• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IJER, 1 (1), 2016, 17-26

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA

MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

Yusmarni

*)

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan , IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia Jalan Jambi Muara Bulian Km. 16 Jambi

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui Model Konstruktivismedi kelas X C MAN Olak Kemang Jambi. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru. Tindakan dilakukan dua siklus yang terdiri dari: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah 37 siswa kelas X C MAN Olak Kemang Jambi. Data penelitian dikumpulkan dengan lembar observasi, catatan lapangan dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Data dianalisis secara deskriptif.Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pembelajaran matematika melalui Model Konstruktivismedapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan matematika siswa kelas X C MAN Olak Kemang Jambi. Hasil analisis data menunjukan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa untuk setiap indikator yang diteliti. Peningkatan aktivitas siswa yang dimaksud adalah terjadinya peningkatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa aktif merespon pertanyaan guru menyelesaikan soal-soal, mengemukakan alasan, menjelaskan kepada teman, mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan membuat kesimpulan. Persentase siswa yang mencapai KKM untuk kemampuan pemecahan masalah matematis pada Siklus I adalah 33%, dan kemudian meningkat menjadi 73 % pada Siklus II.

Kata Kunci: aktivitas, kemampuan pemecahan masalah, model konstruktivisme

Abstrak

[Increasing Students’ Activities And Mathematic Ability Through Constructivism Approach]. This research is aimed at investigating the increase of students’ mathematic activities and problem solving ability by using constructivism model at grade 10 MAN Olak Kemang Jambi. This was a collaborative action research with two cycles of which cycle consisted of planning, acting, observing, and reflecting. There were 37 students as the subjects from which the research gathered data by employing field observation and achievement test. The finding of the research showed that students were able to increase their classroom activities when the teacher employed constructivism approach: being active to complete the task, giving justification, explaining to classmates, presenting discussion result, and making the conclusion. I cycle one, 33% of students were able to achieve the minimum requirement score. In fact, there was an increase in cycle two an amount of 73% students who could achieve the score.

Key words: activities, problem-solving ability, constructivism model

1. Pendahuluan

Berdasarkan observasi di kelas, wawancara dengan beberapa orang guru matematika di Madrasah Aliyah Negeri Olak Kemang (MAN OK) Jambi ditemukan beberapa hal. Pertama, guru matematika mengajar dengan memakai buku Lembar Kerja Siswa, kemudian baru dijelaskan dengan pembelajaran konvensional. Guru memberikan tugas tanpa diberikan contoh kongkrit, sehingga siswa banyak bertanya dan kebingungan. Pada sebagian

materi ada yang sempat diajarkan ada yang tidak diajarkan karena waktunya tidak cukup. Tentu saja hal ini akan menghambat siswa untuk berkreasi dan mengembangkan gagasan dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Hal ini mengakibatkan banyak siswa yang kurang mengetahui dan kurang menghargai matematika. Kedua, guru matematika sudah dilatih dalam pendidikan dan latihan yang diadakan oleh kementeria Agama, namun kualitas luaran (prestasi belajar siswa) belum memuaskan secara signifikan, kreativitas siswa belum optimal, terbukti waktu diadakan tes try out untuk ujian nasional sekitar bulan Februari 2015 hanya sekitar 10 % siswa yang lulus. Kemudian penulis mencoba lagi

*)Penulis Korespondensi

(2)

memberikan tes kemampuan awal untuk kelas XI ternyata banyak yang belum mampu menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah, hal ini menjadi suatu masalah yaang harus segera dibenahi.

Dari hasil penelitian pendahuluan di MAN Olak Kemang penulis mencoba memberikan tes kemampuan matematika kepada dua kelas siswa kelas XI jurusan IPA dan dua kelas siswa kelas XI jurusan IPS pada bulan April 2015, ditemukan indikasi bahwa lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini dibuktikan dengan analisis jawaban siswa terhadap soal pemecahan masalah berikut.

’’Anisa bekerja 8 Jam perhari setiaphari Senin, Rabu dan Jum’at, dan 6 jam setiap hari Selasa dan Kamis. Ia tidak bekerja pada hari Sabtu dan Minggu.ia mendapatkan penghasilan Rp. 324.000 setiap minggu. Berapa penghasilan yang ia peroleh untuk setiap jamnya?

Berdasarkan hasil jawaban 56 siswa kelas XI IPA1 dan XI IPA2 yang diuji, ternyata penguasaan klasikal terhadap soal pemecahan masalah hanya 55 % dan dari hasil jawaban 59 siswa kelas XI IPS1 dan Kelas XI IPS 2 penguasaan klasikal terhadap soal pemecahan masalah hanya 7 %. Salah satu contoh jawaban siswa.

Temuan ini menunjukkan siswa kurang mampu untuk memecahkan masalah dengan kemampuan sendiri, kurang mampu untuk mengkonstruksi kemampuan yang ada dalam diri karena sudah terbiasa dengan contoh yang sudah diberikan oleh guru dan jika siswa lupa dengan rumus, siswa tidak biasa berpikir secara kreatif,dan tidak bisa mengaplikasikan pengetahuan yang didapat ke masalah-masalah yang lain serta mudah menyerah. Kondisi ini menandakan bahwa kemampuan pemecahan dan kebiasaan berpikir atau Habits of Mind(HOM)siswa masih sangat rendah dan belum bisa memecahkan masalah yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking (HOT). Hal ini di duga akibat pendekatan konvensional yang selama ini masih dipakai oleh guru, mengakibatkan siswa tergantung pada prosedur hafalan untuk memecahkan masalah, mengikuti pola dan model prosedur yang sama dengan apa yang telah dijelaskan oleh guru atau dalam buku teks, sehingga ketika siswa dihadapkan dengan soal lain yang tidak sama dengan contoh, siswa kesulitan untuk memecahkannya.

