• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pendidikan Karakter Yang Terkandung Dalam Surat Al-a'raf Ayat 35-36

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Pendidikan Karakter Yang Terkandung Dalam Surat Al-a'raf Ayat 35-36"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh: Syifa Fauziah 1112011000008

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pendidikan karakter yang terkandung dalam surat al-A’raf ayat 35-36. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research (penelitian kepustakaan) dengan teknik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam surat al-A’raf ayat 35-36 terdapat tiga metode pendidikan karakter yang sudah ditafsirkan para ahli tafsir dan dianalisa oleh penulis. Ketiga metode tersebut antara lain: 1. Metode Cerita Islami, 2. Metode Remedial Teaching, 3. Metode Targhib dan Tarhib.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan Agama Islam. penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan dan hambatan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat didorong dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Abdul Majid Khon, MA, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Marhamah Shaleh, Lc., MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. 5. Dosen Penasihat Akademik, Bapak Tanenji, MA. Yang telah banyak

memberikan motivasi kepada penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6. Kedua pembimbing, skripsi Siti Khadijah, MA dan M. Sholeh Hasan, Lc., MA, yang dengan kesabaran, bimbingan, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(9)

kepada penulis. Dan adikku Siti Khofifah yang telah memberikan motivasi serta doanya kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan keleluasaan dalam peminjaman buku-buku yang dibutuhkan.

10. Terima kasih juga kepada sahabat tercinta satu perjuangan Sri Jayanti, Sayyidah Muflihah dan Dewi Mufidah yang selalu menginspirasi, memberikan motivasi, bimbingan dan bantuan kepada penulis.

11. Terima kasih kepada Teman-teman PAI angkatan 2012, dan khususnya PAI A yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang selalu menjaga komitmen untuk terus bersama dan saling membantu dalam proses belajar dikampus UIN Jakarta tercinta.

Semoga Allah membalas semua kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulis di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 20 Desember 2016 Penulis

(10)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Konsonan Tunggal

No. Huruf Arab Huruf Latin No. Huruf Arab Huruf Latin

1 Tidak

dilambangka n

16 ţ

2 b 17 ť

3 t 18 „

4 19 g

5 j 20 f

6 H 21 q

7 kh 22 k

8 d 23 l

9 ž 24 m

10 r 25 n

11 z 26 w

12 s 27 h

13 sy 28 „

14 Ş 29 y

15 đ 30 h

2. Vokal Tunggal

Tanda Huruf latin A

(11)

3. Vokal Rangkap

Tanda dan Huruf Huruf Latin Ai Au

4. M dd

Harakat dan Huruf Huruf Latin  ΠÛ

5. T ’ Marbuţah

T Marbuţah hidup transliterasinya adalah /t/.

T Marbuţah mati transliterasinya adalah /h/.

Jika pada suatu kaya yang akhir katanya T ’ Marbuţah diikuti oleh kaya sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka T ’ Marbuţah itu ditranslitrasikan dengan /h/.

Contoh:

= hadiqat al-hayaw n t atau hadiqatul hayaw n t = al-madrasat al-ibtid ’iyy h atau al-madrasatul ibtid ’iyy h

6. Syaddah (Tasyd d)

Syaddah/tasyd d ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf

yang diberi tanda syaddah (digandakan).

Ditulis „allama

(12)

vii

7. Kata sandang

a. Kata sandang diikuti oleh huruf huruf syamsiyah ditransliterasikan dengan huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung/hubung.

Contoh:

= asy-syamsu

b. Kata sandang yang diikuti huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya.

Contoh:

= al-qamaru 8. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan sesuai dan seperti alif.

Contoh:

= akaltu = tiya

b. Bila di tengah dan di akhir, ditranliterasikan dengan aprostof. Contoh:

= ta’kul na = syai’un

9. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata sandangnya.

Contoh:

= al-Qur n

(13)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Acuan Teori 1. Pengertian Metode Pendidikan Karakter ... 8

2. Tujuan Metode Pendidikan Karakter ... 10

3. Macam-macam Metode ... 12

4. Pondasi Pendidikan Karakter ... 17

5. Proses Pembentukan Kakarkter ... 21

B. Hasil Penelitian Relevan ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ... 29

B. Metode Penelitian ... 29

C. Fokus Penelitian ... 29

(14)

viii

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kajian Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 35-36

