• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PESTISIDADAN TEKNOLOGI APLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PESTISIDADAN TEKNOLOGI APLIKASI "

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan pestisida dalam sistem pertanian sudah menjadi dilema yang sangat menarik untuk dikaji. Berpihak pada upaya pemenuhan kebutuhan produksi pangan yang sejalan dengan peningkatan perumbuhan penduduk Indonesia, maka pada konteks pemenuhan kuantitas produksi pertanian khususnya produk hortikultura pestisida sudah tidak dapat lagi dikesampingkan dalam sistem budidaya pertaniannya. Pestisida kimiawi hingga saat ini masih dianggap sebagai satu-satunya senjata pamungkas untuk menghadapi serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), hal ini dikarenakan kompleksnya permasalahan-permasalahan yang sering dijumpai di lapangan. Pada saat ini dan masa yang akan datang, pestisida tampaknya masih menjadi salah satu komponen penting guna pengendalian organisme pengganggu tanaman. Aplikasi pestisida kimia saat ini masih banyak dilakukan oleh petani dengan cara disemprotkan dan disebarkan yang memungkinkan sebagian besar deposit pestisida jatuh pada permukaan tanah.

Lamanya persistensi pestisida tergantung dari jenis, konsentrasi dan keadaan lingkungan atau tempat pestisida tertinggal. Pestisida, terutama pestisida kimia, telah dikenal memiliki pengaruh negatif terhadap organisme dalam tanah. Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mudah berpindah yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara.

(2)

ekosistem dalam tanah. Beberapa organisme dapat dijadikan sebagai indikator tercemarnya suatu lingkungan. Di antara organisme tersebut adalah cacing tanah.

Pestisida secara kimia dapat diklasifikasikan menjadi pestisida organik dan anorganik. Pestisida organik terdiri dari pestisida organik alam dan organik buatan. Pestisida organik buatan diklasifikasikan antara lain sebagai golongan organoklorin, dimana golongan ini di Indonesia sudah tidak digunakan lagi. Golongan organofosfat, karena banyak yang bersifat toksis maka hanya sebagian saja yang digunakan. Golongan yang banyak digunakan adalah pestisida golongan karbamat dan golongan piretroida. Salah satu contoh golongan karbamat yang sebagai insektisida adalah propoksur, karbaril, BPMC dan karbofuran

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Makalah tentang Toksisitas Karbamat ini disusun dengan tujuan untuk mendeskripsikan tentang senyawa karbamat dalam pestisida sintetik serta toksisitas karbamat yang bersifat racun bagi hewan, lingkungan dan manusia.

1.2.2 Manfaat

Mahasiswa mampu memahami dan mendeskripsikan senyawa karbamat beserta toksisitasnya yang bersifat racun bagi hewan, lingkungan dan manusia.

(3)

2.1 Pestisida

2.1.1 Pengertian Pestisida

Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 (yang dikutip oleh Djojosumarto, 2008) pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.

5. Memberantas dan mencegah hama-hama air.

6. Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

(4)

pengendalian pestisida sebaiknya pengguna mengetahui sifat kimia dan sifat fisik pestisida, biologi dan ekologi organisme pengganggu tanaman. (Wudianto R, 2010).

2.1.2.Penggolongan Pestisida

Penggolongan pestisida berdasar bahan aktifnya (Kusnoputranto, 1996) : 1. Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)

Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins) yang menyebabkan tremor dan kejang-kejang

2. Organofosfat (Organo phosphates – Ops)

Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal (cicak) dan mamalia), mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat dapat menghambat aktifitas dari cholinesterase, suatu enzim yang mempunyai peranan penting pada transmisi dari signal saraf.

3. Karbamat (carbamat)

Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim- enzim tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek toksik dari efek bahan racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami proses penguraian yang sama pada tanaman, serangga dan mamalia. Pada mamalia karbamat dengan cepat diekskresikan dan tidak terbio konsentrasi namun bio konsentrasi terjadi pada ikan. 4. Piretroid

(5)

pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik.

5. Kelompok lain

Berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan, terdiri dari berbagai urutan senyawa yang diproduksi secara alami oleh tumbuh-tumbuhan. Produk tumbuhan yang secara alami merupakan pestisida yang sangat efektif dan beberapa (seperti nikotin, rotenon ekstrak pyrenthrum, kamper dan terpentium) sudah dipergunakan oleh manusia untuk tujuan ini sejak beberapa ratus tahun yang lalu.

2.1.3. Jarak/Frekuensi Penyemprotan Pestisida Sesuai Golongan 1) Golongan Organofosfat

Berdasarkan masa degradasinya dalam lingkungan yaitu sekitar 2 minggu maka frekuensi/jarak penyemprotan golongan ini adalah 2 minggu sekali.

2) Golongan Karbamat

Golongan ini hampir sama dengan organofosfat, dimana golongan ini juga tidak persisten, mulai banyak dipasaran. Masa degradasi di lingkungan hampir sama dengan organofosfat yaitu sekitar 12-14 hari, oleh karena itu maka frekuensi penyemprotannya berkisar 12-14 hari.

3) Golongan Piretroid

Dibandingkan dua golongan diatas, golongan Piretroid yang paling baru. Golongan Piretroid memiliki beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan (knock down effect) yang sangat baik, masa terdegradasi dalam lingkungan juga singkat, berkisar antara 10-12 hari, jadi jarak/frekuensi penyemprotan juga berkisar 10-12 hari. ( Djojosumarto,2008).

(6)

Dalam menentukan pestisida yang tepat, perlu diketahui karakterisitk pestisida yang meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksitas, residu, resistensi, LD 50, dan kompabilitas (Djojosumarto, 2008)

1. Efektivitas

Merupakan daya bunuh pestisida terhadap organisme pengganggu. Pestisida yang baik seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk mengendalikan organisme pengganggu dengan dosis yang tidak terlalu tinggi, sehingga memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan.

2. Selektivitas

Selektivitas sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan kemampuan pestisida untuk membunuh beberapa jenis organisme. Pestisida yang disarankan didalam pengendalian hama terpadu adalah pestisida yang berspektrum sempit.

