• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Recurrent Nural Network Dalam Identifikasi Tulisan Tangan Huruf Jepang Jenis Katakana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penerapan Recurrent Nural Network Dalam Identifikasi Tulisan Tangan Huruf Jepang Jenis Katakana"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan

dengan penerapan metode Recurrent Neural Network untuk mengidentifikasi jenis tulisan Jepang huruf Katakana.

2.1 Citra

Citra secara harfiah, adalah gambar pada bidang dua dimensi dan disusun oleh banyak

piksel yang merupakan bagian terkecil dari citra. Pada umumnya, citra dibentuk dari

kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antara

piksel adalah sama pada seluruh bagian citra (Ldya, et al. 2010). Citra sebagai keluaran

dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat :

1. optik berupa foto,

2. analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi,

3. digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

Citra digital adalah representasi visual dari suatu objek setelah mengalami bebagai

transformasi data dari berbagai bentuk rangkaian numeric (Putra, 2012). Citra digital

(2)

1. Citra Biner

Citra biner adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan yaitu

hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar belakang

bernilai 0. Piksel bernilai 0 ada pada warna putih dan piksel bernilai 1 ada pada

warna hitam pada saat menampilkan citra.

2. Citra Keabuan

Citra keabuan adalah citra yang disetiap piksel nya mengandung satu layer

dimana nilai instensitasnya berada pada nilai 0 (hitam) – 255 (putih). Untuk

menghitung citra keabuan digunakan rumus :

I (x,y) = α . R + β . G + y . B

dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan mengatur warna R (merah), G (hijau), B (biru) yang ditunjukkan oleh nilai

parameter α, β dan γ. Secara umum nilai α, β dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain

juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersbut asalkan total keseluruhannya

adalah 1 (Putra, 2009).

3. Citra warna

Citra warna adalah citra digital yang memiliki informasi warna pada setiap

pikselnya. Sistem pewarnaan citra warna ada beberapa macam seperti RGB,

CMYK, HSV, dll.

2.2 Image Processing

Image Processing atau pengolahan citra adalah suatu pemrosesan citra, khususnya menggunakan komputer dengan tujuan menghasilkan citra dengan kualitas lebih baik.

(3)

a. Grafika Komputer (computer graphics).

Grafika komputer bertujuan untuk menghasilkan citra dengan primitif-primitif

geometri seperti garis, lingkaran, dan sebagainya. Primitif-primitif geometri

tersebut memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-elemen gambar.

b. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretation).

Pengenalan pola adalah proses pengelompokan data numerik dan simbolik secara

otomatis oleh mesin. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk mengenali

suatu objek didalam citra. Manusia bisa mengenali objek-objek disekitarnya

karena otak manusia belajar mengklasifikasi objek-objek di alam sehingga mampu

membedakan suatu objek dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual

manusia inilah yang akan ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa

citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan memberikan

keluaran berupa deskripsi objek didalam citra.

c. Pengolahan Citra (image processing).

Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi

oleh manusia / mesin (computer). Teknik - teknik pengolahan citra

mentransformasikan citra menjadi citra dengan kualitas yang lebih baik.

Pengenalan pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra)

secara otomatis oleh mesin (komputer). Pengelompokan ini untuk mengenali suatu

objek di dalam citra. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang

diidentifikasi, memproses citra, dan memberi keluaran berupa deskripsi objek di

dalam citra (Ldya, et al. 2010).

Beberapa teknik yang termasuk dalam Image Processing yaitu grascale, resizing,

(4)

a. Grayscale

Grayscale adalah teknik yang digunakan untuk mengubah citra berwarna menjadi bentuk

grayscale atau tingkat keabuan (dari hitam - putih). Pembentukan citra keabuan menggunakan metode luminance yakni nilai RGB dikalikan dengan nilai yang telah ditentukan yang kecocokan nya sesuai dengan sensitivitas mata terhadap warna. Hijau

adalah warna paling dominan, diikuti merah dan terakhir biru (Lennie et al. 1993). Hasil akhir proses ini adalah nilai keabuan (8 bit) dengan rentang hitam (0) dan putih (255).

Pada pengubahan sebuah gambar menjadi grayscale dapat dilakukan dengan cara

mengambil semua pixel pada gambar kemudian warna tiap pixel akan diambil informasi

mengenai 3 warna dasar yaitu merah, biru dan hijau (melalui fungsi warnatoRGB), ketiga

warna dasar ini akan dijumlahkan kemudian dibagi tiga sehingga didapat nilai ratarata.

