• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN DAN PRAKTIKUM DAN PENEPUNGAN.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN DAN PRAKTIKUM DAN PENEPUNGAN.docx"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN

PENEPUNGAN

TEPUNG UBI JALAR

(Ipomea batatas L)

O

leh

Nama : Ernalia Rosita

NRP : 133020175

Kelompok : G

Meja : 3 (Tiga)

Asisten : Faradilla Noor R.

Tanggal Praktikum : 07 Maret 2016

Tanggal Pengumpulan : 14 Maret 2016

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN

(2)

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan dari teknologi pengolahan pengeringan dan penepungan

ini adalah untuk menurunkan kadar air dalam bahan pangan sampai batas tertentu

sehingga meminimalkan serangan mikroba dan insekta perusak dan menghasilkan

bahan yang siap diolah lebih lanjut.

II. PRINSIP PERCOBAAN

Prinsip percobaan dari teknologi pengolahan pengeringan dan penepungan

ini adalah berdasarkan perpindahan panas secara konduksi, konveksi serta

berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan dilanjutkan dengan

(3)

III. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN

Umbi-umbian

Sortasi

Trimming

Kotoran dan benda asing

Kulit

Pencucian

Air bersih Air Kotor

Penimbangan

Reduksi Ukuran

Blanching t= 3-5’

Pencucian

Penirisan

Pengeringan T=70OC t= 5-6 jam

Penggilingan

Pengayakan Tepung kasar

Tepung

Penimbangan

Pengamatan

(4)

Umbi-umbian

Sortasi

Trimming

Kotoran dan benda asing

Kulit

Pencucian

Air bersih Air Kotor

Penimbangan

Reduksi Ukuran

Perendaman air biasa 5’

Pencucian

Penirisan

Pengeringan T=70OC t= 5-6 jam

Penggilingan

Pengayakan Tepung kasar

Tepung

Penimbangan

Pengamatan

(5)

Foto Proses

(6)

IV. FOTO PROSES

Penimbangan Trimming Pencucian Penimbangan

Blanching Pencucian Reduksi Ukuran Penimbangan setelah dibagi 3

Penyusunan di tray Pengeringan Penimbangan W kering Penggilingan

Hasil Produk Penimbangan tepung Pengayakan

(7)

Penimbangan Trimming Pencucian Penimbangan

Penyusunan di Tray Perendaman Reduksi Ukuran Penimbangan Air Biasa setelah dibagi 3

Pengeringan Penimbangan W kering Penggilingan Pengayakan

Hasil Produk Penimbangan Tepung

(8)

Penimbangan Trimming Pencucian Penimbangan

Penyusunan di Tray Perendaman Reduksi Ukuran Penimbangan Na2S2O5 setelah dibagi 3

Pengeringan Penimbangan W kering Penggilingan Pengayakan

Hasil Produk Penimbangan Tepung

(9)

V. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung dengan Metode Blanching

Keterangan Hasil Pengamatan

Basis 150 gram

Bahan Utama Ubi jalar 49,9 gram

Bahan Tambahan

-Khas ubi jalar Khas ubi jalar

Halus Halus

Kurang menarik Kurang menarik

Gambar Produk

(Sumber: Meja 3, Kelompok G, 2016)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman dengan Air Biasa

Keterangan Hasil Pengamatan

Basis 150 gram

Bahan Utama Ubi jalar 50,1 gram

(10)

Berat Produk 10,65 gr

Kuning pucat Kuning kecoklatan

pucat

Agak manis Agak manis

Khas ubi jalar Khas ubi jalar

Halus Kasar

Kurang menarik Tidak menarik

Gambar Produk

(Sumber: Meja 3, Kelompok G, 2016)

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman

dengan Na2S2O5

Keterangan Hasil Pengamatan

Basis 150 gram

Bahan Utama Ubi jalar 49,9 gram

Bahan Tambahan Na2S2O5 500 ppm = 0,175 gram

(11)

3. Aroma

4. Tekstur

5. Kenampakan

Halus Halus

Agak menarik Tidak menarik

Gambar Produk

(Sumber: Meja 3, Kelompok G, 2016)

VI. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode blanching dapat diketahui

berat tepung ubi jalar adalah sebesar 10,3 gram , % produk sebesar 20,6 %, lost

produk sebesar 0,4 gram, dan % lost produk sebesar 3,74%.