3. Fitotoksitas

Fitotoksitas merupakan suatu sifat yang menunjukkan potensi pestisida untuk menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang ditandai dengan pertumbuhan yang abnormal setelah aplikasi pestisida.

4. Residu

Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah penyemprotan yang akan bertahan sebagai racun sampai batas tertentu. Residu yang bertahan lama pada tanaman akan berbahaya bagi kesehatan manusia tetapi residu yang cepat hilang efektivitas pestisida tersebut akan menurun.

5. Persistensi

Persistensi adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat berbahaya karena dapat meracuni lingkungan.

(7)

Resistensi merupakan kekebalan organisme pengganggu terhadap aplikasi suatu jenis pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan resistensi organisme pengganggu sebaiknya tidak digunakan.

7. LD 50 atau Lethal Dosage 50%

Berarti besarnya dosis yang mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan. 8. Kompatabilitas

Kompatabilitas adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif. Informasi tentang jenis pestisida yang dapat dicampur dengan pestisida tertentu biasanya terdapat pada label di kemasan pestisida.

2.2 Toksisitas Pestisida

Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsorpsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.

(8)

tersebut mati. Klasifikasi Toksisitas senyawa pestisida pada tikus percobaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Klasifikasi Toksisitas Pestisida pada Tikus

Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.

2.3 Senyawa Karbamat

(9)

golongan organofosfat (OP) dan karbamat menjadi alternatif bagi petani di dalam mengendalikan hama penyakit tanaman di lapangan. Sadjusi Dan Lukman (2004) dalam Indraningsih 2008 melaporkan bahwa insektisida golongan karbamat yang banyak digunakan di lapangan terdiri dari jenis karbofuran, karbaril dan aldikarb. Sementara itu, beberapa jenis pestisida golongan karbamat yang umum digunakan pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan di Jawa Tengah antara lain karbaril (Sevin™), karbofuran (Furadan™ dan Curater™), tiodikarb (Larvin™) dan BPMC/Butyl Phenyl-n-Methyl Carbamate (Bassa™, Dharmabas™ dan Baycarb™).

Karbamat bekerja mengikat asetilkolinesterase atau sebagai inhibitor asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase adalah enzim yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan fungsi sistem saraf manusia, vertebrata, dan insekta. Fungsi asetikolinesterase adalah mengatur produksi dan degradasi asetilkolin (Ach), suatu neurotransmiter pada sistem saraf otonom (parasimpatik) dan somatik (otot rangka). Karbamat merupakan insektisida berspektrum luas dengan aplikasi luas dalam pertanian. Insektisida ini diproduksi dari asam karbamat (Bambang 2013).

Insektisida karbamat jenis propoksur masih digunakan sebagai insektisida rumah tangga. Insektisida propoksur mempunyai waktu paruh sekitar 4 jam, sehingga insektisida jenis ini cepat hilang namun tetap berbahaya jika terjadi akumulasi (Baron 1991 dalam Mariana 2009).

(10)

Metil karbamat (methyl carbamate atau methylurethane) adalah senyawa karbamat paling sederhana dengan rumus kimia C2H5NO2, yang mana gugus metil (CH3) mensubstitusi atom hidrogen (H) dari gugus asam (COOH). Diketahui senyawa ini bersifat karsinogenik pada tikus. Senyawa lain adalah ethyl carbamat (urethane) yang sering dipakai sebagai “veterinary medicine”. Pestisida (merk) lain dari golongan karbamat antara lain, Aldicarb, Carbofuran, Furadan (nematisida),

na = not available (data tidak tersedia)

Sumber: BADANSTANDARDISASINASIONAL(BSN) 2004 dalam Indraningsih, 2008 Tabel 2. Batas maksimum residu pestisida golongan karbamat berdasarkan acuan

Codex Allimentarius Commission, 2004

(11)

neurotoksik melalui hambatan enzim asetilkholinesterase (AchE) pada sinapsis syaraf dan myoneural junctions yang bersifat reversibel. Gejala klinis keracunan karbamat merupakan reaksi kholinergik yang berlangsung selama 6 jam. Tingkat keparahannya tergantung pada jumlah karbamat yang terkonsumsi dengan gejala klinis berupa pusing, kelemahan otot, diare, berkeringat, mual, muntah, tidak ada respon pada pupil mata, penglihatan kabur, sesak napas dan konvulsi (Risher Et Al., 1987 dalam Indraningsih 2008). Keracunan karbamat pada manusia dilaporkan pernah terjadi di Spanyol pada tahun 1998 dengan gejala berkeringat, tremor, myosis, gangguan pernapasan, dan muntah. Karbamat, khususnya karbofuran dilaporkan dapat menimbulkan kanker paru-paru pada manusia (Wesseling Et Al., 1999; Bonner Et Al., 2005 dalam Indraningsih 2008).

Penggunaan pestisida dapat menimbulkan residu pada produk tanaman pangan maupun peternakan. Residu pestisida yang terjadi pada pangan dapat disebabkan karena penggunaan langsung pada tanaman pangan dan peternakan, pakan ternak yang tercemar pestisida dan kontaminasi lingkungan oleh pestisida. Pengaruh residu pestisida dalam pangan tergantung dari sifat fisik pestisida, jumlah dan waktu pemaparan. Konsumsi pangan yang mengandung residu pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan kesehatan akut maupun kronik. Gejala keracunan akut umumnya meliputi muntah-muntah, diare, nyeri perut, pusing dan kekakuan. Selanjutnya keracunan kronik menimbulkan kerusakan pada sistem syaraf atau jaringan lain seperti hati, ginjal dan gangguan perkembangan fetus hewan (Indraningsih,2008).

(12)

terus. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa detergen dapat digunakan untuk melepaskan residu pestisida pada buah-buahan (Indraningsih,2008).

