• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Kortikosteroid Intranasal (Fluticasone Furoate) Terhadap Ekspresi Matriks Metalloproteinase-9 Pada Polip Hidung Di RSUPH Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Kortikosteroid Intranasal (Fluticasone Furoate) Terhadap Ekspresi Matriks Metalloproteinase-9 Pada Polip Hidung Di RSUPH Adam Malik Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain kuasi eksperimental. Pada penelitian ini akan diperiksa ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah pemberian fluticasone furoate semprot hidung.

3.2 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan. Untuk pemeriksaan imunohistokimia akan dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU. Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah penderita polip nasi yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasoendoskopi dan hasil biopsi histopatologi yang berobat ke subdivisi rinologi- alergi imunologi THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.

a. Kriteria inklusi

Penderita polip hidung yang belum pernah mendapat pengobatan dengan kortikosteroid.

(2)

Bersedia ikut dalam seluruh proses penelitian dan memberikan persetujuan secara tertulis setelah mendapat penjelasan (inform consent)

b. Kriteria eksklusi

Subjek dengan hasil pemeriksaan histopatologi keganasan.

Penderita yang hamil dan menyusui. Penderita dengan gangguan fungsi hati.

3.3. 3 Besar Sampel

Penentuan jumlah minimal sampel pada penelitian ini adalah berdasarkan pengamatan pendahuluan dengan menggunakan rumus :

(Zα+Zβ)SD 2

N1= N2 = 2 (x1- x2)

N1= N2 = (1,64+0,84)2,45 2 1,5

N = 16,40 16

Keterangan :

Zα = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α yang besarnya ditentukan. Nilai α =0,05  Zα = 1,64

Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β = 0,2  Zβ = 0,84

SD = simpangan baku (Callejas et al 2014)

(3)

3.3. 4 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel penelitian diambil secara non probability concecutive sampling.

3.4 Variabel Penelitian Variabel yang diteliti yaitu :

1. variabel dependen : Matriks Metalloproteinase-9. 2. variabel independent : fluticasone furoate.

(4)

4 ketentuan Mackay and Lund,1995 pulasan warna coklat pada sitoplasma sel stroma. Kontrol positif yang digunakan berasal dari jaringan plasenta

yang dilakukan

pewarnaan

immunohistokimia.

Kontrol negatif yang digunakan berasal dari jaringan polip hidung

(5)

Skor intensitas (intensitas

pewarnaan)

n positif > 50% jumlah sel

0 : negative

1 : lemah

2 : moderat

3 : kuat 6 Fluticas

one furoate

Kortikosteroid fluorinated

sintetik dengan efek anti inflamasi yang reaksinya meningkat dengan reseptor glucocorticoid intraseluler. merupakan

suspensi cair

kortikosteroid micronized yang disemprotkan ke mukosa hidung.

Setiap aktuasi semprotan disemprotan mengalirkan

27,5 µg

fluticasone furoate

Digunakan Tidak digunakan

(6)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan sebagai berikut: 1. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita

2. Formulir persetujuan ikut penelitian

3. Alat untuk biopsi: blakesley nasal forcep lurus/bengkok, endoskopi kaku 4 mm, 00.

4. Alat untuk pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia: mesin pemotong jaringan (microtome), water bath, hot plate, staining jar, rak kaca objek, kaca objek, rak inkubasi, silanized slide, pap pen, pipet mikro, tabung sentrifuge, pengukur waktu dan mikroskop cahaya.

3.6.2 Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jaringan polip hidung dalam bentuk blok parafin yang didiagnosis sebagai polip hidung. Bahan ini diperiksa secara immunohistokimia dengan menilai immunoreaktivitas antibodi MMP-9.

2. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi: formalin 10%, blok paraffin, aqua destilata, hematoxyllin-eosin.

3. Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia: xylol, alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam methanol, Tris

Buffer Saline (TBS), antibodi MMP-9, santa cruz, Real EnVision, Chromogen Diamino Benzidine (DAB). Lathium carbonat jenuh, Tris EBTA, hematoxylin, aqua destilata.