Berdasarkan hasil percobaan dengan metode perendaman air biasa

didapatkan berat produk sebesar 10,65 gram, % produk sebesar 21,14%, lost

produk sebesar 2,15 gr, dan % lost produk sebesar 16,8%.

Berdasarkan hasil percobaan dengan metode perendaman menggunakan

Na2S2O5 didapatkan hasil berat produk sebesar 9,6 gram, % produkk sebesar

19,2%, lost produk sebesar 0,3 gram dan % lost produk sebesar 3,03%.

Ubi jalar melewati beberapa proses sebelum menjadi tepung. Yang

pertama ubi disortasi untuk dipilih bahan yang memilki bentuk yang seragam dan

(12)

ada dalam ubi. Setelah disortasi umbi ditimbang kira-kira 180 gram. Proses

selanjutnya adalah trimming yang berguna untuk memisahkan bagian yang tidak

diinginkan contohnya kulit. Umbi yang telah ditrimming selanjutnya dicuci bersih

sehingga tidak ada lagi kotoran yang menempel pada umbi. Proses selanjutnya

adalah penimbangan untuk menimbang umbi yang akan diolah yaitu sebesar 150

gram. Umbi yang telah ditimbang kemudian direduksi ukurannya dan dibagi

menjadi 3 bagian yang sama beratnya yaitu sekitar 50 gram dan dilakukan

pemarutan untuk mereduksi ukuran bahan sehingga lebih mudah dikeringkan.

Setelah ditimbang kemudian dilakukan peredaman Na2S2O5 selama 15 menit,

perendaman dengan air biasa selama 5menit dan dengan blanching selama 3 – 5

menit. Khusus ubi jalar, proses blanching dilakukan selama 5 menit untuk

melunakkan jaringan, menghilangkan bau langu, mengerluarkan warna alami dan

menginaktivasi enzim. Setelah ubi diblanching atau direndam proses selanjutnya

adalah pencucian hingga bersih dan tidak terasa licin. Setelah dicuci, umbi

selanjutnya disusun di tray dan dilakukan pengeringan selama 5-6 jam pada suhu

70°C fungsinya untuk mengeringkan bahan sehingga dapat dengan mudah untuk

ditepungkan. Bahan yang telah dilakukan pengeringan selanjutnya digiling sampai

halus dan diayak sehingga terpisahkan antara tepung halus dan yang kasar.

Tepung yang didapatkan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat tepung

tersebut dan dilakukan pengamatan.

Bahan yang digunakan dalam percobaan penepungan ini adalah Na2S2O5

(13)

jalar saat penepungan serta memucatkan warna agar tepung yang dihasilkan lebih

terang sehingga memiliki daya tarik yang cukup tinggi.

Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit)

merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na2S2O5 dan

digunakan sebagai bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai

dinatrium atau metabisulfit. Senyawa ini memiliki penampakan kristal atau

bubuk dan memiliki berat molekul 190,12 (Septiyani, 2012).

Sifat natrium metabisulfit terhadap produk ubi jalar adalah sebagai

pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan biasanya terbentuk pada

tingkat keasaman (pH) < 3. Dalam proses pengolahan bahan pangan, natrium

metabisulfit ditambahkan pada bahan pangan untuk mencegah proses pencoklatan

(browning) yang enzimatis pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan

rasa getir pada ubi kayu, selain itu untuk mempertahankan warna agar tetap

menarik, dimana ubi kayu merupakan bahan pangan yang mengandung karbohidat

yang secara alami dapat mengalami reaksi browning karena aktifitas enzim

polyphenolase dan oksidasi yang dapat merubah polyphenol menjadi diatan

polykarbonil (Septiyani, 2012).

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam

jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan enersi panas. Hasil dari

proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan

kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas

air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi

(14)

Pengeringan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor - faktor yang

mempengaruhi pengeringan diantaranya adalah:

1. Luas Permukaan

Makin luas permukaan bahan maka makin cepat bahan menjadi

kering Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di

bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian

menguap. Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang

akan dikeringkan dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu. Hal ini

terjadi karena:

(1) pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan

bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium

pemanasan sehingga air mudah keluar,

(2) potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak

dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan

kecil juga akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang

harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut

(Supriyono, 2003).

