• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMANFAATKAN TEORI UNTUK PENINGKATKAN KEBERMAKNAAN KITA TERHADAP PENGEMBANGAN BERPIKIR SISWA Syaiful

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MEMANFAATKAN TEORI UNTUK PENINGKATKAN KEBERMAKNAAN KITA TERHADAP PENGEMBANGAN BERPIKIR SISWA Syaiful"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Semirata 2013 FMIPA Unila |531

MEMANFAATKAN TEORI UNTUK PENINGKATKAN

KEBERMAKNAAN KITA TERHADAP PENGEMBANGAN

BERPIKIR SISWA

Syaiful

Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi Indonesia

E-mail: pak_bakri@yahoo.com

Abstrak. Makalah singkat inimengangkat perdebatan melalui perbandingan sederhana dari detail di dalam teori-teori yang berbeda untuk berpindah menggunakan kesamaan dan perbedaan di antara teori-teori tersebut untuk membahas persoalan-persoalan fundamental di dalam pembelajaran.Makalah ini juga memaparkan siklus pembelajaran fundamental yang memberi landasan empiris dimana persoalan-persoalan penting tentang pembelajaran matematika dapat dan harus dibahas. Dua jenis teori pertumbuhan kognitif digunakan untuk membantu fokus tulisan ini. Makalah singkat ini bertujuan mendukung pendekatan yang berupaya memahami makna implisit dalam setiap teori yang luas dan untuk melihat apakah terdapat korespondensi atau disonansi antara setiap teori.

Kata Kunci: perbandingan teori, level van Hielle, SOLO, teori APOS, aksi, proses, konsepsi obyek, perkembangan kognitif

PENDAHULUAN

Berbagai teori telah muncul untuk

menjelaskan

dan

memprediksi

perkembangan kognitif dalam pendidikan

matematika. Fokus makalah ini adalah

mengangkat

perdebatan

melalui

perbandingan sederhana dari detail di

dalam teori-teori yang berbeda untuk

berpindah menggunakan kesamaan dan

perbedaan di antara teori-teori tersebut

untuk

membahas

persoalan-persoalan

fundamental di dalam pembelajaran.

Fokus

makalah

ini

tentang

siklus

pembelajaran yang fundamental memberi

landasan

empiris

dimana

persoalan-persoalan penting tentang pembelajaran

matematika dapat dan harus dibahas. Dua

jenis

teori

pertumbuhan

kognitif

digunakan untuk membantu fokus tulisan

ini:

teori

global

pertumbuhan

jangka

panjang dari individu, seperti teori

tahapan dari Piaget (misalnya, Piaget &

Garcia, 1983)

teori

lokal

tentang

pertumbuhan

konseptual seperti teori

aksi-proses-objek-skema dari Dubinsky (Czarnocha

et al.,

1999) atau urutan abstrak

unistruktur-multistruktur-hubungan-diperluas dari Model SOLO (Structure

of Observed Learning Outcomes, Biggs

& Collis, 1982, 1991; Pegg, 2003).

Beberapa teori seperti Piaget, Model

SOLO,

atau

teori

tindakan-ikonik-simbolik

dari

Bruner

(1966)

menggabungkan kedua aspek di atas.

Sedangkan teori perwujudan dari Lakoff

dan Nunez (2000) atau pembelajaran yang

dikondisikan dari Lave dan Wenger

(1990) menampilkan keterlibatan struktur

biologi atau sosial yang mendasar.

Rentang setiap teori longitudinal global

diawali dengan interaksi fisik dengan

dunia, dan melalui penggunaan bahasa

dan simbol, menjadi semakin abstrak.

Tabel

1

memperlihatkan

empat

perkembangan teori ini.

(2)

532| Semirata 2013 FMIPA Unila

memberikan sesuatu yang berharga karena secara eksplisit meletakkan setiap cara secara berurutan, sehingga peningkatan repertoar dari cara operasi yang lebih mengagumkan menjadi tersedia bagi pembelajar.

A. Siklus Lokal

Fokus makalah ini adalah pada teori „lokal‟, yang dirumuskan dalam kerangka „global‟ dimana siklus pembelajaran di area konseptual yang spesifik terkait dengan keseluruhan struktur kognitif yang ada bagi individu. Tema yang sering muncul dalam teori-teori ini adalah siklus pertumbuhan fundamental dalam pembelajaran konsep spesifik, yang dalam artikel ini dibingkai dalam teori global yang lebih luas dari pertumbuhan kognitif individu.