Berdasarkan fenomena di atas, diduga penyebab permasalahan matematika siswa kelas XI. IPS.1 dan X.1 MAN 1 Olak Kemang Kota Jambi, antara lain sebagai berikut.

a. Guru sedikit memfasilitasi siswa untuk mengembangkan model permasalahan sesuai dengan cara mereka masing-masing.

b. Siswa belum banyak mendapat kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri kelihatannya siswa banyak yang mengandalkan rumus dalam meneyelesaikan soal.

c. Siswa belumtermotivasi untuk belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

d. Siswa belum terbiasa mengembangkan kemampuannya untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.

e. Siswa belum terbiasa mengembangkan kemampuan sendiri untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Berdasarkan kenyataan di atas perlu dilakukan usaha lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika di kelas yang peneliti ambil yaitu kelas X.1 karena kelas XI.IPS.1 yang diobservasi itu sudah naik ke kelas XI sekarang. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah pembelajaran kontrikstivistik yang menekanakan pada keaktifan dan kreativitas siswa. Murphy (2001) mengatakan konstruktivisme adalah teori belajar yang bersandar pada ide bahwa siswa menkonstruk pengetahuan mereka sendiri di dalam konteks pengalaman mereka sendiri (Murphy: 2001). Pembelajaran konstruktivistik berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam memperoleh pengalaman langsung (doing), ketimbang pasif

“menerima” pengetahuan. Konsepsi awal siswa

berasal dari pengalaman dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin berbeda dengan konsep ilmiah (Driver & Leachh, 1993: 107).merupakan suatu solusi yang tepat untuk permasalahan pembelajaran matematika di kelas X tersebut. Berdasarkan keterangan di atas peneliti berpendapat bahwa model Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan siswa dapat menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai pemahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagi pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator, serta dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan pembelajaran siswa. Maka peneliti secara bersama dengan guru matematika sepakat untuk melaksanakan suatu penelitian

tindakan kelas dengan judul ”Peningkatan

Aktivitas dan Kemampuan Matematis Siswa Melalui Model Konstruktivisme di Kelas X.1

MAN 1 Olak Kemang Jambi”. Penelitian ini

(3)

2. Metode penelitian

Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan yang digunakan adalah penelitian partisipatory (collaborative) yang dilaksanakan secara kolaboratif dan bermitra dengan pihak lain, yaitu antara peneliti dengan guru bidang studi matematika MAN 1 Olak Kemang Jambi untuk membantu mencari solusi yang efektif untuk memperbaiki atau meningkatkan proses pembelajaran dan kinerja guru. Jadi penelitian ini dilakukan oleh guru matematika yang dibimbing oleh peneliti dalam merancang pembelajaran dengan model konstruktivisme dan pelaksanaan tindakan.

Penelitian ini telah dilaksanakan di MAN Olak Kemang Jambi. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 yaitu bulan Oktober sampai November 2015. Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X C dengan jumlah siswa sebanyak 37 orang. Peneliti mengambil kelas ini, dan berdasarkan kenyataan bahwa di kelas X C, siswanya banyak memiliki kemampuan menengah ke bawah baik dari segi ekonomi maupun akademis, kalaupun ada siswa yang cepat itupun jumlahnya sedikit, jadi siswa perlu penekanan lebih serius tentang kemampuan pemecahan masalah sehingga siswa terbiasa di matematika selanjutnya. Lembar observasi siswa digunakan untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Indikator untuk menunjukan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan konstruktivisme. Lembar observasi aktivitas guru digunakan untuk melihat aktivitas guru pada saat pembelajaran berlangsung.

Kemampuan pemecahan masalah diukur dengan memberikan kuis kepada siswa, dimana soal kuis disusun berdasarkan indikator-indikator pemecahan masalah. Lembar tes digunakan untuk mengukur keberhasilan dan ketuntasan belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan Konstruktivisme, yang dilakukan pada setiap akhir siklus.

Catatan lapangan digunakan sebagai kelengkapan data. Catatan lapangan memuat deskripsi tentang semua kejadian pada saat melakukan kegiatan yang tidak terdapat pada lembar observasi selama pembelajaran berlangsung.Peneliti dan observer mencatat seluruh aktivitas siswa dan guru agar informasi yang didapatkan bisa dianalisis. Ini digunakan juga sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan refleksi pada setiap siklus.

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data observasi aktivitas siswa, aktivitas guru, LKS, data catatan lapangan dan data hasil tes kemampuan matematika siswa. Data yang diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa dianalisis dengan menggunakan rumus berikut ini.

%

P=Persentase siswa yang terlibat secara aktif F=Frekuensi siswa yang terlibat secara aktif N=Banyak siswa keseluruhan

Untuk Menentukan kategori aktivitas digunakan klasifikasi Suharsimi (1996) setelah dimodifikasi oleh penulis sebagai berikut.