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan

bahan pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin

cepat pula penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang

dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk

(15)

pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi

bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi

suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu keadaan

dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih

basah (Supriyono, 2003).

3. Kecepatan Aliran Udara

Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air

dari permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh

di permukaan bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang

tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air

tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah

terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat penghilangan air.

Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan berjalan dengan baik,

proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan

semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Supriyono, 2003).

4. Tekanan Udara

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan

udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin

kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air

dapat lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan pangan.

Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar

pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air

(16)

5. Kelembapan Udara

Makin lembab udara maka Makin lama kering sedangkan Makin

kering udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat

mengabsobsi dan menahan uap air Setiap bahan mempunyai

keseimbangan kelembaban nisbi masing-masing. kelembaban pada suhu

tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau

tidak akan mengambil uap air dari atmosfir (Supriyono, 2003).

Blanching merupakan salah satu unit pemrosesan bahan pangan, dimana

zat makanan, biasanya sayur atau buah, dimasukkan ke dalam air mendidih dalam

waktu yang singkat dan kemudian dimasukkan ke dalam air es atau ditempatkan

dalam mengalir air yang dingin secara tiba-tiba, untuk menghentikan proses

pemasakan. Pada blanching, biasanya pemrosesan dilakukan pada temperatur

75-95oC selama 1-10 menit, tergantung produk yang diproses dan hasil yang

diinginkan (Fahreza, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi blanching:

1. Jenis bahan

2. Ukuran bahan: semakin kecil ukuran, proses blanching semakin cepat dan

kerusakan nutrisi sepat pula.

3. Suhu blanching: semakin tinggi suhu, tingkat kerusakan semakin besar

4. Metode blanching: dapat dengan uap atau air (Damayanti, 2012).

Tepung adalah bahan pangan yang direduksi ukurannya dengan cara

digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 mikron. Bahan pangan yang

(17)

yaitu lebih mudah dikemas, mudah dicampur, dan menghemat pemakaian energi

untuk memasaknya (Buckle, et al. 1997).

Pengeringan dapat mempengaruhi sifat fisik, sifat kimia dan sensori

bahan. Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah

dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan terjadi perubahan

warna, tekstur, aroma, dan lain-lain. Perubahan tersebut dapat diminimalisasi

dengan memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan

dikeringkan, misalnya dengan pencelupan dalamlarutan bisulfat. Pengeringan

akan mengurangi kadar air dalam bahan pangan sehinggakandungan

senyawa-senyawa seperti protein karbohidrat, lemak, dan mineral berada dalam konsentrasi

yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya

menjadi rusak atau berkurang. Warna bahan pangan yang dikeringkan pada

umumnya berubah menjadi coklat. Perubahan tersebut disebabkan oleh

reaksi browning non enzimatik yakni reaksi antara asam organik dengan gula

pereduksi dan antara asam-asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi antara

asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein (Cahayu,

2011).

Dalam proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya case

hardening yaitu suatu keadaan di mana permukaan luar bahan sudah kering

sedangkan bagian dalamnya masih basah. Case hardening dapat disebabkan oleh:

1. Suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan bagian permukaan

cepat mengering dan mengeras sehingga menghambatpenguapan air yang

(18)

2. Perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadinya penggumpalan

Selain itu, jika bahan akan direhidrasi diperlukan waktu yang lebih lama.

Cara membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan

selanjutnya terjadi pembusukan (Cahayu, 2011).

Mekanisme pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas

dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus

di transfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan

air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium

sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus di

transfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi

panas harus di sediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui

berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air

yang bebas (Tindaon, 2013).

Indeks Glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi

peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau

secara sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut

(19)

Tepung ubi jalar mempunyai indeks glikemik yang relatif rendah.

Keunggulan dari ubi jalar adalah adalah mempunyai indek glikemik yang relatif

rendah dibandingkan dengan beras. Indek glikemik rendah berfungsi untuk

mengendalikan kadar gula darah sehingga dapat membantu mencegah penyaki

diabete mellitus. Disamping itu ubi jalar juga memiliki kadar serat pangan yang

tinggi sehingga direkomendasikan sebagai makanan diet.

