• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH STATISTIKA MULTIVARIAT TERAPAN A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH STATISTIKA MULTIVARIAT TERAPAN A"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH STATISTIKA MULTIVARIAT TERAPAN

Analisis Diskriminan pada Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebisingan Kereta Api Yogyakarta-Klaten

Disusun oleh :

Kelompok 3

Suri Islamiah (14611090) Luthfi Ria Inayah (14611093) Rifa Fitrianti (14611094) Dian Purnama Sari (14611102) Attalah Maulana (14611109)

Kelas C

JURUSAN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)

Analisis Diskriminan pada Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebisingan Kereta Api Yogyakarta-Klaten

Attalah Maulana1, Dian Purnama2, Luthfi Ria3, Rifa Fitrianti4, Suri Islamiah5

Program Studi Statistika, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Jln. Kaliurang Km 14.5, Sleman, Yogyakarta

Abstrak

Beroperasionalnya kereta api membawa dampak kebisingan bagi masyarakat sekitar rel kereta api. Tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh masing-masing kereta tentu berbeda satu sama lain yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Dalam analisis multivariat terdapat metode yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan subjek kedalam suatu kelompok berdasarkan beberapa faktor. Metode untuk mengklasifikasikan tersebut adalah analisis diskriminan. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis diskriminan pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan operasional kereta. Faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan kereta adalah jarak sumber bunyi, kecepatan kereta, jumlah rangkaian gerbong, kebisingan maksimum, serta kebisingan lingkungan. Sedangkan variabel dependen tersebut berupa kategori lokomotif, yaitu lokomotif KRDE dan Diesel Elektrik. Dapat disimpulkan bahwa data telah memenuhi asumsi normal multivariat, homoskedastisitas, dan nomultikolinearitas. Selain itu, fungsi diskriminan terbukti signifikan dengan nilai signifikansi kurang dari α. Selain itu, diperoleh informasi yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara variabel prediktor dengan hasil sebesar 97.6% dan keragaman variabel respon yang mampu dijelaskan oleh variabel prediktor sebesar 95.6%. Hasil pengujian ketepatan klasifikasi fungsi diskriminan diperoleh persentase ketepatan klasifikasi sebesar 100%. Selain itu, variabel kecepatan kereta dan variabel jumlah rangkaian gerbong, memiliki hubungan searah dengan variabel respon, sedangkan variabel kebisingan maksimum, memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkat kebisingan operasional kereta.

Kata-kata Kunci : Analisis Diskriminan, Analisis Multivariat, Kereta Api, KRDE, Diesel Elektrik.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(3)

efisien dibandingkan menggunakan transportasi bus atau mobil dimana pada titik-titik tertentu mengalami kemacetan sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan perjalanan. Terlepas dari dampak positif kereta api itu sendiri, nyatanya perkeretaapian juga membawa dampak negatif berupa pencemaran udara akibat kebisingan. Kebisingan adalah suara atau bunyi yang tidak diinginkan atau tidak nyaman. Kebisingan yang terjadi dapat berdampak pada rasa tidak nyaman bagi manusia, namun kebisingan yang terjadi terus menerus dapat menimbulkan gangguan pendengaran bahkan tuli. Jalur kereta api yang terus berkembang akan membuat lalu lintas kereta semakin padat dan kebisingan di daerah operasional kereta semakin sering terjadi. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal disekitar rel kereta api.

Tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh masing-masing kereta api tentu akan berbeda satu sama lain. Untuk kereta api yang beroperasional di sekitar Yogyakarta-Klaten setidaknya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis lokomotif yaitu Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE) dan jenis lokomotif Diesel Elektrik. Beberapa faktor yang berpengaruh pada tingkat kebisingan kereta api diantaranya yaitu jarak sumber bunyi, kecepatan kereta, jumlah rangkaian gerbong, kebisingan maksimum atau kebisingan sesaat saat kereta api melintas, serta kebisingan lingkungan. Pengklasifikasian tersebut bertujuan untuk memudahkan PT. KAI untuk menentukan kebijakan lebih lanjut guna mengantisipasi akibat kebisingan yang disebabkan oleh jenis kereta yang diklasifikasikan tersebut. Pengklasifikasian dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi variabel dependen pada suatu subjek. Dalam analisis multivariat terdapat metode yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan subjek kedalam suatu kelompok berdasarkan beberapa faktor. Metode untuk pengklasifikasian tersebut adalah analisis diskriminan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk fungsi atau model diskriminan pada masalah tersebut? 2. Bagaimana mengklasifikasikan tingkat kebisingan suatu objek baru yang

(4)

1.3. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bentuk fungsi atau model diskriminan pada masalah

tersebut.

2. Untuk mengklasifikasikan suatu objek baru yang akan masuk pada kategori kebisingan yang disebabkan oleh lokomotif KRDE dan Diesel Elektrik.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis, pengelompokan suatu masalah dapat menggunakan analisis statistika multivariat yaitu analisis diskriminan maka melalui penelitian ini, diharapkan diperoleh pemahaman dan penyelesaian masalah dalam pengelompokkan menggunakan analisis diskriminan.

Manfaat praktis, melalui penelitian ini, diharapkan diperoleh hasil pengelompokan yang lebih akurat sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi PT. Kereta Api Indonesia untuk dapat membuat kebijakan guna mengatasi efek kebisingan operasional kereta api.