3.6.3 Prosedur kerja pemeriksaan immunohistokimia MMP-9: 1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit

2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alk 96%, Alk 80%, Alk70%) @ 4 menit 3. Cuci dengan air mengalir 5 menit

Masukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitope ± 1 jam

(7)

6. Blocking dengan peroxidase block 5- 10 menit 7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 8. Blocking dengan Normal horse Serum (NHS) 3% 15 menit 9. Cuci dalam tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit

10. Inkubasi dengan Antibody MMP-9 dengan pengenceran 1:40 1 jam 11.Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/ Tween 20 5 menit 12. Santa cruz Real Envision Rabbit/Mouse 30 menit

13. Cuci dalam Tris Buffered saline (TBS) pH 7,4/Tween 20 5-10 menit 14. DAB + Substrat Chromogen solution dengan pengeceran 20µL DAB : 1000µL substrat ( tahan 5 hari disuhu 2-80C setelah di-mix) 5 menit 15. Cuci dengan air mengalir 10 menit

16. Counterstain dengan hematoxylin 3 menit 17. Cuci dengan air mengalir 5 menit 18. Lithium carbonat (5% dalam aqua) 2 menit 19. Cuci dengan air mengalir 5 menit 20. Dehidrasi (Alk 80%,Alk 96%, Alk Abs) @5 menit 21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit 22. Mounting + cover glass

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari pemeriksaan langsung ekspresi MMP-9 polip hidung, sebelum dan sesudah mendapat terapi semprot hidung fluticasone furoate dengan pemeriksaan imunohistokimia.

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data

(8)

3.9 Kerangka Kerja

Massa di rongga hidung

Biopsi

Bukan polip hidung Polip hidung

Pemeriksaan MMP-9 sebelum terapi FF secara Imunohistokimia

Negatif : skor 0-3

Positif : skor 4-9

Terapi FF intranasal selama 4 minggu

Pemeriksaan MMP-9 sesudah terapi FF secara imunohistokimia

Negatif Skor : 0-3

(9)

3.10 Jadwal Penelitian

Jenis Kegiatan Waktu Sept

2015

Okt 2015

Des 2015

Febr 2016

Apr 2016

Juni 2016

Febr 2017 1

.

Persiapan proposal 2

.

Seminar proposal 3

.

Pengumpulan & pengolahan data

4 .

Penyusunan laporan 5

.

(10)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan Quasi eksperimental. Pengambilan sampel penelitian didapat dari rongga hidung penderita pada saat dilakukan biopsi untuk menentukan diagnosa polip hidung. Data penelitiannya adalah seluruh kasus polip hidung yang dilakukan tindakan biopsi dan pengobatan di RSUP H. Adam Malik Medan sejak Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi yaitu sebanyak 16 subjek.

Tabel 4.1 Karakteristik penderita polip hidung berdasarkan umur dan jenis kelamin kelompok usia < 40 tahun sebanyak 4 orang (25 %), dengan rerata usia 52,81 ± 15,489 ( mean ± SD).

(11)

Berdasarkan tabel di atas diketahui tampilan skor imunoreaktif MMP-9 pada penderita polip hidung kelompok overekspresi (ekspresi positif) yaitu sebanyak 12 orang (75%) sedangkan kelompok ekspresi negatif yaitu sebanyak 4 orang (25%).

Tabel 4.3. Perbedaan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate

Ekspresi

(12)

Berdasarkan tabel di atas diketahui stadium klinis pada penderita polip hidung sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan tampilan overekspresi (ekspresi positif) MMP-9 kelompok tertinggi stadium 1 yaitu sebanyak 100% dan diikuti stadium 3 yaitu 89% dan pada stadium 2 yaitu sebanyak 50%, dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate tampilan ekspresi negatif MMP-9 kelompok tertinggi stadium 1 yaitu sebanyak 75% dan di ikuti stadium 2 sebanyak 58%. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara perubahan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan stadium, p = 0,511.

(13)

BAB 5 PEMBAHASAN

Pengambilan sampel penelitian dari Departemen Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan yang kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan immunohistokimia di laboratorium Patologi Anatomi FK USU.

