1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan dividen merupakan salah satu topik yang banyak
diperdebatkan di dalam literatur keuangan dan masih menempati tempat
yang terkemuka. Banyak penelitian yang telah memberikan kontribusi
pemikiran teoritis dan menyediakan bukti empiris yang berkenaan dengan
faktor penentu dari suatu kebijakan dividen suatu perusahaan (Muhammad,
2010; Khoury dan Maladjian, 2014). Penetapan kebijakan dividen akan
berdampak pada tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan. Investor
akan menetapkan untuk berinvestasi pada perusahaan yang menetapkan
dividen tinggi karena dianggap memiliki prospek baik dimasa depan.
Oleh karena itu kebijakan dividen merupakan isu yang penting dalam
sebuah perusahaan yang penetapannya harus seimbang dan memperhatikan
semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Jiang Komain
(2013) mengatakan bahwa pembayaran dividen dapat menyebabkan
kesalahpahaman dan bahkan konflik di antara mitra karena tidak percaya
dan keputusan pasti terhadap kebijakan dividen. Ada banyak alasan
mengapa perusahaan harus membayar atau tidak membayar dividen.
Misalnya, pembayaran dividen penting bagi investor karena pertama,
dividen memberikan kepastian tentang kesejahteraan keuangan perusahaan,
saat ini, dan ketiga, dividen membantu menjaga harga pasar dari saham.
Perusahaan akan terpengaruh secara positif dengan meningkatnya
pembayaran dividen atau membuat pembayaran tambahan yang sama.
Selain itu, perusahaan tanpa dividen umumnya dipandang menguntungkan
ketika mereka menyatakan dividen baru (Gill, Nahun, dan Rajendra, 2010).
Bagi para pemegang saham atau investor, dividen merupakan tingkat
pengembalian investasi mereka berupa kepemilikan saham. Bagi pihak
manajemen, dividen merupakan arus kas keluar yang mengurangi kas
perusahaan, sehingga kesempatan untuk melakukan investasi menjadi
berkurang. Bagi kreditor, dividen dapat menjadi sinyal mengenai kecukupan
kas perusahaan untuk membayar bunga atau bahkan melunasi pinjaman.
Kebijakan dividen yang cenderung membayarkan dividen dalam jumlah
relatif besar akan mampu memotivasi investor untuk membeli saham
perusahaan, karena perusahaan yang memiliki kemampuan membayar
dividen diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan
(I Gede, Sutrisno, dan Achsin, 2011).
Untuk mengetahui pembagian dividen suatu perusahaan haruslah
dilihat dari laporan keuangannya. Pembuatan laporan keuangan oleh
perusahaan sebagai gambaran kinerja manajemen dalam mengelola sumber
daya. Laporan keuangan merupakan produkakhir dari proses atau kegiatan
akuntansi perusahaan. Laporan tersebut memberikan informasi yang dapat
digunakan oleh pihak internal maupun pihak eksternal untuk mengambil
mengangkat kembali atau mengganti manajemen. Keputusan dari pihak
eksternal misalnya keputusan untuk membeli atau menjual investasi mereka
di dalam perusahaan atau keputusan untuk memberikan kredit kepada
perusahaan.
Laporan keuangan harus memenuhi tujuan, aturan serta prinsip –
prinsip akuntansi yang sesuai dengan standar yang berlaku agar dapat
dipertanggungjawabkan isinya serta bermanfaat bagi penggunanya. Dimana
tujuan laporan keuangan yaitu memberikan informasi keuangan yang dapat
dipercaya mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan pada
periode tertentu dan memberikan informasi keuangan yang dapat membantu
pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengintepretasikan kondisi dan potensi suatu usaha.
Suatu laporan keuangan harus menyajikan informasi mengenai
perusahan yang meliputi berbagai elemen-elemen laporan keuangan seperti aset, liabiliti/kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban, serta arus kas.
Laporan keuangan juga akan lebih bermanfaat apabila memenuhi
karakteristik kualitatif (Accounting Principle Board Statement No.4) yaitu
relevan, jelas dan dapat dimengerti, dapat diuji kebenarannya, netral, tepat
waktu, dapat diperbandingkan dan lengkap. Dalam menyajikan informasi
yang berkualitas, akuntansi juga dihadapkan pada keterbatasan atau biasa
disebut dengan constraint yaitu, cost-benefit relationship, materiality
Dalam upaya untuk menyempurnakan laporan keuangan tersebut
lahirlah konsep konservatisme. Konsep ini mengakui biaya dan rugi lebih
cepat, mengakui pendapatan dan untung lebih lambat, menilai aktiva dengan
nilai yang terendah, dan kewajiban dengan nilai yang tertinggi.