Level Van Hielle

Berdasarkan teori Van Hiele, siswa akan melalui lima tingkatan hirarkhis pemahaman dalam belajar geometri (van Hiele, 1999; Clements & Battista, 1992; Fuys, dkk 1988; Burger & Shaugnessy, 1986a, 1986b). Lima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut. (1) Tingkat 0 (Visualisasi): Siswa mengidentifikasi, memberi nama, membandingkan, dan mengoperasikan bangun-bangun geometri sesuai dengan penampakannya. (2) Tingkat 1 (Analisis/Deskriptif): Siswa menganalisis komponen bangun-bangun dan hubungannya diantara komponen serta menemukan sifat-sifat atau aturan-aturan dari kelas bangun secara empirik. (3) Tingkat 2 (Deduksi informal/Abstraksi): Siswa secara logis mengurutkan sifat-sifat konsep, membentuk definisi abstrak secara informal, yaitu melalui contoh-contoh. (4) Tingkat 3 (Deduksi): Siswa menalar secara formal dalam konteks sistem matematika, melengkapi dengan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, dan teorema. (5) Tingkat 4 (Rigor): Siswa dapat membandingkan sistem berdasarkan aksioma yang berbeda dan dapat mempelajari berbagai geometris dalam model konkrit. Secara umum karakteristik teori Van Hiele adalah belajar merupakan suatu proses yang diskontinu, yaitu ada “lompatan” dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat pemikiran diskrit dan berbeda secara kualitatif. Tingkat-tingkat tersebut berurutan dan hirarkhis. Agar siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat berikutnya

dalam hirarkhis Van Hiele, maka ia harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kemajuan dari satu tingkat ketingkat berikutnya lebih banyak tergantung pada pembelajaran daripada umur atau kematangan biologis. Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi eksplisit dipahami pada tingkat berikutnya. Setiap tingkat mempunyai bahasa dan simbol bahasa sendiri serta sistem relasi sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Siswa tidak dapat mencapai suatu tingkat berpikir tanpa melewati tingkat berpikir sebelumnya.

Solo

(3)

Semirata 2013 FMIPA Unila |533 Hal ini tidak hanya memberi landasan untuk

menggali cara mendapatkan konsep dasar, namun juga memberi deskripsi tentang cara siswa bereaksi dengan realitas yang muncul dengan sendirinya. Siklus kedua memberi jenis perkembangan yang paling jelas dan fokus utama dari pendidikan SMP (primary) dan SMA (secondary). Formulasi lainnya terkait dengan pembungkusan proses objek,

dimana proses diinternalisasi dan dipahami sebagai konsep mental. Teori „pembungkusan proses-objek‟ diformulasi untuk menguraikan urutan pertumbuhan kognitif. Ketiga teori di bawah ini didasari gagasan Piaget yang melihat pertumbuhan kognitif melalui aksi (tindakan) terhadap objek yang sudah ada dan diinternalisasi ke dalam proses serta dibungkus sebagai objek mental.

Tabel 1: Tahapan Global Pada Perkembangan Kognitif.

Tahap Piaget Level van Hiele

(Hoffer, 1981) Model SOLO Model Bruner

Sensori Motor Pra Operasional Operasional Kongkrit

Operasional Formal

I Pengenalan II Analisis III Pengurutan

IV Deduksi V Rigour (Formal)

Sensori Motor Ikonik Kongkrit Simbolik Formal Pasca-formal

Tindakan Ikonik Simbolik

Teori APOS dari Dubinsky

Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut objek mental. Karena objeknya yang abstrak ini yang menjadi salah satu sebab sulitnya matematika untuk dipelajari. Aspek yang mendasar dalam belajar matematika adalah menanamkan konsep matematika berdasarkan pemahaman. Seseorang belajar matematika harus mencapai pemahaman yang mendalam sehingga dapat mengaplikasikannya ke dalam situasi nyata dan merasakan manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Dubinsky (2000), pemahaman terhadap suatu konsep matematika merupakan hasil konstruksi atau rekonstruksi terhadap objek-objek matematika. Konstruksi atau rekonstruksi itu dilakukan melalui aktivitas aksi-aksi, proses-proses, dan objek-objek matematika yang diorganisasikan dalam suatu skema untuk memecahkan masalah matematika. Hal ini dapat dianalisis melalui suatu analisis dekomposisi genetik sebagai operasionalisasi dari Teori APOS (Action, Process, Object, and Schema). Teori APOS merupakan teori konstruktivis tentang bagaimana terjadinya/berlangsungnya pencapaian pembelajaran suatu konsep atau prinsip matematika, yang dapat digunakan sebagai suatu elaborasi tentang konstruksi mental dari aksi, proses, objek, dan skema. Teori ini dapat digunakan sebagai alat analisis untuk mendeskripsikan perkembangan skema seseorang pada suatu topik matematika yang

merupakan totalitas dari pengetahuan yang terkait terhadap objek tersebut. Perkembangan skema merupakan suatu proses yang dinamis dan selalu berubah.