Berdasarkan SNI Tepung Ubi Jalar diketahui bahwa keadaan tepung ubi

jalar dalam bentuk serbuk dan tidak mempunyai bau, tidak ada benda asing dan

memiliki kehalusan lolos ayakan 212 mikron (mesh No. 70) (b/b) sebanyak

minimal 95%. Dari hasil percobaan, tepung ubi jalar baik dengan metode

blanching, perendaman dengan air biasa maupun perendaman dengan larutan

natrium metabisulfit dilakukan dengan pengayakan pada mesh 100 dengan

kehalusan lolos ayakan sebanyak ±85%. Perbedaan hasil tersebut disebabkan oleh

bedanya mesh pengayak atau penghalusan bahan yang kurang merata.

Berdasarkan hasil pengamatan dari pembandingan 3 produk tepung baik

dengan metode blanching, perendaman air biasa, dan perendaman dengan natrium

metabisulfit memilki hasil yang berbeda-beda. Hasil yang terbaik adalah dengan

perendaman menggunakan natrium metabisulfit sedangkan untuk kehalusan yang

paling halus adalah tepung yang direndam dengan air biasa. Tepung hasil

rendaman dengan air biasa memiliki tekstur yang lebih halus karena tepung

tersebut diayak menggunakan mesin vibratory screen sedangkan 2 produk lainnya

(20)

perendaman natrium metabisulfit memiliki warna yang lebih putih bila

dibandingkan dengan hasil penepungan lainnya.

Critical Control Point (CCP) adalah langkah-langkah dalam penyusunan makanan yang harus dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya

pada tingkat yang memadai. Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point,

CCP): suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan

pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat

diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis

yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan,

dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi (Amaliya, 2012).

Pada proses pembuatan tepung ubi jalar terdapat hal yang perlu

diperhatikan yaitu bahaya yang dapat muncul pada proses dan membuat mutu dari

produk tersebut menjadi kurang baik. Hal tersebut disebut CCP (Critical Control Point), dimana bahaya yang muncul saat proses dimana perlu ada pengendalian

agar produk yang dihasilkan sesuai dan tidak gagal. CCP pada pencucian

merupakan proses yang penting jika tidak dilakukan pencucian maka kotoran akan

tertinggal dan menyebabkan hasil tepung tidak higienis, proses ini merupakan

CCP 1 karena bahaya dapat dihilangkan. CCP pada pengeringan adalah dengan

menggunakan suhu tinggi, agar proses pengeringan berjalan dengan cepat, karena

semakin tinggi suhu udara maka proses pengeringan akan semakin cepat. CCP

pada perendaman dengan Na2S2O5 dilakukan tidak terlalu lama, karena harus

sesuai dengan prosedur hal itu disebabkan karena dapat memperpucat warna

(21)

yang digiling harus dingin, ini dilakukan karena jika dalam keadaan panas maka

tepung yang dihasilkan akan menggumpal sehingga menghambat proses

pengolahan. Oleh karena itu, setelah dikeringkan ubi jalar ditiriskan terlebih

dahulu.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Amaliya, Fida Suci. 2012. Hazard Analysis and Critical Control Point.

http://vhyda15.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M Wotton. 1997. Ilmu Pangan.

Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Cahayu, Dwining. 2011. Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Bahan

Pangan. http://dwiningcahayu.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Damayanti, Rika. 2012. Pra-proses dan Suhu Rendah.

http://rikadamayantiftpuj2011.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Fahreza, Titis. Blansing. http://titisfahreza.lecture.ub.ac.id. Diakses: 13 Maret

(22)

Rahmah, Hibbatur. 2013. Pengertian dan Prinsip Dasar Pengeringan.

http://coretanmbon.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Septiyani, Naning. 2012. Bahan Tambahan Pangan Natrium Metabisulfit.

http://naning-septiyani.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Supriyono. 2003. Mengukur Faktor-Faktor dalam Proses Pengeringan.

Jakarta: Depdiknas.

Tindaon, Westryan. 2013. Pengeringan. http://westryantindaon.blogspot.co.id.

Diakses: 13 Maret 2016.

Wikipedia. 2016. Indeks Glikemik. https://id.wikipedia.org. Diakses: 13 Maret

2016.