Penelitian ini dilakukan terhadap 16 penderita polip hidung yang datang berobat ke RSUP H. Adam Malik, Medan sejak bulan Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi. Penderita polip hidung lebih banyak pada laki laki 12 orang (75%) daripada perempuan 4 orang (25%). Kelompok umur ≥ 40 tahun lebih banyak menderita polip hidung yaitu 12 orang (75%) dibandingkan kelompok umur < 40 tahun. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian penelitian sebelumnya. Munir (2005) melaporkan insiden polip tertinggi pada rentang usia 35 dan 44 tahun dan laki-laki lebih banyak menderita polip hidung (65%) dibandingkan perempuan (35%). Pearlman et al (2010) mendapatkan bahwa insiden polip hidung meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Hal ini disebabkan karena sistem mekanisme perbaikan DNA yang mengalami mutasi (DNA repair) sudah kurang berfungsi dengan baik dan penurunan daya tahan tubuh pada usia lebih dari 40 tahun. Bachert (2011) melaporkan bahwa prevalensi polip hidung cenderung meningkat dengan bertambahnya umur dan hampir dua kali lipat lebih sering pada laki laki dibandingkan wanita, hal ini mungkin disebabkan karena laki laki lebih sering terpapar asap rokok, debu dan bahan bahan kimia lainnya. Dewi (2011) di RSUP.H. Adam Malik Medan melaporkan laki-laki dan perempuan menderita polip hidung pada proporsi yang hampir sama, masing-masing 5,2% dan 48,8%.

(14)

pembuluh darah polip hidung. Kahveci (2008) mendapatkan ekspresi MMP-9 tinggi dan ekspresi TIMP-1 rendah pada polip hidung.Watelet et al mendapatkan peningkatan jumlah sel sel inflamatori MMP-9 pada pembentukan pseudokista jaringan polip, ia menyatakan adanya hubungan yang potensial antara MMP-9 gene polymorphism dengan terbentuknya polip. MMP-9 telah dibuktikan terdapat dalam polip hidung (Kostamo et al, 2007; Lechapt-Zalcman et al, 2001; Watelet et al, 2004; Bhandari et al, 2004; Chen et al, 2007). Penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa terdapat MMP-9 di polip hidung dan MMP-9 dapat memainkan peran dalam perpindahan sel inflamasi melalui komponen lamina basal, yang menyebabkan akumulasi sel inflamasi dan peradangan pada jalan napas.

Pawankar et al. telah menemukan MMP-9 tinggi dalam jaringan polip hidung. Penelitian lain juga menunjukkan peningkatan kadar MMP-9 di polip hidung. Namun tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik antara tingkat MMP-9 dari jaringan polip hidung dan jaringan hidung yang sehat.

Lee et al. (2003) mengklaim bahwa ketidakseimbangan rasio MMP-9 / TIMP-1 mempunyai peran terhadap proses inflamasi pada polip hidung. Kahveci et al. melaporkan bahwa ketidakseimbangan MMP / TIMP dapat menyebabkan pecahnya epitel sehingga protein matriks ekstra seluler memiliki tugas utama terhadap pecahnya epitel.

(15)

dengan Callejas, et al. (2014) yang meneliti tentang pengaruh kortikosteroid terhadap remodeling mukosa pada rinosinusitis kronis dengan polip hidung mendapatkan bahwa ekspresi MMP-9 secara bermakna menurun (p<0,01) pada minggu ke 2 dan minggu ke 12 dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan terapi budesonide intranasal.

Namun berbeda dengan cincik et al. (2013) perbedaan antara terapi steroid oral, steroid intralesi dan steroid topical intranasal secara statistik tidak bermakna terhadap kadar MMP-9 dan TIMP-1. Pada penelitian cincik et al, level MMP-9 pada grup yang diterapi steroid dan grup yang tidak diterapi serta mukosa hidung sehat, hasilnya tidak ditemukan perbedaan antara grup grup tersebut berdasarkan kadar MMP-9 tidak seperti penelitian penelitian yang lain. Mereka menyimpulkan bahwa MMP-9 tidak signifikan terhadap polip hidung. Namun ditemukan beberapa perbedaan antara grup berdasarkan rasio MMP-9/TIMP-1. Hoshino et al. (1999) Melaporkan bahwa terapi kortikosteroid akan menyebabkan penurunan akumulasi dari kolagen subepithelial pada pasien asma dengan menurunkan MMP-9 dan meningkatkan ekspresi TIMP-1. Pada penelitian lain dengan menggunakan inhalasi budesonide dapat menormalisasi rasio MMP-8/TIMP-1 dengan menurunkan MMP-8 dan meningkatkan TIMP-1 pada pasien asma.