Tabel 1. Interpretasi Aktivitas Belajar

Persentase aktivitas belajar Kategori

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a. Temuan Siklus I

Berdasarkan data lembar observasi dan catatan lapangan, dapat diungkapkan aktivitas belajar yang dilakukan siswa selama siklus I. Masing-masing aktivitas tersebut dinyatakan dalam persentase yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Persentase Aktivitas Siswa pada Siklus I

Keterangan:

A. Merespon/Menjawab pertanyaan guru/memberikan tanggapan

B. Menyelidiki/membaca/mencermati/ menemukan solusi soa-soal

C. Mengajukan pertanyaan kepada guru atau teman D. Mengemukakan alasan atau pendapat

E. Menjelaskan kepada teman

F. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok

G. Membuat atau mencatat hasil diskusi dan kesimpulan

Hasil observasi pada Tabel 2 dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang berikut.

(4)

Gambar 1 Diagram Batang Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

Aktivitas belajar siswa secara keseluruhan meningkat, yaitu aktivitas siswa merespon/menjawab pertanyaan guru/memberi tanggapan, menyelidiki/membaca/mencermati/ menemukan solusi soa-soal,mengajukan pertanyaan kepada guru atau teman, mengemukakan alasan atau pendapat, menjelaskan kepada teman, mempresentasikan hasil diskusi kelompok, membuat atau mencatat hasil diskusi dan kesimpulan

Pada pertemuan pertama (Selasa, 6 Oktober 2015), penulis melihat siswa tenang dan diam, karena proses pembelajarannya diamati oleh guru lain. Guru menjelaskan bahwa pada pertemuan selanjutnya siswa akan diamati proses pembelajaran oleh penulis dan observer. Guru memberi arahan kepada siswa agar pertemuan selanjutnya siswa sudah duduk di kelompok yang telah ditetapkan sebelum pembelajaran dimulai.

Kemudian guru memulai pembelajaran dengan membagikan Lembar Kerja siswa (LKS) yang berisi soal yang berbasis masalah materi persamaan kuadrat dengan meminta siswa membaca, memahami secara individu lalu dibahas dan dikerjakan secara diskusi bersama teman sekelompok masing-masing . Soalnya seperti di bawah ini.

“ Hari ini Anti berulang tahun yang ke 16. Orangtuanya akan memberikan kado cincin yang dibungkus dalam sebuah dalamdalam sebuah kotak, yang akan dibuat dari kertas karton berbentuk empat persegi pada keempat sudutnya. Apabila luas alas untuk menyimpan cicncin tersebut 96 cm. Hitunglah panjang sisi dari keempat persegi yangakan digunting pada sudut karton tersebut!”

Ilustrasi percakapannya seperti berikut ini.

Guru: Siswa sekalian, sekarang materi pembelajaran kita mengenai persamaan kuadrat, ayo ingat kembali pelajaran

sebelumnya tentang persamaan kuadrat. Coba pahami betul-betul apa masalah dalam LKS tersebut! Siswa: ya, bu (tapi siswanya masih bingung)

Siswa diminta memahami dan mengerjakan bersama-sama tetapi terlihat bingung dan belum mampu menjawab soal tersebut karena belum terbiasa dengan pembelajaran seperti ini. Gurumengatakan bahwa jarang sekali menggunakan model pembelajaran dengan siswa yang kemampuannya menengah ke bawah, model pembelajaran hanya membuang waktu saja karena siswanya belum mampu untuk mandiri. Guru biasanya menggunakan pembelajaran langsung dengan memberi rumus dengan contoh soal kemudian siswanya disuruh mnegerjakan soal seperti contoh, dalam hal ini siswa belum mampu mengerjakan LKS tanpa bimbingan dari guru. Suasana gaduh saat pembelajaran karena tidak terbiasanya dengan pendekatan konstruktivisme .

Mereka belum berani menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Untuk siswa yang diam guru segera mengambil tindakan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan stimulus seperti ilustrasi berikut ini.

Guru: Kalian ingat kembali pasangan perkalian berapa saja yang hasilnya sama dengan 96 cm2 ?

48 x ...., 24 x ..., ... x ..., .... x ... , ... x ... Siswa : 48 x 2, 24 x 4, 12 x 8, 6 x 16, 3 x 32, Guru: Nah, mana yang paling cocok dengan soal ? lalu selesaikan masalahnya

Siswa: (Sibuk sebagian yang lain harus dibantu satu persatu ke kelompok masing-masing)

Selanjutnya guru membimbing siswa dengan berkeliling ke masing-masing kelompok.Guru kelihatan sibuk dan kelas agak ribut memanggil-manggil guru. Guru meminta siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Terlihat siswa belum berani tampil. Akhirnya, guru meminta siswa menunjukkannya di depan kelas dan siswa lainnya memperhatikan. Dari tindakan yang dilakukan guru terlihat bahwa siswa mulai merespon dan menanggapi pertanyaan guru.

Kemudian guru membagikan soal pemecahan masalah lagi dan meminta siswa mengerjakannya dengan teman sekelompok. Pada saat mengerjakan soal, terlihat siswa bekerja secara sendiri-sendiri dan belum untuk dikerjakan mau berdiskusi dengan teman, ketika guru meminta siswa untuk membacakan hasil tidak ada yang mau. Guru mengambil tindakan menunjuk siswa kelompok atas membacakan hasil pekerjaan mereka.

(5)

banyak yang belum memahami apa guna belajar persamaan dan pertidak samaan kuadrat ini. Guru akhirnya menjelaskan kembali apa saja manfaat belajar persamaan dan pertidaksamaan kuadrat.

