TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian organik
Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam
definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian
sempit, pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia
ataupun pestisida kimia, yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan
material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani
yang menggunakan pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan
dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994).
Pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang didesain dan
dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang
berkelanjutan. Prinsip pertanian organik yaitu tidak menggunakan atau membatasi
penggunaan pupuk anorganik serta harus mampu menyediakan hara bagi tanaman
dan mengendalikan serangan hama dengan cara lain diluar cara konvensional
yang bisa dilakukan (Eliyas, 2008).
Tujuan utama dari pertanian organik ialah memperbaiki dan menyuburkan
kondisi lahan serta menjaga keseimbangan ekosistem. Sumber daya lahan dan
kesuburannya dipertahankan dan ditingkatkan melalui aktivitas biologi dari lahan
itu sendiri, yaitu dengan memanfaatkan residu hasil panen, kotoran ternak, dan
pupuk hijau. Produk pertanian dikatakan organik jika produk tersebut berasal dari
sistem pertanian organik yang menerapkan praktik manajemen yang berupaya
untuk memelihara ekosistem melalui beberapa cara, seperti pendaurulangan residu
kompos, kotoran ternak sebagai pupuk kandang dan lain sebagainya.
(Sriyanto, 2010).
Prinsip-Prinsip dasar pertanian organik
1. Prinsip kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah,
hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip
ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tidak dapat
dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan
tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan manusia dan hewan.
2. Prinsip Ekologi
Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi
kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses
daur ulang ekologis.
3. Prinsip keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin
keadilan terkait lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan
dicirikan dengan kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan
pengelolaan dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam
hubungannya dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan
bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun
hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua
pihak disegala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur,
4. Prinsip Perlindungan
Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang
menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal dan eksternal. Para
pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktivitas,
tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya
(IFOAM, 2012).
Pertanian konvensional
Pertanian konvensional merupakan sistem pertanian yang menggunakan
bahan-bahan kimia untuk meningkatkan produksi tanpa memperhatikan
kelestarian lingkungan.
Adapun dampak dari sistem pertanian konvensional di dalam ekosistem
pertanian menurut Kuswandi (2012) adalah sebagai berikut:
− Meningkatnya degradasi lahan (fisik kimia dan biologis),
− Meningkatnya residu penyakit dan gangguan serta resistensi hama penyakit
dan gulma
− Berkurangnya keanekaragaman hayati
− Gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan.
Sedangkan dampak yang terjadi di luar ekosistem adalah:
− Meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena pencemaran
bahan-bahan pangan yang diproduksi di dalam ekosistem pertanian.
− Terjadi ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli dalam
penyediaan saran produksi pertanian.
Pertanian Semi Organik
Pertanian semi organik merupakan suatu langkah awal untuk kembali ke
sistem pertanian organik, hal ini karena perubahan yang ekstrim dari pola
pertanian modern yang mengandalkan pupuk kimia menjadi pola pertanian
organik yang mengandalkan pupuk biomasa akan berakibat langsung terhadap
penurunan hasil produksi yang cukup drastis yang semua itu harus ditanggung
langsung oleh pelaku usaha tersebut. Selain itu penghapusan pestisida sebagai
pengendali hama dan penyakit yang sulit dihilangkan karena tingginya
ketergantungan mayoritas pelaku usaha terhadap pestisida (Sutanto, 2002a).
Pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi
pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk
kimia masih sangat diperlukan supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak
yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses
pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur
kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi
(Suyono dan Hermawan, 2006).
Von Uexkull (1984) dalam Sutanto (2002b), memberikan istilah
membangun kesuburan tanah. Strategi pertanian organik adalah memindahkan
hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa
tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara
dalam larutan tanah. Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan
bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan
dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu
pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Output yang dihasilkan dari kegiatan pertanian yang mengarah pada
pertanian organik dipercaya memiliki kualitas yang lebih baik dari sisi kesehatan
dibandingkan pertanian anorganik. Sedangkan pada tanaman, menurut Djuarnani,
dkk, (2005), pupuk organik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk
anorganik diantaranya adalah mengandung unsur hara makro dan mikro yang
lengkap walaupun jumlahnya sedikit, dapat memperbaiki struktur tanah, beberapa
tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit, dan
menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan.
