• Tidak ada hasil yang ditemukan

Storytelling sebagai Metode dalam Menana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Storytelling sebagai Metode dalam Menana"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Storytelling sebagai Metode dalam Menanamkan Akhlak Mulia pada Anak Usia Dini

Yulia Hairina UIN Antasari Banjarmasin

e-mail: yhairina@gmail.com

Anida Magfiroh UIN Antasari Banjarmasin

e-mail anidamagfirah09@gmail.com

Abstrak

Tekhnologi yang semakin canggih dan akses informasi yang semakin mudah sedikit banyak mempengaruhi perkembangan jiwa anak, sehingga membuat setiap orang tua hendaknya waspada terhadap ancaman arus globalisasi dan kiranya perlu menyusun langkah untuk membentengi anak-anak dari krisis akhlak sedini mungkin, hal ini berkaitan dengan bagaimana dan cara yang harus dilakukan agar anak dapat menginternalisasi nilai-nilai akhlak mulia, menjalankan, dan terus menjadikan pegangan dalam kehidupan kelak sampai mereka dewasa. Untuk itu perlu adanya suatu metode yang perlu dilakukan orangtua dalam usahanya tersebut, salah satu metode yang di anggap tepat yaitu dengan storytelling (bercerita) khususnya pada anak-anak usia dini.Penulisan inibertujuan menguraikan metode storytelling sebagai salah satu cara dalam upaya menanamkan nilai-nilai akhlak mulia khususnya pada anak usia dini. Metode penulisan ini adalah kajian kepustakaan dengan pendekatan deskriptif dan eksploratif. Disimpulkan bahwa storytelling

sebagai salah satu metode alternatif untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia. Selain itu, agar bisa optimal dalam proses internalisasi nilai-nilai akhlak mulia, orangtua juga perlu memperhatikan pada tahapan pemilihan cerita, dan juga pada tahapan proses melakukan

storytelling.

Kata Kunci: Akhlak mulia, Anak usia dini, Storytelling

PENDAHULUAN

Terwujudnya akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat manusia merupakan misi pokok kehadiran Nabi Muhammad saw. Di muka bumi ini. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia” (HR. Baihaqi). Keberhasilan Nabi dalam mewujudkan akhlak mulia itu di tengah-tengah masyarakatnya dan terus menyebar ke masyarakat yang lebih luas hingga ke berbagai penjuru dunia tentunya melalui proses panjang dan dengan perjuangan yang tak kenal lelah.

(2)

direncanakan sebelumnya”. Akhlak memegang peranan penting untuk mencetak generasi yang sholeh, yaitu generasi yang akan memberi bobot bumi dengan kalimat la ilaha ilallah. Islam itu wadahnya, iman itu materinya dan akhlak itu amalannya.

Akhlak mulia merupakan eksistensi terbaik dan merupakan kesempurnaan manusia. Rasulullah SAW. Bersabda:

Artinya: “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling mulia akhlaknya”

Namun, seiring berjalannya waktu di zaman modern sekarang eksistensi akhlak mulia malah semakin menurun kualitasnya. Teknologi yang semakin canggih dan akses informasi yang

semakin mudah sedikit banyak mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Fakta yang ada bahwasanya masyarakat memang telah berhasil mengembangkan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, akan tetapi di sisi lain kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi itu belum tentu mampu menumbuhkan akhlak yang

mulia pada seorang anak.

Realitas di masyarakat sekarang, kita dikejutkan dengan banyaknya aksi-aksi anarkis yang dilakukan oleh siswa tingkat dasar sampai tingkat menengah, mulai kasus kekerasan di sekolah, perkelahian, pemakaian narkoba, kenakalan remaja, pornografi, kasus anak melakukan seks pertama kali di bangku sekolah, pemerkosaan sampai dengan pencabulan yang dilakukan oleh anak usia dibawah 10 tahun dan kasus-kasus lainnya yang berkaitan dengan krisis akhlak. Kasus demi kasus menjadi pelajaran yang seharusnya tidak terulang. Dengan melihat, menganalisa persoalan yang ada sangat diperlukan usaha-usaha preventif dalam proses penanaman nilai-nilai akhlak mulia untuk anak dalam menghadapi perkembangan zaman.

(3)

dalam keluarga terutama sejak usia dini. Anak pada kategori usia dini merupakan masa yang tepat untuk melakukan proses internalisasi. Pada masa ini anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa bahkan di sebut sebagai masa golden age (usia emas) yaitu usia yang berharga dibanding usia selanjutnya. Anak pada usia ini masih belum memiliki pengaruh negatif yang banyak dari luar atau lingkungannya. Dengan kata lain, orang tua sebagai pendidik awal dan utama memiliki tanggung jawab memberi pengaruh bagi anak (Fadhilah, 2012).