Salah satu prinsip yang dianut dalam proses pelaporan keuangan
adalah prinsip konservatisme. Penggunaan prinsip ini didasarkan pada
asumsi bahwa perusahaan dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi dimasa
yang akan datang, sehingga pengukuran dan pengakuan untuk angka-angka tersebut dilakukan dengan hati-hati.
Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan
akan menghasilkan angka-angka laba dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biaya dan utang cenderung tinggi. Kecenderungan seperti itu terjadi karena konservatisme menganut prinsip memperlambat pengakuan
pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya. Akibatnya, laba yang
dilaporkan cenderung terlalu rendah (understatement). Kecenderungan
seperti itu terjadi karena konservatisme menganut prinsip memperlambat
pengakuan pendapatan dan mempercepat pengakuan biaya.
Di kalangan para peneliti, prinsip konservatisme akuntansi masih
dianggap sebagai prinsip yang kontroversial. Di satu sisi, konservatisme
akuntansi dianggap sebagai kendala yang akan mempengaruhi kualitas
laporan keuangan. Di sisi lain, konservatisme akuntansi bermanfaat untuk
Banyak kritik mengenai kegunaan konsep konservatisme berkaitan
dengan kualitas laporan keuangan, karena penggunaan metode yang
konservatif akan menghasilkan angka-angka yang cenderung bias dan tidak mencerminkan realita. Monahan, 1999 menyatakan bahwa semakin
konservatif metode akuntansi yang digunakan, maka nilai buku ekuitas yang
dilaporkan akan semakin bias (bervariasi antar waktu). Kondisi ini
mendukung simpulan bahwa laporan keuangan itu sama sekali tidak
berguna karena tidak dapat mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya.
Banyak pro kontra yang terjadi ketika kita membicarakan
konservatisme. Konservatisme dianggap menjadi suatu prinsip yang justru
membuat informasi suatulaporan keuangan menjadi bias karena
konservatisme pada dasarnya mengakui rugi lebih cepat dan laba lebih
lambat. Hal ini akan membuat suatu laporan keuangan tidak mencerminkan
kondisi perusahaan yang sebenarnya. Di sisi lain, konservatisme dianggap
perlu untuk digunakan untuk mencegah kecenderungan manajemen dalam
menilai aset perusahaan secara overstated agar kinerjanya dinilai baik dan
harga saham perusahaan dapat meningkat. Konservatisme juga dianggap
bisa menyelesaikan masalah keagenan yang terjadi dalam perusahaan
dimana masing-masing agen akan berusaha untuk memenuhi kepentingannya.
Belum selesai dibicarakan mengenai prinsip konservatisme sebagai
prinsip yang harus diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan atau
terakhir banyak dibicarakan mengenai perubahan standar akuntansi yang
menjadi pedoman praktik akuntansi di Indonesia yaitu Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang sebagian masih mengacu pada United State
Generally Accepted Accounting Principles (USGAAP) menjadi
International Financial Reporting Standard (IFRS).
Sebenarnya sejak tahun 1994 sebagian PSAK sudah mengacu pada
International Accounting Standard (IAS) atau sekarang kita kenal sebagai
IFRS, tetapi ada juga yang masih mengacu pada US GAAP. Pada tahun
2006, Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam The Group
of Twenty (G20) memulai wacananya dalam melakukan konvergensi IFRS
ke dalam standar akuntansi yang sudah berlaku sebelumnya.
Tujuan penggunaan IFRS adalah untuk membuat laporan keuangan di
semua negara mengacu pada suatu standar utama yang sama agar pada
akhirnya sebuah laporan keuangan bersifat dapat diperbandingkan dengan
penggunaan acuan standaryang sama tersebut. Tujuan tersebut juga menjadi
alasan bagi Indonesia untuk mengadopsi IFRS. Dengan diadopsinya IFRS,
laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia pun akan menjadi dapat diperbandingka ndan dapat diterima secara umum
oleh negara-negara lain sehingga perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan investor asing yang
mungkin disebabkan karena perbedaan standar yang diacu.
Dengan adanya konvergensi IFRS di Indonesia, pengukuran atau
dengan fair value atau nilai wajar. Sebagian besar pengukuran atau penilaian
yang disarankan pada IFRS adalah menilai aset dan liabilitas dengan
menggunakan nilai wajar, meskipun disediakan opsi pilihan lain disamping
penggunaan nilai wajar.
