• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potret Pendidikan di Indonesia (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Potret Pendidikan di Indonesia (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Kalian Kemanakan Hak-Hak Kami?

Ironi pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Hal ini selalu menjadi bahan pembicaraan hangat di berbagai kalangan publik. Bagaimana tidak, pendidikan adalah salah satu barometer bagi maju atau tidaknya sebuah negara. Di Indonesia pemerintah telah menciptakan berbagai program untuk mendukung keberlangsungan pendidikan, seperti program wajib belajar 9 tahun, dana bantuan operasional sekolah (BOS), beasiswa-beasiswa bagi yang menempuh pendidikan sarjana, dan lain-lain. Selain itu pemerintah memiliki kewajiban untuk mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun kurang meratanya distribusi dana dan program-program tersebut menciptakan kesenjangan sosial yang tidak dapat terelakkan lagi. Maka dari itu tidak heran walaupun program pemerintah tetap dijalankan, tetapi masih banyak dari anak negeri yang terpaksa harus putus sekolah karena berbagai alasan.

Aturan perundang-undangan di Indonesia menyebutkan dengan jelas dalam pasal 31 ayat 1 bahwa, “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Kemudian undang-undang tersebut diperkuat oleh pasal selanjutnya, yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Maka dari itu pembenahan dalam penyaluran berbagai program pemerintah pada sektor pendidikan ini sangat diperlukan, mengingat jika kembali pada pasal tersebut sudah seharusnya pemerintah menjamin setiap waga negaranya mendapat pendidikan yang layak. Langkah pertama dalam pembenahan tersebut dapat dimulai dengan cara meneliti masalah apa saja yang menjadi alasan banyak anak negeri yang terpaksa putus sekolah. Jika penyebab putus sekolah dari anak-anak negeri ini kita kaji lebih dalam, maka kita akan menemukan berbagai alasan yang sebenarnya menjadi dilema publik.

(2)

mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari pada menambah beban mereka untuk membayar biaya sekolah. Tapi tentu saja pemikiran mereka ini lahir karena dorongan alami akan keterbatasan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan hajat hidup. Maka diperlukan pula penyuluhan kepada para orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka dan diseimbangkan pula dengan bantuan-bantuan pemerintah yang secara nyata dapat meringankan beban di bidang pendidikan ini. Selain itu transparansi penyaluran dana dari program-program yang dibuat pemerintah pun harus terus dikawal guna mengurangi adanya kecurigaan akan hal-hal yang tidak diinginkan. Dari hal tersebut maka keterkaitan seluruh komponen masyarakat sangat diperlukan demi terwujudnya kelancaran proses pendidikan yang diharapkan.

Masalah yang selanjutnya adalah pengangguran. Selain kurang mencukupinya pendapatan orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, lebih miris lagi bagi seorang anak yang dipaksa bekerja karena orang tua mereka tidak dapat menghidupi keluarga karena menganggur. Pengangguran yang dialami orang tua akan berimbas buruk bagi seorang anak. Karena tidak ada pilihan bagi mereka selain menggantikan orang tua dalam mencari nafkah. Penyebab dari pengangguran ini bisa bermacam-macam, seperti: ledakan jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerja, pendidikan rendah, kurangnya keterampilan/skill, malas, kurang motivasi, ketergantungan diri terhadap orang lain, dan tidak mau berwirausaha. Pemerintah sebenarnya telah mengatur masalah pengangguran tersebut dalam perundang-undangan Indonesia yaitu dalam Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Maka dari itu pemerintah sudah berusaha menciptakan solusi–solusi taktis dalam membuka selebar-lebarnya peluang usaha untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Berikut adalah beberapa program pemerintah yang diciptakan untuk mengurangi pengangguran:

1.) Program wajib belajar 9 tahun. Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan masyarakat agar menjadi lebih baik. Pengalaman lapangan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula kemungkinan mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan. 2.) Program padat karya, program ini sebenarnya adalah salah satu program

unggulan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Program ini sangat efisien dalam penanganan masalah pengangguran. Cara kerjanya adalah dengan melakukan pembangunan daerah menggunakan tenaga kerja orang-orang setempat yang menganggur. Sehingga pengangguran yanng ada menjadi berkurang. Pada sektor ekonomi, program ini turut meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, karena secara tidak langsung meningkatkan multiplier effect. Tapi sangat disayangkan, pada masa sekarang program padat karya sudah tidak diberlakukan lagi oleh pemerintah.

(3)

4.) P

jaminan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR)

5.) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.

6.) Pemberian jaminan sosial

Program-program diatas jika benar-benar dijalankan sesuai dengan jati dirinya masing-masing maka Insyaallah akan memberikan dampak positif yang sangat signifikan bagi menurunnya jumlah pengangguran di Indonesia. Terbukti dengan adanya usaha-usaha pemerintah, dapat menekan pertumbuhan pengangguran yang ada di Indonesia, berikut adalah data mengenai penurunan jumlah pengangguran:

Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja dan Pengangguran

Pada Tahun 2005-2013

Sumber: Sakernas, BPS

(4)

tidak begitu signifikan, tetapi cukup memberikan kesan positif. Tetapi jangan dulu berpuas diri, pada kenyataannya masih banyak juga angkatan kerja yang bermunculan tanpa dibarengi adanya lapangan kerja baru. Maka dari itu pemerintah juga harus mengoptimalkan kinerja program-program tersebut guna meningkatkan efisiensi dari program itu sendiri.