II. LANDASAN TEORI

Pada bagian ini akan dijabarkan definisi maupun teorema sebagai dasar pengertian untuk mempermudah pembahasan pada bagian selanjutnya. Landasan teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

2.1. Kereta Api

(5)

2.2. Jenis Penggerak

Pada sistem transportasi kereta listrik (KRL atau kereta rel listrik), akan mempunyai sebuah sistem penggerak yang bersifat listrik, yaitu berupa motor listrik. Motor listrik yang dipergunakan dapat berupa motor arus seraha atau motor arus bolak-balik. Dan biasanya motor listrik arus searah yaitu motor traksi jenis motor seri, atau motor arus bolak-balik berupa motor induksi tiga fasa (Liklikwatil, 2014). Perkeretaapian di Indonesia dikelola secara penuh oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lokomotif adalah bagian dari rangkaian kereta api di mana terdapat mesin untuk menggerakkan kereta api. Biasanya lokomotif terletak paling depan dari rangkaian kereta api. Operator dari lokomotif disebut masinis. Masinis menjalankan kereta api berdasarkan perintah dari pusat pengendali perjalanan kereta api melalui sinyal yang terletak di pinggir jalur rel. Kereta api penumpang di Indonesia dibedakan menjadi empat jenis berdasarkan sistem kerja lokomotifnya, yaitu:

a. Kereta Rel Diesel KRD

Kereta Rel Diesel KRD merupakan rangkaian kereta api penumpang dimana pada setiap gerbong kereta terdapat penggerak berupa traksi motor pemutar roda gandar untuk menjalankan gerbong secara serempak. Sumber tenaga untuk menjalankan sistem penggerak tersebut berupa sumber listrik internal yang berasal dari pembangkit diesel yang dipasang pada setiap gerbong. Oleh sebab itu kereta api disebut dengan nama Kereta Rel Diesel (KRD) dan kereta api jenis ini mampu beroperasi untuk mengangkut penumpang jarak jauh. Salah satu contoh kereta api jenis ini adalah KRD Madiun Jaya yang melayani rute Madiun-Yogyakarta. Sedangkan untuk jenis lokomotif KRDE atau Kereta Rel Diesel Elektrik. ini adalah lokomotif dimana mesin disel tidak langsung menggerakan roda penggerak. Mesin Diesel menggerakkan sebuah generatot listrik, generator tersebut yang menggerakkan roda penggerak lokomtif.

b. Kereta Rel Listrik KRL

(6)

saja sumber tenaganya berasal dari listrik eksternal yang terdapat di kolong gerbong. Jika melihat KRL pada sisi atas maka akan dapat melihat benda berbentuk trapesium. Benda tersebut bernama pantograf. Pantograf ini menyalurkan listrik dari jaringan kabel listrik yang berada di sepanjang rel sehingga menghasilkan listrik eksternal untuk menggerakkan KRL. Namun jalur rel yang memiliki jaringan listrik seperti ini hanya terbatas sehingga KRL hanya beroperasi untuk rute jarak pendek dan komuter.

c. Kereta diesel

Kereta Diesel merupakan rangkaian kereta api yang ditarik oleh lokomotif dengan menggunakan mesin penggerak berupa diesel yang berbahan bakar solar. Terdapat dua jenis lokomotif diesel, yaitu Lokomotif Diesel Elektrik dan Lokomotif Diesel Hidrolik. Untuk Lokomotif Diesel Elektrik, tenaga yang dihasilkan dari mesin penggerak akan diteruskan ke roda penggerak dengan mesin traksi secara elektrik. Sementara untuk jenis Lokomotif Diesel Hidrolik, tenaga yang dihasilkan akan diteruskan ke roda penggerak dengan gardan secara hidrolik. Tahun 1953 merupakan tahun pertama Indonesia menggunakan lokomotif diesel dan masih dipakai hingga sekarang untuk mengoperasikan kereta penumpang jarak jauh.

d. Kereta uap

Kereta uap merupakan rangkaian kereta penumpang yang menggunakan lokomotif uap sebagai penarik gerbongnya. Lokomotif uap bekerja dengan cara memanfaatkan tekanan uap dari ketel besar yang digunakan untuk menggerakkan piston yang akan mendorong dan menarik roda lokomotif sehingga bisa berputar. Di Indonesia, kereta uap inipun masih beroperasi. Namun hanya beroperasi untuk melayani kereta wisata seperti yang bisa kita temukan di Museum Kereta Api Ambarawa Jawa Tengah, kereta uap Jaladara di Solo dan kereta wisata Mak Item rute Sawahlunto-Muaro Kalaban (Utiket, 2013).

2.3. Kecepatan Kereta Api

(7)

tempuh kereta api sejauh 50m dengan waktu tempuhnya. Dari hasil survei didapatkan data kecepatan tertinggi kereta di Indonesia adalah sebesar 104,65 km/jam, sedangkan kecepatan terendah sebesar 44.33 km/jam kereta pengangkut semen. Kecepatan rata-rata kereta pada umumnya sebesar 77.33 km/jam.

