• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Media Massa terhadap Kebijakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Media Massa terhadap Kebijakan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Media Massa terhadap Kebijakan Luar Negeri Turki sebagai Tanggapan atas Aneksasi Krimea oleh Federasi Rusia

Maula Hudaya 071511233089

Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga

ABSTRAK

Aneksasi Rusia terhadap Krimea pada tahun 2014 merupakan sebuah tindakan yang didasari oleh ketakutan Rusia terhadap ekspansi NATO yang didasari oleh digulingkannya presiden Ukraina Viktor Yanukovich yang pro Rusia digantikan oleh Petro Poroshenko yang pro Barat. Jika melihat sejarah yang ada, dalih Rusia tersebut cukup beralasan. Namun namun hal itu memunculkan berbagai macam reaksi dari berbagai negara. Di mana banyak negara yang mengecam tindakan Rusia tersebut, di antaranya Turki. Dalam tulisan ini, penulis berusaha melakukan analisis terhadap kebijakan luar negeri Turki terkait aneksasi Rusia terhadap Krimea melalui level of analysis media dan opini publik dengan melihat sejauh mana media massa dapat mempengaruhi pandangan publik terkait Krimea. LoA tersebut sangan menarik untuk digunakan mengingat terdapat sebuah grup media besar yang menguasai media massa di Turki, di mana media tersebut juga cukup bertentangan dengan pemerintah Erdogan.

Kata Kunci: Krimea, Turki, Media Massa, Tatar Krimea.

Pendahuluan

(2)

Meluasnya berita tersebut seolah menjadi sebuah konfirmasi tegas bahwa presiden Yanukovcyh tidak memperdulikan protes dari rakyat Ukraina yang menuntut agar Ukraina tidak lagi menjadi sekutu Rusia, namun lebih berorientasi pada Eropa Barat khususnya Uni Eropa (Diuk, 2014).

Ketegasan Yanukovych untuk semakin medekatkan Ukraina pada Rusia tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi rakyat Ukraina, mereka trauma akan kenangan buruk ketika Ukraina masih berada di bawah Uni Soviet. Hal itu dibuktikan dengan rendahnya pandangan negatif rakyat Ukraina terhadap Rusia di bawah presiden Vladimir Putin, di mana Onuch (2015) menyatakan bahwa hampir 60% masyarakat Ukraina memiliki pandangan yang sangat buruk terhadap rezim Vladimir Putin. Oleh karena itu, dapat dipahami apabila masyarakat Ukraina menganggap bekerjasama dengan Rusia dapat menghambat perkembangan Ukraina. Oleh karena itu, muncul aksi protes yang jauh lebih besar sebagai respon atas keputusan Yanukovych tersebut. Protes tersebut diperparah dengan adanya isu bahwa Yanukovych terlibat dalam sebuah skandal korupsi. Amarah publik juga semakin meningkat ketika Tetyana Chornovol, seorang jurnalis yang mengungkap skandal tersebut, dianiaya oleh beberapa orang yang diduga kaki tangan Yanukovych (Diuk, 2014). Berbagai peristiwa tersebut memicu terjadinya Euromaidan yang pada akhirnya berhasil menggulingkan Yanukovych.

Digantikannya Yanukovych oleh Petro Poroshenko, memunculkan kekhawatiran tersendiri bagi Rusia. Kekhawatiran tersebut dipicu oleh adanya indikasi bahwa Poroshenko merupakan seorang pemimpin yang pro terhadap barat. Secara garis besar, kekhawatiran Ukraina terbagi menjadi dua. Pertama kekhawatiran bahwa NATO akan melakukan ekspansi ke Ukraina, kedua kekhawatiran bahwa warga etnis di Ukraina akan mendapatkan diskriminasi dan perlakuan buruk dari masyarakat Ukraina maupun rezim yang berkuasa. Sebagai respon terhadap hal tersebut, penulis melihat bahwa tujuan Rusia melakukan aneksasi terhadap Krimea ialah untuk mengamankan pelabuhan angkatan laut Rusia di Sevastopol, serta melindungi warga etnis Rusia di Krimea.

(3)

macam reaksi dari berbagai negara. Di mana banyak negara yang mengecam tindakan Rusia tersebut, di antaranya Turki. Dalam tulisan ini, penulis berusaha melakukan analisis terhadap kebijakan luar negeri Turki terkait aneksasi Rusia terhadap Krimea melalui level of analysis media dan opini publik.