Dubinsky menguraikan siklus „pembungkusan proses-objek‟ sebagai bagian dari teori APOS. Objek juga dapat dibentuk dengan pembungkusan skema serta pembungkusan proses. APOS adalah sebuah teori kontruktivis tentang bagaimana seseorang belajar suatu konsep matematika. Teori tersebut pada dasarnya berlandaskan pada hipotesis tentang hakekat pengetahuan matematika dan bagaimana pengetahuan tersebut berkembang. Pandangan tersebut menyatakan bahwa pengetahuan matematik seseorang pada hakekatnya merupakan kecendrungan yang dimilikinya untuk merespon situasi masalah matematis yang dihadapi melalui refleksi atas masalah serta solusinya dalam suatu konteks sosial. Refleksi tersebut dilakukan melalui kontruksi aksi, proses, dan obyek matematis serta mengorganisasikan hal tersebut dalam skema yang dapat digunakan dalam kaitannya dengan situasi masalah yang dihadapi.

(4)

534| Semirata 2013 FMIPA Unila

skema tentang konsep matematika tertentu yang tercakup dalam masalah yang diberikan.

Aksi adalah suatu transformasi obyek-obyek mental untuk memperoleh obyek mental lainnya. Hal tersebut dialami oleh seseorang pada saat menghadapi suatu permasalahan serta berusaha menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Seseorang dikatakan mengalami suatu aksi, apabila orang tersebut memfokuskan proses mentalnya pada upaya untuk memahami suatu konsep yang diberikan. Seseorang yang memiliki pemahaman lebih mendalam tentang suatu konsep, mungkin akan melakukan aksi yang lebih baik atau bisa juga terjadi bahwa fokus perhatiannya keluar dari konsep yang diberikan sehingga aksi yang diharapkan tidak terjadi.

Ketika suatu aksi diulangi, dan kemudian terjadi refleksi atas aksi yang dilakukan, maka selanjutnya akan masuk kedalam fase Proses. Berbeda dengan aksi, yang mungkin terjadi melalui bantuan manipulasi benda atau sesuatu yang bersifat kongkrit, proses terjadi secara internal dibawah kontrol individu yang melakukannya. Seseorang dikatakan mengalami suatu proses tentang sebuah konsep yang tercakup dalam masalah yang dihadapi, apabila berpikirnya terbatas pada ide matematika yang dihadapi serta ditandai dengan munculnya kemampuan untuk membicarakan atau melakukan refleksi atas ide matematika tersebut. Proses-proses baru dapat dikontruksi dari proses lainnya melalui suatu koordinasi serta pengaitan antar proses. Jika seseorang melakukan refleksi atas operasi yang digunakan dalam proses tertentu, menjadi sadar tentang proses tersebut sebagai suatu totalitas, menyadari bahwa transformasi-transformasi tertentu dapat berlaku pada proses tersebut, serta mampu untuk melakukan transformasi yang dimaksud, maka dapat dinyatakan bahwa individu tersebut telah melakukan kontruksi proses menjadi sebuah obyek kognitif. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa proses-proses yang dilakukan telah terangkum menjadi sebuah obyek kognitif. Seseorang dapat dikatakan telah memiliki sebuah konsepsi obyek dari suatu konsep matematik manakala dia telah mampu memperlakukan ide atau konsep tersebut sebagai sebuah obyek kognitif yang mencakup kemampuan untuk melakukan

aksi atas obyek tersebut serta memberi alasan atau penjelasan tentang sifat-sifatnya. Selain itu, individu tersebut juga telah mampu melakukan penguraian kembali suatu obyek menjadi proses sebagaimana asalnya pada saat sifat-sifat dari obyek yang dimaksud akan digunakan.