Selanjutnya, guru membagikan 1 soal untuk dikerjakan di rumah sebagai latihan untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. Guru meminta siswa untuk betul-betul memahami apa maksud dari soal pekonstruktivismecahan masalah itu di rumah karena waktu belajar di rumah lebih banyak daripada di sekolah.

Pada pertemuan kedua (Jumat, 9 Oktober 2015), melalui tanya jawab guru mengingatkan siswa materi pembelajaran yang lalu tentang persamaan kuadrat dan membahas PR tentang persamaan kuadrat. Tanya jawab tersebut seperti ilustrasi berikut ini.

Guru: Siswa sekalian, dari PR yang di bahas kemarin apakah kalian bisa memecahkan masalah yang diberikan?

Siswa: Bisa dengan memakai rumus dan contoh.(segaian yang menjawab)

Dari percakapan di atas, terlihat siswa sebagian yang menjawab sebagian lagi tidak membuat PR. Setelah diwawancara oleh guru, ternayata masih banyak siswa yang belum paham dan berbagai alasan lainnya. Untuk selanjutnya, guru menyebut siswa yang cepat responnya terhadap pembelajaran dengan siswa kelompok atas dan untuk yang lambat denga sebutan siswa kelompok bawah. Pada kegiatan inti, siswa duduk berkelompok dan guru meminta siswa membahas kembali soal pemecahan masalah yang diberikan sebelumnya serta menambah 1 soal yang baru.

Guru membagikan LKS untuk dikerjakan siswa secara berkelompok. Kemudian siswa asyik bekerja pada kelompoknya karena memang sudah dibagi kelompok pada pertemuan sebelumnya. Guru berkeliling memperhatikan siswa bekerja dari kelompok yang satu ke kelompok lainnya untuk memberikan bantuan belajar

Selanjutnya, guru menanyakan mengapa menjawab sama dengan pertemuan kemarin, seperti cuplikan berikut ini.

Guru : Mengapa jawabannya seperti itu? MIM : karena kami melihat contoh soalsebelumnya sperti itu

Guru : Bagaiman dengan yang lain

TA: Panjang rusuk masing-masing kubus 4 cm, jumlah rusuk kubus seluruhnya 12. Maka panjang rusuk seluruhnya adalah 4 cm x 12 buah.

Guru :Coba ukur kembali dengan mempergunakan mistar!

Kemudian, guru meminta tanggapan dari kelompok lain. Kelompok 3 menjawab yang di kerjakan kelompok benar. Lalu, guru meminta kelompok lain secara bergantian dan jawaban mereka sudah benar, namun kelompok 6, 7 dan 8 belum berani tampil. Pada kegiatan akhir guru membimbing

dan menjelaskan, siswa membuat kesimpulan kemudian memberikan informasi untuk pertemuan ketiga dan memberikan PR untuk dikerjakan di rumah.

Pada pertemuan ketiga (13 Oktober 2015), guru memulai pembelajaran dengan membahas PR yang sulit dikerjakan siswa. Lalu menyampaikan tujuan pembelajaran serta tetap meminta siswa duduk pada kelompoknya. Guru memulai pembelajaran dengan membahas PR yang dikerjakan di rumah oleh siswa siswa. Lalu membagikan LKS untuk didiskusikan siswa dalam kelompok masing-masing. Pertanyaan pada LKS sebagai berikut.

Suatu lukisan pemandangan memiliki luas 160 m2 , Siti inigin memberi bingkai pada

lukisan tersebut. Jika ukuran lukisan yang telah dibingkai 14 cm x 20 cm . Berapakah lebar bingkai gamnar tersebut?”

Siswa sibuk dengan LKS masing-masing, karena siswa diberi kebebasan untuk menjawab sesuai kemampuan kelompok masing-masing siswa terlihat ribut dan tidak tenang, berkali-kali guru meminta siswa untuk tenang jangan berebutan untuk mengerjakan tugas, aktivitas siswa menjawab pertanyaan guru makin hari makin meningkat kelompok 1 yang terlebih dulu menyelesaikan dan mempresentasikan hasil diskusi. Dengan tugas seperti di bawah ini, hasil diskusi kelompok 2 (siswa SRS, RA, HT, JE ) adalah

Selesai pertemuan ketiga siklus I, setelah pertemuan berakhir guru guru dan observer juga melaksanakan rerleksi membahas semua pembelajaran yang sudah dilaksanakan mengatur strategi pertemuan berikutnya, atau perubahan kelompok berdasarkan kemampuan siswa yang tinggi, kemampuan sedang dan rendah digabung supaya siswa yang berkemapuan tinggi bisa memimpin teman sekelompoknya, guru dan observer merefleksi aktivitas belajar siswa pada siklus I dan merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada siklus II.

(6)

dikelompok yang diatur guru berdasarkan kedekatan, karena pada pembelajaran sebelumnya guru sudah menginformasikan kepada siswa agar belajar terlebih dulu di rumah.

Kemudian, guru meminta siswa mengerjakan LKS 1 di masing-masing dengan berdiskusi dengan sebangku. Lalu mengarahkan siswa dan meminta siswa mempresentasikan LKS 1, karena siswa masih malu-malu dan tolak-menolak tampil, guru menunjuk siswa yang biasanya rajin dan termasuk cepat daya tangkapnya dikelompokkan guru sebagai siswa kelompok atas untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Guru meminta siswa memberi tanggapan atas jawaban siswa karena siswa tidak ada yang mau menanggapi.Akhirnya, guru menjelaskan dan mengkonfirmasi hasil jawaban siswa.