Komponen Teknologi Budidaya Padi Semi Organik
Menurut Yusuf (2010) Beberapa komponen teknologi budidaya padi semi
organik yang diterapkan didaerah penelitian adalah pada tahapan budidaya
sebagai berikut:
1. Penggunaan varietas unggul
2. Teknik penyemaian
3. Penggunaan bahan organik
4. Pengolahan tanah
5. Teknik penanaman dan populasi bibit
6. Irigasi berselang
7. Pemupukan dasar
8. Pemupukan susulan
9. Pengendalian gulma
11. Pengendalian penyakit
12. Panen
Komponen Biaya Produksi Usahatani Semi Organik
Adapun komponen biaya produksi pada usahatani padi semi organik ialah
tidak jauh berbeda dengan budidaya padi konvensional, perbedaan hanya terletak
pada biaya sarana produksi pupuk. Adapun komponen biaya produksi pada
budidaya padi semi organik didaerah penelitian adalah sebagai berikut :
1. Biaya Sarana Produksi
Biaya sarana produksi yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani
untuk memperoleh sarana produksi. Kebanyakan metode baru yang
meningkatkan produksi pertanian memerlukan penggunaan bahan dan alat
produksi khusus oleh petani seperti bibit, pupuk, pestisida dan juga alat mesin
pertanian. Pembangunan pertanian menghendaki semuanya tersedia secara
lokal atau di dekat perdesaan dan jumlah yang cukup banyak untuk
memenuhi keperluan tiap petani yang mau menggunakannya (Hanafie, 2010).
2. Tenaga Kerja
Curahan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni:
− Faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan, jenis tanah dan
topografi.
− Faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan, serta (3)
luas, letak, dan penyebarannya.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga
Tenaga Kerja
− Tenaga kerja dalam keluarga (family labour) yaitu seluruh tenaga kerja
yang terdapat dalam keluarga, baik manusia, ternak, maupun tenaga mesin. merupakan penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang
bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja, seseorang
yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan dikategorikan
bekerja. Sumber tenaga kerja dalam usahatani dibedakan atas :
− Tenaga Kerja luar keluarga (hired labour)
3. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan suatu iuran kas Negara terhadap
bumi dan bangunan yang berada di atasnya. Dasar hukumnya dijelaskan
dalam UU No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No.12 tahun
1994. Azas dari penarikan pajak ini adalah memberikan kemudahan dan
kesederhanaan, kepastian hukum, mudah dimengerti dan adil, serta
menghindari pajak berganda. Tarif pajak ditentukan sebesar 0,5% dari nilai
objek pajak. Dasar pengenaan pajak adalah NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak),
dasar penghitungan pajak, dan Peraturan Pemerintah (Mardiasmo, 2008).
4. Iuran Irigasi
P3A (Perkumpulan Petani Pengguna Air) merupakan organisasi sosial dari
petani, yang tidak berinduk pada golongan/partai politik, merupakan
organisasi yang bergerak dalam bidang pertanian, khususnya dalam bidang
pengolahan air pengairan untuk kepentingan melangsungkan usahatani
bersama. Dalam organisasi P3A ini dikenal adanya iuran P3A atau disebut
dari petani pemakai air (P3A) atas jasa pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah daerah (Widhiantini, 2000).
5. Penyusutan Peralatan Usahatani
Punyusutan peralatan merupakan penurunan nilai inventaris yang
disebabkan oleh pemakaian selama satu tahun pembukuan. Penyusutan
merupakan nilai yang harus dibayar oleh petani dikarenakan berkurangnya
nilai dari barang yang dimiliki oleh petani tersebut. Dapat dikatakan bahwa
nilai penyusutan tersebut merupakan nilai pembelian dikurangi nilai residu
yang hasil pengurangan tersebut dibagi dengan umur ekonomis (Soekartawi,
dkk., 1984).