2.4. Jumlah Rangkaian

Banyaknya jumlah rangkaian akan berpengaruh pada banyaknya roda kereta yang bergesekan dengan rel. Gaya gesek yang terjadi antara roda dan rel mempengaruhi tingkat kebisingan. Banyaknya jumlah kereta tiap rangkaian beragam mulai dari yang paling sedikit yaitu sebanyak 5 gerbong kereta setiap rangkaian, dan yang paling banyak yaitu pada kereta barang semen dan ketel BBM dengan rangkaian gerbong sebanyak 21 gerbong.

2.5. Pengaruh Transportasi terhadap Lingkungan

a. Pengaruh Positif

Dengan diterapkannya ilmu pengetahuan alam dan teknologi modern, orang dapat membuat sarana transportasi, misalnya sepeda motor, mobil, bus, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, dan lain-lain. Sarana transportasi tersebut sangat efektif dan efisien daripada memakai alat transportasi pada zaman dulu, misalnya kuda, naik kereta kuda, atau kapal layar.

b. Pengaruh Negatif

Beberapa pengaruh negatif yang disebabkan oleh adanya transportasi diantaranya adalah sebagai berikut:

 Timbulnya pencemaran suara (kebisingan) dan pencemaran udara. Hal

tersebut dapat diakibatkan dari konstruksi alatnya maupun ulah orang-orang yang kurang bertanggung jawab dalam menggunakannya.

 Sarana transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak bumi

menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernafasan, serta paru-paru.

 Adanya perkembangan teknologi mengakibatkan perubahan alam menjadi tidak estetis.

 Pencemaran suara dan pencemaran udara dapat mengganggu psikologis

(8)

 Berkurangnya lahan-lahan pertanian yang produktif karena dipakai untuk

menampung kebutuhan akan jasa transportasi.

2.6. Kebisingan

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yangdapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kenyamanan lingkungan. Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar akibat perubahan kerapatan dan tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan membahayakan, merusak pendengaran dan mengurangi efektifitas kerja.

Pengukuran kebisingan biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (dB). Decibel adalah suatu unit pengukuran kuantitas resultan yang merepresentasikan sejumlah bunyi dan dinyatakan secara logaritmik. Sederhananya, skala decibel (dB) diperoleh dari 10 kali logaritma (dasar 10) perbandingan tenaga. Alat yang dipergunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM). Sound level meter ini mengukur perbedaan tekanan yang hasil keluaran dari alat ini adalah dalam decibel (dB) dengan menggunakan dasar persamaan.

Tabel 2.1 Baku Mutu Tingkat Getaran Daerah Istimewa Yogyakarta

Frekuensi (Hz)

(9)

40 < 9 9 – 15 15 – 20 > 20 50 < 8 8 – 12 12 – 15 > 15 63 < 6 6 – 9 9 – 12 > 12

Tabel 2.2 Baku Mutu Tingkat Kebisingan Daerah Istimewa Yogyakarta Peruntukan / Kawasan Leq [dB(A)] Lmax Cepat [dB(A)]

Rumah Sakit 45 50

2.7. Dampak Kebisingan dan Getaran Kereta Api

Sumber bising yang dapat mempengaruhi kenyamanaan di dalam gerbong kereta api terdiri dari berbagai jenis sumber yang cukup kompleks, mulai dari bising yang disebabkan oleh gesekan mekanis antara roda kereta dengan jalan kereta terutama melewati sambungan jalan kereta dan pada saat terjadinya pengereman, bunyi klakson bila akan memasuki stasiun atau melaui persimpangan jalan serta melalui daerah yang padat aktivitas penduduknya, Frekuensi mobilitas kereta baik dalam jumlah maupun kecepatan. vibrasi dari engine (gerbong yang menggunakan motor bogie), Sistem pengapian yang menggunakan diesel akan lebih menimbulkan suara bising dibandingkan kereta yang menggunakan listrik, aerodynamic gerbong kereta, dan bising yang disebabkan oleh alat pengkondisi udara.

(10)

bagian dalam gerbong kereta api. Kebisingan yang disebabkan karena suara kereta api dapat mempengaruhi kesehatan terhadap fungsi tubuh yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan system kardiovaskuler dalam bentuk kenaikan tekanan darah danpeningkatan denyut jantung, serta ketulian jika pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA (Febrian Rizky, 2017).

Menurut Pulat (1992) pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh seseorang yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah. Kenyataan ini dirasakan dalam keseharian masyarakat yang tinggal di pinggiran rel baik siang hari ataupun malam hari bahwa kebisingan sangat dirasakan yaitu mengalami gangguan pada telinga yang disebabkan oleh kebisingan pada saat kereta api melewati rel yang berada dekat perumahan penduduk.

2.8. Uji Asumsi

2.8.1. Uji Normal Multivariat

Untuk menguji normalitas data tingkat kebisingan operasional kereta maka dilakukan pengujian multivariat normal data dengan menghitung nilai korelasi square distance (d2(j)) dan quantil chi-square (q(c,p)). Digunakan untuk menguji lebih dari dua variabel. Hipotesis yang digunakan yaitu :

H0 : Data berdistribusi normal multivariat H1 : Data tidak berdistribusi normal multivariat Statistik Uji:

𝑟𝑞 = ∑ (𝑥(𝑗)−𝑥̅)(𝑞(𝑗)−𝑞̅) 𝑛

𝑗=1

√∑𝑛𝑗=1(𝑥(𝑗)−𝑥̅)2√∑𝑛𝑗=1(𝑞(𝑗)−𝑞̅)2

(1)