1. Teks dan Terjemah Surat Al-A’raf Ayat 35-36 ... 32

2. Sejarah Surat Al-A’raf ... 32

3. Kosa Kata pada Surat Al-A’raf Ayat 35-36 ... 35

4. Munasabah Ayat ... 36

5. Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 35-36 ... 38

B. Hasil Temuan Metode Pendidikan Karakter Surat Al-A’raf Ayat 35-36 ... 41

1. Metode Cerita a. Pengertian Cerita ... 42

b. Teknik dan Jenis Metode Cerita ... 47

c. Manfaat Metode Cerita ... 49

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Cerita ... 50

2. Metode Remedial Teaching a. Pengertian Metode Remedial Teaching ... 51

b. Fungsi dan Tujuan Metode Remedial Teaching ... 53

c. Bentuk-bentuk Metode Remedial Teaching ... 55

3. Metode Targhib dan Tarhib a. Pengertian Metode Targhib dan Tarhib ... 57

b. Keutamaan Metode Targhib dan Tarhib ... 58

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Targhib dan Tarhib ... 58

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

(15)

1 A. Latar Belakang

Menurut Muhaimin, “Pendidikan merupakan suatu kunci kemajuan,

bahwa semakin baik kualitas yang diselenggarakan oleh suatu masyarakat bangsa, semakin baik pula kualitas masyarakat bangsa tersebut, bahkan kita sering mendengar rumus sosial bahwa kalau kita ingin memajukan sebuah bangsa yakni mengutamakan pendidikan, menghargai dan memuliakan guru”.1 Akan tetapi, melihat realita yang ada bahwa seorang anak didik pada zaman sekarang ini terlihat kurangnya dalam mengutamakan pendidikan, menghargai, dan memuliakan gurunya. Seperti tidak mengerjakan pekerjaaan rumah (PR), terlambat datang ke sekolah, mencontek dan lain sebagainya.

Menurut Abudin Nata, “Pendidikan adalah sebuah proses mengubah tingkah laku individu. Pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat”.2 Lebih luas lagi

menurut Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A, Salam, “Melalui

pendidikan ini dapat mendidik manusia yang humanis dengan pengembangan potensi dasar manusia. Potensi dasar tersebut tercermin pada perbuatan dan perkataan seseorang melalui pergaulannya dalam masyarakat”.3

Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul dan diharapkan, proses pendidikan juga senantiasa dievaluasi dan diperbaiki. Menurut Akhmad Muhaimin “Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah munculnya gagasan mengenai pentingnya pendidikan karakter dalam dunia

1

Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2011), Cet. I, h. 37

2

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. I, h. 28

3

Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A, Salam, Membumikan Pendidikan Karakter:

Implementasi Pendidikan Berbobot Nilai dan Moral, (Jakarta: CV, Suri Tatu’uw, 2015), Cet. I, h.

(16)

2

pendidikan di Indonesia”.4

Dalam mencapai gagasan tersebut dunia pendidikan Indonesia berusaha untuk meraih tujuan pendidikan dengan berbagai cara, diantaranya membenahi kurikulum yang ada, komponen-komponennya, peningkatan kualitas pendidik, sarana dan prasarananya pendidikan serta yang lainnya. Salah satu dari objek pembenahannya ialah penerapan pendidikan karakter. Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebenarnya pendidikan karakter menempati posisi yang penting, hal ini dapat kita lihat dari tujuan pendidikan nasional yang menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadi manusia untuk berkembangnya potensi dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.5

Menurut Dharma Kesuma, “Dengan mengamati kondisi yang terjadi saat

ini, di mana penghayatan dan pengalaman nilai-nilai agama, etika dan moral yang cenderung merosot sehingga muncul perilaku menyimpang seperti konflik agama dan sosial, perkelahian antar pelajar, antar desa dan antar mahasiswa, perusakan lingkungan, penyalahgunaan narkoba, minuman keras dan penyimpangan seksual serta sebagai kejahatan lainnya”.6 Hal ini mengindikasikan kurangnya kesadaran terhadap campur tangan Allah SWT dalam kehidupan skala yang lebih besar misalnya tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara, juga menjadi tanda bahwa selama ini pendidikan kita kurang dapat menginternalisasikan nilai-nilai yang di ajarkan di sekolah, sehingga bahkan orang terpelajar pun melakukan perbuatan yang keji.

Dengan situasi dan kondisi karakter bangsa yang sedang memperhatinkan. Hal ini telah mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk

4

Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2011), h. 9

5

Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di sekolah,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 6

6

(17)

memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa menjadi arus utama pembangunan nasional.

Dalam dunia pendidikan, pendidikan karakter menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah tema yang urgen pelaksanaannya bagi pembangunan bangsa sebab karakter menjadi tolak ukur keberhasilan suatu bangsa. Pendidikan karakter menjadi program pendidikan yang wajib dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.