Level of Analysis Media dan Opini Publik

Studi pengambilan keputusan kebijakan luar negeri konvensional memandang media massa seperti surat kabar, televisi, radio, pers, serta multi media hanya sebagai saluran untuk menyampaikan pesan atau berita selama proses perumusan kebijakan luar negeri dilakukan (Naveh, 2002). Naveh melihat bahwa studi tersebut tidak menyadari bahwa media massa memiliki peran yang jauh lebih besar dari itu. Oleh karena itu (Naveh, 2002) juga menyatakan bahwa media massa harusnya dilibatkan dalam analisis untuk merumuskan kebijakan luar negeri itu sendiri.

Naveh (2002) menyatakan bahwa terdapat tiga model yang menggambarkan peran media dalam pengambilan keputusan terkait perumusan kebijakan luar negeri. Ketiga model tersebut berfokus pada pandangan yang melihat bahwa lingkungan publik atau masyarakat luas merupakan salah satu sumber input yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Model pertama dicetuskan oleh Glenn Snyder et al (1969, dalam Naveh 2002). Snyder menyatakan bahwa dalam proses perumusan kebijakan luar negeri, terdapat sebuah setting yang terdiri dari dua aspek yaitu internal dan eksternal. Snyder (1969, dalam Naveh 2002) menyatakan bahwa setting tersebut sangat potensial untuk memberikan dampak bagi segala keputusan yang dibuat oleh negara. Internal dalam hal ini dimengerti sebagai faktor-faktor yang berasal dari dalam negeri seperti lingkungan masyarakat yang terdiri dari budaya, populasi dan opini publik (Naveh, 2002). Dengan kata lain, media memainkan peran utama dalam membentuk lingkungan tersebut. media dapat dimaknai sebagai alat untuk mengekspresikan interpretasi serta ekspektasi non pemerintah dari berbagai golongan dan komponen masyarakat (Naveh, 2002).

(4)

lingkungan atau setting. Lingkungan operasional mendefinisikan pengaturan di mana pengambilan keputusan kebijakan luar negeri dilakukan (Naveh, 2002). Konsep setting mengacu pada serangkaian faktor dan kondisi relevan, yang dapat mempengaruhi perilaku eksternal negara. Lingkungan operasional menetapkan parameter atau batasan di mana pengambil keputusan harus bertindak (Naveh, 2002).

Namun, seperti penulis lain, Brecher tidak secara eksplisit melibatkan media massa sebagai instrumen variabel input terhadap pengambilan keputusan kebijakan luar negeri. Variabel input yang dimaksud oleh Naveh (2002) ialah faktor eksternal, bagian dari lingkungan internasional. Melihat media sebagai variable input dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri berarti memahami perannya dalam mempengaruhi masyarakat dan politik dalam agenda setting dan mengkonstruksikan kenyataan.

Model ketiga perumusan kebijakan luar negeri dicetuskan oleh Papadakis dan Starr (1987, dalam Naveh, 2002) untuk menganalisis proses perumusan kebijakan luar negeri di negara kecil, namun model ini tetap relevan digunakan pada negara lain. Lingkungan yang membentuk input bagi proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri dideskripsikan sebagai struktur kesempatan, resiko, serta harga dan keuntungan, yang membatasi para pengambil keputusan. Namun, Papadakis dan Starr tidak melibatkan media massa ke dalam model mereka. Tidak untuk membentuk bagian dari level masyarakat dalam sebuah lingkungan, juga tidak sebagai bagian dari kesempatan atau hambatan yang mempengaruhi internal pemerintah dalam mengambil keputusan (Naveh, 2002).

Media massa mulai memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perumusan kebijakan luar negeri sejak adanya siaran televisi dalam skala global dan munculnya sebuah kantor berita yang hadir dalam skala internasional yaitu CNN (Gilboa, 2005). Menurut Gilboa, pada dasarnya manusia memang selalu membutuhkan berita untuk mengikuti perkembangan suatu peristiwa yang sedang atau telah terjadi. Bahkan jika kita melihat sejarah, tepatnya ketika terjadi perang sipil di Amerika Serikat pada tahun 1861 hingga 1865, permintaan akan berita meningkat secara drastis. Akibatnya, Surat Kabar Amerika Serikat meningkatkan publikasinya sebanyak tujuh hari berturut-turut (Gilboa, 2005).