Dengan demikian, prinsip konservatisme yang sebelumnya berlaku
dalam SAK yang sebagian masih mengacu pada US GAAP seakan-akan berkurang tingkat penerapannya atau dapat dikatakan prinsip konservatisme
dihilangkan dan digantikan dengan prinsip yang bernama prudence. Yang
dimaksud dengan prudence dalam IFRS, terutama sehubungan dengan
pengakuan pendapatan adalah pendapatan boleh diakui meskipun masih
berupa potensi, sepanjang memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan
(revenue recognition) dalam IFRS.
Prudence seperti pada mulanya selalu menjadi topik yang menjadi
perdebatan (Yustina, 2013). Jika pada mulanya pro kontra yang terjadi
adalah mengenai dampak positif dan negatif dari prinsip prudence ini.
Sekarang, setelah konvergensi IFRS di Indonesia, ada yang menganggap
bahwa prinsip ini telah hilang dan adajuga yang menganggap bahwa
konservatisme masih ada bahkan meningkat levelnya dalam laporan
keuangan setelah SAK mengadopsi IFRS. IASB mengatakan bahwa
sebenarnya baik prudence maupun konservatisme bukanlah kualitas
informasi akuntansi yang diinginkan sehingga mereka menciptakan IFRS
dengan harapan laporan keuangan dapat menjadi relevan dan andal.
berhadapan dengan “ketidakpastian” ditengah era IFRS. Hal yang dianggap
baik untuk mengatasi ketidakpastian tersebut adalah dengan menganut
prinsip prudence pada level yang tepat dalam laporan keuangan.
Di Indonesia, kepemilikan perusahaan masih didominasi oleh
kepemilikan keluarga (Lukviarman, 2004; Arifin, 2007; Achmad, 2008;
Siregar, 2008; Saputra, 2010; Hadiprajitno, 2013). Beberapa perusahaan
keluarga yang masih exist di Bursa Efek Indonesia antara lain Grup Salim
dengan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) nya yang banyak
bergerak di bisnis sektor barang konsumsi diperkirakan masih punya
prospek bagus. Hal ini terlihat dari Dividend Payout Ratio yang walaupun
mengalami penurunan di tahun 2013 sebesar 15,77% namun dapat naik
kembali di tahun 2014 menjadi 80,64%.
Begitu juga dengan Martha Tilaar Group (MBTO) yang walaupun
Dividend Payout Ratio nya lebih kecil dibandingkan PT Indofood Sukses
Makmur Tbk namun selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Dimana di tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 0,36%.
Berbeda dengan kedua perusahaan sebelumnya, perusahaan keluarga
lain yang terdaftar di BEI adalah Bentoel Group (RMBA). Pada tiga tahun
terakhir mengalami kerugian komprehensif sehingga tidak ada laba yang
dibagikan pada periode tersebut.
Berikut Grafik yang menggambarkan keadaan Dividend Payout Ratio
untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Martina Berto Tbk dan Bentoel
GRAFIK 1.1
PEMBAGIAN DIVIDEND PAYOUT RATIO
PERUSAHAAN KELUARGA DALAM 3 TAHUN TERAKHIR
Sumber: diolah oleh Penulis
Kelebihan dari perusahaan keluarga adalah pada umumnya perusahaan
keluarga memiliki sudut pandang jangka panjang terhadap bisnisnya
sehingga dapat menghasilkan return yang lebih baik bagi perusahaan
(James, 1999; Ibrahim dan Samad, 2010; Din dan Javid, 2012).
Pertimbangan dalam berinvestasi pada perusahaan keluarga cenderung lebih
berhati-hati dibandingkan dengan perusahaan non-keluarga. Perusahaan non-keluarga cenderung melakukan pertimbangan jangka pendek dengan melihat fluktuasi harga saham. Berbeda dengan perusahaan keluarga yang
mempertimbangkan kelangsungan perusahaan jangka panjang sehingga
menghasilkan keputusan investasi yang lebih baik (Shyu, 2011). Keputusan
investasi yang lebih baik ini akan mendorong profitabilitas dan nilai
perusahaan menjadi semakin tinggi. Selain sudut pandang jangka panjang,
-150.00% -100.00% -50.00% 0.00% 50.00% 100.00%
2012 2013 2014
INDF
MBTO
perusahaan keluarga juga lebih konservatif dalam pengambilan
keputusannya (Gudmundson, 1999; Din dan Javid, 2012). Sifat konservatif
ini berkonsentrasi pada kekayaan keluarga yang terdapat pada perusahaan,
sehingga akan muncul insentif yang kuat untuk meningkatkan profitabilitas
perusahaan (Shyu, 2011).
