluan bisa jadi lebih tinggi. Alasannya
karena mungkin remaja malu untuk
mengakuinya. Karena sebagian besar
masyarakat Indonesia berasumsi bahwa hamil sebelum nikah adalah aib sehingga banyak yang menutupi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka melakukan pernikahan dini terjadi karena sudah berhubungan seks di usia remaja. Ibu yang tinggal bersama anaknya yang sudah menikah mempunyai peluang yang bermakna secara statistik berhubungan dengan keinginan anak perempuannya akan menikah dini 0,4 kali (OR 0.4, 95%CI 0.23 - 0.84; p-value 0.012) sedangkan ibu yang jumlah anaknya lebih dari dua memiliki peluang 2,8 kali (OR 2.8, 95%CI 1.01 - 8.02; p-value
0.047) anak perempuanya akan memiliki inisiatif akan menikah dini berdasarkan keinginan sendiri.
SARAN
budaya/adat dari suku tertentu yang sudah diwariskan secara turun temurun. Tetapi dengan adanya perubahan sosial dimana akses informasi dan tehnologi ini dapat berperan dan mempengaruhi perilaku remaja sekarang. Peran petugas untuk mensosialisasikan bahaya
pernikahan dini lebih ditingkatkan lagi ini terkait dengan pendidikan orang tua yang rendah sehingga diharapkan agar para orang tua dapat mengajarkan kesehatan reproduksi yang benar kepada anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Gifari, A. 2002. Pernikahan Dini Dilema
Generasi Ekstravaganza. Bandung :
Mujahid Press
Alfiyah. 2010. Sebab-sebab Pernikahan Dini. http//alfiyah23.student.umm.ac.id. Diakses tanggal 1 Desember 2017
Badan Pusat Statistik. 2016. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia, Berdasarkan Hasil Susenas 2008-2012 dan Sensus Penduduk 2010. Jakarta-Indonesia
Budi Andayani, 2004. Tinjauan Pendekatan Ekologi. Buletin Psikologi, Tahun XII, No. 1
Garbarino, J. & Abramowitz, R.H. 1992. The Ecology of Human Development. In James Garbarino (ed.), Children and Families in the Social Environment, 2nd ed., New York: Aldine de Gruyter.
Greenberger, E. & Goldberg, W.A. 1989. Work, parenting, and the socialization of children. Developmental Psychology, 25, 1, 22-35
Ilma N, 2015. Peran Pendidikan Sebagai
Modal Utama Membangun Karakter
Bangsa . Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1), 82 – 87.
Jenkins, J.M., Rasbash, J. & O’Connor, T.G. 2003. The role of the shared family context in differential parenting. Developmental Psychology, 39, 1, 99-113
Juspin, L., Ridwan T., Zulkifli A., Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada
Masyarakat Kecamatan Sanggalangi
Kabupaten Tana Toraja. Makasar: Jurnal MKMI, Vol 5 No.4. Oktober 2009, hal 89-94
Kinsman SB, Romer D, Furstenberg FF, Schwarz DF 1998. Early sexual initiation: the role of peer norms. Pedriatrics. 102 (5) : 1185 – 92
Nad. 2014. Beragam Efek Buruk Pernikahan
Dini. http// www.beritasatu.com/gaya-
hidup/177423-beragam-efek-buruk-
pernikahan-dini.html. Diakses tanggal 10 November 2017
Notoatmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Nurhajati L., Wardyaningrum D., (2013). Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan
Keputusan Perkawinan. Jakarta :
Universitas Al Azhar Indonesia.
Pambudy MN. Perkawinan anak melanggar undang- undang perkawinan. [diunduh 29
November 2017]. Didapat dari:
http://cetak.kompas.com/read, 2008
Pediatrics. 1999. American Academy of Pediatrics. Contraseption and adolescents. 104 (5): 1161 - 6
Sagade, Jaya 2005. Child Marriage in India: Socio-legal and Human Rights Dimensions, Oxford University Press, New Delhi, Hal 12.
Sarwono, S. 2007. Psikologis Remaja.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Utomo ID, McDonald P 2009. Adolescent reproductive helath in Indonesia contested value and policy inaction. Studies in Family Planning Journal; 40 (02): 133 – 46
Yunita, A. 2014. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian pernikahan usia muda pada remaja putri di desa
Pagerejo Kabupaten Wonosobo.
Wonosobo : STIKES Ngudi Waluyo Zai, F. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pernikahan dini pada remaja di
Indonesia. Jakarta : Fakultas Ilmu