(5)

tinggi, bahkan banyak masyarakat Amerika Serikat yang duduk di depan televisi selama berjam-jam untuk menonton berita yang disiarkan langsung dari daerah konflik. Besarnya animo masyarakat terhadap berita-berita yang disiarkan langsung dari seluruh penjuru dunia, belum diikuti dengan sikap kritis untuk mempertanyakan kebenaran suatu berita yang disajikan, sehingga hal ini menjadi kesempatan besar bagi media massa untuk semakin menancapkan pengaruhnya dalam mempengaruhi opini publik. Penulis melihat bahwa faktor tersebut lah yang kemudian mendorong munculnya CNN effect. Gilboa (2005) menyatakan bahwa CNN effect muncul karena adanya perubahan sikap dari masyarakat internasional yang disebabkan oleh kemudahan dan kecepatan akses terhadap sumber informasi. Sedangkan seorang pakar keamanan komputer menyatakan bahwa efek CNN tersebut terjadi ketika sumber informasi yang sangat banyak tersebut dimasuki oleh berita yang dimanipulasi (Johnston, 1996 dalam Giboa 2005).

Meskipun eksistensi dari teori efek CNN tersebut masih menjadi perdebatan di kalangan akademisi dan pengambil kebijakan karena kurangnya bukti-bukti yang mengarah pada hal itu, namun sudah ada beberapa kasus yang diklaim sebagai dampak dari efek CNN itu sendiri. Gilboa (2005) menyatakan bahwa pada tahun 1999 terjadi protes dari pejabat senior Amerika Serikat dan Inggris termasuk Tony Blair terkait dengan isu adanya aktivitas militer Rusia terhadap orang-orang Chechnya. Sebagai respon atas protes tersebut, perwira tinggi militer Rusia, Jenderal Valery Minilov menyatakan bahwa aksi protes tersebut dilakukan atas dasar berita yang tersebar secara luas melalui media CNN, tanpa diklarifikasi secara langsung dan dicari kebenarannya terlebih dahulu sehingga terjadi misinformasi terkait apa yang sebenarnya terjadi di Chechnya.

(6)

informasi yang objektif untuk pembaca, namun harus diakui bahwa peta tersebut sangat sukses dalam mengarahkan pembaca terhadap apa yang harus dipikirkan. Dengan kata lain, media memberikan pengaruh terhadap bagaimana seseorang memandang suatu kawasan, misalnya adanya konstruksi yang membuat audience memiliki pandangan negatif bahwa Timur Tengah tidak lebih dari sarang teroris dan pusat kekacauan.

Kemudian Naveh (2002) juga menyatakan bahwa fungsi lain media massa dalam politik luar negeri ialah sebagai sarana untuk melakukan framing. Framing diartikan sebagai proses di mana suatu media menciptkan image dengan cara menyaring fakta yang ada untuk digunakan dalam perumusan kebijakan luar negeri. Melihat penjelasan bahwa media memainkan peran penting dalam perumusan kebijakan luar negeri, penulis melihat bahwa pengaruh media dalam membangun opini publik ini sebenarnya terbagi menjadi dua. Pertama ialah media mempengaruhi opini publik untuk menentang, mengkritisi, atau menekan pemerintah untuk mengubah atau merumuskan suatu kebijakan luar negeri. Contohnya ialah dalam kasus konflik Rohingya, media memainkan opini publik untuk memandang konflik tersebut dari sentimen agama di mana kaum Muslim menjadi korban pembantaian keji yang dilakukan oleh kaum non Muslim. Hal itu mempengaruhi opini publik khususnya di Indonesia di mana sentimen agama masih sangat kuat. Akibatnya, banyak masyarakat yang melakukan demonstrasi untuk menekan pemerintah Indonesia agar memberikan respon terkait kasus tersebut. Pada akhirnya pemerintah Indonesia yang sebenarnya tidak memiliki kepentingan nasional yang signifikan terhadap Rohingya pun memberikan respon, karena kuatnya tekanan publik yang telah diframing oleh media. Yang kedua ialah bagaimana pemerintah menggunakan media massa untuk mengkonstruksikan opini publik untuk meningkatkan legitimasi atas kebijakan yang diambil. Penulis melihat bahwa hanya pemerintah yang kuat dan memiliki ketegasan dalam perumusan kebijakan luar negeri saja yang dapat melakukan hal ini, terlebih lagi jika pemerintah memiliki penguasaan terhadap media massa dalam suatu negara. Penulis melihat bahwa pengaruh media massa terhadap perumusan kebijakan luar negeri di Turki merupakan suatu hal yang sangat menarik karena di Turki sendiri terdapat sebuah media besar yaitu Dogan Group yang dalam beberapa hal bertentangan dengan pemerintah Erdogan.