Dalam proses menanamkan akhlak mulia kepada anak usia dini tentu bukanlah perkara

yang mudah, sebagai orangtua tentu harus menentukan cara atau metode yang tepat sesuai dengan level perkembangan usia anak. Pada dasarnya anak usia dini belum mampu memahami konsep yang abstrak, level kognitif pada anak usia dini memikirkan segala sesuatunya secara konkrit, selain itu karakteristik mereka yang aktif dan cenderung mudah bosan juga perlu diperhatikan.

Karena itu butuh teknik dan metode tertentu yang dapat dilakukan untuk mengenalkan dan menanamkan akhlak mulia pada anak usia dini.

Metode mempunyai kedudukan yang penting dalam upaya pencapaian tujuan. Berbagai metode yang bisa diberikan kepada anak-anak usia dini, antara lain mulai dari metode bernyanyi, bermain, bercerita dan karya wisata. Masing-masing metode mempunyai kelemahan dan kelebihan. Namun banyak penelitian, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Murdiono pada tahun 2008 dari beberapa metode yang digunakan tersebut, metode bercerita (storytelling) adalah metode yang efektif dan paling banyak digemari pada usia anak.

Ada beberapa alasan mengapa (storytelling) dianggap efektif dalam memberikan pendidikan kepada anak. Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan dari pada nasehat, sehingga pada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Kedua, melalui

(storytelling) anak diajarkan mengambil hikmah. Penggunaan metode bercerita akan membuat anak lebih nyaman dari pada diceramahi dengan nasehat. Selain itu, anak usia dini memiliki karakter yang khas, mereka lebih suka bermain dan bersenang-senang. Maka dalam pengajaran pada anak dibutuhkan metode-metode yang sesuai dengan karakter anak (Muallifah,2013).

(4)

cerita maka secara otomatis pesan-pesan kebaikan yang diselipkan akan didengarkan dengan senang hati.

Kegiatan storytelling sebenarnya dapat dilakukan tanpa menuntut biaya yang banyak, bahkan kegiatan ini menjadi sebuah tradisi lisan yang dahulu sempat menjadi primadona dan andalan para orang tua, terutama ibu dan nenek, dalam mengantar tidur anak ataupun cucu mereka (Agustina, 2008) namun sayangnya di era sekarang kegiatan ini sudah jarang dilakukan orangtua khususnya, perkembangan teknologi yang semakin pesat menyebabkan kegiatan ini mulai

ditinggalkan.

Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini di maksudkan memberikan gambaran bahwasanya

storytelling bisa menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengenalkan dan menanamkan akhlak mulia pada anak khususnya anak di kategori usia dini, tentunya dalam melakukan

storytelling dengan anak usia dini sebagai pendengar, orangtua perlu memperhatikan beberapa hal baik dalam tahapan persiapan melakukan storytelling maupun dalam proses selama melakukan

storytelling, agar proses penanaman akhlak mulia menjadi optimal.

KONSEP AKHLAK MULIA

Dalam mendefinisikan kata akhlak, ada dua pendekatan yang dapat dipergunakan untuk mendefinisikannya, yaitu secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan wazan tsulasi mazid af’ala, yuf’ilu. If’ alan yang berarti al- sajiyyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabiat), al-adab (kebiasaan, kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama). Sementara itu akhlak secara terminologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Musli, 2011). Di Indonesia, kata akhlak selalu berkonotasi positif. Orang yang baik sering disebut orang yang berakhlak, sementara orang yang tidak berlaku baik disebut orang yang tidak berakhlak.

(5)

dirinya sendiri), dan dengan alam (Matta, 2006). Akhlak adalah salah satu dari ajaran Islam yang harus dimiliki oleh setiap individu muslim dalam menunaikan kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, akhlak menjadi sangat penting artinya bagi manusia dalam hubungannya dengan Sang Khaliq dan dengan sesama manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari, akhlak sering diidentikkan dengan moral dan etika. Secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian yang sama, yakni sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk.

Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Etika memandang perilaku secara universal, sedang moral memandangnya secara lokal (Muka Sa’id, 1986), namun akhlak sebenarnya berbeda dari formula

moral atau etika, karena akhlak lebih menunjukkan kepada situasi batiniah manusia. Akhlak juga berarti berkurangnya suatu kecendrungan manusia atas kecenderungan-kecenderungan lain dalam dirinya, dan berlangsung secara terus-menerus itulah akhlak (Amin, 1986).

