• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belajar dari tanah longsor Dewata Kecama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Belajar dari tanah longsor Dewata Kecama"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BELAJAR DARI TANAH LONGSOR DEWATA, KEC PASIRJAMBU,

KABUPATEN BANDUNG

Yunara Dasa Triana1,Imam A. Sadisun2,Hery Purnomo1

1

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

2

KK Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB

Sari

Indonesia merupakan wilayah yang sering dilanda bencana geologis. Salah satu bencana yang sering terjadi dan menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda yang besar adalah akibat gerakan tanah. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme tanah longsor yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan, kerugian yang ditimbulkan dan petunjuk awal (precursor) yang mendahului terjadinya tanah longsor tersebut. Metodologi yang digunakan meliputi perolehan data dengan pengamatan langsung di lapangan, pemrosesan dan analisis data.

Salah satu gerakan tanah yang menimbulkan korban cukup besar adalah tanah longsor yang terjadi di Perkebunan Teh Dewata, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 23 Februari 2010. Jenis gerakan tanah yang terjadi adalah tanah longsor dengan tipe rotational sliding yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan dengan panjang landaan bahan rombakan mencapai 800 meter. Tanah longsor ini mengakibatkan 44 orang meninggal dunia, 20 buah rumah tertimbun material longsoran, lima buah rumah dan sekitar dua hektare kebun teh rusak serta tertimbunnya jalan. Sebelum terjadi tanah longsor dirasakan adanya getaran dan terjadi perubahan fisik pada air yang bersumber dari mata air di lereng yang mengalami longsoran.

Pemahaman mengenai kondisi alam dan precursor akan terjadinya gerakan tanah merupakan hal yang penting dalam mendukung berhasilnya mitigasi bencana gerakan tanah dalam upaya mengurangi atau menghindari korban jiwa dan kerugian harta benda.

Kata kunci: tanah longsor, dewata, bahan rombakan, precursor

Pendahuluan

Indonesia merupakan wilayah yang sering dilanda bencana geologis seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, dan gerakan tanah. Gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang sering terjadi di Indonesia dengan jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda yang cukup besar. Hal ini erat kaitannya dengan posisi Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif di dunia sehingga memungkinkan terbentuknya morfologi yang curam dengan batuan penyusun yang berasal dari aktivitas vulkanik. Selain karena letaknya , bencana geologis di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Kondisi-kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya

proses kimia dan mekanik yang berlangsung secara intensif.

Salah satu kejadian gerakan tanah yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang cukup besar adalah tanah longsor yang terjadi pada 23 Februari 2010 di Perkebunan Teh

Dewata, Desa Tenjolaya, Kecamatan

Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

(2)

Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perolehan data, pemrosesan dan analisis data. Perolehan data dilakukan dengan

pengamatan lapangan yang meliputi

pengamatan kondisi geologi setempat, pengamatan jenis dan dimensi tanah longsor, tataguna lahan dan kondisi keairan serta dialog dengan masyarakat setempat.

Landasan Teori Gerakan tanah

Gerakan tanah (landslide) didefinisikan secara sederhana sebagai pergerakan masa batuan, debris atau tanah menuju bagian bawah lereng (Cruden, 1991, dalam Cornforth, 2004). Di dalam SNI 13-6982.2 tentang pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah, gerakan tanah didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, bahan timbunan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (BSN, 2004).

Gerakan tanah dapat terjadi karena beberapa sebab baik faktor alam maupun faktor perbuatan manusia. Gerakan tanah terjadi karena adanya penurunan nilai faktor keamanan lereng. Perubahan nilai faktor keamanan disebabkan oleh perubahan pada kekuatan gaya penahan (resisting force) dan gaya pendorong (driving force) .

Kejadian tanah longsor sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi yang berhubungan dengan sifat keteknikan tanah dan batuan penyusun serta kondisi lereng. Pemotongan lereng yang dilakukan tanpa memperhitungkan nilai

(reduces strength); 2) perubahan komposisi mineral melalui alterasi secara kimia; 3) perubahan densitas bulk; 4) meningkatnya tekanan pori; dan 5) pengerosian.

Aliran bahan rombakan

Aliran bahan rombakan atau debris flow didefinisikan sebagai gerakan masa yang mengandung butiran-butiran material padat, air dan udara yang bergerak sebagai sebuah aliran yang bersifat kental (viscous flow) (Varnes, 1978 dalam Blijenberg, 2007). Menurut Hermawan (2007), banjir bandang(debris flow) adalah suatu aliran cepat yang merupakan campuran material bahan rombakan (debris) batuan atau lumpur. Debris flow, debris avalanches dan earth flow merupakan longsoran tipe aliran yang mempunyai kekuatan menghancurkan dan kecepatan alir sangat besar (Varnes, 1978 dan Epoch, 1998 dalam

Hermawan, 2007). Asch dkk. (2004)

menjelaskan bahwa faktor lain yang mempengaruhi jarak landaan atau penyebaran aliran bahan rombakan adalah tekanan air pori.

