• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tentang Teori Kognitif Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Tentang Teori Kognitif Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

2. Kognitif

Kata kognisi diartikan sebagaikegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb.) atau usaha mengenali sesuatu melalui

pengalaman sendiri. Sedangkan kognitif mempunyai makna berhubungan dengan atau melibatkan kognisi (Pusat Bahasa, 2008: 712). Kognitif juga dapat berarti

berhubungan dengan pengertian, pemahaman, tanggapan, dan sebagainya (Martinus, 2001: 296). Kognitif dapat pula dimaknai sebagai berbagai proses mental yang digunakan dalam berpikir, mengingat, memahami, mengenali, mengelompokkan, dll. (Richards, 2010: 70).

Menurut Kridalaksana (2011: 127), kognitivisme (cognitivism, cognitive linguistics) adalah paradigma dan gerakan linguistik yang berkembang sejak tahun 1970-an sebagai tantangan terhadap gerakan generativisme, yang dalam teorinya selalu berusaha mencari paralelisme antara cara kerja bahasa dan cara kerja otak manusia, dan semua konsep gramatikal diberi ciri semantik (makna kata dan kalimat; mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata). Wawasan dalam ilmu psikologi dimanfaatkan dalam teori ini. Tokoh yang tergolong sebagai kaum kognitivis antara lain adalah Langacker, Filmore, McCawley, Taylor, Wirzbiecka; dan juga para penganut semantik generatif praktis.

Generativisme (generativism) adalah gerakan dalam linguistik yang bekerja dengan mempergunakan gramatika generatif, yang merupakan kaidah-kaidah gramatikal yang menggambarkan mekanisme dalam otak dalam membangkitkan kalimat-kalimat; tujuan deskripsi bahasa ialah menggambarkan proses berbahasa sebagai kapasitas mental. Gerakan ini berlawanan dengan deskriptivisme, berusaha mencari semesta bahasa; menghargai rasionalisme dan tata bahasa tradisional, dan pada umumnya anti fungsionalisme. Penganutnya adalah Chomsky dan murid-muridnya (Kridalaksana, 2011: 71).

Dalam kaitan dengan istilah kognitivisme dikenal adanya konsep gramatika kognitif dan semantik kognitif. Yang dimaksudkan dengan gramatika kognitif

(cognitive grammar) (Kridalaksana, 2011: 75)adalah teori gramatika dalam paradigm kognitif yang memandang semua unsur gramatika secara semantik, dan yang

menganggap tata bahasa sebagai komponen yang terjadi dari (1) ungkapan bahasa berupa struktur simbolis yang merupakan gabungan unsur fonologi dan unsur

(2)

secara tetap sepanjang hidupnya. Taraf kegramatikalanlah yang diunggulkan dan bukan dikotomi betul-salah.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan semantic kognitif (cognitive semantics) (Kridalaksana, 2011: 217) adalah teori semantik dalam paradigma kognitif yang memperlakukan makna sebagai konseptualisasi; makna sebuah ungkapan bahasa sebagai konsep yang diaktifkan dalam akal budi pembicara atau pendengar. Jadi, makna adalah hubungan di antara ungkapan bahasa dengan akal budi, tidak dengan alam di luar bahasa; kata dan ungkapan bahasa lain dianggap sebagai titik awal entri jaringan pengetahuan dunia yang luas. Dengan demikian, penjelasan makna melalui kamus tidak cukup, harus melalui ensiklopedia; kategori terorganisasi di sekitar protitipe, kemiripan di antara sesamanya, atau relasi subjektif di antara sesamanya.

Dalam teori perkembangan anak, menurut Chaer (2009: 221), dikenal adanya tiga pandangan dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang kontroversial dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme dan pandangan

behaviorisme. Pandangan nativisme, yang diwakili oleh Noam Chomsky, berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature). Menurut Kridalaksana (2011: 84), nativisme disebut juga hipotesis bawaan (innateness hypothesis). Sistem ini berpandangan bahwa anak lahir dengan bakat biologis untuk belajar bahasa, termasuk perihal pengetahuan tentang prinsip-prinsip struktural yang bersifat semesta.