2.4 Jenis-jenis Senyawa Karbamat 2.4.1 Karbaril

1. Sinonim / Nama Dagang

1-naphthalenyl methylcarbamate; 1-naphthol-N-methylcarbamate; 1-naphthyl-N- methylcarbamine; Arylam; Carbamine; Carbaril; Carbarilo; Carbaryl; Carbatox; Carylderm; Carpolin; Cekubaryl; Denapon; Dicarbam; Hexavin; Karbaspray; Methylcarbamate 1-naphthalenol; Methylcarbamate 1-naphthol; Methylcarbamic acid; 1-naphthyl ester; N-methyl-alpha-naphthylurethan; NAC; Panam; Ravyon; Septene; Sevin; Tercyl; Tricarnam; Union Carbide 7744.

Nomor Identifikasi :

Nomor CAS : 63-25-2 Nomor RTECS : FC5950000 Nomor EC (EINECS): 200-555-0 Nomor EU Index : 006-011-00-7

UN : 2757

STCC : 4941122

2. Sifat Fisika Kimia Nama bahan : Karbaril

IUPAC: 1-naphthyl methylcarbamate Strukur :

Deskripsi

(13)

201,24; Rumus kimia C12H11NO2; Terdekomposisi sebelum mendidih; Titik lebur 142oC (288 F); Titik nyala 193-202 oC; Kelarutan dalam air 0,005 g/100 g pada 20oC dan 0,004 g/100 g pada 30oC. Dapat larut dalam aseton, isoforon, sikloheksanon, dimetilformamid, dimetilsulfoksida, campuran kresol, petroleum oils, pelarut polar. Sedikit larut dalam metanol. Stabil terhadap panas, cahaya, dan asam pada kondisi penyimpanan. Tekanan uap <0,0001 torr (20-25 oC).

3. Penggunaan

Sebagai insektisida, nematisida, regulator pertumbuhan tanaman. 4. Identifikasi Bahaya

a) Risiko utama dan sasaran organ

Risiko utama: Berbahaya jika tertelan, iritasi saluran pernafasan, kulit, dan mata, serta kerusakan sistem saraf. Sasaran organ: Sistem pernafasan, kulit, hati, ginjal, sistem saraf, sistem kardiovaskuler.

b) Terhirup

Iritasi, keluar air mata, mual, muntah, diare, sakit perut, sakit dada, sesak nafas, detak jantung tidak beraturan, sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, dilatasi pupil, kongesti paru, konvulsi, koma.

c) Kontak dengan kulit

Iritasi, keluar air mata, mual, muntah, diare, sakit perut, sakit dada, sesak nafas, detak jantung tidak beraturan, sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, dilatasi pupil, kongesti paru, konvulsi, koma.

d) Kontak dengan mata

Iritasi, keluar air mata, mual, muntah, diare, sakit perut, sakit dada, sesak nafas, detak jantung tidak beraturan, sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, dilatasi pupil, kongesti paru, konvulsi, koma.

(14)

Iritasi, keluar air mata, mual, muntah, diare, sakit perut, sakit dada, sesak nafas, detak jantung tidak beraturan, sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, dilatasi pupil, kongesti paru, konvulsi, koma.

5. Stabilitas dan reaktivitas

Reaktivitas : Stabil pada suhu dan tekanan normal.

Tancampurkan : Basa kuat, asam, nitrat, dan bahan pengoksidasi Karbaril dengan

Alkali : Terhidrolisis cepat jika tercampur. Oksidator kuat : Dapat bereaksi

Bahaya dekomposisi: Produk dekomposisi termal: Oksida nitrogen Polimerisasi : Tidak akan terjadi

6. Penyimpanan

Simpan dan tangani sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku. Simpan di tempat yang sejuk dan tidak terkena sinar matahari langsung. Jauhkan dari sumber panas atau api, basa kuat, asam, bahan yang mudah terbakar, dan agen pengoksidasi. Simpan dalam kemasan aslinya. Simpan dalam wadah anti bocor dan diberi label yang jelas. Simpan terpisah dari bahan yang tancampurkan. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

7.Toksikologi Toksisitas

Data pada manusia : TDL0 oral-pria 500 mg/kg; LDL0 oral-wanita 5 gm/kg.

(15)

mg/kg; LD50 oral-gerbil 491 mg/kg; LD50 oral-mammalia 510 mg/kg; LD50 tidak dilaporkan-mammalia 310 mg/kg; LD50 oral-burung liar 56 mg/kg; TDL0 oral-tikus (rat) 30 mg/kg/30 hari intermittent; TDL0 oral-tikus (rat) 1050 mg/kg/21 hari intermittent; TDL0 oral-tikus (rat) 10800 mg/kg/96 hari kontinyu; TDL0 oral-tikus (rat) 25480 mg/kg/1 tahun intermittent; TDL0 oral-tikus (rat) 1109 mg/kg/22 minggu intermittent; TCL0 inhalasi-tikus (rat) 214 µg/m3/24 jam – 13 minggu intermittent; TDL0 oral-tikus (rat) 720 mg/kg/10 hari intermittent; TDL0 oral-tikus (rat) 300 mg/kg/50 hari kontinyu; TDL0 inhalasi-tikus (rat) 23 mg/m3/4 jam – 17 minggu intermittent; TCL0 inhalasi- kucing 63 mg/kg/4 minggu intermittent; TDL0 oral-babi 8157 mg/kg/72 hari intermittent; TDL0 oral-burung puyuh 13230 mg/kg/14 minggu kontinyu.

Data Tambahan

Toksisitas pada ikan : LC50 (Mortalitas) Barb (Barbus stigma) 21,05 µg/L selama 96 jam

Toksisitas pada invertebrate : EC50 (Immobilisasi) Water flea (Daphnia pulex) 6,4 µg/L selama 48 jam

Toksisitas pada alga : Fotosintesis alga hijau (Enteromorpha intestinalis) 50 µg/L selama 6 jam

Fototoksisitas : Fotosintesis Frog’s bit (Halophila ovalis) 50 µg/L selama 6 jam

Toksisitas lain : Lokomotor Clawded toad / katak air (Xenopus laevis) 100 µg/L selama 24 jam

(16)

Senyawa ini cepat dimetabolisme dan didegradasi sehingga tidak menunjukkan risiko bioakumulasi yang berbeda nyata pada air yang bersifat alkali tetapi berbeda nyata pada kondisi air yang asam.