Penyusutan peralatan dapat dihitung dengan rumus :
Penyusutan Peralatan =
Ekonomis
Nilai awal : Harga beli peralatan usahatani
Nilai akhir : Harga peralatan usahatani saat ini setelah dipakai
Umur ekonomis : Umur tahan pakai peralatan usahatani.
Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani
dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka
waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual,
dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau
makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan
Tujuan akhir dari pengelolaan usahatani adalah memperoleh penerimaan.
Penerimaan usahatani diperoleh dengan mengalikan total produksi dengan harga
jual petani atau dituliskan sebagai berikut:
TR = Y . Py
Dimana:
TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dari usahatani
Py = Harga produksi
Pendapatan Usahatani
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total
usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor
produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan ke dalam usahatani, oleh karena itu pendapatan bersih merupakan
ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan
beberapa penampilan usahatani. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih
yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya
produksi yang rendah, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga
input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien. Pendapatan bersih
diperoleh dengan mengurangi keseluruhan penerimaan dengan total biaya, dengan
rumus:
Pd = TR – TC
Dimana:
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Total pendapatan merupakan seluruh sumber pendapatan yang diperoleh
dari hasil usahatani padi sawah semi organik, usahatani diluar padi semi organik
dan usaha diluar usahatani (Soekartawi, dkk.,1984).
Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi
Sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1988), menyatakan bahwa faktor –
faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi terhadap suatu inovasi pertanian dapat
dipengaruhi oleh:
a. Umur petani
Semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu
terhadap apa yang belum diketahui. Dengan demikian petani akan lebih cepat
melakukan adopsi inovasi.
b. Tingkat pendidikan petani
Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan
menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan
praktek pertanian yang lebih modern. Petani yang berpendidikan tinggi akan
lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.
c. Lama berusahatani
Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan
inovasi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih
d. Tingkat Kosmopolitan
Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi
petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti
penyuluhan, frekuensi petani bertemu dengan tokoh inovator, koran yang
dibaca, siaran TV yang ditonton, dan siaran radio yang didengar.
e. Tingkat Partisipasi
Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam
cara berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih
sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika
petani menuruti saran-saran dari penyuluh pertanian.
f. Jumlah tanggungan
Petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin
lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar
mengharuskan petani untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup
keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus
mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang
fatal bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan.
g. Luas lahan
Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan
inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan
penggunaan sarana produksi.
h. Total pendapatan
Pendapatan usahatani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan
perubahan dalam difusi inovasi yang cepat sesuai kondisi pertanian yang
dimiliki oleh petani, hal ini yang menyebabkan pendapatan petani yang lebih
tinggi. Sebaliknya banyak kenyataan petani yang berpenghasilan rendah
adalah lambat dalam melakukan difusi inovasi.
Tahapan penerapan inovasi
Sesuai dengan pernyataan Slamet (2003), bahwa dalam proses penerimaan
inovasi, terdapat 5 tahapan yang dilalui sebelum seseorang bersedia menerapkan
sesuatu inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Tahapan-tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Tahap mengetahui inovasi
Pada tahap ini seseorang baru sadar terdapat sesuatu inovasi yang baru saja
mereka ketahui. Tahapan inovasi dapat diketahui dengan mendengar,
membaca atau melihat, tetapi pengertian orang tersebut belum mendalam.
b. Tahap memperhatikan
Setelah seseorang mengetahui adanya sesuatu inovasi maka proses
selanjutnya ia akan memperhatikan, dengan cara mencari kejelasan tentang
inovasi yang didengar, dibaca atau dilihat. Tahapan ini sering disebut dengan
tahapan menarik perhatian atau seseorang mulai sadar bahwa telah terdapat
teknologi baru yang mungkin dapat dicontoh dalam meningkatkan produksi
dan produktivitas usahataninya.
c. Tahap melakukan penilaian
Dari memperhatikan inovasi yang menarik dirinya, seseorang selanjutnya
akan melakukan penilaian terhadap inovasi tersebut. Jika penilaian terhadap
penerapan inovasi tersebut menguntungkan maka seseorang akan melangkah
ke tahap berikutnya.
d. Tahap mencoba
Dari penilaian terhadap inovasi yang diperkenalkan seseorang dapat
menarik kesimpulan bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan
dirinya maka ia akan tertarik untuk mencoba menerapkan inovasi tersebut.