Hasil Penelitian

Tanah longsor di Perkebuna Teh Dewata

(3)

Gambar 1. Lokasi gerakan tanah/tanah longsor di Perkebunan Teh Dewata, Kec. Pasirjambu,

Kabupaten Bandung Jawa Barat (Sumber: Bakosurtanal, 2000).

Morfologi di sekitar lokasi tanah longsor berupa perbukitan yang bergelombang dengan kemiringan 15º - > 40º dengan tata guna lahan berupa hutan lebat, kebun teh dan permukiman yang terletak pada bagian lembah. Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografi lokasi tanah longsor termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Gunungapi Kuarter.

Batuan penyusun di lokasi tanah longsor ini adalah breksi tuf. Menurut Koesmono, dkk (1996), batuan penyusun daerah ini adalah Lahar dan Lava dari G. Kendeng yang tersusun oleh breksi andesit dan breksi tuf (Ql).

Kejadian tanah longsor ini, berdasarkan data yang diperoleh dari tim evakuasi sampai dengan hari terakhir evakuasi, telah menyebabkan 44 orang meninggal dunia tertimbun material

longsoran dan sembilan orang diantaranya tidak ditemukan. Selain korban jiwa, tanah longsor ini juga menyebabkan 20 buah rumah tertimbun material longsoran, lima buah rumah dan sekitar dua hektare kebun teh rusak. Jalur jalan yang menghubungkan kampung-kampung di sekitar lokasi tanah longsor tidak bisa dilalui karena tertimbun material longsoran, sehingga mengganggu aktivitas dan perekonomian di wilayah ini.

Data lain yang diperoleh dan penting untuk dipahami adalah adanya tanda-tanda yang menunjukkan gejala awal akan terjadinya tanah longsor. Gejala yang timbul sebelum terjadinya tanah longsor adalah adanya getaran, terjadinya perubahan fisik pada air yang berasal dari mata air dan munculnya mata air baru.

Kondisi tanah longsor

(4)

Gambar 2. Kondisi Perkampungan Dewata sebelum terjadi tanah longsor (kiri, Foto:www.google.co.id) dan setelah terjadinya tanah longsor pada 23 Februari 2010 (kanan, Foto: Penulis, 2010).

Pembahasan

Tanah longsor terjadi karena adanya peningkatan kandungan air pada lapisan tanah pelapukan yang bersifat porous seiring dengan curah hujan yang tinggi sehingga terjadi penjenuhan pada tanah pelapukan dan batuan permukaan. Penjenuhan ini mengakibatkan

bertambahnya bobot masa tanah dan

meningkatnya tekanan pori sehingga tahanan geser menjadi berkurang. Kemiringan lereng yang terjal (>45°) semakin memperkuat untuk terjadinya keruntuhan. Kontak antara tanah pelapukan yang cukup tebal dengan breksi tufa bertindak sebagai bidang gelincir.

(5)

Dinamika yang terjadi selama pengaliran bahan rombakan yang berasal dari longsoran tanah dimulai dari titik awal longsoran (source area) yang ditandai oleh terbentuknya mahkota longsoran, sepanjang alur alirannya(flow track) sampai ke tempat material longsoran itu terendapkan (depositional toe) seperti pada gambar 4.

Selama dalam perjalanannya melaluiflow track, terjadi pengerosian samping sehingga jumlah material longsoran meningkat. Aliran bahan rombakan ini juga membawa serta

pohon-pohon dan material lainnya yang berada di sekitar longsoran. Kondisi ini mengakibatkan daya rusak yang ditimbulkan menjadi lebih besar.

Daerah pegunungan merupakan lokasi yang rentan untuk terjadinya aliran bahan rombakan (debris flow) yang mempunyai daya rusak tinggi sepanjang jalur yang dilaluinya. Kecepatan aliran debris flow tergantung materialnya, kandungan air, dan kondisi topografi atau lintasan alirannya.

Gambar 4. Dinamika aliran bahan rombakan pada gerakan tanah/tanah longsor di Perkebunan Teh Dewata, Kec. Pasirjambu, Kabupaten Bandung Jawa Barat mulai dari source area sampai depositional toe

(Foto: Penulis, 2010).

Beberapa hal yang harus diperhatikan

Tanah longsor sepertinya sudah menjadi hal yang biasa terjadi di Indonesia, terutama pada musim hujan. Tetapi sudah begitu pahamkah masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana tanah longsor, terhadap tanda-tanda awal (precursor) akan terjadinya tanah longsor.

Berdasarkan hasil penyelidikan melalui dialog dengan masyarakat sekitar dan saksi mata yang menyaksikan secara langsung peristiwa ini, diperoleh beberapa informasi menarik yang sudah sepatutnya menjadi perhatian bagi kita yang peduli bencana, terutama tanah longsor. Masyarakat merasakan adanya getaran semacam gempa yang terjadi secara lokal beberapa jam sebelum terjadinya tanah longsor. a. Mahkota longsoran (source area)

(6)

Getaran ini dirasakan pada dinihari menjelang pagi setelah sebelumnya turun hujan dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama.