Penguraian di tanah dan air tanah: Karbaril memiliki sifat kurang persisten di tanah. Degradasi karbaril di tanah kebanyakan disebabkan oleh cahaya matahari dan bakteri. Karbaril memiliki waktu paruh 7-14 hari di tanah berpasir serta 14-28 hari di tanah liat.

Penguraian di air: Pada air permukaan, penguraian karbaril terjadi oleh bakteri serta melalui proses hidrolisis. Evaporasi berlangsung sangat lambat. Karbaril memiliki waktu paruh sekitar 10 hari pada pH netral. Waktu paruh bervariasi sesuai tingkat keasaman air.

Penguraian pada vegetasi: Degradasi karbaril pada hasil pertanian terjadi melalui hidrolisis di dalam tumbuhan. Waktu hidup residu pendek, kurang dari 2 minggu. Dibandingkan dengan senyawa karbaril, metabolit karbaril memiliki toksisitas yang lebih rendah terhadap manusia. Penguraian senyawa ini sangat bergantung pada tingkat keasaman dan temperature (Anonim1).

2.4.2 Karbofuran

1. Sinonim / Nama Dagang

7-benzofuranol, 2,3-dihydro-2,2-dimethyl-, methylcarbamate; Carbamic acid, methyl-, 2,3-dihydro-2,2-dimethyl-benzofuranyl ester; 2,3-dihydro-2,2-dimethyl- 7-benzofuranol methylcarbamate; Carbofurane; Carbofuran mixture; Chinufur; Crisfuran; Curaterr; D 1221; 2,3-dihydro-dimethylbenzofuranyl-7-N-methylcar- bamate; 2,2-dimethyl-7-coumaranyl-N-methylcarbamate; 2,2-dimethyl-2,3-dihydro -7-benzofuranyl-N-methylcarbamate; FMC 10242; Furadan; Furadan 3G; Furada- keman ne; Furodan; Karbofuranu; Methyl carbamic acid 2,3-dihydro-2,2-dimethyl- 7-benzofuranyl ester; NIA 10242; Niagara 10242; Niagara Nia-10242; OMS-864; Yaltox.

Nomor Identifikasi :

(17)

Nomor OHS : 04240 Nomor RTECS : FB9450000 Nomor EC (EINECS): 216-353-0 Nomor EU Index : 006-026-00-9

UN : 2757

STCC : 4921524

2. Sifat Fisika Kimia

Nama bahan : Karbofuran Rumus molekul : C12H15NO3

Struktur :

Deskripsi

Bentuk padat, kristal berwarna putih, tidak berbau; Berat molekul 221,28; Titik lebur 153-154 oC; Tekanan uap 0,00002 mmHg pada 33oC; Kerapatan relatif (air=1): 1,180 pada 20oC; Kelarutan dalam air 700 ppm pada 25oC; Dapat larut dalam pelarut aseton, benzen, dimetilformamida, dimetil sulfoksida, asetonitril, sikloheksana, N-metil pirolidon.

3. Penggunaan

Insektisida, akarisida, nematosida. Penggunaan utama pada padi-padian, terutama pada tanaman pakan sapi dan kuda.

4. Identifikasi Bahaya

a) Risiko utama dan sasaran organ

Bahaya utama terhadap kesehatan seperti gangguan genitourinaria, gangguan jantung atau kardiovaskuler, gangguan sistem saraf, gangguan pernafasan, gangguan kulit dan alergi. Organ sasaran: Sistem saraf

b) Terhirup

(18)

dyspnea, nafas berbunyi karena meningkatnya sekresi bronkial dan bronkokonstriksi. Efek sistemik lain dapat mulai terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam setelah terpapar. Gejalanya antara lain adalah mual, muntah, diare, kram perut, sakit kepala, vertigo, nyeri mata, spasme otot siliar, pandangan kabur atau redup, miosis, atau dalam beberapa kasus midriasis, lakrimasi, salivasi, berkeringat, dan kebingungan. Efek lain pada susunan saraf pusat dan neuromuskular yang dilaporkan adalah ataksia, arefleksia, lemah, lelah, tremor, twitching, fasikulasi, bicara melantur, paralisis pada anggota badan dan kemungkinan otot-otot pernafasan. Pada kasus yang berat, dapat terjadi defekasi dan urinasi secara tidak sadar, bradikardia, hipotensi, edema paru, kejang, koma, dan kematian yang disebabkan gagal nafas atau serangan jantung. Biasanya bahan tidak terakumulasi pada jaringan mamalia dan inhibisi kolinesterase membalik dengan agak cepat. Pada kasus yang tidak fatal, kesakitan biasanya berlangsung kurang dari 24 jam.

c) Kontak dengan kulit

Dapat menyebabkan iritasi. Dapat terjadi keringat setempat dan fasikulasi (kedutan) di tempat kontak. Jika bahan yang terserap kulit jumlahnya memadai, dapat timbul gejala seperti pada paparan terhirup jangka pendek, kemungkinan gejala tertunda selama 2-3 jam, biasanya kurang dari 8 jam.

d) Kontak dengan mata

Sediaan bubuk 25% dan 75% dalam bentuk sediaan WP (Wettable Powder) bersifat letal jika diaplikasikan pada mata kelinci pada dosis berturut-turut 21,5 mg/kg dan 18,0 mg/kg. Kontak langsung dengan mata dapat menyebabkan nyeri, hiperemia (kemerahan pada jaringan), lakrimasi, kedutan (twitching) pada kelopak mata, miosis, dan spasme otot siliar disertai hilangnya akomodasi, pandangan kabur atau redup, nyeri di sekitar alis. Kadang-kadang dapat terjadi midriasis dan bukan miosis. Dengan paparan yang memadai, gejala lain adalah penghambatan kolinesterase yang dapat timbul seperti yang dideskripsikan pada terhirup jangka pendek.