Pandangan behaviorisme, yang diwakili olehB.F. Skinner,berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nurture). Behaviorisme (behaviorism) adalah pendekatan kepada bahasa sebagai bagian perilaku manusia dalam situasi perangsang-penanggap yang dapat diamati. Pendekatan ini hanya memperhatikan apa yang sungguh-sungguh dapat diamati dan mengabaikan apa yang

disebut “keadaan mental” dsb. (Kridalaksana, 2011: 32). Sedangkan pandangan yang ketiga muncul di Eropa, dari Jean Piaget, yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandangannya disebut kognitivisme.

(3)

mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.

Chomsky (Chaer, 2011: 223—224) pernah menyanggah konsep kognitivisme dari Piaget ini. Dikatakannya bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas itu. Chomsky selanjutnya mengemukakan bahwa lingkungan berbahasa juga tidak dapat menjelaskan struktur yang muncul di dalam bahasa anak. Karena itu, Chomsky berpendapat bahwa struktur dan kaidah bahasa haruslah diperoleh secara alamiah.

Perihal kognitivisme, Field (2004: 63—64) menuliskan pendapat bahwa ini merupakan pendekatan untuk melihat proses akuisisi bahasa yang terkaitkan dengan kognisi umum dan perkembangan kognitif. Beberapa temuan mengarah pada adanya pendapat bahwa dalam aspek tertentu bahasa adalah bawaan, tetapi kognitivisme cenderung memandang bahwa akuisisi bahasa terutama didorong oleh cara bayi mendapatkan masukan dalam hal kemampuan kognitif. Ini mungkin antara lain berkaitan dengan kemampuan kognitif dalam mengembangkan kesadaran objek, hubungan spasial, dan pendefinisian karakteristik, atau mungkin juga dalam hal anak mendapatkan persepsi untuk mengenali pola dalam materi linguistik.

Selanjutnya, pada halaman sumber yang sama, Field (2004: 63—64) mengemukakan bahwa di antara pandangan tentang akuisisi yang dapat dicirikan sebagai “kognitif” adalah bahwa seorang bayi tidak dapat mengekspresikan suatu konsep dalam bahasa kecuali sebelumnya ia telah mengembangkannya. Misalnya, seorang anak tidak dapat menggunakan bahasa untuk merujuk objek yang tidak terlihat kecuali ia telah menangkap gagasan tentang objek itu dalam kenyataan. Bagi Piaget, bahasa adalah produk dari kognitif dan proses persepsi.

Piaget menyimpulkan hasil penelitiannya (Field, 2004: 63—64), bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif. Keempatnya mewakili suatu perkembangan bertahap dan bukan perubahan mendadak dalam perilaku. Setiap anak melewati perkembangannya dalam variasi tertentu, namun mereka terkait erat dengan perkembangan linguistik. Baik bahasa dan kognisi merupakan bagian dari

pelaksanaan program pematangan, yang beroperasi secara paralel, mendukung satu sama lain.

(4)

pemikiran. Melalui tiga fase, peran terpisah dari pemikiran dan bahasa menjadi mapan, serta kecenderungan kognitif bawaan dapat berpengaruh:

a. Menemukan pola dalam data bahasa (seperti dalam data pada umumnya)

Sebuah teori mengemukakan bahwa bayi telah mencapai kesimpulan tentang kata-kata dan berbagai unsur tata bahasa.

b. Mengadopsi strategi tertentu dalam menanggapi data bahasa

Slobin (1973) menyimpulkan bahwa bayi menerapkan seperangkat strategi universal atau prinsip-prinsip operasi untuk mengelola input yang mereka dapatkan (awal kata, urutan kata, dan seterusnya semakin kompleks) c. Menerapkan gaya belajar individu untuk mendapatkan data bahasa

Adaa bayi yang tampaknya mendapatkan masukan berupa kata per kata, sementara yang lain mendapatkan masukan bahasa secara holistik. Kapasitas terbatas kognitif bayi mungkin menjadikannya lebih sensitif terhadap bahasa daripada sebelumnya. Ada pendapat bahwa mungkin keterbatasan kognitif bayi itu masih memungkinkannya untuk mengidentifikasi struktur dalam bahasa dan untuk mengenali bahasa yang merupakan satu set simbol yang saling terkait.