Nilai rata-rata inilah yang akan dipakai untuk memberikan warna pada pixel gambar

sehingga warna menjadi grayscale, tiga warna dasar dari sebuah pixel akan diset menjadi

nilai rata-rata (melalui fungsi RGBtowarna). Contoh citra yang sudah mengalami

grayscalling dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Proses Grayscalling (Santi, 2011)

b. Resizing

Resizing merupakan proses mengubah dan menyamakan citra masukan, dengan mengubah resolusi horizontal dan vertikal citra masukan tersebut. Kinerja sistem akan

melambat apabila terdapat keanekaragaman ukuran citra masukan. Resizing dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan

(5)

citra yang telah resize harus tetap mempunyai kualitas citra yang bagus. Contoh citra yang sudah mengalami resizing dapat dilihat pada gambar 2.2. Citra sebelah kiri (a) adalah citra kapal yang berukuran 258 KB. Citra sebelah kanan (b) merupakan hasil

resizing sehingga ukuran citra menjadi 49 KB .

Gambar 2.2 Proses Resizing (Wijaya et al , 2010)

c. Normalisasi

Normalisasi adalah proses mengubah nilai daripada intensitas piksel menjadi satu

keseragaman dalam satu intensitas yang lebih mendekati kenormalan daripada

kemampuan melihat suatu gambar. Normalisasi terkadang disebut juga pelebaran kontras

dan pelebaran histogram (Gonzalez & Woods, 2007). Normalisasi dalam image processing adalah proses yang ditujukan untuk membuat citra lebih mudah dimunculkan fitur-fiturnya. Dengan cara mengubah rentang nilai intensitas piksel dan juga

meningkatkan akurasi pengenalan. Contoh citra yang sudah mengalami normalisasi dapat

dilihat pada gambar 2.3

(6)

d. Thinning

Thinning merupakan proses yang bertujuan untuk mengurangi ukuran dari suatu citra (imagesize) dengan tetap mempertahankan informasi dan karakteristik penting dari citra tersebut. Hal ini diimplementasikan dengan mengubah citra awal dengan pola binary

menjadi representasi kerangka (skeletal representation) image tersebut. Objek seperti huruf atau silhouettes dapat lebih mudah dikenali dengan melihat kepada kerangkanya saja (Phillips, 2000).

Thinning hanya digunakan pada citra biner dan menghasilkan citra biner lain sebagai outputnya . Thinning merupakan bentuk "pre-processing" yang digunakan dalam banyak teknik analisa citra. Output dari proses ini disebut sebagai "skeleton" , oleh karena itu

thinning bisa juga disebut sebagai "skeletonisasi" . Thinning bertujuan untuk mengurangi bagian yang tidak perlu (redudant) sehingga hanya dihasilkan informasi yang essensial

saja. Pola hasil penipisan harus tetap menyerupai bentuk pola asal . Sebagai contoh pada

gambar 2.3 adalah huruf "R" dan hasil polanya menjadi rangka "R"

Gambar 2.4 Proses Thinning (Fitri, 2013)

Algoritma penipisan yang umum adalah memeriksa pixel-pixel di dalam jendela yang

berukuran 3 X 3 pixel dan mengelupas satu pixel pada pinggiran (batas) objek pada setiap

lelaran, sampai objek berkurang menjadi garis tipis. Notasi pixel di dalam jendela 3 X 3

diperlihatkan pada gambar 2.5 (c). Algoritma bekerja secara iteratif, pada setiap lelaran

(7)

Algoritmanya adalah sebagai berikut:

1. Mula-mula diperiksa jumlah pixel objek (yang bernilai 1), N, di dalam jendela 3 X 3

pixel.

2. Jika N kurang atau sama dengan 2, tidak ada aksi yang dilakukan karena di dalam

jendela terdapat ujung lengan objek.

3. Jika N lebih besar dari 7, tidak ada aksi yang dilakukan karena dapat menyebabkan

pengikisan (erosion) objek.

Gambar 2. 5 (a) Penghapusan pixel pinggir menyebabkan ketidakterhubungan, (b) penghapusan pixel pinggir memperpendek lengan objek,

(c) notasi pixel yang digunakan untuk memeriksa keterhubungan.

4. Jika N lebih besar dari 2, periksa apakah penghilangan pixel tengah menyebabkan

objek tidak terhubung. Ini dilakukan dengan membentuk barisan p1p2p3…p8p1. Jika

jumlah peralihan 0 ® 1 di dalam barisan tersebut sama dengan 1, berarti hanya terdapat

satu komponen terhubung di dalam jendela 3 X 3. Pada kasus ini, dibolehkan menghapus

pixel tengah yang bernilai 1 karena penghapusan tersebut tidak mempengaruhi

keterhubungan.