(19)

Jika tertelan, efek pertama yang mungkin timbul adalah mual, muntah, anoreksia, kram abdomen, dan diare. Dengan adanya absorbsi dari saluran pencernaan, efek lain dari inhibisi kolinesterase, seperti pada inhalasi jangka panjang dapat timbul. Gejala dapat timbul dalam beberapa menit atau tertunda selama beberapa jam.

5. Stabilitas dan reaktivitas

Reaktivitas : Stabil pada tekanan dan suhu normal Tancampurkan : Basa, asam, bahan pengoksidasi Karbofuran dengan

Media alkalin : Dapat menyebabkan hidrolisis Kondisi asam : Dapat menyebabkan hidrolisis Pengoksidasi (kuat) : Bahaya meledak dan terbakar

Bahaya dekomposisi: Produk dekomposisi termal: oksida nitrogen Polimerisasi : Tidak terpolimerisasi.

6.Penyimpanan

Simpan dan tangani sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standard yang berlaku. Lindungi dari kerusakan fisik dan jauhkan dari jangkauan anak-anak. Serta jauhkan dari makanan, minuman, dan bahan makanan hewan.

7.Toksikologi Toksisitas

Data pada hewan

(20)

kulit-kelinci 17 mg/kg/20 hari intermittent; TDL0 oral-ayam 1960 mg/kg/2 minggu kontinyu; TDL0 oral-burung liar 71600 µg/kg/7 hari kontinyu.

Data Tambahan

Dapat melewati plasenta. Interaksi dengan pestisida antikolinesterase lain dapat menimbulkan potensi toksik. Sangat toksik terhadap kehidupan perairan : Toksisitas pada ikan : LC50 (Mortalitas) ikan lele (Mystus vittatus) 310

µg/L 96 jam

Toksisitas pada Invertebrata : EC50 (Mortalitas) kutu air (Daphnia pulex) µg/L 48 jam

Toksisitas Alga : EC50 (Pertumbuhan populasi) alga hijau (Chlorella pyrenoidosa) 272640 µ/L 96 jam

Toksisitas Lain : Daya tetas katak (Microhyla ornata) 1000 µg/L 48 hari (Anonim2)

2.4.3 Butil Fenil Metil Karbamat 1. Sinonim / Nama Dagang

Fenobucarb; 2-sec-butylphenylmethyl carbamate; 0-sec-butylphenyl-n-methylcarbamate; 0-sec-butylphenylmethyl carbamate; 2-(1-methyl-propyl) phenyl methylcarbamate. Bassa; Baycarb; Hopsin; Osbac.

Nomor Identifikasi :

Nomor CAS : 3766812 Nomor NIOHS : FB54250 Nomor RTECS : FB9450000 Nomor EC (EINECS): 223-188-8 2. Sifat Fisika Kimia

Nama bahan :Buthyl Phenyl Methyl Carbamate Deskripsi

Kristal berwarna kuning muda atau merah muda. Titik lebur 31-32C.

(21)

3. Penggunaan

Insektisida, herbisida. 4. Identifikasi Bahaya

a) Risiko utama dan sasaran organ

Bahaya utama terhadap kesehatan: Merusak sistim syaraf jika tertelan, terhirup dan kontak dengan kulit dan organ sasaran: Sistem saraf

b) Terhirup

Iritasi, rasa terbakar, mual, muntah, diare, sakit perut, sakit dada, sulit bernapas, denyut jantung tidak teratur, sakit kepala, pening, gangguan penglihatan, dilatasi pupil, kongesti paru-paru, konfulsi dan koma

b) Kontak dengan kulit Sedikit iritasi c) Kontak dengan mata

Sedikit iritasi. d) Tertelan

Efeknya sama seperti efek inhalasi : Iritasi, rasa terbakar, mual, muntah, diare, sakit perut, sakit dada, sulit bernapas, denyut jantung tidak teratur, sakit kepala, pening, gangguan penglihatan, dilatasi pupil, kongesti paru- paru, konfulsi dan koma. 5. Stabilitas dan reaktivitas

Reaktivitas : Stabil pada tekanan dan suhu normal Tancampurkan : Basa, asam, bahan pengoksidasi Butil Fenil Metil karbamat dengan

Media alkalin : Dapat menyebabkan reaksi exotermik Kondisi asam : Dapat menyebabkan reaksi exotermik Pengoksidasi (kuat) : Bahaya meledak dan terbakar

Bahaya dekomposisi : Produk dekomposisi termal: oksida karbon, nitrogen

6. Penyimpanan

Simpan dan tangani sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standard yang berlaku. Lindungi dari kerusakan fisik dan jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jauhkan dari makanan, minuman, dan bahan makanan hewan.

(22)

Toksisitas

Data pada manusia : tidak tersedia data toksisitas pada manusia. Data pada hewan

Oral-rat LD50 : 410 mg/kg; Oral-mouse LD50 : 410 mg/kg; Unk-rat LD50 : 340 mg/kg; Skin-mouse LD50 : 340-4.200 mg/kg.

Karsinogenik

Dari data studi menunjukkan pemberian Butil Fenil metil karbamat selama 2 th pada tikus-tikus (rats) 4,1 mg/kg b.w. dengan dosis 100 mg/kg makanan tiap hr menunjukkan tidak ada karsinogenik

2.5 Pestisida Berbahan Aktif Karbamat 1. Furadan 3G

(23)