Setelah pertemuan awal guru, peneliti dan observer merefleksi untuk merencanakan tindakan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan selanjutnya guru memulai pembelajaran hampir sesuai dengan rencana, membahas PR, menyampaikan tujuan pembelajaran dan terus memotivasi.

Untuk melihat kemampuan matematika siswa pada siklus I, guru memberikan kuis pertama yang terdiri dari satu butir soal essai kemampuan pemecahan masalah. Hasil tes kemampuan matematika siswa untuk siklus I, jumlah siswa yang tuntas untuk kemampuan pemecahan masalah hanya 12 siswa (33% dari 37 siswa). Dari hasil analisis terlihat belum semua yang diharapkan tercapai bahakan masih rendah.

Dalam mengerjakan tes pemecahan masalah matematika, siswa kesulitan dalam menterjemahakan soal-soal tersebut. Guru mengatakan kepada siswa untuk lebih banyak lagi berlatih di rumah dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan teorema phytagoras, soal-soal cerita dan masalah matematika lainnya, kendala lain yaitu siswa belum menguasai konsep dan pemecahan masalah matematika, kuis ini diberikan guru pada akhir siklus dengan waktu yang terbatas jadi siswa terburu-buru mengerjakan tampa sempat berpikir agak lama.

Setelah selesai pembelajaran masing-masing pertemuan direfleksi oleh guru berdasarkan catatan lapangan pada pertemuan itu. Pada pertemuan

pertama,ditemukan masih banyak siswa yang takut menjawab pertanyaan, bertanya atau mengemukakan pendapat. Beberapa siswa yang telah mampu menyelesaikan mereka bekerja sendiri, dan bagi siswa yang tidak mengerti, tidak ada keinginan bertanya kepada teman atau guru. Pembelajaran masih berpusat kepada guru, belum terlihat interaksi dengan siswa dalam memberikan bimbingan.Refleksi dari guru, juga kelihatan susah merobah kebiasaan yaitu menerangkan, menyuruh siswa memperhatikan dengan tenang, kemudian memberikan latihan. Walaupun demikian kelihatan usaha guru membimbing dan bertanya, meminta siswa

memodelkan, sedangkan meminta siswa menjelaskan dan memotivasi belum terlihat sama sekali.

Pada pertemuan kedua, terlihat pada beberapa kelompok terjadi tanya jawab, dan berani mengemukakan pendapat antara lain kelompok 2 dan 4 mempunyai pendapat yang berbeda dan. Di sini, terlihat bahwa siswa cenderung menghafal rumus bukan memahami konsep persamaan kuadrat.

Pada pertemuan ketiga, sudah lebih banyak kelompok yang berdiskusi dengan tanya jawab, dan berani menjelaskan antara lain adalah kelompok 2 dan kelompok 4. Walaupun sudah terjadi peningkatan pembelajaran dengan konstruktivisme, namun secara keseluruhan masih banyak siswa yang belum terlibat secara sempurna. Selanjutnya refleksi dari guru menyatakan awalnya dia agak bingung melihat siswa yang biasanya aktif menjawab jika guru menerangkan di depan tapi siswanya sekarang tetap belum berani menjawab dan memberi alasan, kelihatan siswa juga takut salah.

Setelah selesai rangkaian Siklus I, penulis bersama guru dan observer melakukan refleksi. Data yang diperoleh dianalisis dan dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan dalam mencapai tujuan. Refleksi ini dilakukan untuk melihat aktivitas belajar apa saja yang sudah berhasil pada Siklus I atau sebaliknya. Hasil refleksi terhadap aktivitas belajar siswa terlihat bahwa:

Berdasarkan hasil refleksi terhadap aktivitas siswa pada Siklus I, maka penulis bersama observer menyimpulkan bahwa masih banyak indikator keberhasilan aktivitas belajar dan kemampuan matematika siswa yang belum tercapai. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan dan perbaikan pembelajaran pada Siklus II

b. Temuan Siklus II

Hasil pengamatan aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Persentase Aktivitas Siswa pada siklus II.

Keterangan :

A. Merespon/menjawab pertanyaan guru

B. Menyelidiki/membaca/mencermati/ menemukan solusi soal-soal

C. Mengajukan pertanyaan kepada guru atau teman D. Mengemukakan alasan atau pendapat

(7)

E. Menjelaskan kepada teman

F. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok

G. Membuat atau mencatat hasil diskusi dan kesimpulan

Hasil observasi pada Tabel 2. dapat digambarkan dalam bentuk diagram berikut.

Gambar 2. Diagram Batang Aktivitas Siswa pada Siklus II

Pada pertemuan keempat(16 Oktober 2015) siklus ke II,pembelajaran dimulai dengan membahas PR yang tidak bisa diselesaikan siswa, dilanjutkan dengan penyampaian tujuan dan aturan pembelajaran oleh guru. Setelah diberi petunjuk oleh guru, siswa duduk pada kelompok baru. Pada kegiatan inti terjadi interaksi Tanya jawab antara siswa dan guru seperti ilustrasi berikut ini.

Guru: Siswa sekalian kalian sudah beberapa kali belajar dengan model seperti ini , ibu beerharap kamu membiasakan diri untuk mengemukakan pendapat asal benar-benar sudah kamu pelajarai dengan baik, dan bisa memberikan alasan atas jawaban yang kalian berikan.