Hal lain yang dijumpai oleh masyarakat adalah munculnya mata air baru pada beberapa titik di bagian bawah lereng yang sebelumnya tidak ada. Kondisi lain yang menjadi penciri awal sebelum terjadinya tanah longsor yang dijumpai dan dirasakan oleh masyarakat adalah terjadinya perubahan fisik air pada mata air yang terdapat di sekitar kaki lereng. Air yang muncul pada mata air ini sebelumnya bersih dan bening, namun kemudian mengalami perubahan warna menjadi keruh dan kotor. Retakan-retakan sebelumnya juga dijumpai oleh beberapa masyarakat yang melewati bagian atas lereng.

Apabila kita telaah maka beberapa kondisi ini merupakan pesan alam yang diberikan kepada masyarakat akan terjadinya tanah longsor yang pada beberapa waktu kemudian menimbulkan korban jiwa yang banyak dan kerugian harta yang besar. Apabila kita lebih jauh memahami kondisi alam yang menjadi petunjuk awal akan terjadinya gerakan tanah/tanah longsor, maka ada kemungkinan jatuhnya korban jiwa akan dapat dihindari.

Penutup

Tanah longsor yang terjadi pada pagi hari di Perkebunan Teh Dewata yang berada pada wilayah pegunungan dengan udara yang sejuk serta pemandangan yang indah telah menyentak semua pihak akan terulangnya kembali bencana akibat tanah longsor. Sebagai bangsa yang berada pada wilayah yang rawan bencana geologis, seperti gerakan tanah, maka sudah

sebagai langkah yang baik dalam menghadapi bencana, karena alam bukan untuk dilawan.

Daftar Pustaka

Abramson, L.W., Lee, T.S, Sharma, Boyce, G.M. (2001): Slope Stability and Stabilization Methods, John Wiley and Sons, Inc., New York.

Badan Standar Nasional (2004): Pemeriksaan Lokasi Bencana Gerakan Tanah Bagian 2: Tata Cara Pelaporan Hasil Pemeriksaan,SNI 13-6982.2-2004.

Bakosurtanal (2000): Peta Rupa Bumi Digital Indonesia lembar 1208-542 Barutunggul Skala 1:25000,Bogor.

Blijenberg, H.M. (2007): Application of Physical Modelling of Debris Flow Triggering to Field Conditions: Limititations posed by Boundary Conditions, Engineering Geology, 91, 25-33.

Cornforth, D.H. (2004):Landslides in Practice: Investigations, Analysis, and Remedial/Preventive Options in Soils, John Wiley & Sons, Inc.

Hermawan, R. (2007): Banjir Bandang di Indonesia, Pusat Lingkungan Geologi.

Koesmono, M., Kusnama, dan Suwarna, N.

(1996): Peta Geologi Lembar

Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa (Edisi ke dua), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

(7)

van Asch, Th.W.I, Malet, J-P., Remaitre, A., dan Maquaire, O. (2004): Numerical Modelling of The Run-out of A Muddy Debris-flow, The Effect of Rheology on Velocity and Deposit Thickness Along The Run-out Track, dalam Lacerda, Ehlrlich, Fontoura, dan Sayao, eds, Landslides: Evaluation and Stabilization, Taylor &Francis Group, London.

van Bemmelen, R.W., (1949): The Geology of Indonesia. Vol. I A, The Hague, Netherlands.

Gambar

Gambar 1.  Lokasi gerakan tanah/tanah longsor diPerkebunan Teh  Dewata, Kec. Pasirjambu,Kabupaten Bandung Jawa Barat (Sumber:Bakosurtanal, 2000).
Gambar  3.  Gambar situasi tanah longsor(Purnomo, 2010)
Gambar  4.  Dinamika aliran bahan rombakan pada  gerakan tanah/tanah longsor di Perkebunan Teh

Referensi

Dokumen terkait

Keruangan yang dimaksud adalah manusia Bali melakukan kegiatan ritual pada sumber mata air tersebut sebagai upaya dalam menghargai sumber air tersebut secara niskala (abstrak)

pangan.Dari Gambar 10dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan pada suhu ruang maka nilai uji organoleptik aroma tahuakan semakin menurun.Hal ini dikarenakan

Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara, semua dosen dan pegawai pada program studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.

Peningkatan pengeluaran pada laporan biaya lingkungan berdasarkan kategori dapat mengurangi permasalahan perusahaan diantaranya, jumlah karyawan yang mengalami

Berdasarkan tabel VIII dapat diketahui bahwa baik responden laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki komitmen yang tinggi terhadap rumah sakit, walaupun nilai

[r]

Oleh itu, hipotesis nol ini diterima kerana prestasi penulisan karangan naratif semasa praujian bagi kumpulan kawalan dan eksperimen adalah setara serta sebarang perubahan

Adapun kelebihan yang dimiliki oleh metode demonstrasi ini adalah menjadikan pembelajaran menjadi jelas, memusatkan perhatian siswa, lebih mengarahkan proses belajar siswa