Insektisida berbahan aktif Karbofuran 3 % W/W dengan Nomor Pendaftaran RI.16/8-20026T berbentuk butiran berwarna biru tua. Furadan 3 G kini diproses dengan teknologi baru Manufacturing Use Product (MPU) dengan keunggulan sbb : a) Lebih sedikit debu sehingga lebih aman bagi pengguna dan lingkungan dari resiko

keracunan

b) Sistem pelepasan karbofuran lebih stabil dan toleran dalam kisaran ph tanah. c) Pelapisan bahan aktif terhadap butiran lebih merata

d) Warna lebih seragam. Karakteristik Furadan 3 G :

a) Kombinasi unik antara karakteristik kimia dan biologi

b) Sejalan dengan program IPM sebab aman bagi predators dan parasites c) Non Persisten dan non phototoxid

d) Tidak mempunyai potensi bioakumulasi

e) Hasil metabolit dari penguraian Furadan mempunyai toksisitas lebih kecil

f) Waktu paruh pada tanah jenin sandy loam & silt loam : 30 hari sedang pada jenis tanah muck : 60 hari

g) Daya larut dalam air sangat tinggi, sifat ini mempermudah untuk diserap tanaman. Cara Kerja Furadan.

a) Masuk ke jaringan melalui absorbsi perakaran yang selnjutnya ditranslokasikan melalui sistem vasculer ke bagian tanaman yang lainnya tetapi tidak ditranslokasikan ke bunga dan buah.

b) Bereaksi dengan bantuan sinar ultr-violet c) Tidak mematikan musuh alami

d) Memiliki sifak kontak dan juga sistemik.

(24)

Gambar 2. Sevin 85 SP Grup : Insektisida

Bahan Aktif : Carbaryl 85%

Ukuran Kemasan : 100 g, 250 g, 500 g Nomor izin : RI.22/10-2001/T

LD50 Acute Toxicity : Oral, rat: 63.4 mg/ kg Dermal rat : > 2000 mg/ kg

Sevin umumnya digunakan baik pada tanaman sayuran, perkebunan, taman, bahkan tanaman keras sekalipun. Bahan aktif karbaril telah popular sejak tahun 1956 sebagai insektisida berspektrum luas yang dapat mengendalikan hampir 140 jenis serangga maupun kutu-kutuan. Sevin juga efektif digunakan sebagai moluksisida dalam mengendalikan hama siput dan keong. Bahan aktifnya karbaril adalah salah satu yang tertua sejak diperkenalkan secara komersial diantara bahan lain dalam kelas karbamat. Banyak produk yang terdaftar menggunakan bahan aktif karbaril, tetapi manufaktur utamanya adalah Bayer Cropscience. Sevin dijual dalam bentuk tepung, granul, maupun cairan konsentrat. Sevin termasuk pestisida yang memiliki tingkat toksisitas moderat terhadap mamalia, tetapi tinggi terhadap lebah dan serangga menguntungkan lainnya.

(25)

enzim yang disebut acetylcholinesterase menghancurkan acetylcholine agar impuls saraf lainnya dapat ditransmisikan. Karbaril akan menghentikan fungsi dari enzim acetylcholinesterase ini, dengan demikian tidak ada lagi yang menghancurkan acetylcholine, hal ini dapat menimbulkan kejang, kebingungan, kelumpuhan, dan pada akhirnya kematian pada serangga.

Beberapa hama yang dapat dikendalikan oleh sevin adalah belalang, ulat grayak, perusak daun, penggerek buah, penggerek batang, penggerek pucuk, ulat api, kutu-kutuan, penggulung daun, dan penghisap buah.

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Toksisitas Karbofuran

Karbofuran merupakan insektisida sistemik yang diintroduksi pada tahun 1965 dan termasuk insektisida dari golongan karbamat yang sukses di pasaran. Karbofuran bekerja terutama sebagai racun kontak dan racun perut. Umumnya diformulasi sebagai butiran dan diaplikasikan lewat tanah, untuk mengendalikan banyak jenis serangga hama dan nematoda. LD50 pada tikus sekitar 8 mg/kg; LD50 dermal (24 jam) >2000 mg/kg yang dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata dan kulit kelinci; LC50 inhalasi (4 jam, tikus) sebesar 0,075 mg/l udara (Kinasih,2014).

(26)

dilaporkan-tikus (rat) 19 mg/kg; LD50 oral-tikus (mouse) 2 mg/kg; LD50 intravena-tikus (mouse) 450 µg/kg; LD50 tidak dilaporkan- intravena-tikus (mouse) 5 mg/kg; LD50 oral-anjing 19 mg/kg; LC50 inhalasi-oral-anjing 52 mg/kg; LD50 kulit-kelinci 885 mg/kg; LD50 tidak dilaporkan-kelinci 885 mg/kg; LC50 inhalasi-marmut 43 mg/m3/4 jam; LD50 oral-burung dara 1330 µg/kg; LD50 oral- ayam 6300 µg/kg; LD50 oral-burung puyuh 3160 µg/kg; LD50 oral-bebek 415 µg/kg; LD50 kulit- burung liar 100 mg/kg; TDL0 oral-tikus (rat) 21 mg/kg/30 hari intermittent; TDL0 intraperitoneal-tikus (mouse) 3 mg/kg/6 minggu intermittent; TDL0 kulit-kelinci 17 mg/kg/20 hari intermittent; TDL0 oral-ayam 1960 mg/kg/2 minggu kontinyu; TDL0 oral-burung liar 71600 µg/kg/7 hari kontinyu (Anonim2).

Karbofuran dikenal bersifat toksik pada mamalia dan sangat toksik atau fatal pada unggas. Aplikasi karbofuran melalui penyemprotan lahan dan area berpotensi untuk menimbulkan intoksikasi pada manusia, ternak dan hewan liar. Insektisida karbofuran ini dapat terserap melalui saluran pencernaan dan inhalasi dari proses penyemprotan, tetapi jarang terjadi melalui absorbsi kulit. Tabel 3 menggambarkan nilai LD50 (toksisitas akut) karbofuran pada beberapa hewan percobaan.

Jenis hewan

(27)

3.2 Toksisitas Karbosulfan

Insektisida karbosulfan ditemukan pada tahun 1979. Insektisida sistemik ini bisa disebut sebagai proinsektisida dan bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Dalam tubuh serangga, karbosulfan akan diubah menjadi karbofuran. LD50 pada tikus yaitu 3820 mg/kg secara oral; LD50 dermal (24 jam) >2000mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada mata dan kulit; LC50 inhalasi (1 jam, tikus) 1,53 mg/l udara (Kinasih,2014).