Satu kata lagi yang sekarang (khususnya di Indonesia) menjadi lebih populer yang juga sering di samakan dengan akhlak adalah karakter. Kata karakter lebih banyak muncul dan diwacanakan ketimbang kata akhlak. Kedua kata ini sebenarnya sama maknanya baik ditilik dari segi bahasa maupun istilah. Akhlak dan karakter lebih ditekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari dan lebih mengarah kepada sikap dan perilaku manusia. Dalam pemahaman yang spesifik akhlak dan karakter bisa berbeda. Jika karakter lebih terlihat pada sikap dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesama, maka akhlak lebih dari itu, yakni juga terlihat pada sikap dan perilaku manusia dalam berhubunga dengan Tuhannya (Allah Swt) (Marzuki, 2008). Istilah-istilah tersebut merupakan bahagian yang menguatkan nilai-nilai kebaikan pada manusia hanya sudut pandang penyesuaiannya saja menimbulkan perbedaan mengenai istilah tersebut.

Bertolak dari penjelasan istilah dan para ahli pengkaji akhlak memberikan keterangannya tentang akhlak, antara lainnya sebagaimana ditegaskan oleh Harun bahwa akhlak bukan saja

(6)

Ruang Lingkup Akhlak Mulia

Secara umum akhlak dalam Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/al-qabihah). Sedangkan yang di maksud dengan akhlak mulia berarti segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (Abdullah, 2007). Akhlak mulia menurut al-Ghazali adalah keadaan batin yang baik.

Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak mulia dalam Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati.

Bentuk akhlak mulia terhadap Allah swt antara lain: 1) Mengabdi hanya kepada Allah.

Bertaqwa dan tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun dalam bentuk apa pun, serta dalam keadaan situasi dan kondisi yang bagaimanapun 2) Tunduk dan patuh kepada Allah 3) Tawakkal 4) Bersyukur kepada Allah 5) Penuh harap kepada Allah 6) Ikhlas menerima keputusan Allah 6) Tadlarru’ dan khusyu’ 7) Husnud-dhan 8) Taubat dan istighfar (Ya’kub, 1988).

Sedangkan, akhlak mulia terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah Saw., sebab Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak mulia kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul, mengucapkan shalawat dan salam kepadanya, mengikuti semua sunnahnya, menjadikan Rasulullah sebagai idola dalam hidup dan kehidupan.

Selanjutnya seorang Muslim harus berakhlak mulia terhadap sesama manusia, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya, dan terhadap orang lain di tengah-tengah masyarakat. Ketiga akhlak ini sangat penting artinya bagi kita, karena sikap dan perilaku terkait dengan hubungan antar sesama ini yang tampak di permukaan yang sering dinilai oleh masyarakat pada umumnya (Marzuki, 2009). Terdapat ciri yang menunjukkan akhlak mulia menurut Dr. Iman Abdul Mukmin Sa’addudin dalam bukunya Meneladani Akhlak Nabi (2006). Ciri itu beriringan dengan semangat Islam dan semangat bimbingannya. Ciri tersebut antara lain bersifat universal

(7)

secara pribadi maupun kemasyarakatan, dan menyangkut semua interaksi manusia dengan semua aspek kehidupan.

Wujud dari akhlak mulia terhadap diri sendiri antara lain: 1) sabar, menahan diri 2) wara’ dan zuhud. Wara’ artinya menjauhkan hal-hal yang syubhat (hal-hal yang belum jelas halal dan haramnya) karena khawatir akan jatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan, sedangkan zuhud berarti membatasi ambisi-ambisi duniawi, syukur terhadap setiap anugerah, dan menghindari apa yang telah diharamkan oleh Allah Swt.(Sultani, 2004) 3) syaja‟ah (berani). Berani diartikan mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dsb. Dengan demikian, berani di sini adalah berani yang bernilai positif, bukan berani yang bernilai negatif. Masih banyak bentuk akhlak mulia yang lain yang harus dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat diuraikan satu persatu. Di antara bentuk- bentuknya yang lain adalah 1) istiqamah (konsisten), 2)

amanah (terpercaya), 3) shiddiq (jujur), 4) menepati janji, 5) adil, 6) tawadlu‟ (rendah hati), 7) malu (berbuat jelek), 8) pemaaf, 9) berhati lembut, 10) setia, 11) kerja keras, 12) tekun, 13) ulet, 14) teliti, 15) disiplin, 16) berinisiatif, 17) percara diri, dan 18) berpikir positif (Marzuki, 2009).