Siswa: ya Bu.

Guru :pertemuan ini kalian akan ibu beri tugas soal pemecahan masalah dengan materi fungsi kuadrat!

Siswa : (mengerjakan LKS)

Sebagian siswa ragu menjawabnya. Kemudian, guru menjelaskan bahwa dikelas .Dari salah satu penyelesaian yang dibuat oleh siswa dengan bimbingan guru terlihat bahwa pembelajaran dimulai dengan membagikan soal pemecahan masalah tentang fungsi kuadrat. Dengan kegiatan yang sama de dan Kemudian siswa menemukan jawabannya sendiri, dengan berinteraksi dengan guru. Pertemuan kelima, dengan pendekatan konstruktivisme yang sama dengan sebelumnya, siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran konstruktivisme yang memberikan keleluasaan siswa untuk belajar menkonstruksi kemampuan sendiri ini. Bebeas menegmukakan pendapat dengan teman-temannya dengan bimbingan guru yang lebih intensif.

Pertemuan keenam, ini adalah pertemuan terakhir untuk siklus II siswa memang sudah berani

bertanya baik dengan teman maupun dengan guru, soal yang diberikan masih berkisar tentang masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan siswa meneyelesaikan sesuai dengan kemampuan dan hasil konstruksi pengetahuan yang sudah dimilikinya. Aktivitas siswa juga semakin meningkat dari pertemuan sebelumnya. Aktivitas yang mengalami peningkatan adalah aktivitas A, B, C, D, E dan F. Ini mengindikasikan sudah meningkat pula jumlah siswa yang menguasai materi pembelajaran. Hal ini juga didukung oleh data pemecahan masalah siswa pada Siklus II yang lebih baik dari siklus I, dan persentase siswa yang mencapai KKM sudah mencapai 27 dari 37 siswa. Aktivitas mengemukakan alasan atau pendapat pada Siklus II mengalami peningkatan. Walaupun demikian keadaan ini cukup menggembirakan karena 15 Dari 37 siswa telah berani mengemukakan pendapat (lihat Table 4.3). Karena pada pembelajaran sebelum memakai konstruktivismesiswa jarang yang mau mengeluarkan pendapat. Aktivitas menjelaskan kepada teman meningkat, walaupun belum maksimal namun keadaan ini suatu peningkatan yang menggembirakan, dimana persentase siswa yang menjelaskan pada akhir Siklus II adalah 17 dari 37 siswa telah mampu membantu teman yang lemah. Keadaan ini juga disebabkan oleh aktivitas guru dalam memotivasi yang juga mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya siswa yang menjelaskan berarti sudah banyak siswa yang menguasai materi pelajaran, hal ini terlihat pada skor pemahaman konsep dan pemecahan masalah siswa yang juga mengalami peningkatan

Berdasarkan hasil dari catatan lapangan, aktivitas yang dilakukan guru pada siklus II, secara klasikal sudah maksimal. Sedangkan aktivitas guru yang terkait dengan interaksi pembelajaran secara individu juga mengalami peningkatan.

Aktivitas guru pada siklus II ada yang mengalami peningkatan dan sebaliknya ada yang mengalami penurunan. Aktivitas guru mengajukan masalah dengan cara memberikan soal-soal cerita dalam bentuk pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari siswa dan meminta siswa Jadi guru hanya mengarahkan saja selanjutnya siswa yang beraktivitas dalam kelompoknya. Aktivitas guru bertanya kepada siswa hampir sama dengan sebelumnya guru dalam memberikan pengarahan selalu menanyakan kepada siswa tentang materi yang dibahas. Kemudian meminta siswa menjawab pertanyaan serta meminta pendapat alasan siswa dari jawabannya itu bagian mana saja yang belum dipahami siswa.

(8)

guru meminta menjelaskan terus menerus menerus mengalami peningkatan, guru sangat aktif sekali meminta siswa menjelaskan atau presentasi bergantian masing-masing kelompok ke depan kelas. Berarti guru bertambah yakin bahwa beberapa siswa yang memiliki kemampuan dapat membantu yang lemah dan sekaligus akan dapat mengurangi sifat egois dan meningkatkan rasa sosial sesama siswa. Aktivitas guru membimbing siswa menemukan sangat baik hampir sama dengan pertemuan sebelumnya guru selalu membimbing siswa baik di depan kelas maupun pada masing-masing kelompok, berarti guru telah yakin bahwa jawaban, pendapat atau alasan siswa yang belum tepat atau salah membutuhkan bimbingan guru.

Untuk melihat kemampuan matematika siswa pada Siklus II, guru memberikan kuis/ulangan harian terdiri dari lima butir soal essai. Jumlah siswa yang tuntas untuk kemampuan pemecahan masalah sudah 27 siswa (73% dari 37 siswa). Dari hasil analisis jawaban siswa, kemampuan pemecahan masalah agak lebih baik. berarti siswa sudah sangat menikmati pembelajaran karena guru terus menerus memberikan bimbingan dengan banyak memberikan latihan-latihan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Guru memberikan bimbingan dan soal-soal pemecahan masalah matematika serta lebih banyak memberikan motivasi agar siswa mengerjakan soal berdiskusi.Siswa yang cepat membantu menjelaskan kepada teman yang agak lambat dalam kelompoknya, karena guru juga menekankan nilai kelompok.Akhirnya setiap kelompok siswa berusaha untuk mendapatkan nilai yang tinggi.