3.3 Toksisitas BPMC

Insektisida BPMC yang memiliki nama umum fenobukarb ditemukan pada tahun 1962. BPMC merupakan insektisida non-sistemik dengan cara kerja terutama sebagai racun kontak dan digunakan untuk mengendalikan wereng, thrips, dan bubuk pada beberapa tanaman termasuk padi. BPMC juga digunakan untuk mengendalikan ulat buah dan aphids pada kapas. LD50 pada tikus sekitar 623 (j) – 657 (b) mg/kg; LD50 dermal pada kelinci yaitu 10250 mg/kg; LC50 inhalasi pada tikus yaitu 0,366 mg/l udara (Stenersen, 2004, dalam Kinasih, 2014).

Data toksisitas pada hewan Oral-rat LD50 : 410 mg/kg; Oral-mouse LD50 : 410 mg/kg; Unk-rat LD50 : 340 mg/kg; Skin-mouse LD50 : 340-4.200 mg/kg. Dari data studi menunjukkan pemberian Butil Fenil metil karbamat selama 2 th pada tikus-tikus (rats) 4,1 mg/kg b.w. dengan dosis 100 mg/kg makanan tiap hr menunjukkan tidak ada karsinogenik (Anonim3).

Insektisida berbahan aktif BPMC (O-sec-butylphenyl methylcarbamate) 500 g/l, berasal dari golongan karbamat (anticholinesterase carbamate) yang memiliki daya kerja sebagai racun kontak dan racun lambung yang sangat kuat.

3.4 Toksisitas Karbamat Terhadap Cacing Tanah

(28)

tropis masih sedikit yang meneliti tentang pengaruh pestisida terhadap ekosistem dalam tanah. Beberapa organisme dapat dijadikan sebagai indikator tercemarnya suatu lingkungan. Di antara organisme tersebut adalah cacing tanah.

Akumulasi insektisida terhadap hewan non target dalam tanah penting diketahui karena hewan tanah tersebut dapat berperan sebagai redestribusi insektisida sehingga dapat mempengaruhi rantai transfer insektisida ke tingkat organisme yang lebih tinggi. Kondisi ini menjadi dasar penelitian ini dimana akan dilakukan pengamatan terhadap efek pestisida terhadap cacing tanah.

Hasil penelitian (Kinasih, 2014) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisida yang diberikan terhadap cacing tanah E. fetida maka semakin tinggi tingkat kematiannya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kematian tertinggi pada perlakuan dengan konsentrasi tertinggi selain itu perlakuan insektisida juga dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh cacing tanah E. fetida.

Dari tiga jenis insektisida golongan Karbamat yang digunakan yaitu Karbofuran 3%, Karbosulfan 200, 11 g/l dan Butil Phenil Methil Carbamate (BPMC) 500 g/l yang diaplikasikan pada cacing tanah mengakibatkan E. fetida mengalami kematian pada konsentrasi 50 mg, 100 mg, 200 mg dan 300 mg/kg (berat kering tanah), sedangkan pada kontrol dan konsentrasi 25 mg tidak terdapat kematian. Persentase kematian tertinggi cacing tanah E. fetida terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi 300 mg yaitu Karbosulfan sebesar 73,33%, BPMC, sebesar 76,66%. Begitu pula pada perlakuan insektisida Karbofuran, kematian tertinggi cacing tanah E. fetida juga terdapat pada konsentrasi 300 mg sebesar 66,66%.

(29)

mg/kg pada semua jenis insektisida, hanya insektisida karbosulfan yang mampu membunuh hampir 50% populasi cacing tanah E. fetida (46,7%).

Setelah dilakukan analisa prohibit menunjukkan LC50 dari ketiga jenis insektida tersebut menunjukkan nilai yang berbeda-beda. LC50 untuk insektisida karbosulfan yaitu 173,78 mg/kg (berat kering tanah), untuk BPMC yaitu 169,82 mg/kg (berat kering tanah), sedangkan insektisida karbofuran memiliki nilai LC50 sebesar 188,21 mg/kg (berat kering tanah). Nilai LC50 tersebut menunjukkan insektisida karbosulfan memiliki kemampuan lebih toksik bila dibandingkan dengan karbofuran. Sedangkan BPMC memiliki kemampuan paling toksik terhadap E. fetida bila dibandingkan dengan karbosulfan dan karbofuran.

Dari hasil pengamatan (Kinasih,2014) cacing tanah E. fetida yang keracunan insektisida muncul ke permukaan tanah kemudian cacing menjadi kaku, berlendir, terjadi pembengkakan segmen dan mati dengan kliteliumnya pecah. Aplikasi pestisida jenis karbamat juga mengakibatkan penurunan bobot tubuh cacing yaitu terjadi penurunan yang cukup signifikan, terutama pada perlakuan 200 mg/kg dan 300 mg/kg untuk semua perlakuan. Penurunan bobot tubuh tersebut diduga terjadi karena terganggunya proses fisiologis dan metabolisme tubuh akibat perlakuan karbosulfan, karbofuran dan BPMC (Biphenil Methil Carbamat). Pengaruh konsentrasi karbosulfan, karbofuran dan BPMC (Biphenil Methil Carbamat) merupakan tekanan lingkungan bagi cacing tanah E. fetida sehingga hewan tersebut akan mereduksi pertumbuhannya.

(30)

Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dapat dikatakan sebagai parameter yang sensitif dalam menentukan efek insektisida karbosulfan, BPMC dan karbofuran pada E. fetida. Polutan (karbosulfan, karbofuran dan BPMC) dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku makan, cara makan, penyerapan, pencernaan, asimilasi, ekskresi dan perubahan pada tingkat hormonal yang akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan. Adaya fluktuasi dan ketersediaan makanan, kondisi tanah dan kondisi cacing tanah berpengaruh terhadap besarnya energi yang dikonsumsi oleh seekor cacing tanah, sehingga energi yang dikonsumsi tersebut dapat lebih besar atau lebih kecil dari energi yang dipakainya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan atau penurunan energi tumbuh (Tang dan Affandi 2002 dalam Kinasih 2014). Secara normal, sekitar 70% nilai energi yang berasal dari makanan diprioritaskan dan dipergunakan untuk pemeliharaan jaringan tubuh, tetapi apabila cacing tanah sakit atau mengalami gangguan lingkungan akan mempengaruhi cacing tanah menggunakan energi untuk mempertahankan hidupnya lebih besar dari biasanya.