Di samping harus berakhlak mulia terhadap dirinya, setiap muslim harus berakhlak mulia dalam lingkungan keluarganya. Pembinaan akhlak mulia dalam lingkungan keluarga meliputi hubungan seseorang dengan orang tuanya, termasuk dengan guru-gurunya, hubungannya dengan orang yang lebih tua atau dengan yang lebih muda, hubungan dengan teman sebayanya, dengan lawan jenisnya. Berakhlak mulia dengan kepada orang tua bisa dilakukan di antaranya dengan 1) Berbakti dengan orangtua, meliputi mengikuti keinginan dan saran kedua orang tua dalam berbagai aspek kehidupan; 2) menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya; 3) membantu kedua orang tua secara fisik dan material; 4) mendoakan kedua orang tua agar selalu mendapatkan ampunan, rahmat, dan karunia dari Allah. Hal yang hampir sama juga harus kita lakukan terhadap guru-guru kita.

Kemudian, yang dimaksud dengan akhlak mulia dengan manusia lainnya di sini adalah menjalin hubungan baik yang tidak terfokus hanya pada pergaulan antar manusia secara individual,

(8)

berhias. Salah satu sikap penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap muslim adalah sikap menghormati dan menghargai orang lain (Marzuki,2009).

Yang terakhir, akhlak mulia kepada bukan manusia atau lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan-Nya antara lain : sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan tuhan

untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya, sayang pada sesama makhluk (Daud Ali, 2008).

Urgensi menanamkan Akhlak Mulia pada Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itu usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang berharga dibanding usia selanjutnya. Pada masa ini di sebut juga sebagai masa kritis, di mana perkembangan yang di dapatkan pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan pada periode berikutnya hingga masa dewasanya. Sehingga apapun yang terekam dalam benak anak, akan tampak pengaruh nyatanya pada kepribadian nanti ketika mereka dewasa.

Kemampuan mental dan fisik di usia dini pada tingkat yang mencengangkan dan proporsi yang sangat tinggi, dari penelitian neuroscience menunjukkan bahwa otak manusia berkembang tercepat dalam tahun pertama. Oleh saat anak mencapai usia empat tahun, kecerdasan mereka memiliki dikembangkan untuk 50 % dari maksimum masa depan, dan pada usia delapan, telah meningkat menjadi 80 %. Itulah sebabnya penting untuk memberi banyak perhatian untuk pendidikan anak-anak dari usia dini (Rahim & Rahiem, 2012), termasuk pendidikan akhlak mereka

Dalam periode ini, pembentukkan akhlak seorang anak sangat penting. Kegagalan sejumlah lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, yang salah satunya

(9)

Pada area perkembangan kognitif, anak-anak pada tahap early childhood telah mampu mengembangkan imajinasi mereka. Mereka telah mampu membedakan antara imajinasi dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Dalam tahap usia dini inilah intervensi dari orangtua sangat diperlukan. Tentu saja pemberian intervensi ini harus dilakukan secara tepat agar anak mampu mencapai tugas perkembangannya secara optimal. Koki (1998) menegaskan bahwa melalui cerita, anak-anak akan mencoba berimajinasi membayangkan cerita ataupun melanjutkan ceritayang disampaikan, kemudian anak akan mempelajari pesan dari

cerita yang ia dengar, pesan itu biasanya tercermin dari tingkah laku para tokoh dalam cerita tersebut.

STORYTELLING

Bercerita atau storytelling sebenarnya merupakan warisan budaya yang sudah lama kita kenal, bahkan dijadikan sebagai kebiasaan atau tradisi bagi para orangtua untuk menidurkan anak-anaknya, di dalam cerita banyak hal tentang hidup dan kehidupan yang dapat kita informasikan kepada anak-anak, namun di masa sekarang, menurut pengamatan penulis bercerita merupakan hal yang bisa di katakan sudah jarang dilakukan orangtua kepada anaknya, bahkan hampir punah.

Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi sedikit banyak merubah segalanya termasuk perubahan kebiasaan dalam bercerita kepada anak dan digantikan oleh media televisi, orangtua tidak lagi memberikan cerita-cerita kepada anak-anak di karenakan terlalu sibuk dengan menonton sinetron atau hiburan lain, selain itu anakpun tidak lagi tertarik cerita ibunya akan tetapi lebih tertarik dengan film yangdisajikan media televisi yang lebih hidup dan berwarna. Hal ini didukung dari data statistik dan penelitian psikologi untuk indonesia yang menyatakan kurang lebih hanya berkisar 15 % dari orangtua di Indonesia yang secara rutin menceritakan cerita pada anaknya.

Padahal sebenarnya cerita memiliki kekuatan, fungsi dan manfaat sebagai media komunikasi yang intens antara anak dengan orangtua, maka hubungan antara mereka semakin dekat secara emosi, kegiatan storytelling juga sekaligus metode yang efektif dalam membangun kepribadian anak.

(10)

yang jelas, menceritakan sesuatu yang berkesan, menarik, punya nilai-nilai khusus dan punya tujuan khusus.