Rahmat Rosyadi menjelakan terkait tentang pembutakan karakter dalam bukunya yakni:

Untuk membentuk karakter yang baik dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan sacara terus menerus yang dimulai dalam keluarga. Karena sifat karakter dapat dipengaruhi lingkungannya, maka penanaman nilai-nilai agama, moral dan budi pekerti sangat penting dilakukan sejak dini. Budi pekerti anak merupakan sekumpulan sifat-sifat di mana seseorang menyontoh dan meniru lingkungannya serta sangat mempengaruhi oleh pembinaan sejak usia dini. Sedangkan moral yang berarti tata cara, kebiasaan, dan adat istiadat dapat diartikan sebagai norma yang menata sikap dan perilaku manusia yang sesuai dengan standar sosial.7 Oleh sebab itu, karakter yang berdasarkan nilai-nilai agama sebagai kunci keberhasilan dan kebahagiaan hidup manusia.8

Menurut Husaini, “Pendidikan Karakter tidak diragukan lagi memiliki

peran besar dalam kehidupan manusia. Pembinaan karakter di mulai dari individu. Hakikat karakter itu memang individual, meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang tidak individual. Karenanya pembinaan karakter dimulai dari sebuah gerakan individual, yang kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-individu lainnya”.9

Terlebih lagi Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran agama di sekolah, harus mengusahakan agar nilai-nilai karakter yang diajarkan mampu mengkristal dalam diri anak didik dan menyentuh pengalaman dalam kehidupan nyata. Pendidikan karakter harus mampu mengolah pengalaman

7

H.A. Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

(Jakarta: Rajawali, 2013), Cet. I, h. 14

8

Ibid. h. 15

9

Husaini, “Pembinaan Pendidikan Karakter”, TARBIYAH Jurnal Pendidikan dan Keislaman,

(18)

4

anak didik ketika melihat maraknya penyimpangan moral yang terjadi, seperti kasus korupsi, suap-menyuap, bahkan saling membunuh hanya untuk mendapatkan suatu jabatan ataupun harta, padahal dalam Q.S Al-A’raf ayat 35 -36 ditekankan untuk mematuhi aturan dan berbuat baik.10

Ulil Amri Syafri menjelaskan tenkait tentang pentingnya dalam bukunya, yaitu:

Al-Qur`ân berperan besar dalam proses pendidikan yang dilakukan kepada umat manusia, beliau berpendapat bahwa ada dua alasan pokok yang membuktikan hal tersebut. Alasan pertama karena al-Qur`ân banyak menggunakan term-term yang mewakili dunia pendidikan, kemudian alasan yang kedua, al-Qur`ân mendorong umat manusia untuk berfikir dan melakukan analisis pada fenomena yang ada di sekitar kehidupan mereka.11

Mengacu pada pernyataan di atas, dapat penulis katakan bahwa al-Qur`ân sudah memberi anjuran dan aturan dalam pendidikan. Ini berarti bahwa dalam kajian pendidikan, al-Qur`ân sebagai kitab suci umat Islam turut mengatur jalannya pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Erwati Aziz yang

menjelaskan bahwa “dalam pendidikan Islam, al-Qur’an merupakan sumber

pertama utama. Hal ini dikarenakan al-Qur’an yang diturunkan Allah swt lebih dari 14 abad yang lalu telah memuat prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan di muka bumi ini termasuk

pendidikan.”12

Maka sudah seharusnya al-Qur`ân dijadikan acuan pokok dalam melaksanakan pendidikan, karena al-Qur`ân adalah sumber nilai utama dalam kehidupan manusia. Dan tujuan hidup manusia dapat dicapai hanya dengan proses pendidikan.

Jika berbicara tentang pendidikan, maka tidak dapat dilewatkan begitu saja mengenai hal-hal yang menyangkut dengan metode pendidikan. Lebih spesifiknya adalah metode pendidikan Islam. Yang dimaksud metode pedidikan Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagaimana yang dikutip

10

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an vol 5,

(Jakarta: Lentera Hati 2002), Cet. I, h. 87

11

Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 2012),

h. 59-60

12Ernawati Azizi, “Keberhasilan Pendidikan Perspektif Al

(19)

oleh Aat Syafa’at adalah “jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar

terwujud kepribadian muslim”.13

Seperti halnya dalam surat Al-A’raf ayat 35 -36 terdapat sebuah metode yang dapat di aplikasikan dalam proses belajar.

Melihat fenomena yang terjadi, nampaknya di zaman sekarang ini aspek-aspek pendidikan khususnya pada metode pendidikan dalam perspektif

Al-Qur’an adalah hal yang sangat sulit dipraktikkan dalam dunia pendidikan yang

menciptakan pendidikan yang lebih Islami, karena pada umumnya para pendidik hanya menggunakan metode itu-itu saja yang dikembangkan oleh dunia Barat dalam proses pendidikannya. Akan tetapi, tidak sedikit pula para cendikiawan muslim yang sudah menggunakan metode dengan tepat didalam menyampaikan suatu pembelajaran tidak hanya dunia Barat yan mengembangkannya dengan munculnya para cendikiawan muslim sekarang ini juga sudah menunjukkan bahwa orang muslimpun tidak tertinggal oleh Barat karena sebenarnya metode pendidikan ini sudah dijelaskan secara terperinci didalam Al-Qur’an, namun para praktiknya seolah-olah orang Islam tidak mempergunakannya dan hanya sebagian kecil pendidik yang menggunakannya. Melihat dari penjelasan di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh lagi mengenai hal metode belajar apakah yang terdapat didalamnya dan akan dikaji secara lebih spesifik lagi agar mudah penulis didalam penyampaiannya. Atas pertimbangan inilah penulis mengangkat masalah tersebut yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “METODE PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL-A’RAF AYAT 35-36”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam skripsi ini, di antaranya yaitu:

13TB Aat Syafa’at, Sohari Sahrani dan Muslih,

(20)

6

1. Masih terdapat guru yang belum mengkaji metode pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an pada proses pembelajaran.

2. Masih adanya guru yang sulit untuk menggunakan metode pendidikan yang Islami yang bersumber dari Al-Qur’an.

3. Adanya beberapa pendidik yang mengabaikan metode-metode pendidikan yang bersumber dari Al-Qur’an.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, dan dengan adanya identifikasi masalah di atas, penulis akan membatasi beberapa hal yang berkaitan dengan

masalah, yaitu: “Metode Pendidikan Karakter yang Terkandung dalam Surat

Al-A’raf ayat 35-36.”

D. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, ada permasalahan penting yang akan diungkapkan dalam penelitian ini, yaitu: Apa saja metode pembelajaran yang terkandung dalam surat Al-A’raf ayat 35-36?

E.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui metode pendidikan yang terkandung dalam

Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 35-36.

b. Untuk mengetahui bagaimana hasil temuan analisis yang terkandung dalam surat Al-A’raf ayat 35-36

2. Kegunaan penelitian

a. Untuk menambah khazanah keilmuan pada bidang tafsir pendidikan dan wawasan bagi penulis.

(21)
(22)

8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Acuan Teori

1.

Pengertian Metode Pendidikan Karakter

Dalam pelakasaan pendidikan sangat dibutuhkan adanya metode yang tepat, efektif, dan efisien dengan tujuan untuk menghantarkan tercapainya suatu tujuan pendidikan yang telah direncanakan dan dicita-citakan. Materi yang baik dan benar saja tidak akan tercover dengan baik jika tidak diimbangi dengan metode yang baik pula. Oleh karena itu, kebaikan suatu materi yang akan disampaikan dalam ranah pendidikan harus ditopang dengan adanya metode pendidikan.

Kata metode jika dilihat dari segi bahasa, M. Arifin menjelaskan bahwa metode adalah “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan”.

Metode berasal dari dua kata yaitu, “Meta” dan “Hodos”. Meta berarti

“melalui” dan Hodos berarti “jalan atau cara”.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip oleh Sri Minarti

dalam bukunya, “kata metode diartikan sebagai cara yang teratur digunakan untuk melaksanakan pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.2

Kemudian metode menurut Jamaludin adalah “cara yang berfungsi

sebagai alat untuk mencapai tujuan, makin baik metode itu makin efektif pula pencapaian tujuan, dengan demikian, tujuan merupakan faktor utama dalam

menetapkan baik tidaknya penggunaan suatu metode”.3

1

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner), (Jakarta: Buna Aksara, 2005), Cet. I, h. 65.

2

Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), Cet. I, h. 138

3

Jamaludin, Acep Komarudin, dan Koko Khoerudin, Pembelajaran Perspektif Islam,

(23)

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode itu adalah suatu jalan atau cara yang ditempuh seseorang demi mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Selanjutnya beralih ke definisi pendidikan karakter, bila ditelusuri asal

karakter berasal dari bahasa latin “karakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, “karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain”.4

Sedangkan menurut Doni Koesoema A. yang dikutip oleh Fatchul Mu’in

dalam bukunya, bahwa “karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan

sejak lahir’.5

Kemudian karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu, mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan karakter, kebaikan itu sering kali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing pelaku manusia menuju standar-standar baku.6

Lebih lanjut dijelaskan oleh Thomas Lickona yang dikutip oleh Heri Gunawan bahwa “pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat

4

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2011), Cet I, h. 11

5Fatchul Mu’in,

Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik & Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Cet. I, h. 160

6

(24)

10

dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya”.7

Ramli menjelaskan bahwa “pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga Negara yang baik”.8

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat.

2.

Tujuan Metode Pendidikan Karakter

Metode memiliki tujuan untuk lebih memudahkan proses dan hasil pembelajaran sehingga apa yang telah direncanakan bisa diraih dengan sebaik dan semudah mungkin. Dengan begitu, metode akan mengantarkan sebuah pembelajaran kearah tujuan tertentu yang ideal dengan tepat dan cepat sesuai yang diinginkan.