Setelah selesai rangkaian siklus II, peneliti, guru dan observer melakukan refleksi. Refleksi ini dilakukan untuk melihat aktivitas apa saja yang sudah berhasil atau sebaliknya. Hasil refleksi terhadap aktivitas siswa terlihat sebagai berikut ini.

1) Aktivitas siswa seluruhnya sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan sebelumnya. Tetapi guru juga harus memperhatikan terus aktivitas belajar dengan melakukan inovasi pembelajaran terutama pada pertemuan akhir pelajaran.

2) Peneliti melihat bahwa siswa sudah mulai berani bertanya, berdiskusi dengan teman menanggapi dan mengemukakan alasan, siswa tidak takut dan tidak malu-malu lagi menjelaskan kepada teman, dengan berdiskusi siswa lebih percaya diri untuk tampil mempresentasikan hasil diskusi. Apalagi aktivitas mencatat kesimpulan, guru tidak perlu lagi meminta kepada siswa karena siswa sudah tahu manfaat dari mencatat kesimpulan materi yang sudah dipelajari. Selain itu adanya pemakaian pendekatan konstruktivismedan perubahan pola pembelajaran, siswa mulai senang dengan pelajaran matematika.

3) Kemampuan pemecahan masalah siswa sudah sangat memuaskan. Sikap siswa terhadap

pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivismesemakin membaik. Mereka menyenangi pembelajaran seperti ini. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II, peneliti, guru dan observer sepakat untuk menghentikan tindakan sampai pada siklus II. Hal ini karena seluruh indikator keberhasilan yang ditetapkan sebelumnya sudah terpenuhi.

Pemahaman guru terhadap konstruktivisme telah dapat meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran matematika. Peningkatan aktivitas guru ternyata berdampak positif terhadap peningkatan aktivitas dan kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematika siswa kelas X C MAN Olak Kemang Jambi. Untuk lebih jelasnya, peningkatan tersebut dibahas pada uraian berikut.

a. Peningkatan Aktivitas siswa

Berdasarkan Tabel 1 dan tabel 2 dapat dilihat pelaksanaan tindakan mulai siklus I sampai siklus II didapat kenyataan bahwa pendekatan konstruktivisme yang diterapkan dalam proses pembelajaran matematika memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Aktivitas siswa dalam menjawab pertanyaan guru mengalami peningkatan, yang mana siklus I pada pertemuan ke-3 dalam kategori kurang tapi pada pertemuan ke-6 pada siklus II menjadi kategori baik . Hal ini disebabkan meningkatnya aktivitas guru bertanya kepada siswa mulai siklus I sampai siklus II. Pada tiap pertemuan terlihat aktivitas siswa terus meningkat, walaupun awal-awalnya belum berani bertanya kepada guru, tetapi akhirnya siswa sudah berani menjawab pertanyaan atau merespon apa yang ditanyakan guru, berarti pembelajaran berlangsung dengan interaksi melalui tanya jawab antara guru dan siswa.

Aktivitas siswa menyelidiki, membaca, mencermati, dan menemukan solusi LKS mengalami peningkatan pada siklus I maupun siklus II. Awalnya terlihat bahwa beberapa orang siswa saja yang melakukan aktivitas ini, akan tetapi pada pertemuan selanjutnya aktivitas ini mengalami peningkatan.Siswa sudah mulai terbiasa melakukan kegiatan mencermati/menyelidiki persoalan matematika terlebih dahulu sebelum menanyakannya kepada guru. Siswa juga diberi kesempatan mengembangkan strategi-strategi informal pemecahan masalah mereka yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian prosedur-prosedur pemecahan.

(9)

Aktivitas siswa bertanya atau menjelaskan kepada teman juga meningkat, siswa merasa bebas untuk mengemukakan pendapat atau merefleksi diri. Pada akhirnya siswa akan dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Ternyata, dengan perbedaan pendapat dan cara bernalar masing-masing siswa dapat menemukan beberapa konsep, sifat atau aturan dalam matematika. Beberapa siswa telah menemukan konsep bagaimana luas bidang sisi dan volum kubus dan balok secara benar.

Pada pertemuan pertama hanya satu orang yang mau ke depan mempresentasikan hasil diskusi kelompok pada pertemuan berikutnya sudah mulai berani wakil dari tiap kelompok tampil ke depan serta memberi tanggapan dari hasil presentasi teman-temannya. Untuk aktivitas membuat kesimpulan mengalami peningkatan yang cukup banyak ini karena motivasi yang diberikan guru terus menerus membuat siswa jadi lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.

Dari pembahasan di atas dapat dimaknai bahwa peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika disebabkan oleh penggunaan konstruktivismedi Kelas X.C MAN Olak Kemang Jambi.

b. Peningkatan Aktivitas Guru

Peningkatan aktivitas siswa dengan konstruktivisme seperti yang ditemukan di atas, jelas sangat erat kaitannya dengan aktivitas yang dilakukan guru. Aktivitas guru mengajukan masalah kontekstual dari siklus I sampai siklus II sudah maksimal, karena guru setiap awal pembelajaran selalu memulainya dengan mengajukan masalah sehari-hari, yang dekat dengan kehidupan siswa, sehingga mudah dipahami oleh siswa.