2.3 Ekstraksi Fitur

Ekstraksi fitur adalah proses pengukuran terhadap data yang telah dinormalisasi untuk

membentuk sebuah nilai fitur. Nilai fitur digunakan oleh pengklasifikasi untuk mengenali

(8)

ini mudah untuk dibedakan (Pradeep et. al, 2011). Secara luas, fitur adalah semua hasil pengukuran yang bisa diperoleh. Fitur juga bisa menggambarkan karakteristik objek yang

dipantau (Putra, 2009). Contoh dari fitur level rendah adalah intensitas sinyal. Fitur bisa

berupa simbol, numerik atau keduanya. Contoh dari fitur simbol adalah warna. Contoh

dari fitur numerik adalah berat. Fitur bisa diperoleh dengan mengaplikasikan algoritma

pencari fitur pada data masukan.

Fitur dapat dinyatakan dengan variabel kontinu, diskret atau diskret-biner. Fitur biner

dapat digunakan untuk menyatakan ada tidaknya suatu fitur tertentu. Fitur yang baik

memiliki syarat berikut, yaitu mudah dalam komputasi, memiliki tingkat keberhasilan

yang tinggi dan besarnya data dapat diperkecil tanpa menghilangkan informasi penting

(Putra, 2009).

2.4 Diagonal Based Featured Extraction

Diagonal Based Feature Extraction adalah proses untuk mengenali karakter tulisan dengan metode offline di dalam pengerjaannya (Pradeep, et.al, 2011). Setiap citra karakter berukuran 90 x 60 piksel kemudian dibagi menjadi 54 zona yang sama, dan masing –

masing zona berukuran 10 x 10 piksel. Fitur yang akan di ekstraksi dari setiap zona piksel

dengan bergerak secara diagonal dari tiap zona yang masing – masing berukuran 10 x 10

piksel. Setiap zona memiliki 19 garis diagonal dan foreground pixel yang ada disetiap baris diagonal dan dijumlahkan untuk mendapatkan sub-fitur tunggal.

Kemudian, nilai dari 19 sub-fitur ini dibagi rata untuk mendapatkan satu nilai fitur

dan ditempatkan di zona yang sesuai. Prosedur ini dilakukan berulang secara berurutan di

semua zona. Apabila ada suatu zona yang garis diagonal nya bernilai kosong, maka nilai

fitur yang sesuai dengan zona tersebut adalah 0. Untuk lebih jelas dapat dilihat seperti

(9)

Gambar 2.6 Diagonal Based Featured Extraction (Pradeep et al.2011)

Algoritma diagonal based feature extraction (Pradeep et al. 2011):

1. Hitung histogram diagonal setiap zona. Histogram diagonal adalah banyaknya

piksel hitam setiap diagonal pada satu zona. Setiap zona memiliki 19 nilai

histogram diagonal yang disebut Histds, dimana 1 ≤ d ≤ 19. Secara jelas dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Histogram Diagonal Zona (Pradeep et al. 2011)

2. Hitung nilai fitur setiap zona, yaitu rata-rata histogram setiap zona, disebut Zn

(10)

Zn =

19

3. Hitung rata-rata zona setiap baris, disebut Bi, dimana 1 ≤ i ≤ 9.

Bi =

6

Baris 1 = (Z1+Z2+Z3+Z4+Z5+Z6) /6

Baris 2 = (Z7+Z8+Z9+Z10+Z11+Z12) /6

Baris 3 = (Z13+Z14+Z15+Z16+Z17+Z18) /6

Baris 4 = (Z19+Z20+Z21+Z22+Z23+Z24) /6

Baris 5 = (Z25+Z26+Z27+Z28+Z29+Z30) /6

Baris 6 = (Z31+Z32+Z33+Z34+Z35+Z36) /6

Baris 7 = (Z37+Z38+Z39+Z40+Z41+Z42) /6

Baris 8 = (Z43+Z44+Z45+Z46+Z47+Z48) /6

Baris 9 = (Z49+Z50+Z51+Z52+Z53+Z56) /6

4. Hitung rata-rata zona setiap kolom, disebut Kj, dimana 1 ≤ j ≤ 6

Kj =

9

Kolom 1 = (Z1+Z7+Z13+Z19+Z25+Z31+Z37+Z43+Z49) /9

Kolom 2 = (Z2+Z8+Z14+Z20+Z26+Z32+Z38+Z44+Z50) /9

Kolom 3 = (Z3+Z9+Z15+Z21+Z27+Z33+Z39+Z45+Z51) /9

Kolom 4 = (Z4+Z10+Z16+Z22+Z28+Z34+Z40+Z46+Z52) /9

Kolom 5 = (Z5+Z11+Z17+Z23+Z29+Z35+Z41+Z47+Z53) /9

Kolom 6 = (Z6+Z12+Z18+Z24+Z30+Z36+Z42+Z48+Z54) /9

2.5 Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem

(11)