Cerita memiliki daya tarik yang besar untuk menarik perhatian setiap orang, sehingga orang akan mengaktifkan segenap indranya untuk memperhatikan orang yang bercerita. Hal itu terjadi karena cerita memiliki daya tarik untuk disukai jiwa manusia. Sebab di dalam cerita terdapat kisah-kisah zaman dahulu, sekarang, hal-hal yang jarang terjadi dan sebagainya. Selain itu cerita juga lebih lama melekat pada otak seseorang bahwa hampir tidak terlupakan (Syalhub, 2006).

Di dalam Al-quran juga diceritakan, bagaimana Al-quran mendidik umat manusia melalui kisah-kisah para Nabi dan Rasul yang diabadikan dalam nama-nama suratnya dan menurut tema cerita didalamnya, misalnya surat Yusuf, Nuh, Yunus, al-Kahfi, al-Fil, Luqman dan lain sebagainya. Sebagian besar kisah-kisah yang diceritakan al-Qur’an bersifat pengulangan, untuk

menunjukkan bahwa kisah tersebut amat besar artinya bagi manusia sebagai bahan pelajaran dan peringatan agar dapat diambil hikmahnya. Metode kisah atau cerita yang terdapat di dalam Al-Qur’an tujuan pokoknya adalah untuk menunjukkan fakta-fakta kebenaran. Kebanyakan setiap surat dalam Al-Qur’an terdapat cerita tentang kaum-kaum terdahulu baik dalam makna sejarah yang positif ataupun negatif

Metode cerita atau kisah di isyaratkan dalam Al-Qur’an:

ﻢْ

Artinya:”sesungguhnya di dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman” (QS.Yusuf 12: 111)

(11)

yang memberikan dampak positif pada akal anak, karena sangat disenangi oleh anak (Suwaid, 2010).

Cerita akan membuat anak-anak mengerti tentang hal-hal yang baik dan juga melatih mereka akan dasar-dasar perilaku yang baik pula. Hal ini karena di dalam sebuah cerita tertanam banyak nilai-nilai yang tentunya akan dapat terbawa ke dalam jiwa pendengarnya. Cerita dapat digunakan oleh orangtua sebagai sarana mendidik dan membentuk kepribadian anak melalui pendekatan transmisi budaya (Musfiroh, 2008).

Ahmad Tafsir (1994), dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam” mengatakan bahwa cerita merupakan metode amat penting, alasannya:

a. Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya.

b. Kisah dapat menyentuh hati manusia.

c. Kisah mendidik perasaan keimanan

Manfaat Storytelling

Storytelling merupakan sarana untuk “mengatakan tanpa mengatakan”, maksudnya

storytelling dapat menjadi sarana untuk mendidik tanpa perlu menggurui. Pada saat mendengarkan cerita, anak dapat menikmati cerita yang disampaikan sekaligus memahami nilai-nilai atau pesan yang terkandung dari cerita tersebut tanpa perlu diberi tahu secara langsung atau mendikte.

Michael (2009) menyatakan bahwa bercerita merupakan metode yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan bahasa dan kognitif pada anak usia dini. Hal senada juga diungkapkan oleh Moeslichaton (2004) selain mengembangkan bahasa dan kognitif anak, metode bercerita (storytelling) juga memiliki beberapa manfaat, diantaranya; (1) melalui cerita kita bisa menyisipkan sifat empati, kejujuran, kesetiaan dan keramahan, ketulusan, (2) memberikan sejumlah pengetahuan sosia, moral dan lain sebagainya, (3) melatih anak belajar mendengarkan apa yang disampaikan, (4) membuat anak bisa mengembangkan aspek psikomotor, kognitif dan afektif, (5) metode bercerita mampu meningkatkan imajinasi dan kreatifitas anak.

Menurut Henny (2007) melalui metode cerita, anak tidak akan pernah kehabisan akal, karena cerita akan menimbulkan dampak positif, antara lain; (a) melatih daya tangkap, (b) melatih daya pikir, (c) melatih daya konsentrasi, (d) membantu perkembangan imajinasi. (e) menciptakan

(12)

metode bercerita (storytelling) memiliki beberapa dampak positif, diantaranya; (a) menimbulkan minat untuk membaca bagi anak-anak, (b) meningkatkan minat baca, (c) membentuk budaya membaca. Dalam storytelling juga mengandung unsur modelling (teladan) yang bisa diberikan kepada anak melalui ceritanya.