Sebuah Skema dari suatu materi matematika tertentu adalah suatu koleksi aksi, proses, obyek dan skema lainnya yang saling terhubungan sehingga membentuk suatu kerangka kerja saling terkait didalam pikiran atau otak seseorang. Seseorang yang belum mampu menginterprestasikan suatu situasi sebagai sebuah fungsi kecuali memiliki sebuah formula tunggal seta mampu menentukan nilai fungsi tersebut, dapat dinyatakan telah memiliki kemampuan untuk melakukan aksi atas fungsi tersebut. Dengan kata lain, individu tersebut telah memiliki suatu konsepsi aksi dari sebuah fungsi. Seseorang yang telah memiliki konsepsi proses tentang sebuah fungsi, berarti telah mampu berpikir tentang masukkan yang bisa diterima, memanipulasi masukkan tersebut dengan cara-cara tertentu, serta mampu menghasilkan keluaran yang sesuai. Selain itu, pemilikan konsepsi proses juga bisa meliputi kemampuan untuk menentukan balikan atau komposisi fungsi-fungsi yang diberikan. Indikator bahwa seseorang telah memiliki konsepsi obyek suatu fungsi adalah telah mampu membentuk sekumpulan fungsi serta mampu melakukan operasi-operasi pada fungsi-fungsi tersebut. Sementara indikator bahwa seseorang telah memiliki suatu skema tentang konsep fungsi, adalah mencakup kemampuan untuk mengkonstruksi contoh-contoh fungsi sesuai dengan persyaratan yang diberikan.

Prosedur, proses, konsep

(5)

Semirata 2013 FMIPA Unila |535 yang sama diangga sebagai proses yang sama,

dan simbol yang dimiliki keduanya menjadi proses atau konsep.

B. Perbandingan Teori

Teori APOS dari Dubinsky dan Sfard didasarkan atas pengalaman siswa yang lebih berfikir matematika tingkat lanjut di SMA dan Universitas. Penekanan mereka adalah pada perkembangan formal daripada bentuk berfikir yang didapatkan sebelumnya seperti yang berhubungan dengan tahapan sensori-motor atau pra operasional dari Piaget. Pernyataan pertama dari Sfard disebut „proses internalisasi‟, sama dengan pernyataan kedua dari Dubinsky, yang melihat komponen pokok dari tahap kedua yang sama: bahwa proses dilihat secara keseluruhan tanpa harus

melakukan langkah-langkah individu. Dari segi siklus perkembangan yang terjadi di dalam berbagai teori berbeda, Model SOLO berkenaan dengan pengukuran kinerja melalui hasil pembelajaran yang diobservasi. Teori dari Davis (1984), Dubinsky (Czarnocha et al., 1999), Sfard (1991), dan Gray & Tall (1994) berkenaan dengan urutan pembentukan konsep oleh individu). Di tabel 2, ada kemiripan yang sangat kuat antara siklus perkembangan ini. Davis menggunakan istilah “urutan yang terlihat moderat” untuk prosedur step-by-step. Meski analisis lebih mendalam atas penelitian setiap individu akan mengungkap keunikan secara detail, terdapat juga wawasan yang muncul akibat membandingkan antara teori (lihat Tabel 3). Tabel 2: Siklus Lokal Dari Pertumbuhan Kognitif

SOLO (Biggs &

Collins) Davis APOS (Dubinsky) Gray & Tall

Unistruktur Multistruktur

Relasi Unistruktur

Prosedur (VMS) Proses Terintegrasi

Entitas

Aksi Proses Objek Skema

[Objek Dasar] Prosedur

Proses

Prosep Tabel 3: Siklus fundamental Pada Pembentukkan Konseptual

SOLO Davis APOS Gray & Tall

Unistruktur

Prosedur VMS

Objek Dasar

Aksi Prosedur

[Multi-Prosedur Multistruktur

Relasi Proses Proses Proses

Unistruktur

(Perluasan Abstrak) Entitas

Objek

Skema Prosep

Kesimpulan

Tujuan makalah singkat ini adalah

mendukung pendekatan yang berupaya

memahami makna implisit dalam setiap

teori yang luas dan untuk melihat apakah

terdapat korespondensi atau disonansi

antara setiap teori.

Meski

sekilas

tampaknya

ada

perbedaan antara dasar teoritis (misalnya,

van Hiele mengenai kemahiran berfikir

yang mendasari dan SOLO dengan

perilaku yang dapat diamati), pemeriksaan

lebih dekat dapat mengungkap masih

banyak yang dipertimbangkan. Sintesis

memberi

perspektif

baru

dalam

mempertimbangkan

pertumbuhan

pemahaman siswa.

Tujuan

utama

pengajaran

harus

merancang perkembangan kognitif siswa.

Cara untuk merangsang pertumbuhan,

untuk membantu reorganisasi pada tingkat

awal

perlu

digali.

Penelitian

atas

persoalan penting tentang strategi yang

sesuai untuk tingkat berbeda atau bahkan

bila benar bahwa

semua

siswa berhasil

melewati semua tingkat urutan masih

jarang.

Maka,

pernyataan

siklus

fundamental dari pembelajaran memberi

potensi yang menggugah untuk penelitian.

Daftar Pustaka

(6)

536| Semirata 2013 FMIPA Unila

Measurement. New Jersey. Laurence

Erlbaum Assoc.