Media Massa dan Kebijakan Luar Negeri Turki

(7)

negara, tak terkecuali Turki. Seperti yang dimuat dalam ditus berita Hurriyet (2016) bahwa Turki sekali lagi mengutuk okupansi Rusia terhadap Krimea, dan kembali memberikan dukungan terhadap warga Tatar di Krimea. Untuk menjelaskan mengapa pemerintah Turki di bawah presiden Reccep Tayyip Erdogan begitu mengecam tindakan aneksasi Rusia terhadap Krimea, dan memberi dukungan yang begitu kuat terhadap bangsa Tatar di Krimea, dapat dilihat melalui bagaimana media massa mempengaruhi opini publik di Turki atau bagaimana rezim pemerintah memainkan media massa untuk mendapatkan dukungan terhadap kebijakan yang diambil.

Sebelum melihat seberapa jauh media memainkan peran penting dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri Turki terkait aneksasi Krimea, penulis akan terlebih dahulu melihat seperti apa peran media massa di Turki sejak era multi partai di Turki. Kaya (2010) menjelaskan bahwa meskipun telah ada pengendalian yang ketat terhadap media radio pada tahun 1927, namun hal itu belum memberikan dampak yang luas terhadap perpolitikan yang ada. Hal itu terjadi karena pada era tersebut, Turki masih menganut sistem partai tunggal sehingga hanya terdapat satu kubu, dengan hal itu pengendalian terhadap media menjadi tidak berdampak apapun karena hanya terdapat satu kubu di pemerintahan. Namun hal itu berubah ketika sistem multi partai mulai diterapkan. Kaya (2010) menjelaskan bahwa setelah transisi dari sistem partai tunggal menjadi multi partai, jangkauan jaringan penyiaran radio semakin diperluas dan diarahkan hampir secara eksklusif untuk memberitakan berbagai hal yang dilihat melalui sudut pandang partai penguasa atau mayoritas, sehingga dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada objektivitas dalam berita yang disiarkan oleh radio Turki. Sehingga tidak salah untuk menyebut peran media saat itu hanyalah sebagai sarana framing bagi pemerintah Turki.

(8)

menciptakan peluang besar bagi media massa untuk meningkatkan pengaruhnya dalam perpolitikan (Kaya, 2010).

Instabilitas politik di Turki pada dekade tersebut dengan adanya enam koalisis pemerintah dengan pandangan yang berbeda dan pergantian perdana menteri sebanyak lima kali dalam kurun waktu kurang dari sembilan tahun, sangat jelas menunjukkan bahwa tidak ada aktor hegemon dalam perpolitikan turki. Oleh karena itu, media memiliki peluang besar untuk meningkatkan pengaruhnya dalam ranah politik. Bahkan, para pengamat tidak ragu untuk mengklaim bahwa media tersebut telah muncul sebagai "First Estate" dalam ranah perpolitikan. Klaim tersebut tidaklah terlalu berlebihan. Salah satu pihak yang paling diuntungkan oleh hal itu ialah kelompok Dogan yang menjadi konglomerat terbesar ketiga di Turki (Kaya, 2010).

Dogan Group yang dikuasai oleh Aydin Dogan tersebut memiliki potensi yang sangat besar dalam mempengaruhi opini publik. Hal itu terjadi karena grup media sangat besar, tak hanya Hurriyet yang bergerak pada ranah surat kabar, namun masih terdapat surat kabar lain seperti Radikal, Posta, Fanatik, Millyet, dan Vatan yang juga berada di bawah naungan Dogan group. Selain media surat kabar, Dogan group juga menguasai media dengan jenis yang berbeda, yaitu televisi. Dogan memiliki mempunyai sebanyak 13 stasiun televisi, diantaranya Kanal D, Eko TV, Euro D, CNN Turk, Super Kanal, Euro Star, Kanal D Romania, TNT Turkey, Cartoon Network, NBA TV, TV 2, dan Boing. Selain itu perusahaan ini juga menguasai lima stasiun radio, empat diantaranya masih aktif. Dengan begitu banyaknya media massa yang dikuasai oleh satu pihak, seperti yang terjadi di Turki, akan sangat memungkinkan bagi Dogan Group untuk membentuk opini publik yang juga terkait dengan proses perumusan kebijakan luar negeri di Turki.