Storytelling merupakan cara terbaik bagi orangtua untuk mengkomunikasikan pesan-pesan cerita yang mengandung unsur etika, moral, akhlak, maupun nilai-nilai agama. Selain dapat bermanfaat untuk pengembangan kepribadian, akhlak maupun moral anak, mendongeng dapat

juga bermanfaat untuk meningkatkan pengembangan bahasa anak. Sejak dini anak memperoleh berbagai wawasan cerita yang memperkaya dan meningkatkan kemampuan kognitif, memori, kecerdasan, imajinasi dan kreativitas bahasa (Dariyo:2011).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Storytelling

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa storytelling dapat memberikan pengaruh pada anak, dengan bercerita orangtua bisa memberikan cerita yang mengandung unsur-unsur akhlak mulia dan mengajarkan nilai-nilai akhlak mulia kepada anak. Selanjutnya, anak diharapkan dapat menerapkan pesan-pesan yang disampaikanpada kehidupan sehari-hari.

Menyajikan storytelling yang menarik bagi anak usia dini adalah suatu tantangan bagi orangtua, terlebih lagi anak-anak di usia ini pada umumnya hanya dapat berkonsentrasi mendengarkan cerita hanya dalam waktu singkat, jika waktu bercerita terlalu lama akan membuat anak merasa cepat bosan dan tidak antusias lagi, maka menurut penulis ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan pada setiap tahapan-tahapannya, selain itu juga perlu diperhatikan perkembangan kognitif anak usia dini baik di mana hal ini akan menentukan keberhasilan dalam proses menanamkan akhlak mulia pada anak usia dini.

1. Tahapan Persiapan sebelum storytelling

Pada tahap ini, dalam usaha menanamkan akhlak mulia kepada anak usia dini, maka orangtua perlu memperhatikan:

(13)

figur-figur, dan perbuatan-perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Orangtua dengan bercerita akan dapat memperkenalkan akhlak dan figur seorang muslim yang baik dan pantas diteladani. Dengan demikian bercerita dapat berperan dalam proses pembentukan akhlak seorang anak. Selain itu, penelitian studi linguistik juga membutikan bahwa judul mempunyai kontribusi terhadap memori cerita (Musfiroh, 2008). Selain itu, perhatikan juga waktu yang tepat, yaitu di waktu anak kita bisa mendengarkan dengan baik, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam cerita bisa diserap dengan baik.

2) Dalam memilih cerita orangtua juga perlu memperhatikan tahap kognitif anak. Anak usia dini yang berada pada rentang 2-6 tahun masih pada tahap operasional kongkrit, maka bentuk cerita yang dijadikan sebagai metode bercerita harus menyesuaikan dengan kemampuan anak. Selain itu pemilihan cerita juga harus menyesuaikan dengan karakteristik usia anak, karena hal ini

akan mempengaruhi jenis cerita yang akan disampaikan,jadi orangtua dapat mencari cerita yang kira-kira dapat dipahami anak dan cocok dengan kadar emosional serta pengalaman anak.

2. Tahapan pada saat proses storytelling berlangsung

Dalam kegiatan storytelling, proses bercerita menjadi sangat penting karena dari proses inilah nilai atau pesan dari cerita tersebut dapat sampai dan diserap oleh anak. Proses inilah yang menjadi pengalaman seorang anak dan menjadi tugas orangtua untuk menampilkan kesan menyenangkan pada saat bercerita. Selain itu, juga perlu diketahui bahwa proses bercerita tidak sekedar membacakan buku cerita saja, cara bercerita merupakan unsur yang membuat cerita itu menarik dan disukai anak-anak.

Beberapa hal yang dapat dilakukan selama proses kegiatan storytelling berlangsung agar cerita yang di ceritakan tampak hidup sehingga harapannya pesan-pesan yang ingin disampaikan khususnya terkait akhlak mulia akan lebih mudah diterima anak, adalah sebagai berikut:

a. Melakukan kontak mata.

Pada saat storytelling berlangsung, usahakan untuk melakukan kontak mata dengan anak.

Dengan melakukan kontak mata maka anak akan merasa dirinya diperhatikan dan diajak

untuk berinteraksi. Selain itu, dengan melakukan kontak mata kita dapat melihat apakahanak menyimak jalan cerita yang di ceritakan Dengan begitu, orangtua dapat segera mengetahui reaksi dari anak yang mendengarkan cerita.