Daerah Kritis: Tolak H0 jika 𝑟𝑞 < 𝑟(𝛼,𝑛). Jika hasil dari statistik uji memiliki hasil

(11)

2.8.2. Uji Asumsi Homogenitas Matriks Kovarian

Salah satu asumsi yang dibuat saat membandingkan dua atau lebih vektor mean dari multivariat adalah bahwa kovarians matriks yang dari populasi yang berbeda adalah sama. Sebelum melakukan penyatuan terhadap varians antara sampel dari dari kovarians matriks yang disatukan saat membandingkan vektor mean, ini dapat berguna untuk menguji persamaan dari matriks varians populasi. Salah satu yang biasanya berguna untuk menguji kovarians matriks adalah pengujian Box’s M.

dimana p adalah banyaknya variabel dan g adalah banyaknya kelompok. 𝑀 = [∑ (𝑛𝑙𝑙 − 1)]𝑙𝑛|𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑| − ∑ [(𝑛𝑙𝑙 − 1)𝑙𝑛|𝑆𝑙|] (4) 𝑔 : banyaknya kelompok

|𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑| : matrik kovarian gabungan dalam kelompok 𝑆𝑙 : matrik kovarian kelompok ke-l

𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑 adalah kovarian sampel yang disatukan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

matrik kovarian antar kelompok tidak homogen.

2.9. Analisis Diskriminan

(12)

beberapa kriteria variabel bebas, sehingga membuat observasi menjadi anggota salah satu kelompok saja, tidak akan mungkin observasi akan menjadi anggota dari dua kelompok atau lebih. Metode ini akan menghasilkan variabel independen yang benar-benar membedakan setiap kelompok. Berikut ini adalah aturan klasifikasi dalam analisis diskriminan untuk data yang memenuhi kedua asumsi :

Jika didefinisikan skor diskriminan linier adalah

𝑑𝑖(𝑥) = 𝜇𝑖′Σ−1𝑥 −12𝜇𝑖′Σ−1𝜇𝑖′+ ln⁡(𝑝𝑖) (6)

Maka untuk mengetahui 𝑑̂𝑖(𝑥) digunakan rumus : 𝑑̂𝑙(𝑥) = 𝑥̅𝑙′𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑−1 𝑥 −1

2𝑥̅𝑙′𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑−1 𝑥̅ + ln⁡(𝑝) (7)

Dengan 𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑 = (𝑛1−1)𝑆1+(𝑛2−1)𝑆2+⋯+(𝑛𝑔−1)𝑆𝑔

𝑛1+𝑛2+⋯+𝑛𝑔=𝑔 (8)

maka, aturan klasifikasi dengan estimasi minimum TPM (Total Probability of Misclasification ) untuk data dengan matrik varians-kovarians yang sama dan berasal dari distribusi normal multivariat adalah :

Alokasikan x ke 𝜋𝑘 jika skor diskriminan linier 𝑑̂𝑙(𝑥) sama dengan nilai terbesar dari 𝑑̂1(𝑥), 𝑑̂2(𝑥), ... , 𝑑̂𝑔(𝑥) dengan 𝑑̂𝑙(𝑥) diberikan pada persamaan (5), i = 1, 2, ... , g. Selanjutnya untuk fungsi diskriminan katonik dengan menggunakan aturan Fisher adalah sebagai berikut :

𝑦𝑖 = (𝑥̅0− 𝑥̅1)′𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑−1 𝑥𝑖 (9) 𝑚̂ = (𝑥̅0− 𝑥̅1)′𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑−1 (𝑥̅0− 𝑥̅1) (10) Alokasikan xi ke 𝜋0 jika 𝑦𝑖 ≥ 𝑚̂,

Alokasikan xi ke 𝜋1 jika 𝑦𝑖 < 𝑚̂.

2.10. APER(Apparent Error Rate)

Prosedur yang digunakan untuk mengevaluasi masalah klasifikasi adalah dengan menggunakan APER (Apparent Error Rate). APER digunakan untuk menghitung seberapa besar peluang kesalahan dalam klasifikasi. Nilai APER menyatakan nilai proporsi sampel yang salah diklasifikasikan oleh fungsi klasifikasi. Adapun rumus APER adalah

𝐴𝑃𝐸𝑅 =𝑛1𝑀+𝑛2𝑀

(13)

Sedangkan rumus klasifikasi yang benar adalah

1 − 𝐴𝑃𝐸𝑅 (12)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari skripsi Agustinus Rizky Febrian pada tahun 2016 yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Pengaruh Tingkat Kebisingan Operasional Kereta Api Yogyakarta Klaten”. Data tersebut adalah data faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan operasional kereta api yang dibedakan berdasarkan jenis lokomotif. Oleh Agustinus Rizky Febrian, data tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan dilingkungan sekitar daerah operasional Kereta Api rel ganda diantara Yogyakarta dan Klaten yaitu di desa Tirtomartani, kecamatan Brebah, Sleman, Yogyakarta. Data tersebut tersaji pada Lampiran 1.