Budiningsih (2005: 34) berkaitan dengan ini mengemukakan bahwa

pengertian belajar menurut teori kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristic. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses daripada hasil belajar. Belajar tidak sekedar merupakan proses stimulus dan respon (seperti menurut behavioristik), tetapi merupakan model perseptual. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya

Belajar menurut teori kognitif merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berupa tingkah laku yang terlihat. Bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan keseluruhannya, sehingga membaginya menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menyebabkannya kehilangan makna.

Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks, antara lain mencakup

(5)

Selanjutnya Budiningsih (2005: 51—52) mengemukakan bahwa menurut teori kognitif, proses belajar berjalan baik apabila materi pelajaran beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Dalam kegiatan pembelajaran keaktifan siswa sangat dipentingkan. Pengetahuan baru perlu dikaitkan dengan stuktur kognitif yang telah dimiliki, agar minat dan retensi belajarnya meningkat. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan

individual siswa perlu diperhatikan.

Paling tidak ada tiga pakar teori kognitif yang terkenal: Piaget, Bruner, dan Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap

perkembangan dan umur tertentu, serta melalui proses asimilasi (perubahan materi yang dipahami menjadi sesuai dengan struktur kognitif yang ada), akomodasi

(perubahan struktur kognitif sehingga dapat memahami), dan ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi).

Menurut Bruner, belajar lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur informasi, bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar terjadi melalui tahap enaktif (melalui kegiatan motorik seperti gigitan, sentuhan, pegangan, untuk memahami dunia sekitarnya), ikonik (melalui gambar, visualisasi verbal, perbandingan, untuk memahami dunia sekitarnya), dan simbolik (melalui berbagai sistem simbol: bahasa, logika, matematika, dsb.).

Menurut Ausubel, proses belajar terjadi apabila seseorang mampu

(6)

VISIT MY WEBSITE : KLIK AJA LINKNYA SOB

http://dionlegionis.blogspot.com/search/label/Education%20

MIPA

http://dionlegionis.blogspot.com/2015/03/klasifikasi-kodok-beranak-dari-sulawesi.html

http://dionlegionis.blogspot.com/2015/03/download-pdf-statistika-data-tunggal.html

Referensi

Dokumen terkait

Karena hasil pengujian piezoelektrik menggunakan tekanan air hujan lebih besar dari hasil pengujian piezoelektrik menggunakan tekanan pegas dan putaran disk baik

Melalui perbandingan arah umum pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif

Menurut kajian penelitiain dan hasil pembahasn yang dilakukn, maka dapat ditarik bebrapa kesimpulan yaitu: 1) Kondisi elastisitas kesempatan kerja sektoral di

Manfaat penelitian adalah, untuk memberikan sumbangan pemikiran dan rekomendasi bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam merumuskan strategi

Adiratna (2004) mengatakan penyebab yang mempengaruhi tingginya kebutuhan nasional terhadap beras sebagai bahan makanan pokok di Indonesia adalah karena jumlah penduduk

Dari 9 tema dalam buku kelas IV tersebut, peneliti mencoba menganalisis tema 1, 2, 3, 4, dan 5 (semester 1) yang terindikasi adanya kekerasan simbolik pada kalimat dan gambar

Secara singkat dapat yang dapat dijelaskan dasar pembenar menghilangkan sifat melawan hukum, yang mana jika dalam putusan pelaku dapat dinyatakan bebas dari segala dakwaan,

1) Interaksi (obat dengan obat atau obat dengan makanan): Interaksi aktual dan interaksi potensial. 2) Ketidaktepatan Pemilihan Obat: tidak tepat pemilihan obat sesuai drug