paradigma ini adalah struktur dari sistem pengolahan informasi yang terdiri dari sejumlah

besar elemen pemrosesan yang saling berhubungan (neuron), bekerja serentak untuk menyelesaikan masalah tertentu. Cara kerja jaringan saraf tiruan adalah seperti cara kerja

manusia, yaitu belajar pola atau klasifikasi data, melalui proses pembelajaran (Sutojo et al. 2010).

Jaringan saraf tiruan disusun dengan asumsi yang sama seperti jaringan saraf biologi

(Puspitaningrum, 2006):

1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen pemrosesan (neuron). 2. Sinyal antara dua buah neuron diteruskan melalui link-link koneksi. 3. Setiap link koneksi memiliki bobot terasosiasi.

4. Setiap neuron menerapkan sebuah fungsi aktivasi terhadap input jaringan

(jumlah sinyal input berbobot). Tujuannya adalah untuk menentukan sinyal output.

Pembagian arsitektur jaringan saraf tiruan bisa dilihat dari kerangka kerja dan skema

antar interkoneksi. Kerangka kerja jaringan saraf tiruan bisa dilihat dari jumlah lapisan

(layer) dan jumlah node pada setiap lapisan (Puspitaningrum, 2006).

Lapisan – lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi tiga : 1. Lapisan input

Node-node di dalam lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit input

menerima input dari dunia luar. Input yang dimasukkan merupakan penggambaran dari suatu masalah.

2. Lapisan tersembunyi

Node-node di dalam lapisan tersembunyi disebut unit-unit tersembunyi. Output

dari lapisan ini tidak secara langsung dapat diamati.

3. Lapisan output

(12)

Mengadopsi esensi dasar dari system syaraf biologi, syaraf tiruan dijelaskan yaitu

menerima input atau masukan (baik dari data yang dimasukkan atau dari output sel syaraf

pada jaringan syaraf. Setiap input datang melalui suatu koneksi atau hubungan yang

mempunyai sebuah bobot (weight). Setiap sel syaraf mempunyai sebuah nilai ambang. Jumlah bobot dari input dan dikurangi dengan nilai ambang kemudian akan mendapatkan

suatu aktivasi dari sel syaraf (post synaptic potential, PSP, dari sel syaraf). Signal aktivasi kemudian menjadi fungsi aktivasi / fungsi transfer untuk menghasilkan output dari sel

syaraf. Jika tahapan fungsi aktivasi digunakan ( output sel syaraf = 0 jika input <0 dan 1

jika input >= 0) maka tindakan sel syaraf sama dengan sel syaraf biologi yang dijelaskan

diatas (pengurangan nilai ambang dari jumlah bobot dan membandingkan dengan 0

adalah sama dengan membandingkan jumlah bobot dengan nilai ambang). Biasany

tahapan fungsi jarang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan.

2.6 Recurrent Neural Network

Recurrent Neural Network ( RNN ) adalah neural network dengan fasilitas umpan balik menuju neuron itu sendiri maupun neuron yang lain, sehingga aliran informasi dari

masukan mempunyai arah jamak (Aribowo, 2010) . Recurrent Neural Network adalah jaringan yang mempunyai minimal satu feedback loop. RNN memiliki kemampuan penggambaran yang sangat bagus dan dapat mengatasi kelemahan feedfoward (Soelaiman & Rifa’i, 2010) . Keluaran RNN tidak hanya bergantung pada masukan saat itu saja,

tetapi juga tergantung pada kondisi masukan neural network untuk waktu lampau. Kondisi ini dimaksudkan untuk menampung kejadian lampau diikutkan pada proses

komputasi. Hal ini penting untuk masalah yang cukup rumit, dan tanggapan keluaran

neural network berkaitan dengan variasi waktu ( time-varying ), sehingga neural network

(13)

Gambar 2.8 Struktur Recurrent Neural Network (Aribowo, 2011)