Aktivitas guru bertanya kepada siswa darisiklus I sampai siklus IIterus dilakukan guru setiap pertemuan. Guru selalu berusaha bertanya jika siswa banyak yang diam dengan pertanyaan stimulus untuk mengetahui kemampuan siswa, berarti guru sudah memahami bahwa bertanya kepada siswa adalah sesuatu yang penting dilakukan.

Aktivitas guru meminta siswa menjelaskan meningkat, dan berdampak terhadap peningkatan aktivitas siswa untuk menjelaskan kepada guru atau teman. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah yakin bahwa dengan siswa menjelaskan akan dapat mengetahui pemahaman siswa dan melatih siswa untuk mengkomunikasikan pemahamannya, yang merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika.

Guru merasa yakin bahwa hambatan, pendapat atau alasan siswa yang belum tepat atau salah membutuhkan bimbingan secara demokrasi dan bersahabat. Sehingga siswa tidak merasa takut dengan pelajaran matematika, sekalipun mengalami kesulitan, ada orang terdekat yang penuh bersahabat untuk membantunya.

Aktivitas guru meminta siswa membuat kesimpulan meningkat namun pada pertemuan

terakhir guru hanya meminta siswa membuat dan merangkum kesimpulan-kesimpulan pada pembelajaran sebelumya sekaligus mempersiapkan diri untuk ujian kenaikan kelas.

c. Kemampuan Pemecahan Masalah

Dari peningkatan tes kemampuan pemecahan masalah ini, dapat dilihatbahwadengan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan pemecahan masalah, dan tidak menutup kemungkinan kemampuan lain meningkat. Dengan kata lain, apabila aktivitas belajar siswa baik maka kemampuan matematikanya juga baik.

Penelitian yang dilakukan untuk melihat adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dan kemampuan matematika siswa melalui pendekatan konstruktivisme. Masih banyak konstruktivisme yang belum teramati. Untuk pengumpulan data, penulis, guru dan observer berkolaborasi untuk mengamati aktivitas siswa. Mengingat banyaknya siswa dan aktivitas yang dilakukan, maka boleh jadi pengamatan yang dilakukan tidak tercatat seluruhnya.

Penulis terbatas oleh waktu yang singkat dan tempat yang jauh dari tempat tugas penulis. Namun, dengan kemampuan siswa secara keseluruhan, menengah ke bawah. Penulis, guru dan dua orang observer menemukan demikian adanya aktivitas belajar siswa, begitu juga kemampuan matematika siswa.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

a. Pembelajaran matematika melalui pendekatan konstruktivismedapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa kelas X C MAN Olak Kemang Jambi. Hal ini disebabkan aktivitas yang dilakukan siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah dengan melakukan kegiatan merespon pertanyaan guru, berinteraksi dengan guru dan sesama siswa secara demokrasi. Aktivitas dan motivasi guru membuat siswa menjadi lebih dekat dengan matematika, kreativitas guru menimbulkan rasa ingin tahu siswa dalam menemukan berbagai strategi dalam memecahkan soal-soal, serta ulet dalam belajar matematika. Meningkatnya interaksi antara siswa dan guru, siswa dengan siswa menyebabkan keberanian siswa untuk bertanya kepada guru atau teman dan rasa percaya diri untuk memberikan ide-ide siswa semakin bertambah. Siswa diberi kesempatan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

(10)

Daftar Pustaka

Fauzan, A. (2001). Pengembangan dan implementasi prototipe i& ii perangkat pembelajaran geometri untuk siswa kelas 4 sd menggunakan pendekatan rme. Makalah:Seminar Nasional:Surabaya. Muslich, M. (2009). Melaksanakan peneltian

tindakan kelas itu mudah. Jakarta: Bumi Aksara.

Suherman, E. dkk. (2001). Strategi Pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: Tim MKBPM JICAUPIBandung

Suparno, P. (1996). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Kunandar. (2008). Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai pengembangan pofesi guru. Jakarta. Raja Press.

Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.

Gambar

Tabel 1. Interpretasi Aktivitas Belajar
Gambar 1 Diagram Batang Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
Tabel 3. Persentase Aktivitas Siswa pada siklus II.
Tabel 2.

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan kerja didefinisikan sebagai kenikmatan karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan mereka, hal ini dianggap sebagai faktor penting karena dapat berhubungan

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul: “Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial dengan Motivasi

Demikian juga jenis bahan tambahan pangan juga tidak merubah rasa sehingga rasa karak goreng hampir sama dan pada tingkat agak disukai karena kurang garam atau bumbu-bumbu

Japfa Comfeed Indonesia Tbk Cirebon ternyata kedisiplinan kerja para pegawai dan kompensasi yang diberikan terhadap pegawai diduga masih dirasakan belum memadai.Faktor

Seperti sedia maklum, roti naan yang dikenali dalam etnik India ini disukai oleh kaum lain seperti Melayu dan Cina. Kebiasaannya kita akan jumpai roti ini di kedai makan India

3. Riwayat Kesehatan Sekarang.. Pasien Ny.S mengeluh badan terasa lemas, terasa sesak pada dadanya, dan kepala pusing beberapa minggu sebelumnya. Usaha yang dilakukan

Nilai duga heritabilitas yang tinggi terdapat pada karakter jumlah polong per tanaman serta bobot biji per tanamana dari populasi 100 dan 200 Gy dapat dijadikan

Za zmanjševanje in prepre ˇcevanje neenakosti bo gotovo treba narediti še veliko. Vsekakor pa šola pri tem potrebuje tudi podporo širše družbene skupnosti. Zato smo vsi, ki skrbimo