(9)

kasus Turki dengan Krimea, hal itu tidak terlalu terlihat jelas. Namun penulis melihat bahwa media turut berperan dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri Turki terkait tersebut.

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwa Turki merespon sikap Rusia terhadap Krimea dengan melayangkan kecaman dan mengutuk aksi Rusia tersebut. Di sisi lain, Turki justru mendukung bangsa Tatar Krimea dan Ukraina. Hal itu sedikit menjadi anomali karena Turki memiliki kepentingan yang cukup besar terhadap Rusia khususnya pada sektor energi, namun Turki justru turut mengambil tindakan dengan melayangkan kecaman terhadap Rusia. Penulis melihat bahwa peran media dalam hal ini sangat lah kuat. berdasarkan data yang telah penulis dapatkan, berita-berita yang muncul ketika peristiwa aneksasi Krimea yang diterbitkan oleh media-media ternama seperti Hurriyet dan Sabah, banyak yang mengandung unsur framing di dalamnya.

Media-media tersebut menyaring fakta-fakta yang ada dan memilih fakta yang “laku dijual” ke publik Turki. Salah satu fakta yang dimainkan ialah fakta bahwa di Krimea terdapat bangsa Tatar Krimea yang turut menjadi korban aneksasi, dan juga mengalami kekerasan dari pihak Rusia. Bangsa Tatar Krimea merupakan etnis beragama Islam yang tinggal di wilayah Krimea sejak berabad-abad silam. Bangsa tersebut pertama kali berdiaspora dan mengungsi ke Turki Ottoman pada tahun 1783 sebagai dampak aneksasi Krimea yang pertama oleh kekaisaran Rusia. Kemudian berdiaspora kembali akibat terjadinya perang Krimea pada 1853. Oleh karena itu, hingga saat ini banyak terdapat bangsa Tatar yang merupakan keturunan dari Tatar Krimea di Turki. Narasi dan kondisi demografis tersrbut lah yang berulang kali dimanfaatkan oleh media Turki dalam memandang isu Aneksasi Krimea 2014.

Seperti halnya berita yang dimuat dalam Daily Sabah (2014) yang berjudul “Turkey's Crimean Tatars worried for Crimea”. Berita tersebut menyatakan narasi bahwa bangsa Tatar merupakan bangsa yang terusir dari tanah Krimea akibat aneksasi Rusia pertama dan pecahnya perang Krimea pada 1853. Artikel tersebut seolah menggambarkan bahwa Tatar sebagai korban yang paling dirugikan dalam krisis yang ada, tanpa menjelaskan situasi yang terjadi di Krimea secara utuh. Berita-berita seperti itu lah yang kemudian mengkonstruksi pandangan Publik terhadap Krimea, bahwa Rusia adalah satu-satunya sosok penjahat dan Tatar merupakan korban utama dalam kasus tersebut. Seperti yang dimuat dalam Daily Sabah (2014) tersebut, telah banyak bangsa Tatar Turki yang melakukan demonstrasi.

(10)

(2014) juga terkesan melakukan Framing dengan menggambarkan narasi yang hampir sama. Berita tersebut menceritakan tentang kegagahan sosok pimpinan Tatar Krimea Mustapha Dzemilev yang disebut sebagai Gandhi dari Krimea. Artikel tersebut menggambarkan bagaimana perjuangan bangsa Tatar, dan bagaimana Turki peduli terhadap perjuangan mereka. Berita tersebut turut berpengaruh dalam meningkatkan simpati masyarakat Turki terhadap Tatar Krimea, ditambah lagi dengan adanya sentimen agama di mana masyarakat Turki terdiri dari mayoritas kaum Muslim yang jumlahnya mencapai lebih dari 70%.