Keluaran Recurrent Neural Network dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

dimana :

xˆ(k) ∈ℜ n adalah internal state vector A∈ℜ nxn adalah matrik tetap

x(k) ∈ℜ n adalah state vector

u(k) ∈ℜ m adalah vektor masukan, Nilai u(k) dan x(k) diketahui mxnk k W W ∈ℜ 1, 2, , adalah bobot pada lapisan hidden nxmk k V V ∈ℜ 1, 2, , adalah bobot pada lapisan output

xˆ(k +1) adalah nilai dari state vektor hasil perkiraan pada iterasi ke k +1

Fungsi aktifasi yang digunakan pada jaringan adalah

(14)

Nilai σ dan φ dihitung dengan menggunakan fungsi sigmoid (Soelaiman & Rifa’i, 2010).

Adapun arsitektur umum Recurrent Neural Network yang dapat dilihat pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Arsitektur umum Recurent Neural Network (Soelaiman & Rifa’i, 2010).

2.7 Huruf Katakana

Bahasa Jepang memiliki aturan gramatikal, cara baca dan cara menulis huruf bahasa

Jepang. Bahasa Jepang memiliki 3 (tiga) huruf, yaitu huruf hiragana, huruf katakana, dan

huruf kanji.

Katakana jauh lebih sulit dikuasai dibanding Hiragana karena hanya digunakan untuk

kata-kata tertentu, sehingga kesempatan untuk berlatih membacanya lebih jarang.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, katakana digunakan terutama untuk kata yang

diimpor dari bahasa asing. Kata-kata impor tersebut banyak yang berasal dari bahasa

Inggris. Katakana juga bisa digunakan untuk menekankan kata-kata tertentu sebagaimana

(15)

Katakana melambangkan suara-suara yang sama dengan Hiragana, namun tentu saja

semua hurufnya berbeda (Handoyono & Susanto, 2010). Untuk lebih jelas dapat dilihat

seperti pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Tabel huruf Katakana( Handoyono ,2011 )

2.8 Penelitian Terdahulu

Di bagian ini akan dijabarkan beberapa penelitian terdahulu. Saat ini sudah banyak

penelitian teknologi informasi yang bergerak dibidang kedokteran bagian kardiologi.

Untuk lebih jelasnya, pada tabel 2.1 berikut akan dijelaskan penelitian – penelitian yang

telah dibuat sebelumnya.

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

No Judul Penulis dan

Tahun

Metode yang digunakan

Keterangan

1 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik dalam

Handoyono, Susanto. 2012

Metode Propagasi Balik

(16)

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu (lanjutan)

3 Identifikasi Nonlinier

(17)

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu (lanjutan) 4 Implementasi Recurrent

Gambar

Gambar 2.1 Proses Grayscalling (Santi, 2011)
Gambar 2.2 Proses Resizing (Wijaya et al , 2010)
gambar 2.3 adalah huruf "R" dan hasil polanya menjadi rangka "R"
Gambar 2. 5 (a) Penghapusan pixel pinggir menyebabkan ketidakterhubungan,
+7

Referensi

Dokumen terkait

23 Hasil wawancara dengan informan utama yaitu bapak samsul anam selaku kasubag ortala dan kepegawaian pada tanggal 5 juni 2012. 24 Tim reformasi birokrasi kantor wilayah

Kampas rem cakram kendaraan bermotor terbaik yang memenuhi spesifikasi dipasaran adalah kampas rem dengan ukuran partikel silika 100 mesh (U 2 ), yaitu ketahanan aus 0,286 cm 3

Prosiding Pertemuan Ilmiah (PI) ke XXXI Himpunan Fisika Indonesia (HFI) Jateng &amp; DIY ini berisikan makalah- makalah yang disajikan dalam Pertemuan dan

Oleh karena itu pada penelitian ini diajukan suatu metoda penjadwalan alokasi job sehingga dapat meningkatkan kinerja sistem grid dengan meminimalisasi makespan dan

Dalam hal ini ekologi yang dibahas dan dijadikan lingkup pertimbangan dalam perencanaan desain interior lebih spesifik pada hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas manusia di

23 Dalam penelitian ini, akan dikaji tentang bagaimana politik penyusunan anggaran daerah, dengan memfokuskan pada variabel kontrol legislatif, kontrol administratif,

Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Semarang, 2016/ Population Distribution and Density by Subdistrict in Semarang Municipality, 2016 ......31 Jumlah

Penelitian lain yang dilakukan untuk mengevaluasi efek pembukaan jalan arteri Porong terhadap volume kendaraan harian di jalan tol Waru-Gempol [4], Namun pada