Karenanya terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yakni Abuddin Nata menjelaskan bahwa fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dan ilmu pengetahuan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang dipelikan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dari dua pendekatan ini segera dapat dilihat bahwa pada intinya

7

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,

2012), h. 23

8

(25)

metode berfungsi mengantarkan pada suatu tujuan kepada obyek sasaran tertentu.9

Selain itu, prinsip yang menjadi memfungsikan metode adalah prinsip pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam suasana menyenangkan, mengembirakan, penuh dorongan dan motivasi sehingga materi pembelajaran itu menjadi lebih mudah untuk diterima oleh peserta didik.

Selanjutnya beralih ke tujuan pendidikan. Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dalam pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW, Sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good charcter). Berikutnya, ribuan tahun setelah itu, rumusan tujuan utama pendidikan tetap pada wilayah yang serupa, yakni pembentukan kepribadian manusia yang baik. Tokoh pendidikan Barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona, Brooks dan Goble seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan Socrates dan Muhammad SAW. bahwa moral, akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Begitu juga dengan Marthin Luther King menyetujui pemikiran tersebut dengan mengatakan, “intelligence plus character, that is the true aim of education”. Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.10

Kemudian dibahas lebih lanjut oleh Heri Gunawan bahwa “tujuan pendidikan karakter pada intinya untuk membentuk bangsa yang tangguhm kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan pancasila”.11

9

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Cet. I, h.

145

10

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2011), Cet I, h. 30

11

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,

(26)

12

3.

Macam-macam Metode

Menurut Ahmad Tafsir, metodenya di antaranya ialah: “1) metode hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi, 2) metode kisah Qurani dan Nabawi, 3) metode amtsal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi, 4) metode keteladanan, 5) metode pembiasaan, 6) metode 'ibrah dan mau’izah, 7) metode targhib dan tarhib”.12

a. Merode Hiwar Qurani dan Nabawi

Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sains, filsafat, seni, wahyu, dan lain-lain.

Dalam jurnal pendidikan Islam yang ditulis oleh Jejen Musfah bahwa

“metode ini memiliki kelebihan di banding dari metode lainnya. Kelebihannya adalah pesan disampaikan secara langsung. Bagaimana respon yang bersangkutan dapat diketahui. Karena itu, si pemberi pesan dapat menanyakan dan atau memberi penjelasan yang lebih masuk akal dan lebih sesuai dengan hati lawan bicaranya. (perlu diketahui bahwa metode ini sering digunakan oleh Rasulullah SAW. dalam menyampaikan

ajaran Islam)”.13

b. Metode kisah Qurani dan Nabawi

Metode kisah adalah mendidik dengan cara menyampaikan kisah agar pendengar dan pembaca meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk, serta agar pembaca beriman dan beramal saleh.14

Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:

12

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2010), Cet. I, h. 135-146

13Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”,

TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 112

14

(27)

1) Kisah selalu memikat karena mengandung pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya.

2) Kisah Qurani dan Nabawi dapat menyentuh hati menusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh.

3) Kisah Qurani mendidik perasaan keimanan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida, dan cinta. c. Metode Amtsal (Perumpamaan)

Arti amtsal adalah membuat pemisalan, perumpamaan dan bandingan. Dengan demikian, metode amtsal yaitu memberi perumpamaan dari yang abstrak kepada yang lain yang lebih kongkrit untuk mencapai tujuan dan atau mengambil manfaat dari perumpamaan tersebut.15

Dalam QS Al-„Ankabut: 41 bahwa Allah mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba. Maksud perumpaman disebutkan bahwa orang-orang yang berlindung kepada selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah; padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.16

Al-Ajami menulis beberapa manfaat metode perumpamaan: a) mengandung unsur-unsur yang menarik dan menyenangkan, b) memperjelas makna dengan mengaitkan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang kongkrit, c) mendorong sikap positif, d) meninggalkan sikap negative, e) mempermudah pemahaman materi yang sulit.17

d. Metode Teladan

Metode teladan (uswah hasanah) adalah memberikan teladan atau contoh yang baik kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan baik secara institusional maupun nasional.18

15

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II,

h. 216

16

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2010), Cet. I, h. 141

17

Musfah, op. cit., h. 107

18

Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoritis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif,

(28)

14

Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kostribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dan lain-lain.19

e. Metode Pembiasaan

Inti dari metode pembiasaan ini ialah sebagai bentuk pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan. Bila murid masuk kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bila masuk ruangan hendaklah mengucapkan salam; ini juga satu cara membiasakan.

Pembiasaan dinilai sangat efektif jika dipenerapannya dilakukan

terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena memiliki “rekaman”

ingatan yang kuat dan kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam daam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah keusia remaja dan dewasa.20

f. Metode „Ibrah dan Mau’izah

Metode „ibrah adalah penyajian bahan pembelajaran yang bertujuan melatih daya nalar pembelajar dalam menangkap makna terselubung dari suatu pernyataan atau kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan. Sementara itu, metode mau’izah adalah pemberian motivasi dengan menggunakan keuntungan dan kerugian dalam melakukan perbuatan.21

19

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet. I, h. 119

20

Ibid, h. 110

21

(29)

g. Metode Targhib dan Tarhib

Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.

Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kepedihan, dan kesengsaraan.

Penggunaan metode targhib-tarhib didasari pada asumsi bahwa tingkat kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan itu berbeda-beda. Ada yang sadar setelah diberikan kepadanya berbagai nasihat dengan lisan, da nada pula yang harus diberikan ancaman terlebih dahulu baru ia akan sadar. Ayat yang berupa targhib dilihat pada QS Al-Anfal: 29:











































































“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapus kesalahan-kesalahanmu serta mengampuni dosamu, dan Allah mempunyai karunia yang besar”.22

Al-Thabari menjelaskan bahwa orang-orang yang telah membenarkan Allah dan Rasul-Nya, taat kepada-Nya, menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhi kemaksiatan, serta tidak berkhianat kepada Rasul dan amanah yang diberikan kepadanya, Allah akan memberikannya

22Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”,

(30)

16

furqan, pembeda antara yang hak dan batil, sekaligus menghapus kesalahan yang telah diperbuat.23

Adapun ayat yang mengandung indikasi metode tarhib terdapat dalam QS At-Taubah: 74: “Mereka orang-orang munafik itu bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak mencapainya; dan mereka tidak mencela Allah dan Rasul-Nya, kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karuni-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, ittu adalah baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

Ibnu Jarir Al-Thabari menjelaskan bahwa, ayat ini turun ketika seorang yang bernama Jalas bin Suwaid bin Ash-Shamit berkata: jika apa yang didatangkan oleh Nabi SAW. itu kebenaran, maka sungguh kita itu lebih sesat daripada keledai. Hal ini diadukan kepada Nabi. Kemudian Suwaid bersumpah atas nama Allah, padahal ia telah mengucapkan kalimat kufur. Turunlah ayat ini dan Nabi pun menasihatinya.

h. Metode Lainnya

Al-Qur’an sabagai kitab suci tidak pernah habis digali isinya. Demikian juga tentang masalah metode pendidikan ini, masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Muzayyin Arifin, misalnya menyebutkan tidak kurang dari 15 metode pendidikan yang dapat diambil dari al-Qur’an yang di antaranya metode-metode yang telah disebutkan di atas. Sedangkan metode lainnya disebbut metode perintah dan larangan, metode pemberian suasana (situasional), metode mendidik secara kelompok (mutual education), metode instruksi, metode bimbingan dan penyuluhan, metode

taubat dan ampunan, dan metode penyajian. Namun, metode-metode yang

23

(31)

disebutkan terakhir ini kurang popular, sedangkan yang popular adalah metode-metode yang disebutkan terdahulu.24

4.

Pondasi Pendidikan Karakter

Ada enam pondasi karakter pada diri manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilakunya dalam hal-hal khusus. Keenam karakter ini dapat dikatakan sebagai pondasi karakter manusia, di antaranya: Respect (penghormatan, Responsibility (tanggung jawab), Citizenship-Civic Duty (kesadaran berwarga-negara), Fairness (keadilan dan kejujuran), Caring (kepedulian dan kemauan berbagi), Trustworthiness (kepercayaan).25

a. Respect (Penghormatan)

Esensi penghormatan adalah untuk menunjukkan bagaimana sikat kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. Ada unsur kagum dan bangga di sini. Dengan memperlakukan orang lain secara hormat, berarti membiarkan mereka mengetahui bahwa mereka aman, bahagia, dan mereka penting karena posisi dan perannya sebagai manusia di hadapan kita. Sebab, biasanya kita tak hormat pada orang yang tidak berbuat baik.

Rasa hormat biasanya ditunjukkan dengan sikap sopan dan juga membalas dengan kebaktian, baik berupa sikap maupun pemberian. Sedangkan, rasa hormat juga bisa berarti bersikap toleran, terbuka, dan menerima perbedaan sekaligus menghormati otonomi orang lain.

Respect atau penghoramatan bukanlah sesuatu hal yang diminta, melainkan diberikan. Jadi, jangan pernah mengharap rasa hormat dengan penuh rekayasa atau memaksa, tetapi harus kita mulai untuk menata sikap dan posisi (serta pesan) diri kita agar orang lain memaksa kita. Jangan

pernah bertanya, “Kenapa mereka tak menghormatisaya?”, tetapi mulailah

24

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet. I, h.

160

25Fatchul Mu’in,

(32)

18

dari perubahan sikap yang membuat kita dihargai dan dihormati. Jika kita tak dihormati orang lain, berarti ada yang salah dengan diri kita, atau ada kesalahan, tetapi tetaplah bukanlah kesalahan orang lain itu.