Sehingga pada akhirnya dapat mengambil keputusan terhadap inovasi yang
dicobanya, apakah inovasi dapat menguntungkan dirinya atau tidak.
e. Tahap menerapkan atau menolak inovasi
Tahapan ini yaitu tahapan dimana seseorang akan menerima atau menolak
inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Jika hasil dari inovasi yang dicoba
dapat memberikan keuntungan maka akan diterapkan, sebaliknya jika hasil
yang diperoleh dipandang kurang memuaskan maka inovasi akan ditolak.
Kerangka pemikiran
Petani padi sawah dalam melakukan budidaya padi sawah melakukan
tahapan-tahapan seperti: pembibitan, pengolahan lahan, penanaman,
pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Penyuluh
mempunyai peranan dalam memperkenalkan inovasi pertanian semi organik
kepada para petani. Dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima
oleh para petani khususnya petani padi sawah. Disamping itu media massa juga
berperan dalam mempercepat proses penyampaian program pertanian kepada
petani. Mereka dapat memperoleh informasi dari media massa melalui radio,
Dalam mengadopsi suatu program penyuluhan pertanian, petani
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : umur, tingkat pendidikan, lama
berusahatani, tingkat kosmopolitan, tingkat partisipasi, luas lahan, jumlah
tanggungan, dan total pendapatan petani.
Semakin muda umur, biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap
suatu inovasi. Dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi
terhadap suatu inovasi.
Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan
inovasi dari pada petani pemula. Karena dengan pengalaman yang lebih banyak
petani dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan untuk
mengadopsi inovasi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, biasanya akan lebih mudah
menyerap teknologi. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan maka
tingkat adopsi terhadap suatu inovasi semakin tinggi.
Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok
sosial yang lain. Umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila
dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi
lokal karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima
perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum
mengenal informasi yang cukup tentang inovasi tersebut.
Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan
inovasi bila dibandingkan petani yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan
Petani yang memiliki jumlah tanggungan banyak umumnya lebih lambat
dalam menghadapi suatu inovasi dibandingkan dengan petani yang lebih sedikit
jumlah tanggungannya. Petani lebih cendrung terhadap pemenuhan kebutuhan
sehari-hari daripada memenuhi sarana produksi kebutuhan untuk usahataninya
Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih
lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada
pemenuhan kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi suatu
inovasi. Petani tidak mau mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu
tidak berhasil.
Program pertanian organik tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan petani
padi sawah. Hal ini dikarenakan para petani mengalami kesulitan untuk
mengaplikasikan pertanian organik. Karena pada awalnya petani menggunakan
pupuk kimia dalam usahataninya. Penggunaan pupuk kimia sangat membantu
petani dalam kegiatan usahataninya, karena dapat mempercepat pertumbuhan
tanaman, namun tidak ramah lingkungan. Namun untuk menerapkan pertanian
organikpun para petani belum sanggup karena pertumbuhan tanaman sangat
lambat. Hal ini akan merugikan petani. Dengan demikian petani masih sampai
pada pertanian semi organik yaitu dengan menggunakan pupuk organik untuk
membantu memperbaiki srtuktur tanah disertai dengan penggunaan pupuk kimia
untuk membantu pertumbuhan tanaman.
Petani dalam mengadopsi inovasi pertanian organik tidak sama. Ada yang
cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan
Keterangan: = Menyatakan hubungan
= Menyatakan pengaruh
Gambar 1. Skema Krangka Pemikiran Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Padi sawah.
Hipotesis Penelitian
1. Tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian semi organik adalah sedang.
2. Umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, tingkat kosmopolitan, tingkat
partisipasi, jumlah tanggungan, luas lahan sawah, dan total pendapatan petani
mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian semi organik
padi sawah di daerah penelitian.
Tahapan budidaya padi sawah:
1. Penyemaian 2. Persiapan lahan 3. Penanaman