(14)

Pada waktu storytelling sedang berlangsung, mimik wajah dan gerakan tubuh dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang disampaikan. Sebagai orang yang bercerita sebaiknya orangtua harus dapat mengekspresikan wajah atau emosi yang tepat (marah, sedih, menangis dan sebagainya) serta melakukan gerakan tubuh yang merefleksikan sesuai dengan situasi yang diceritakan. Pada usia anak dini, cerita yang di ceritakan akan membosankan dan membuat anak tidak antusias jika dengan posisi yang statis dari awal hingga akhir.

c. Penggunaan bahasa

Dalam bercerita bahasa mempunyai pengaruh respon yang amat vital dalam pembinaan segenap aspek kepribadian anak, artinya ketika kita bercerita kita harus menggunakan bahasa yang mudah dan dapat di mengerti oleh anak sebagai pendengarnya. Dalam

menggunakan storytelling (metode bercerita) hendaknya menyesuaikan dengan level kognitif anak. Di mana pada usia dini, level kognitif mereka masih pada operasional kongrit (Santrock, 2007). Jadi cerita yang dibacakan atau disampaikan haruslah menyesuaikan tingkat kemampuan kognitif anak. Oleh karena itu, penggunaan bahasa yang lugas, menarik dan komunikatif bagi anak sangat mendukung proses storytelling. d. Suara dan kecepatan (tempo)

Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan untuk membawa anak merasakan situasi dari cerita yang didongengkan. Kecepatan suara juga harus dapat dijaga pada saat storytelling. Jaga agar kecepatan dalam berbicara selalu ada dalam tempo yang sama atau ajeg. Jangan terlalu cepat yang dapat membuat anak-anak menjadi bingung ataupun terlalu lambat sehingga menyebabkan anak-anak menjadi bosan.

e. Dapat menggunakan alat peraga

Untuk menarik minat anak-anak dalam proses storytelling, perlu adanya alat peraga seperti misalnya boneka kecil yang dipakai di tangan atau boneka jari untuk mewakili tokoh yang

(15)

tahun proses bercerita pada anak bukan sekedar membacakan cerita belaka, namun dibutuhkan juga benda-benda seperti alat bantu (alat peraga) yang mendukung cerita. f. Dapat menggunakan bantuan media teknologi (audio visual)

Saat bercerita akan terjadi proses transformasi nilai melalui perilaku dan karakter tokoh dalam cerita. Apalagi dalam mendongeng dibantu dengan media dan teknologi, maka suasana mendongeng menjadi hidup, menarik dan terjadi komunikasi sosial antara anak dan guru/orangtua.(Fitroh, dkk, 2015)

PENUTUP

Penanaman akhlak mulia yaitu meliput akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap sesama manusia dan juga akhlak dengan lingkungan harus dilakukan sejak usia dini, karena usia ini

merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, seluruh instrumen besar manusia terbentuk, bukan kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis. Para ahli menamakan periode ini sebagai usia emas (Golden Age) perkembangan. Kemampuan kognitif anak usia dini berada di tahap praoperasional bersifat imajinatif dan kaya akan fantasi, salah satu metode alternatif untuk mengenalkan dan menanamkan akhlak mulia pada anak usia dini yang sesuai dengan level perkembangan mereka adalah dengan storytelling atau bercerita. Anak suka mendengarkan cerita-cerita yang diberikan oleh orang tuanya. Cerita mempunyai kedudukan dan mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Melalui cerita anak dapat menyerap pesan-pesan yang dituturkan yang mengandung unsur etika, moral, akhlak, maupun nilai-nilai agama. Selain dapat bermanfaat untuk pengembangan kepribadian.

Penuturan cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai itu akan dihayati anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tentunya dengan beberapa upaya antara lain pada saat persiapan melakukan storytelling penting kiranya dalam pemilihan cerita (judul), ketika orangtua memiliki tujuan untuk menanamkan akhlak mulia maka cerita juga harus memuat pesan-pesan tersebut. Selain itu orangtua juga perlu memperhatikan tahap kognitif anak usia dini, yang masih pada tahap operasional kongkrit, maka bentuk cerita yang dijadikan sebagai metode bercerita harus

(16)

tugas orangtua untuk menampilkan kesan menyenangkan pada saat bercerita. Proses storytelling

tidak sekedar membacakan buku cerita saja, namun cara bercerita merupakan unsur yang membuat cerita itu menarik dan disukai anak-anak. Orangtua juga tetap harus menjaga kontak mata dengan anak, menggunakan mimik wajah, gerakan tubuh dan juga intonasi suara, alat peraga dan fasilitas audio visual yang digunakan selama proses bercerita akan semakin mendukung penanaman akhlak mulia pada anak usia dini.

Begitulah, proses menanamkan akhlak mulia bukanlah sesuatu yang mudah, dibutuhkan

proses pembelajaran dan latihan terus menerus tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Artinya sesulit apapun dalam menanamkan akhlak mulia ini bisa dilakukan, ketika ada komitmen (niat) yang kuat dari orangtua untuk melakukannya, dan juga didukung oleh usaha yang konsisten serta selalu bertawakkal dan mengharap ridho dari Allah Swt. bukan tidak mungkin akhlak mulia

ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sikap dan perilaku sehari-hari anak-anak kita sampai ia dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Susanti. Mendongeng Sebagai Energi Bagi Anak. (Jakarta: Rumah Ilmu Indonesia: 2008).