3.2 Variabel Penelitian

Besarnya tingkat kebisingan operasional kereta dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah jumlah kereta/gerbong dalam satu rangkaian dan kecepatan kereta. Adapun faktor eksternalnya adalah jarak jalur kereta (sumber bunyi) dengan penerima dan keberadaan bangunan peredam kebisingan. Faktor-faktor tersebut kemudian dijadikan variabel untuk menganalisis tingkat kebisingan. Berikut adalah variabel yang digunakan:

Tabel 1. Variabel Penelitian

No. Simbol Variabel Keterangan

1 Y Jenis Lokomotif 0 : Lokomotif KRDE

1 : Lokomotif Diesel Elektrik 2 X1 Jarak jalur kereta dengan

penerima (jarak pengamatan)

(14)

4 X3 Jumlah Rangkaian

Gerbong

Jumlah rangkaian gerbong pada kereta melintas yang diamati. 5 X4pe Kebisingan Maksimum Tingkat kebisingan sesaat atau Lmax

yang terjadi saat kereta melintas pada area pengamatan.

6 X5 Kebisingan Lingkungan Kebisingan yang terjadi mulai dari

sebelum kereta melintas, saat kereta melintas, sampai setelah kereta melintas.

3.3 Metode Analisis data

Analisis data dilakukan menggunakan paket program statistik IBM SPSS Statistics versi 22, dengan beberapa metode analisis berikut:

1. Melakukan beberapa uji asumsi sebagai berikut: a. Uji asumsi multivariat normal

b. Uji asumsi homogenitas matriks kovarian c. Uji multikolinearitas

2. Melakukan proses analisis diskriminan dengan langkah sebagai berikut: a. Uji kesamaan vektor rata-rata

b. Pembentukan fungsi diskriminan c. Pembentukan fungsi group centroid

d. Pengujian ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan 3. Mengambil kesimpulan berdasarkan hasil analisis.

IV. PEMBAHASAN

(15)

4.1. Uji Normal Multivariat

Untuk menguji normalitas data kebisingan operasional kereta maka dilakukan pengujian asumsi normal multivariat data dengan menghitung nilai korelasi square distance (d2(j)) dan quantil chi-square (q(c,p)). Dalam analisis

diskriminan asumsi normal multivariat menjadi salah satu asumsi yang harus. Setelah dilakukan analisis penangana data missing dan data outlier, diperoleh hasil analisis sebagai berikut:

Gambar 1. Grafik Mahalonobis Distance

Jika dilihat dari grafik Mahalonobis Distance, data terlihat membentuk garis lurus dan lebih dari 50% nilai jarak mahalonobis kurang atau sama dengan nilai Chi. Maka dapat dikatakan bahwa data membentuk distribusi normal. Selain itu hasil analisis normal multivariat juga dapat dilihat dari hasil inferensi korelasi. Sehingga diperoleh hasil analisis dan hipotesis berikut:

Tabel 4.1 Correlations

chi Mahalanobis Distance chi Pearson Correlation 1 .977**

Sig. (2-tailed) .000

N 89 89

Mahalanobis Distance Pearson Correlation .977** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 89 89

(16)

1. Hipotesis = H0 : Data berdistribusi normal multivariat

H1 : Data tidak berdistribusi normal multivariat

2. Tingkat Signifikasi = 95% atau α = 5% 3. Daerah Kritis = Tolak H0, rq r(α,n)

4. Statistik Uji = Dengan n = 89, nilai r = 0.2084 Korelasi Pearson (0.977)> r (0.2084) 5. Keputusan = Gagal tolak H0

6. Kesimpulan = Dengan signifikansi 0.05 maka gagal tolak H0,

dengan demikian dapat dikatakan bahwa data yang dianalisis berdistribusi normal multivariat. Dari hasil analisis grafik Mahalonobis Distance dan hasil inferensi korelasi diatas maka dinyatakan bahwa data yang dianalisis tidak melanggar asumsi normalitas. Sehingga jika dilihat dari segi kenormalan data, data kebisingan kereta api layak untuk dilakukan analisis multivariat.

4.2. Uji Kesamaan Matrik Kovarian

Dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 22, diperoleh hasil analisis sebagai berikut:

Tabel 4.2Log Determinant

Jenis Rank Log Determinant

KRDE 3 5.358

Diesel Elektrik 3 5.794 Pooled within-groups 3 5.430

Tabel 4.3Test Result

Box's M 95.498 F Approx. 15.301

df1 6

df2 43925.083 Sig. .757

(17)

peragam jenis lokomotif KRDE dan lokomotif Diesel Elektrik dapat dilihat dari hasil analisis Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, sehingga diperoleh hasil hipotesis berikut:

1. Hipotesis = H0 : 0 = 1 = 2 = ....k = 

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda.

2. Tingkat Signifikasi = 95% atau α = 5%

3. Daerah Kritis = Tolak H0 jika p-value. ≤ α

4. Statistik Uji = p-value. (0.757) > α (0.05) 5. Keputusan = Gagal tolak H0

6. Kesimpulan = Dengan signifikansi 0.05 maka gagal tolak H0,

dengan demikian dapat dikatakan bahwa data bersifat homoskedastisitas.

Dari hipotesis matriks ragam-peragam yang sama dilihat nilai sig 0.757 yang lebih besar dari 0.05 (alpha). Maka asumsi semua kelompok memiliki matrik ragam-peragam yang sama terpenuhi. Selain itu, kesimpulan dapat diambil dengan melihat nilailog determinan dari tiap-tiap kelompok pada tabel log determinants. Nilai log determinan jenis lokomotif KRDE = 5.358 dan jenis lokomotif Diesel Elektrik = 5.794. Hasil keduanya relative sama, yang mengindikasikan ragam-peragam untuk tiap kelompok sama.