(16)

terdapat penurunan stadium polip sebanyak 12 sampel dan hal ini membuktikan bahwa fluticasone furoate berpengaruh terhadap polip hidung.

Terdapat 4 sampel yang sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate dengan ekspresi negatif dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 tetap negatif, namun stadium polip hidung menurun. Perubahan ekspresi MMP-9 terdapat pada 6 sampel dan perubahan stadium terjadi pada 12 sampel, Hal ini disebabkan karena bukan hanya MMP-9 yang mempengaruhi terbentuknya polip hidung. Terdapat faktor faktor lain yang berperan dalam terbentuknya polip hidung diantaranya : adanya perubahan struktur epitel, angiogenesis, serta degradasi matriks ekstraseluler yang disebabkan karena rendahnya kadar TGF β. Sejumlah mediator inflamasi dan faktor faktor diferensiasi juga merupakan faktor pertumbuhan polip hidung. TGF β menginduksi proliferasi dan fibrosis fibroblas. IL-8, RANTES, GM-CSF, IgE, IL-1 dan eotaxin mempengaruhi pertumbuhan polip hidung. Jaringan polip hidung di infiltrasi oleh sel inflamasi yang teraktivasi yang dihasilkan oleh bermacam macam mediator pro inflamasi termasuk sitokin, leukotrien, histamin dan prostaglandin (Cohen, Efraim, Levi-Schaffer & Eliasha 2011).

Naclerio and Mackay (2001) melaporkan bahwa dengan menggunakan kortikosteroid semprot hidung selama 4-6 minggu, efektif mengurangi ukuran polip hidung. Pada penelitian ini peneliti menggunakan Fluticasone furoate 110 μg sekali sehari yang diberikan dalam dua kali semprot (27,5 μg/semprot) untuk tiap polip hidung.

(17)
(18)

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat diambil simpulan bahwa :

1. Pada penelitian ini, penderita polip hidung di RSUP H. Adam Malik, Medan terjadi lebih banyak pada laki laki dibandingkan wanita. Kelompok umur ≥40 tahun lebih banyak menderita polip hidung.

2. Pada penelitian ini didapati overekspresi MMP-9 pada polip hidung di RSUP Haji Adam Malik, Medan sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate dan terdapat penurunan yang bermakna terhadap ekspresi MMP-9 pada polip hidung sesudah mendapat terapi fluticasone furoate.

3. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara perubahan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan stadium.

6.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat memahami peran kortikosteroid terhadap ekspresi MMP-9 pada polip hidung dan faktor faktor lain yang mempengaruhi polip hidung sehingga dapat digunakan untuk memberikan terapi yang optimal.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik penderita  polip hidung berdasarkan umur dan jenis
Tabel 4.3. Perbedaan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan

Referensi

Dokumen terkait

Metal Mineral Mining Business License Area (WIUP) and Coal.. Mining Business License Area (WIUP) that has

Universitas Sumatera Utara... Universitas

- kegiatan manusia dalam hubungannya dengan kondisi (geografis, kelembagaan sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya) dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam pada masa

Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan hasil belajar berdasar ketuntasan yakni banyaknya siswa yang tuntas sebelum tindakan sebanyak 10 siswa (37,04% dari seluruh

Analisis Pengembangan Perkebunan Karet.. Metode dan

Panti Asuhan Putra Muhammadiyah Cabang Medan merupakan panti asuhan yatim, yang memberikan metode pelaksanaan bimbingan agama, karena pertumbuhan anak- anak di panti

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis

Rancangan sistem yang diusulkan dalam studi ini masih menggunakan konsep programa linear obyektif tunggal khususnya pada perencanaan produksi agregat sehingga masih bisa