(23)

LAMPIRAN TABEL SNI

Tabel 4. Standar Mutu Tepung Menurut SNI

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Kadar Protein (b/b) % min. 7,0

Keasaman mg KOH/100 g maks. 50

Falling number (atas dasar

kadar air 14%) Detik

min. 300

Besi (Fe) mg/kg min. 50

Seng (Zn) mg/kg min. 30

Vitamin B1 (tiamin) mg/kg min. 2,5

Vitamin B2 (ribofllavin) mg/kg min. 4

Asam Folat mg/kg min. 2

Cemaran Logam : a. Timbal (Pb)

mg/kg

(24)

b. Raksa (Hg)

c. Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,05maks. 0,1

Cemaran Arsen mg/kg maks. 0,50

1. Apa perbedaan pengeringan dengan dehidrasi?

Jawab:

Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan seluruh kadar air guna

meminimalkan serangan mikroorganisme dan insekta perusak, sedangkan

dehidrasi adalah proses pengeluaran molekul air dalam bahan dengan cara

penguapan.

2. Reaksi yang terjadi pada fermentasi cuka apel?

(25)

Basis : 1025 gram

Dit : Lost Product?

Jawab : Lost product = W basis – W tepung halus – W tepung kasar

1025 – 425 – 7,3 = 592,7

% Lost product = lost productW basis x 100% = 592,71025 x 100%

= 57,82 %

4. Berapa gram yang harus ditimbang untuk 375 ppm dengan labu takar 250

ml?

Jawab:

Ppm = mg/L

375 = mg/0,25

Mg = 93,75 mg 0,09375 gram

5. Dik : Basis = 840 gram

A= 65,6 %

B= 7,5 %

C= 5,3 %

D= 21,4 %

E= 12,1 %

(26)

Bahan B = 1007,5 X840=63gram Bahan C = 1005,3 X840=44,52gram Bahan D = 21,4100 X840=179,76gram Bahan E = 12,1100 X840=101,64gram

LAMPIRAN SOAL TUGAS DISKUSI

1. Jelaskan tujuan blanching dalam pembuatan tepung!

Jawab :

Tujuan dari blanching adalah bahan akan menjadi bersih, mengurangi

populasi bakteri, mempertajam flavor, warna, dan dapat menghilangkan

flavour yang tidak disukai.

2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis dan

non enzimatis!

Jawab :

Browning secara enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak

mengandung substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik banyak sekali yang

dapat bertindak sebagai substrat dalam proses browning enzimatik pada

buah-buahan dan sayuran. Contohnya substrat yang baik adalah senyawa fenolik

(27)

pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol

oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut. Pada pencoklatan enzimatis

seperti pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh

pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan

oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang

selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang

Pengeringan alami adalah suatu cara menurunkan kadar air pada bahan atau

produk secara alami dengan cara memanfaatkan sinar matahari. Keuntungan:

murah dan mudah didapat. Kerugian: memerlukan waktu yang lama,

tergantung pada cuaca, tidak higienis, suhu tidak bisa diatur.

Pengeringan buatan adalah suatu cara menurunkan kadar air dengan

menggunakan alat. Keuntungan: waktu pengeringan cepat, tidak

membutuhkan waktu besar, suhu bisa diatur, tidak tergantung pada cuaca.

Kerugian: mahal, membutuhkan biaya perawatan yang mahal, memerlukan

listrik yang besar.

4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap

kualitas tepung! Coba jelaskan!

(28)

Ada. Dalam suatu komoditi terutama tepung sangat penting hubungannya

dengan bahan yang terdapat dalam tepung dan juga dalam proses

pembuatannya. Contoh: tepung terigu, kualitas tepung terigu dapat terbentuk

tergantung pada faktor bahan baku pemrosesan melalui proses pencucian,

pengupasan sekam, penggilingan, dan pemutihan maka terjadilah tepung

terigu seperti yang kita kenal. Sedangkan dalam bahan baku kualitas protein

serta gluten ditentukan oleh kualitas jenis gandum yang diimpor serta varietas

yang akan mempengaruhi kualitas tepung terigu.

5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki

performance tepung yang dihasilkan?