4.3. Uji Multikolinearitas

Pada pengujian asumsi multikolinieritas ini digunakan untuk mengetahui hubungan (korelasi) antar variabel prediktor. Berikut ini merupakan hasil pengujian asumsi multikolinieritas pada data kebisingan operasional kereta dalam bentuk matriks korelasi yang disajikan pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4Pooled Within-Groups Matrices

x1 x2 x3 x4 x5

Correlation x1 1.000 -.263 -.098 -.582 .119 x2 -.263 1.000 -.361 .555 .128 x3 -.098 -.361 1.000 .330 .022 x4 -.582 .555 .330 1.000 -.002 x5 .119 .128 .022 -.002 1.000

(18)

Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa sebagian besar variabel yang dianalisis memiliki nilai korelasi < 0.5, sehingga dapat disimpulkan bahwa data kebisingan operasional kereta tidak terjadi multikolinearitas. Dalam pemodelan data yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen atau nonmulti-kolinearitas. Dengan demikian data kebisingan operasional kereta yang dianalisis sudah cukup baik untuk dilakukan analisis deskriminan.

5.1. Analisis Deskriminan

Analisis diskriminan dilakukan setelah beberapa pengujian asumsi dipenuhi seperti uji multivariat normal, uji homogenitas, uji multikolinieritas, dan pengujian yang lain jika diperlukan. Adanya analisis diskriminan pada data kebisisngan operasional kereta bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dimana jenis lokomotif KRDE dan jenis lokomotif Diesel Elektrik berdasarkan beberapa variabel penjelas berupa jarak pengamatan (X1), kecepatan (X2), jumlah rangkaian gerbong (X3), kebisingan maksimum (X4)

serta kebisingan lingkungan (X5). Tahapan-tahapan pada analisis diskriminan akan

dijelaskan sebagai berikut:

5.1.1. Uji Kesamaan Vektor Rata-Rata

Hasil uj kesamaan vektor rata-rata terlihat dari hasil analisis berikut:

Tabel 4.5Variables Entered/Removed

Step Entered

Wilks' Lambda

Statistic df1 df2 df3

Exact F

Statistic df1 df2 Sig. 1 x3 .128 1 1 87.000 590.888 1 87.000 .000 2 x2 .085 2 1 87.000 461.252 2 86.000 .000 3 x4 .048 3 1 87.000 558.451 3 85.000 .000 Pada Tabel 4.5, terlihat bahwa dari hasil analisis deskriminan dengan metode stepwise dengan iterasi sebanyak tiga kali diperoleh bahwa variabel kecepatan kereta (X2), variabel jumlah rangkaian gerbong (X3) dan variabel

kebisingan maksimum (X4) merupakan variabel-variabel masuk dalam model

(19)

tersebutlah yang menyebabkan ketiga variabel tersebut masuk pada model deskriminan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan operasional kereta. Dengan tingkat residual error yang semakin kecil yang dinyatakan oleh Wilk’s Lambdamulai dari level 0,128 dan terus berkurang hingga mencapai 0,048 setelah ketiga peubah tersebut terpilih untuk dimasukkan ke dalam fungsi diskriminan. Hal ini berarti kemampuan diskriminasi dari fungsi yang dihasilkan semakin meningkat.

5.1.2. Pembentukan Fungsi Diskriminan

Berdasarkan tabel Variables Entered terdapat tiga variabel yang terseleksi masuk dalam analisis, yaitu variabel kecepatan kereta, jumlah rangkaian gerbong, dan kebisingan maksimum. Selanjutnya akan dilakukan analisis berdasarkan tiga faktor yang masuk dalam model.

Uji Signifikansi dari Fungsi Diskriminan yang Terbentuk

Untuk uji perbedaan rata-rata antar kelompok menggunakan uji wilks lambda, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.6Wilks' Lambda

Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square Df Sig.

1 .048 259.118 3 .000

1. Hipotesis = H0 : 𝜇1 = 𝜇2 (tidak terdapat perbedaan rata-rata

skor deskriminan antara jenis lokomotif)

H1 : 𝜇1 ≠ 𝜇2 (terdapat perbedaan rata-rata skor

deskriminan antara jenis lokomotif) 2. Tingkat Signifikasi = 95% atau α = 5%

3. Daerah Kritis = Tolak H0 jika p-value. ≤ α

4. Statistik Uji = p-value. (0.000) < α (0.05) 5. Keputusan = Tolak H0

6. Kesimpulan = Dengan signifikansi 0.05 maka tolak H0, dengan

(20)

Dengan melihat nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara jenis lokomotif KRDE dan Diesel Elektrik dengan asumsi perbedaan rata-rata antar kelompok terpenuhi.

Uji kekuatan Hubungan Fungsi Diskriminan

Nilai akar ciri (eigen value) menunjukkan ada atau tidaknya multiko-linearitas antar peubah bebas. Multikomultiko-linearitas akan terjadi bila nilai akar ciri (eigen value) mendekati 0 (nol). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai akar ciri sebagai berikut:

Tabel 4.7 Eigenvalues

Function Eigenvalue % of Variance Cumulative % Canonical Correlation

1 19.710a 100.0 100.0 .976

a. First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis.