Amin, Ahmad. Etika (Ilmu Akhlak). Alih Bahasa oleh Prof. K.H. Farid Ma’ruf. (Jakarta: Bulan Bintang:1986)

Asfandiyar, Andi Y. Cara PintarMendongeng. (Jakarta: Mizan: 2007).

(17)

Daud Ali, M. Pendidikan Agama Islam.(Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2002). Daud Ali, M. Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Rajawalin Press, 2008)

Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung: PT Refika Aditama: 2011).

Fadhilah., M. Desain Pembelajaran Paud. (Yogyakarta: Ar-Ruzz media, 2012).

Fitroh, Siti.F & Sari, Evi. D.N. Dongeng sebagai media penanaman karakter pada anak usia dini. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo, Vol.2, No.2 Oktober. Hal. 76-149.

Ihsan, Hamdani, Fuad Ihsan. Filasafat pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka setia 2001). Marzuki. 2008. Pembinaan Karakter Profetik Perspektif Islam. Di akses pada tanggal 4 Februari 2017 dari http: // staffnew. uny. ac. id/ upload/ 132001803/ penelitian/ Dr.+ Marzuki,+ M.Ag+ Pembinaan+ Karakter + Profetik+ Perspektif+Islam. pdf.

Marzuki.2009.Pembinaan Akhlak mulia dalam berhubungan dengan sesama manusia dalam perspektif islam. Jurnal Humanika, Vol.9, No.1. Edisi Maret.

Matta, Anis. Membentuk Karakter Cara Islam. (Jakarta: Al-I’tishom, 2006), cet. III.

Michael L. (2009). Teaching Your Children. New Jersey: Person Education.

Moelichatoen. Metode Pengajaran di taman Kanak-Kanak. (Jakarta: Rineka Cipta: 2004)

Murdiono, M. 2008. Metode Penanaman Nilai Moral untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta. Di akses pada tanggal 2 Januari 2017 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132304487/B1-JURNAL%20KEPENDIDIKAN

LEMLIT%20UNY. pdf

Muallifah. (2013). Storytelling sebagai metode parenting untuk pengembangan kecerdasan anak usia dini. Jurnal Psikoislamika. Vol. 10 No.1, h. 99.

Musfiroh, Tadkiroatun. Memilih, menyusun dan menyajikan cerita untuk anak usia dini. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008)

Musli. (2011).Metode Pendidikan Akhlak bagi Anak. Media Akademika, Vol.26, No.2, April. Muka Sa’id. Etika Masyarakat Indonesia. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986.)

Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 98.

Rahim, H. & Rahiem.M., D.,H. (2012). The Use of Stories as Moral Education for Young Children. International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 2, No. 6, November.

(18)

Sa’addudin, Iman Abdul.Mukmin. Dr. Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim. (Surabaya: Rosdakarya: 2006).

Santrock, J, W. 2007. Psikologi Pendidikan (terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sultani, Gulam Reza. 2004. Hati yang Bersih Kunci Ketenangan Jiwa. Terj. oleh Abdullah Ali. Jakarta: Pustaka Zahra.

Suwaid, M. Nur Abdul Hafizh. Prophetic Parenting. Yogyakarta.Pro-U Media, 2010).

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994)

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan koordinasi pelaksanaan proses bisnis kredit konsumer di Kantor Cabang yang efektif sesuai dengan ketentuan yang berlakua. Membuat usulan kebutuhan sarana dan prasarana

Pengaruh Manajemen Pembiayaan Pendidikan dan Fasilitas Pembelajaran Terhadap Mutu Sekolah SMP di Kabupaten Bandung Barat.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Selain itu menurut Dahar (Rara, 2016, hlm 4) yaitu kebanyakan siswa memahami konsep matematis yang baru tanpa didasari pemahaman mengenai konsep matematika

In novel “Awakened the Guardian Legacy” by Ednah Walter’s the most dominan conflict person to person because the first main character do not want become guardian but

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan coping strategi adalah suatu cara atau upaya individu untuk menangulangi stres yang sedang dihadapinya yaitu dengan mencari akar

Ini dikarenakan kemerdekaan telah mendukung institusi zakat menjadi institusi legal, baik dibawah pemerintah maupun lembaga independent (masyarakat) sehingga optimisme untuk

demikian, maka langkah hukum yang dilakukan oleh Muhammad Ruslan, SE telah memenuhi syarat formil pemberian kuasa oleh direksi terkait dengan perwakilan suatu

Penggunaan EM-4 dengan konsentrasi larutan starter 15% dalam pakan merupakan campuran yang paling efektif untuk meningkatkan daya cerna protein pakan, kandungan protein daging