3.5 Toksisitas Karbamat Terhadap Mortalitas Benih Ikan Mas

Ikan serta biota air lain yang hidup di lingkungan perairan yang tercemar pestisida dapat menyerap bahan aktif pestisida dan akan tersimpan dalam tubuh. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bioakumulasi pestisida (endosulfan) semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi dan waktu pemaparan hingga tercapainya kondisi steady state. Selain itu, pengaruh lanjut dari bioakumulasi pestisida secara signifikan dapat menurunkan laju pertumbuhan dan berdampak terhadap kondisi hematologis ikan.

(31)

0,025 ppm ikan mati berjumlah 11 ekor. Berdasarkan analisis probit maka Nilai LC50-24 jam benih ikan mas ada pada konsentrasi 0,183 ppm.

Perlakuan dengan konsentrasi sebesar 0,025 ppm pada data (II) jumlah hewan uji yang mati sebanyak 7 ekor, sedangkan pada data (III) sebanyak 9 ekor, maka dari 20 ekor ikan uji, ada 16 ikan yang mati setelah pemaparan selama 24 jam, artinya dengan konsentrasi sebesar 0,025 ppm bahan toksik karbamat sudah mampu mematikan 80% hewan uji. Perbedaan ikan yang mati pada data (II) dan (III) disebabkan karena respon terhadap bahan toksik tiap individu ikan berbeda. Begitupula pada konsentrasi 0,075 ppm pada data (II) jumlah hewan uji yang mati sebanyak 5 ekor, sedangkan pada data (III) sebanyak 6 ekor, artinya dari 20 ekor ikan ujia ada 11 ekor ikan uji yang mati setelah pemaparan selama 24 jam atau dengan konsentrasi sebesar 0,025 ppm bahan toksik karbamat sudah mampu mematikan 55% hewan uji.

Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adalah kemampuan ikan untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang baru (kemampuan adaptasi) seperti yang dikemukakan oleh Djamal (2002) bahwa Adaptasi merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan lingkungan dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan hidupnya dalam relung yang diduduki. Ini bahwa setiap organisme mempunyai sifat adaptasi untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan. Sedangkan faktor eksternal adalah kondisi lingkungan akuarium uji, baik sifat fisik maupun kimiawi yang menjadi faktor pembatasnya seperti oksigen terlarut, ketersediaan nutrien yang digunakan sebagai makanan, suhu, pH ataupun hasil metabolit yang menjadi bahan toksik seperti ammonia.

(32)

sebesar 0,050 ppm bahan toksik karbamat sudah mampu mematikan 100% hewan uji (Aisyah,2015).

BAB 4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut:

(33)

50% dari hewan-hewan tersebut mati. LC50 untuk insektisida karbosulfan yaitu 173,78 mg/kg (berat kering tanah), untuk BPMC yaitu 169,82 mg/kg (berat kering tanah), sedangkan insektisida karbofuran memiliki nilai LC50 sebesar 188,21 mg/kg (berat kering tanah).

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah,2015. Uji Toksisitas Akut Pestisida Jenis Karbamat Terhadap Mortalitas Benih Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Artikel Penelitian. Bandung : Universitas Padjajaran.

Anonim1. Butil Fenil Metil Karbamat, http://ik.pom.go.id/v2014/katalog/BUTIL

%20FENIL%20METIL%20KARBAMAT.pdf , diakses 20 Desember 2015

Anonim2. Karbofuran. http://ik.pom.go.id/v2014/katalog/Karbofuran.pdf , diakses 20 Desember 2015

Anonim3. Karbaril. http://ik.pom.go.id/v2014/katalog/KARBARIL.pdf, diakses 20 Desember 2015

Anonim4. Sevin 85 S.

http://pusatpestisida.indonetwork.co.id/2223142/sevin-85-s.htm, diakses 20 Desember 2015

(34)

Indraningsih, 2008. Pengaruh Penggunaan Insektisida Karbamat Terhadap Kesehatan Ternak Dan Produknya. Wartazoa. 18 (2) : 101-114

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Toksisitas Pestisida pada Tikus
Tabel 2. Batas maksimum residu pestisida golongan karbamat berdasarkan acuan
Gambar 1. Furadan 3GR
Tabel 3. Taraf Toksisitas Akut (LD 50) karbofuran pada beberapa hewan percobaan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membandingkan ketiga Indikator multikolinearitas keseluruhan, dan indikator individu dilakukan simulasi komparasi, adapun tujuan dan penggunaan simulasi ini adalah

Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi yang mengan/am anggota tubuh dan jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perusi di bawah jaringan yang tertutup mengalami

[r]

Data tersebut merupakan data yang menggunakan pengacuan persona yang direalisasikan melalui pronomina persona. Hadits ke 31 ini menggunakan teknik peminjaman yang

Pembukaan program- program Pendidikan Guru Tertulis pada tahun 1955, SMP Terbuka tahun 1979, Universitas Terbuka tahun 1984, Program Belajar Paket A dan Paket B,

1. Menyediakan fasilitas untuk melihat siswa dan guru yang sedang terhubung pada website ini. Menyediakan fasilitas untuk menambah, mengedit, dan menghapus informasi

Pada penelitian ini diperoleh TiO 2 yang dapat digunakan sebagai aplikasi sensor gas terbaik dengan variasi pH 3 dan temperatur sintering 900ºC melalui pengujian

Najuma’s Tailor menawarkan perkhidmatan menjahit pakaian wanita untuk pelbagai fesyen dan stail pakaian.. 4.2