Biggs, J., & Collis, K. (1982). Evaluating

the Quality of Learning: the SOLO

Taxonomy.New

York:

Academic

Press.

Burger, W.F. & Shaughnessy, J.M.

(1986a).

Assessing

Children’s

Intelectual Growth in Geometry

. Final

Report.

Oregon:

Oregon

State

University.

Burger, W.F. & Shaughnessy, J.M.

(1986b). Caracterizing the Van Hiele

Levels of Development in Geometry.

Journal for Research in Mathematics

Education,

17(1): 31-48.

Bruner, J. S. (1966).

Towards a Theory of

Instruction

, New York: Norton.

Case, R. (1992). The Mind's Staircase:

Exploring

the

conceptual

underpinnings of children'sthought and

knowledge. Hillsdale, NJ. Erlbaum.

Clements, D.H. & Battista, M.T.(1992).

Geometry and Spatial Reasoning.

Dalam Grouws, D.A (Ed).

Handbook

of

Research

on

Mathematics

Theaching and Learning

(hlm.

420-464). New York: MacMillan Publisher

Company.

Czarnocha, B., Dubinsky, E., Prabhu, V.,

Vidakovic, D., (1999). One theoretical

perspective

in

undergraduate

mathematics

education

research.

Proceedings of PME

23

Davis,

R.B.

(1984).

Learning

Mathematics: The cognitive science

approach to mathematics education

.

Norwood, NJ: Ablex

Fischer, K.W., & Knight, C.C. (1990).

Cognitive development in real children:

Levels and variations. In B. Presseisen

(Ed.), Learning and thinking styles:

Classroom interaction. Washington.

National Education Association.

Fuys, D., Geddes, D., & Tischer, R.

(1988). The Van Hiele Model of

Thinking

in

Geometry

Among

Adolescents.

Journal for Research in

Mathematics Educations, Monograph

no.3

Gray, E. & Tall, D. (1994). Duality,

ambiguity and flexibility: a proceptual

view of simple arithmetic

. Journal for

Research in Mathematics Education

,

26

, 2, 115-141.

Lakoff, G. & Nunez, R. (2000).

Where

Mathematics Comes From.

New York:

Basic Books.

Lave, J. & Wenger E. (1991).

Situated

Learning:

Legitimate

peripheral

participation

. Cambridge: CUP.

MacLane, S, (1994). Responses to

Theoretical Mathematics,

Bulletin (new

series) of the American Mathematical

Society

, 30, 2, 190

191.

Pegg,

J.

(2003).

Assessment

in

Mathematics:

a

developmental

approach.

In

J.M.

Royer

(Ed.)

Advances in Cognition and Instruction

.

pp. 227- 259. New York: Information

Age Publishing Inc.

Piaget,

J.

&

Garcia,

R.

(1983).

Psychogenèse et Histoire des Sciences

.

Paris: Flammarion.

Sfard, A. (1991). On the Dual Nature of

Mathematical Conceptions: Reflections

on processes and objects as different

sides of the same coin,

Educational

Studies in Mathematics

, 22, 1

36.

Van Hiele, P.M. (1999). Developing

Geometric Thinking through Activities

That Begin with Play.

Teaching

Children Mathematics

, 5(6): 310-316

Gambar

Tabel 1: Tahapan Global Pada Perkembangan Kognitif.
Tabel 3: Siklus fundamental Pada Pembentukkan Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan instruksional yoga, pertama ada instruksi teknik pernafasan yang mengutamakan pengaturan nafas perlahan di setiap gerakan yoga, kedua instruksi

Meyakini kebenaran kisah Nabi Muhammad saw., Menunjukkan sikap jujur., Menyebutkan sikap terpuji dari kisah keteladanan Nabi Muhammad saw., Menjelaskan sikap jujur dari kisah

Menurut Syafitri, 2019 menyatakan bahwa pekerjaan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan yang diterimanya karena orang yang bekerja lebih

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui taksiran nilai parameter genetik yang meliputi nilai heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat tanaman pulai

Tujuan dari SOP ini adalah untuk mengatur alur pelaksanaan asesmen bagi seorang calon pegawai ITB (dosen dan tenaga kependidikan) agar diperoleh calon pegawai yang

Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi, Subyek dan Obyek Hukum, Hukum Perdata, Hukum Perikatan, Hukum Perjanjian, Hukum Dagang, Wajib

Hasil penelitian menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap agresivitas pajak, sedangkan variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan gender diversity

Metoda ini bertujuan untuk menilai “potensi resiko” pekerja yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja, bukan pada menghitung peluang dan dampak kecelakaan kerja