Ada beberapa karakteristik yang menunjukkan rasa hormat (respect) sebagai berikut:

1) Tolerance (toleransi): sikap menghormati orang lain yag berbeda dengan kita atau yang kadang seakan menentang kita dan memusuhi kita.

2) Acceptance (penerimaan): menerima orang lain yang datang pada kita, mungkin dengan tujuan tertentu. Kita beri kesempatan ia untuk hadir di depan kita untuk menyuarakan kepentingan dan tujuannya, baru kita bisa mengambil sikap terhadap tujuannya.

3) Outonomy (otonomi, kemandirian ketidaktergantungan): kita masih punya sikap dan prinsip kita sendiri, orang lain pun juga demikian. Otonomi adalah hasil pilihan dan pasti punya alasan, kita tak bisa membuat orang lain tergantung pada kita dan memaksa orang lain seperti kita dalam hal tertentu.

4) Privacy (privasi, urusan pribadi): menghormati orang lain berarti memberi mereka kesempatan untuk melakukan kesibukan dalam kaitannya dengan urusan mereka sendiri.

5) Nonviolance (non-kekerasan): prinsip non-kekerasan ini sangat penting bagi karakter kita untuk menunjukkan rasa hormat pada orang lain.

6) Courteous ini adalah sejenis rasa hormat aktif yang dilakukan dengan melakukan sesuatu, atau rasa hormat yang ditunjukkan dengan sikap yang sengaja.

7) Polite: sikap sopan yang ditunjukkan untuk memberikan rasa hormat. Sopan harus dibedakan dengan takut dan sungkan.

8) Concerned: sikap perhatian atas memberikan perhatian pada hal atau orang yang dihormati.26

b. Responsibility (Tanggung Jawab)

Setiap tanggung jawab menunjukkan apakah orang itu punya karakter yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab sering tidak disukai dalam artian bahwa karaker orang tersebut buruk.

Bertanggung jawab pada sesuatu benda, baik mati atau benda hidup berarti melahirkan sikap dan tindakan atas benda itu, nasib dan arah dari benda itu, tidak membiarkannya. Ketika telah memilih seseorang untuk kita ajak berpasangan, tanggung jawab kita adalah menjaga hubungan

26

(33)

dengannya dan tidak mempermainkannya. Istilah orang yang “suka main

-main” identik dengan orang “yang tidak bertanggung jawab,” Berarti di

sini unsur tanggung jawab itu adalah keseriusan.

Dalam contoh lain seperti anak mulai dididik untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban dirinya sendiri. Misalnya mendidik shalat juga berarti membina masa depannya sendiri. Sebagai konsekuensinya berarti anak dididik untuk menentukan pilihan masa depan, menentukan cita-cita dan sekaligus ditanamkan sistem keyakinan.27

c. Civic Duty-Citizenship (Kesadaran dan Sikap Berwarga Negara)

Nilai-nilai sipil (citiv virtues) merupakan nilai-nilai yang harus diajarkan pada individu-individu sebagai warga negara yang memiliki hak sama dengan warga negara lainnya. Nilai-nilai itu harus dijaga agar suatu masyarakat dalam sebuah negara tidak terjadi tindakan yang melanggar hak-hak (terutama hak asasi) warga negara lainnya. Nilai-nilai sipil ini adalah hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh warga negara dalam sebuah negara modern yang diatur oleh kesepakatan konstitusi dan tidak didasarkan pada kehendak segelintir orang.

Singkatnya, karakter yang diperlukan untuk membangun kesadaran berwarga Negara ini meliputi berbagai tindakan untuk mewujudkan terciptanya masyarakat sipil yang menghormati hak-hak individu. Hak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan mendasarnya (makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain); hak untuk memeluk agama dan keyakinan masing-masing tanpa paksaan; hak untuk mendapatkan informasi dan mengeluarkan informasi atau menyatakan pendapat dan pikiran; dan hak politik termasuk memilih partai politik, mendirikan organisasi sosial politik tanpa diskriminasi ideologi politik.

Selain menjamin adanya hak, kita juga berkewajiban, misalnya menghormati orang lain yang secara suku dan agama dan ideologi berbeda; kewajiban ikut mempertahankan Negara dari seragam musuh;

27

Abdul Majid dan Diah Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT

(34)

20

dan lain-lain; Maka, karakter yang diperlukan untuk mendukung terlaksananya itu semua antara lain adalah karakter yang menghasilkan tindakan toleransi dan saling menghormati antar umat beragama; kewajiban untuk menciptakan ketertiban bersama, menjamin tiap-tiap orang bebas untuk berpendapat dan memeluk keyakinan selama ekspresinya tidak melahirkan kekerasan. Nilai-nilai sipil akan berjalan jika tiap warga negara sadar akan hak dan kewajibannya.

d. Fairness (Keadilan)

Sikap adil merupakan kewajiban moral. Kita diharapkan memperlakukan semua orang secara adil. Kita harus mendengerkan orang lain dan memahami apa yang mereka rasakan dan pikirkan atau setidaknya yang mereka katakan. Penilaian atau anggapan yang terburu-buru merupakan suatu yang tidak adil. Adil harus dilakukan baik dalam pikiran dan perbuatan. Kata Jean Marais dalam novel Bumi Manusia karya

Pramoedya Ananta Toer, “Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku

adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.