Perusahaan yang memiliki profitabilitas serta pembagian dividen yang baik cenderung akan mengumumkan good news tersebut dan melaporkan laporan keuangannya tepat pada waktunya. Hal ini sesuai dengan teori kepatuhan dimana dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, sama halnya dengan perusahaan yang berusaha untuk menyampaikan laporan keuangan secara tepat waktu karena selain merupakan suatu kewajiban perusahaan, penyampaian laporan keuangan ini juga akan sangat bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan. Salah satu informasi yang dapat dijadikan sinyal adalah pengumuman yang dilakukan oleh emiten. Pengumuman ini nantinya dapat mempengaruhi naik turunnya harga sekuritas perusahaan emiten yang melakukan pengumuman. Perusahaan yang mempunyai keyakinan bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik ke depannya akan cenderung mengkomunikasikan berita tersebut terhadap investor.
Kekurangan dari perusahaan keluarga adalah hubungan emosi yang
tercipta di dalam lingkungan pengelolaan perusahaan akibat hubungan
keluarga (Colli dan Rose, 2008; Shyu, 2011). Berbeda dengan perusahaan
bisnis. Hubungan emosi yang terlalu dalam memungkinkan munculnya
permasalahan maupun nepotisme. Kekurangan lain yaitu perusahaan
keluarga kurang berinovasi sehingga kurang bertumbuh padahal perusahaan
perlu untuk merespon dengan cepat pertumbuhan pelanggan yang dinamis
(Altindag, Zehir, dan Acar, 2011). Sifat konservatif yang sebelumnya
menjadi kelebihan dari perusahaan keluarga juga dapat menjadi kekurangan
dari perusahaan keluarga karena perusahaan keluarga menjadi tidak berani
untuk mengambil resiko (Gudmundson, 1999). Sifat konservatif ini juga
menyebabkan perusahaan keluarga tidak dapat bertumbuh. Kekurangan lain
adalah adanya benturan antara kepentingan keluarga dan kepentingan
perusahaan yang menyebabkan toleransi kepada orang yang tidak
berkompeten dan menutup kemungkinan masuknya orang yang sebenarnya
berpotensi (McConaughy et al, 1999).
Selain adanya kekurangan dan kelebihan dari perusahaan keluarga,
juga terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya yang meneliti
dampak perusahaan keluarga pada profitabilitas dan nilai perusahaan yang
menimbulkan pertanyaan mengenai dampak dari perusahaan keluarga.
Penelitian sebelumnya yang menemukan mengenai hubungan positif antara
family control terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan di antaranya
adalah penelitian dari Martinez, Stohr, dan Quiroga (2007). Martinez, Stohr,
dan Quiroga yang mengambil sampel di Chili membuktikan bahwa
perusahaan keluarga umumnya memiliki performa kerja yang lebih baik
(2008); Lee (2006); Yammeesri dan Lodh (2004); Amran dan Ahmad
(2010); Chu (2011); Altindag, Zehir, dan Acar (2011); Din dan Javid (2012);
Rettab dan Azzam (2011); dan Shyu (2011) juga mendukung hasil penelitian
dari Martinez, Stohr, dan Quiroga dimana hasil penelitian membuktikan
bahwa kepemilikan keluarga memiliki pengaruh positif pada performa dari
perusahaan.
Akan tetapi hasil penelitian dari Thailand oleh Connelly,
Limpaphayom, dan Nagarajan (2012) bahkan menemukan bahwa
perusahaan keluarga memungkinkan tata kelola perusahaan yang ditujukan
untuk keuntungan pribadi sehingga berdampak buruk pada profitabilitas dan
nilai perusahaan. Penemuan ini sejalan dengan penemuan dari Leksmono
(2010), Abdullah et al (2011); Miller (2007); Villalonga dan Amit (2006);
Cucculelli dan Micucci (2008); Rehman dan Shah (2013); Fazlzadeh,
Hendi, dan Mahboubi (2011); Onder (2003); dan Lauterbach dan Vaninsky
(1999) dimana hasil penelitian menemukan bahwa kepemilikan keluarga
berpengaruh negatif terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan.