Untuk tabel diatas Canonical Correlation mengukur keeratan hubugan antara disriminant score dengan grup (dalam hal ini, karena ada dua jenis lokomotif maka ada dua grup). Angka Canonical Correlation sebesar 0.976 yang artinya bahwa hubungan antara variabel deskriminan dengan variabel independen secara multivariat sebesar 0.976 atau besarnya (CC)2 = (0.976)2 = 0.953. Angka 0.953 menunjukan keeratan yang tinggi, dengan ukuran skala 0 sampai 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 95,3% variansi antara jenis lokomotif yang termasuk pada jenis lokomotif KRDE dan jenis lokomotif Diesel Elektrik dijelaskan oleh variabel deskriminan (variabel kecepatan kereta, jumlah rangkaian gerbong, dan kebisingan maksimum). Selain itu, diidapatkan pula nilai akar ciri (eigen value) yang menjauhi nol, yaitu sebesar 19.710. Keadaan ini dapat diartikan bahwa fungsi diskriminan yang diperoleh cukup baik karena tidak terjadi multikolinearitasdi antara sesama peubah bebasnya.

Fungsi Diskriminan

(21)

Tabel 4.8Canonical Discriminant Function Coefficients

Function 1

x2 .159

x3 1.250 x4 -.404 (Constant) 14.523

Berdasarkan Tabel 4.8 variabel deskriminan dapat dibentuk satu fungsi deskriminan sebagai berikut:

𝑌 = 14.523 + 0.159⁡𝑋2+ 1.25𝑋3− 0.404𝑋4 Keterangan:

X2 : Variabel kecepatan kereta

X3 : Variabel jumlah rangkaian gerbong

X4 : Variabel kebisingan maksimum

Tabel 4.9Standardized Canonical Discriminant Function Coefficient

Function 1 x2 1.341 x3 1.438 x4 -1.112

Berdasarkan Tabel 4.9, dapat diketahui bahwa variabel kecepatan kereta (X2) dan variabel jumlah rangkaian gerbong (X3), memiliki nilai koefisien positif

artinya variabel kecepatan kereta (X2) dan variabel jumlah rangkaian gerbong (X3)

memiliki hubungan searah dengan tingkat kebisingan operasional kereta. Sedangkan pada variabel kebisingan maksimum (X4), memiliki nilai koefisien

negatif artinya variabel kebisingan maksimum (X4) memiliki hubungan yang

berbanding terbalik dengan tingkat kebisingan operasional kereta.

Fungsi Group Centroid

(22)

Tabel 4.10.Function at Grup Centroid

Jenis

Function 1

KRDE -5.085

Diesel Elektrik 3.789

Group Centroid merupakan rata-rata nilai diskriminan dari tiap-tiap observasi di dalam masing-masing kelompok. Group Centroid untuk jenis lokomotif KRDE adalah sebesar -5.085 (𝑦̅1), sedangkan untuk jenis lokomotif Diesel Elektrik adalah sebesar 3.789 (𝑦̅2). Ini berarti bahwa secara rata-rata skor diskriminan kedua kelompok berbeda cukup besar. Sehingga fungsi diskriminan yang diperoleh dapat membedakan secara baik kelompok yang ada. Oleh karena ada dua jenis lokomotif, maka disebut Two-group Discriminant, dimana grup yang satu mempunyai centroid (Group Means) negatif, dan grup lainnya mempunyai centroid (Group Mean) positif. Selanjutnya perhitungan cutting score dapat dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑚 =𝑦̅1+ 𝑦̅22 = −5.085 + 3.7892 = −0.648

Apabila nilai masing-masing observasi disubsitusikan ke dalam fungsi diskriminan pada persamaan Y memiliki hasil ≥ m, maka akan masuk kategori lokomotif KRDE. Begitu pula sebaliknya, apabila nilai masing-masing observasi disubtitusikan ke dalam fungsi diskriminan pada persamaan Y memiliki hasil < m, maka akan masuk kategori kedua yaitu jenis lokomotif diesel elektrik.

Pengujian Ketepatan Klasifikasi

Selanjutnya akan dilihat seberapa besar hasil dari klasifikasi tersebut tapat. Dengan kata lain akan dilihat berapa persen kesalahan klasifikasi pada proses klasifikasi tersebut. Adapun hasil klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11Prior Probability for Group

Jenis Prior

Cases Used in Analysis Unweighted Weighted

KRDE .500 38 38.000

Diesel Elektrik .500 51 51.000

(23)

Berdasarkan Tabel 4.11, dapat diketahui bahwa kedua variabel random memiliki kemungkinan yang sama untuk di kelompokan pada kedua kelompok. Diajukan oleh nilai prior untuk jenis lokomotif KRDE dan jenis lokomotif Diesel Elektrik masing-masing memiliki nilai yang sama yaitu 0.5. Berikut ini adalah hassil klasifikasi yang disajikan pada Tabel 4.12 berikut:

Tabel 4.12.Classification Results

Jenis

Predicted Group Membership

Total KRDE Diesel Elektrik

Original Count KRDE 38 0 38

Diesel Elektrik 0 51 51

% KRDE 100.0 .0 100.0

Diesel Elektrik .0 100.0 100.0

Cross-validatedb

Count KRDE 38 0 38

Diesel Elektrik 0 51 51

% KRDE 100.0 .0 100.0

Diesel Elektrik .0 100.0 100.0 a. 100.0% of original grouped cases correctly classified.

b. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross

validation, each case is classified by the functions derived from all cases other than that case.

c. 100.0% of cross-validated grouped cases correctly classified.