Banyaknya opini publik yang bersimpati terhadap Tatar Krimea tersebut kemudian disuarakan dalam bentuk aksi tuntutan terhadap rezim Erdogan untuk bersikap tegas terhadap aneksasi Krimea, dan mengutuk Rusia atas apa yang telah terjadi, khususnya terkait etnis Tatar di Krimea yang dilihat semakin tertindas. Di sisi lain, opini publik juga mengantarkan Turki pada hubungan yang lebih dekat dengan Ukraina, karena Ukraina dipandang sebagai penguasa yang sah atas semenanjung Krimea. Penulis melihat bahwa faktor tersebut memang benar-benar berpengaruh terhadap bagaimana Erdogan menjalankan kebijakan negerinya untuk melayangkan kecaman terhadap Rusia, meski Turki memiliki kepentingan nasional yang cukup besar terhadap Rusia khususnya dalam koridor ekonomi. Penulis berasumsi demikian karena penulis melihat bahwa meskipun Turki melayangkan kecaman terhadap Rusia, namun Kecaman tersebut hanya sekedar kecaman. Turki memutuskan untuk tidak menerapkan sanksi tegas terhadap Rusia seperti yang dilakukan oleh negara-negara Barat. Sehingga terkesan bahwa kecaman tersebut hanyalah upaya pemerintah untuk menenangkan publik. Bahkan hubungan antara Rusia dan Turki masih terjalin secara normal yang dibuktikan dengan adanya beberapa kali pertemuan antara Erdogan dan Putin untuk membicarakan kasus tersebut. Hubungan tersebut dapat dikatakan baik setidaknya hingga Turki menembak jatuh pesawat tempur Rusia.

Kesimpulan

(11)

Turki yang mengkonstruksikan opini publik agar memberikan dukungan terhadap Tatar Krimea dan mengecam Rusia.

Referensi:

Diuk, Nadia. 2014. ”EUROMAIDAN: Ukraine's Self-Organizing Revolution”, dalam World Affairs, Vol. 176, No. 6. Pp. 9-16.

Gilboa, Eytan (2005) “Global Television News and Foreign Policy: Debating the CNN Effect”, International Studies Perspectives, (6), pp. 325-341.

Hurriyet. 2014. Tatars, Turks not to leave Crimea again. http://www.hurriyetdailynews.com/opinion/murat-yetkin/tatars-turks-not-to-leave-crimea-again-65108. diakses pada 14 Desember 2017.

Hurriyet. 2015. Aydın Doğan against continued debate with President Erdoğan in Turkey’s ‘painful period. http://www.hurriyetdailynews.com/aydin-dogan-against-continued-debate-with-president-erdogan-in-turkeys-painful-period-89210. diakses pada 14 Desember 2017.

Hurriyet. 2016. Ankara reiterates support for Crimean Tatars, decries Russian ‘occupation. http://www.hurriyetdailynews.com/ankara-reiterates-support-for-crimean-tatars-decries-russian-occupation-99315. Diakses pada 14 Desember 2017.

Kaya, Rasit dan Baris Cakmur. 2010. “Politics and the Mass Media in Turkey”, dalam Turkish Studies, 11:4, 521-537.

Lavrov, Sergey. 2016. Russia’s Foreign Policy in a Historical Perspective. [Online] http://eng.globalaffairs.ru/number/Russias-Foreign-Policy-in-a-Historical-Perspective-18067. Diakses pada 19 April 2017.

Naveh, Chanan (2002) “The Role of the Media in Foreign Policy Decision-Making: A Theoretical Framework”, Conflict & Communication Online, 1(2), pp. 1-14.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Pertemuan inimenunjukkan terus adanya peningkatan dari pertemuan sebelumnya.Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik pembelajaran word flow ini sangat membantu siswa untuk

untuk mengetahui pengaruh dosis kapur dolomit terhadap peningkatan nilai pH tanah dan air kolam tanah sulfat masam serta pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) adanya pengaruh yang signifikan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dan Jigsaw terhadap prestasi belajar

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum pengukuran Fe(III), Co(III) dan Ni(II) dengan simultan secara voltammetri stripping adsorptif

Islam juga menjamin hak-hak wanita untuk memperoleh kehormatan, kemanusiaan, kebebasan (yang syar‟i), dan amal-amal Islam yang sesuai dengan karakter kewanitaannya, sepanjang tidak

Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I tersebut dapat diinterpretasikan bahwa (1) adanya tim ahli penyimpul pikiran dan penyimpul pendapat dengan tugas

Sentra bermain adalah zona atau arena bermain anak yang dilengkap dengan seperangkat alat bermain yang berfungsi sebagai pijakan lingkaran yang diperlukan untuk

Baginda pun makan dan bersabda: Telah berbuka puasa di sisi kamu mereka yang berpuasa, telah makan makanan kamu mereka yang baik dan telah berselawat ke atas kamu para