Yang terakhir dari penyebab masalah putus sekolahnya anak-anak negeri adalah mereka telah nyaman dengan dunia mereka saat ini. Jika kita perhatikan, di pinggiran jalan, di tempat-tempat kumuh bantaran sungai, sampai tempat-tempat pembuangan akhir, banyak ditemukan anak yang berkeliaran. Disaat anak-anak lain menikmati nyamannya bangku sekolah, bermain bersama teman sebaya, berdiskusi tentang dunia mereka, anak-anak yang putus sekolah berjuang mencari nafkah demi keberlangsungan hidup keluarga mereka. Ada yang mengamen dijalanan, ada yang menjadi pemulung, tukang semir sepatu, dan lain-lain. Yang dimaksud penulis bahwa mereka telah nyaman dengan dunia mereka adalah saat mereka sudah tidak menghiraukan lagi dunia pendidikan, asyik dengan apa yang telah mereka dapatkan seperti kesenangan mencari uang, hidup bebas tanpa harus ada yang mengatur. Mereka begitu naif untuk dapat membedakan mana yang lebih baik bagi mereka. Mereka hanya memikirkan kesenangan yang mereka dapatkan dijalanan. Berbeda dengan di sekolah, di sekolah mereka dituntut untuk berpakaian rapi, menjaga sikap dan tingkah laku, dan banyak aturan-aturan lain yang mengurangi kebebasan mereka dalam melakukan segala hal yang mereka inginkan.

Sebenarnya negara telah menjamin keberadaan mereka agar setidaknya memiliki kehidupan yang lebih layak daripada kehidupan di jalanan. Hal ini dibahas dalam undang-undang pasal 34 ayat 1 yang berbunyi ”fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Perlu digaris bawahi bahwa anak terlantar dipelihara oleh negara, maka sudah tanggung jawab pemerintah untuk menjamin kehidupan mereka agar lebih layak. Pemerintah sebenarnya telah melakukan beberapa tindak pengamanan bagi anak-anak jalanan seperti rehabilitasi di dinas-dinas sosial yang khusus menangani anak-anak terlantar. Di dalam dinas sosial ini mereka akan diajarkan berbagai keterampilan yang diharapkan mampu membuat kehidupan mereka lebih baik lagi. Istilahnya pemerintah disini memberikan pancing agar mereka mencari sendiri ikan untuk mereka makan. Pengasahan skill ini dilakukan secara terus menerus sampai mereka siap secara skill dan mental untuk terjun langsung di dunia usaha.

(5)

kepentingan sosial. Sehingga ada secercah harapan bagi anak-anak jalanan ini untuk dapat mengenyam pendidikan yang lebih baik. Tetapi tentu saja pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan para relawan ini dalam menangani keberadaan anak-anak jalanan di Indonesia. Bahkan akan lebih baik jika pemerintah ikut mendorong program-program yang para relawan ini ciptakan dengan memberikan bantuan berupa fasilitas atau dana yang bisa membantu kelancaran program tersebut.

Jika di kota-kota besar sudah banyak bantuan yang diberikan oleh pemerintah maupun para relawan, maka lain halnya dengan anak-anak yang berada di desa-desa terpencil yang ada di sudut Indonesia. Mereka seperti harus berjuang sendiri atas apa yang seharusnya telah dijamin bagi mereka. Perjuangan mereka untuk hanya bisa menikmati nyamannya belajar dalam ruang kelas bukan hanya omong kosong belaka. Benar adanya jika kalian pernah melihat berita di media cetak maupun media elektronik yang mengabarkan bahwa bagi anak-anak di desa-desa terpencil untuk sampai di ruang kelas mereka saja mereka harus menempuh jalan yang entah berapa kilo jaraknya. Tidak cukup sampai disitu, mereka juga harus menyebrangi sungai dengan sampan, dengan jembatan yang tak layak pakai, dan entah aral apa lagi yang melintang di depan mata. Arus yang deras tak ciutkan tekad. Predator penghuni rawa tak goyahkan semangat. Berangkat sebelum fajar datang dari ufuk timur, membawa obor sebagai satu-satunya kawan yang temani dalam gelap. Merekalah para ksatria masa depan. Tak muluk yang mereka harapkan. Mereka hanya butuh tuntunan seorang pahlawan tanpa tanda jasa untuk dapat membuka jendela dunia. Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak, kehidupan yang lebih baik.

Referensi

Dokumen terkait

Bank Rakyat Indonesia (BBRI) akan meluncurkan satelit milik sendiri dengan investasi sebesar US$220 juta, dari negara Republik Guyana pada Juni tahun depan.. Satelit tersebut

Data yang dikumpulkan adalah pemetaan terhadap nilai-nilai karakter kebangsaan pada konsep IPA MI dalam bentuk studi analisis kompetensi dasar pada mata pelajaran IPA

variabel pengetahuan dengan pola makan mi instan memiliki nilai sig < α, yaitu nilai sig 1.000 > 0.05, yang artinya tidak ada hubungan secara statistik antara

DeSeCo mendefinisikan dalam tiga kategorisasi dan sembilan kompetensi kunci sebagai keterampilan dasar (basic skill), keterampilan hidup (life skill), atau kompetensi inti yang

Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai

PT Wahana Interfood Nusantara telah memiliki sasaran komunikasi untuk menciptakan opini publik mengenai produk dan perusahaan mereka, dan juga dengan

(1) Setiap kelahiran Penduduk Warga Negara Indonesia yang terjadi di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dicatat sesuai dengan ketentuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga (Hylocereus costaricensis) terhadap kadar SGPT tikus putih (Rattus