Jawab :

Dengan cara bleaching, dengan cara penambahan anti kempal, dan dengan

(29)

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Penepungan dengan metode blanching

Basis : 150 gram

W awal : 49,9 gram

W bahan kering : 10,7 gram

W tepung halus : 7,9 gram

W tepung kasar : 2,4 gram

%Tepung Halus=W tepung halusW awal x100 % = 49,97,9 x 100%

= 15,8 %

%Tepung Kasar=W tepungkasarW awal x100 % = 49,92,4 x 100%

= 4,8 %

W produk = W tepung halus – W tepung kasar

(30)

= 10,3 gram

%Produk=W produkW awal x100 %

= 10,3 X 100% = 20,6%

49,9

W lost produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 10,7 gram – 7,9 gram – 2,4 gram

= 0,4 gram

%Lost Produk=W bahan kering xW lost produk 100 % = 10,30,4 x 100%

= 3,74%

2. Penepungan dengan metode perendaman dengan Na2S2O5

Pembuatan larutan Na2S2O5 500 ppm dalam labu takar 500 mL.

ppm=mgL

mg=500ppm x0,5L=250mg=0,25gram Natrium Metabisulfit

Basis : 150 gram

W awal : 49,9 gram

W bahan kering : 9,9 gram

W tepung halus : 8,9 gram

W tepung kasar : 0,7 gram

(31)

= 49,98,9 x 100%

=17,8%

%Tepung Kasar=W tepungkasarW awal x100 % = 49,90,7 x 100%

= 1,4 %

W produk = W tepung halus – W tepung kasar

= 8,9 gram + 0,7 gram

= 9,6 gram

%Produk=W produkW awal x100 %

= 9,6 X 100% = 19,2 %

49,9

W lost produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 9,9 gram – 8,9 gram – 0,7 gram

= 0,3 gram

%Lost Produk=W bahan kering xW lost produk 100 % = 0,39,9x 100%

=3,03 %

3. Penepungan dengan metode perendaman dengan air biasa

Basis : 150 gram

W awal : 50,1 gram

(32)

W tepung halus : 6,16 gram

W tepung kasar : 4,49 gram

%Tepung Halus=W tepung halusW awal x100 % = 6,1650,1x 100%

= 12, 29 %

%Tepung Kasar=W tepungkasarW awal x100 % = 4,4950,1x 100%

= 8,96 %

W produk = W tepung halus – W tepung kasar

= 6,16 gram + 4,49 gram

= 10,65 gram

%Produk=W produkW awal x100 %

= 10,65 X 100% = 21,14 %

50,1

W lost produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 12,8 gram – 6,16 gram – 4,49 gram

= 2,15 gram

%Lost Produk=W bahan kering xW lost produk 100 % = 2,1512,8x 100%

(33)

Gambar

Gambar 1.Diagram Alir Pembuatan Tepung dengan Metode Blanching
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman AirBiasa
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung dengan Metode PerendamanNa2S2O5
Gambar 4. Foto Proses Pembuatan Tepung dengan Metode Blanching
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi jarak lubang udara pada tungku maka boiling time akan semakin cepat karena suplay udara yang dapat kontak dengan bahan bakar semakin baik sehingga

Nilai konstanta menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi suhu udara pengering, maka waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air bahan akan semakin cepat,

Namun pada prinsipnya sama yaitu semakin tinggi suhu maka waktu yang digunakan untuk pengeringan akan semakin cepat sehingga kadar air dalam bahan akan terus berkurang (Aroldo

Nilai konstanta menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi suhu udara pengering, maka waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air bahan akan semakin cepat,

menghasilkan kadar air irisan ubi kayu yang rendah, serta suhu dan lama pengeringan akan berpengaruh terhadap laju penguapan air irisan ubi kayu, semakin tinggi

Semakin tinggi konsentrasi starter dan semakin tinggi proporsi bahan (kacang merah : ubi jalar ungu) maka total asam laktat yang dihasilkan akan semakin meningkat,

menghasilkan kadar air irisan ubi kayu yang rendah, serta suhu dan lama pengeringan akan berpengaruh terhadap laju penguapan air irisan ubi kayu, semakin tinggi

Pada tekstur tanah pasir yang memiliki ruang pori yang besar maka drainasenya akan tinggi sehingga permeabilitasnya pun akan semakin cepat namun tekstur tanah liat memiliki aliran