(24)

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Data tingkat kebisingan operasional kereta memenuhi asumsi multivariat normal, homogenitas matriks kovarian dan tidak terjadi multikolineartitas. 2. Variabel yang masuk dalam persamaan model diskriminan adalah variabel

kecepatan kereta(X2), variabel jumlah rangkaian gerbong(X3) dan variabel

kebisingan maksimum(X4).

3. Group means dari masing-masing kelompok pada memiliki perbedaan secara signifikan dengan nilai significant Wilk’s lebih kecil dari 0.05. 4. Hasil eigen value yang menjauhi nol, yaitu sebesar 19.710 yang berarti

bahwa fungsi diskriminan yang diperoleh cukup baik karena tidak terjadi multikolinearitasdi antara sesama peubah bebasnya.

5. Fungsi linier diskriminan yang terbentuk yaitu :

𝑌 = 14.523 + 0.159⁡𝑋2+ 1.25𝑋3− 0.404𝑋4

6. Diperoleh informasi bahwa variabel kecepatan kereta (X2) dan variabel

jumlah rangkaian gerbong (X3), memiliki hubungan searah dengan variabel

respon, sedangkan variabel kebisingan maksimum (X4), memiliki hubungan

yang berbanding terbalik dengan tingkat kebisingan operasional kereta. 7. Fungsi diskriminan terbukti signifikan dengan nilai signifikansi kurang dari

α. Selain itu, diperoleh informasi yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara variabel prediktor dengan hasil dari data sebesar 97.6% dan keragaman variabel respon yang mampu dijelaskan oleh variabel prediktor sebesar 95.6%. Hasil pengujian ketepatan klasifikasi fungsi diskriminan diperoleh persentase ketepatan klasifikasi sebesar 100%.

DAFTAR PUSTAKA

(25)

Austen, Naufal M.F. 2011. Jenis-jenis Kereta di Indonesia. Diakses pada tanggal 12 Juni 2017 dari https://muhamadfarisnaufalausten.wordpress.com/2011/ 05/18/jenis-jenis-kereta-di-indonesia/.

Febrian, Rizky A. 2017. “Analisis Faktor Pengaruh Tingkat Kebisingan Operasional Kereta Api Yogyakarta Klaten”. Skripsi. Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gajah Mada.

Hair, et. al. 1987. Multivariate Data Analysis. Prentice-Hail Inc: New Jersey. Harrington, and Gill. 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.

Johnson, R. A., and Winchern, D. W. 1988. Applied Multivariate Statistical Analiysis. Prentice-Hail Inc: New Jersey.

Johson, Ricard R. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. United State: Pearson Education.

Kementrian Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup NomorKep-48/MENLH/11/1996. Jakarta.

Kusumawati, A., dan Hidayati, T. 2016. “Analisis Diskriminan pada Data Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Bank Memberikan Pinjaman kepada Nasabah”. Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Liklikwatil, Yakob. 2014. Mesin-Mesin Listrik untuk Program D3. Yogyakarta: Universitas gajah Mada.

Morrison. Donald F. Multivariate Statistical Methods 4 edition. United Stat. Morlok, Edward K. 1978. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi.

Penerbit Erlangga

Peraturan Pemerintah. 2003. Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api. Yogyakarta

Pulat, B. Mustafa. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. New Jersey: Prentice Hall International.

Utiket. 2013. Empat Jenis Kereta Api Indonesia. Diakses tanggal 11 Juni 2017 dari

(26)
(27)
(28)

Gambar

Tabel 2.1 Baku Mutu Tingkat Getaran Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 2.2 Baku Mutu Tingkat Kebisingan Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 1. Variabel Penelitian
Gambar 1. Grafik Mahalonobis Distance
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Ruangan dingin dan berventilasi. Jauhkan dari panas dan api. Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis. Berjarak minimal 60 meter dari sumber tenaga, terowongan, dll.

Dari analisis data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa penumpang kereta api gerbong khusus wanita secara umum merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh

Gangguan pendengaran akibat bising atau NIHL adalah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat pajanan bising yang cukup keras dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun biasanya

Kereta Api Bisa Terdiri Dari Kombinasi Satu Atau Lebih Dari Lokomotif Dan Gerbong Kereta Terpasang, Atau Beberapa Unit Yang Digerakkan Sendiri (Atau Kadang-Kadang Pelatih

Angkutan kereta ap i yang beroperasi di Daerah Operasi 9 Jember merupakan salah satu sumber pendapatan yang cukup besar bagi PT Kereta Api. Angkutan yang potensial di Daop 9

Dari analisis data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa penumpang kereta api gerbong khusus wanita secara umum merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh

Perkembangan bentuk stasiun ini juga tidak lepas dari pencapaian teknologi kereta api, dimana teknologi kereta api pada saat itu merupakan sebuah lompatan teknologi yang cukup

Berdasarkan hasil analisis yang telah diperoleh dari beban kantong semen sebesar 546.000 N dan beban ratchet sebesar 900.000 N pada rangka gerbong kereta api, didapatkan sebelum