Motivasi penulis dalam melakukan penelitian ini adalah berbagai
penelitian terdahulu yang mencari hubungan family ownership dan nilai
perusahaan, hasilnya masih beragam. Din dan Javid (2012) menyatakan
kepemilikan keluarga atau family ownership memiliki pengaruh positif pada
nilai perusahaan. Namun berbeda dengan pendapat penelitian lainnya,
Leksmono (2010), Abdullah et al (2011) yang menyatakan kepemilikan
Atas dasar tersebut, penulis menambahkan variabel lain, yaitu prudence dan
kebijakan dividen yang kemungkinan dapat meningkatkan pengaruh antar
variabel penelitian.
Selain dipengaruhi oleh beberapa faktor diatas, kebijakan dividen
diduga mempengaruhi nilai perusahaan. Kebijakan dividen merupakan salah
satu aspek penting dalam tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
Berdasarkan bird in thehand theory yang menyatakan bahwa kebijakan
dividen itu akan meningkatkan nilai perusahaan. Easterbrook (1984)
menyatakan biaya agensi menunjukkan tingginya pembayaran dividen dapat
digunakan sebagai alat untuk mengurangi masalah keagenan dari
perusahaan. Jadi perusahaan dengan peluang investasi yang tinggi
cenderung untuk membayar dividen untuk menarik calon investor dan
digunakan untuk meningkatkan kepercayaan pemegang saham. Pada
akhirnya akan meningkatkan nilai bagi perusahaan. Informasi tentang
dividen itu merupakan sinyal untuk mengetahui nilai perusahaan. Olowe
dan Mayosore (2014) menyebutkan bahwa pembayaran dividen itu penting
karena pembayaran dividen memberikan kepastian tentang posisi keuangan
suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian latar belakang dan adanya research gap dari
penelitian-penelitian sebelumnya maka penulis ingin meneliti tentang “Pengaruh Prudence dan Family Ownership terhadap Nilai Perusahaan
dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Intervening pada
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Indentifikasi masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Adanya permasalahan dan perdebatan mengenai prudence yang masih terus berlanjut.
2. Kebebasan manajemen dalam memilih metode akuntansi ini dimanfaatkan untuk menghasilkan laporan keuangan yang berbeda -beda di setiap perusahaan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
perusahaan.
3. Adanya penilaian yang terlalu tinggi dari pasar terhadap kepemilikan keluarga (family ownership) perusahaan sehingga mengakibatkan
overvalued dalam kaitannya dengan nilai perusahaan.
4. Adanya sentiment negative terhadap kepemilikan keluarga yang juga diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan perusahaan yang membuat kepercayaan investor menurun.
1.3. Pembatasan Masalah
Perusahaan yang digunakan sebagai populasi dalam penelitian ini
yaitu perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
berdasarkan pada tahun 2011–2015. Pada penelitian ini variabel independen
yang digunakan yaitu Prudence dan Family Ownership. Dan variabel
dependennya adalah Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai
1.4. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang diutarakan oleh peneliti maka dirumuskan
masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah
1. Apakah prudence dan family ownership secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan keluarga yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015?
2. Apakah prudence berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2011-2015?
3. Apakah family ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) periode 2011-2015?
4. Apakah prudence dan family ownership secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan keluarga yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015?
5. Apakah prudence berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2011-2015?
6. Apakah family ownership berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2011-2015?
7. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka
tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji apakah prudence dan family ownership secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan
keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011 -2015.
2. Untuk mengkaji apakah prudence berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2011-2015
3. Untuk mengkasji apakah family ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015
4. Untuk mengkaji apakah prudence dan family ownership secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan
keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011 -2015
5. Untuk mengkaji apakah prudence berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2011-2015
6. Untuk mengkaji apakah family ownership berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek
7. Untuk mengkaji apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan keluarga yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2011-2015
1.6. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan manfaat diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Untuk lebih mengetahui tingkat pengaruh prudence dan family
ownership terhadap nilai perusahaan dengan memasukkan kebijakan
dividen sebagai variabel interveningnya.
2. Bagi Perusahaan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan perusahaan lebih
memperhatikan aspek-aspek kebijakan dividen sebagai salah satu bentuk kebijakan yang sesuai dengan prinsip prudence dan proporsi
kepemilikan di dalam perusahaan guna meningkatkan nilai
perusahaan.
3. Bagi Masyarakat Umumnya
Sebagai bagian dalam lingkungan bisnis, masyarakat pada umumnya
juga sepatutnya mengetahui apakah prudence dan family ownership
sebuah perusahaan sangat mempengaruhi nilai perusahaan dengan
4. Penelitian Selanjutnya
Diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi dan bahan
pembanding bagi peneliti selanjutnya terhadap jenis materi yang sama
sehingga keterbatasan yang ada pada penelitian ini dapat lebih