Dalam membuat kebijakan dan keputusan, yang dikatakan adil adalah jika ia didasarkan atau mempertimbangkan semua fakta, termasuk pandangan yang menentangnya, yang harus dipertimbangkan sebelum keputusan dibuat. keputusan harus didasarkan pada sesuatu pertimbangan yang tak boleh setengah-setengah (impartial decisions), harus menggunakan beberapa kriteria, aturan, dan memenuhi standar bagi semua orang. Anggapan-anggapan yang salah dan terburu-buru harus segera dibenarkan atau dikoreksi.

e. Caring (Peduli)

(35)

menolong orang lain, dan lain-lain merupakan aktivitas yang sangat pendting pada masa ini.28

Istilah lain dengan sifat peduli adalah rasa solidaritas. Ia merupakan integrasi atau tingkat integrasi, yang ditunjukkan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan orang lain. Ia mengacu pada ikatan sosial. Dari mana rasa solidaritas itu muncul? Tentu saja dari perasaan bahwa orang lain atau kelompok lain adalah bagian dari kita dan ketika mereka merasa susah kita merasa harus berbagi dengan mereka.

f. Trustworthiness (Kepercayaan)

Kepercayaan menyangkut beberapa elemen karakter, antara lain sebagai berikut:

1) Integrasi, integrasi merupakan kepribadian dan sifat yang menyatukan antara apa yang diucapkan dan dilakukan. Integrasi berarti keseluruhan (wholeness), bisa diprediksi, konsisten daam pikiran, kata-kata, dan perbuatan, tidak “berwajah ganda”.

2) Kejujuran: apa yang dikatakan adalah benar sesuai kenyataannya. Orang yang jujur adalah orang yang bisa dipercaya, tidak bohong, dan tidak munafik.

3) Menepati janji: apa yang pernah dikatakan untuk dilakukan, makan akan benar-benar dilakukan.

4) Kesetiaan: sikap yang menjaga hubungan dengan tindakan-tindakan untuk menunjukkan baiknya hubungan, bukan hanya memberi, melainkan juga menerima hal-hal positif untuk terjalinnya hubungan.29

5.

Proses Pembentukan Karakter

Proses pembentukan karakter anak merupakan sebuah eksplorasi terhadap nilai-nilai universal yang berlaku di mana, kapan, oeh siapa, warna kulit, paham politik dan agama ynag mengacu kepada tujuan dasar kehidupan. Bahwa nak pada prinsipnya mempunyai hasrat untuk mencapai kedewasaan, menjalin cinta kasih dan memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat secara lebih luas. Pemenuhan ketiga hasrat tersebut

28

Ibid, h. 27

29

(36)

22

merupakan kepuasaan hidup dan sangat tergantung pada kehidupan yang mengacu pada nilai-nilai tertentu sebagai cerminan karakter yang baik.30

Oleh karena itu, karakter yang baik adalah karakter yang berdasarkan nilai-nilai agama sebagai kunci keberhasilan dan kebahagiaan hidup amnesia. Dengan mengamati kondisi yang terjadi saat ini, di mana penghayatan dan pengalaman nilai-nilai agama, etika dan moral yang cenderung merosot sehingga muncul perilaku menyimpang seperti konflik antara agama dan sosial, perkelahian antar pelajar, antar desa dan antar mahasiswa, perusakan lingkungan, penyalahgunaan narkoba, minuman keras dan penyimpangan seksual serta berbagai kejahatan lainnya.

Dalam kehidupan seseorang pasti melalui bermacam-macam pengalaman dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat yang lebih luas. Keseluruhan pengalaman ini termasuk di dalamnya segala bentuk pendidikan yang diterima dan pada akhirnya akan mempengaruhi kesadaran moral serta perkembangan keseluruhan kepribadian anak yang lebih dikenal dengan

“karakter”. Para pakar pendidikan dan psikologi berpendapat, bahwa karakter

dapat dibentuk melalui pendidikan yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Tiga lingkungan pendidikan itu adalah: keluarga, sekolah dan masyarakat.

a. Pembentukan Karakter Melalui Keluarga

Menurut Jafar, Keluarga merupakan kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family) atau keluarga inti. Sedangkan satuan keluarga meliputi lebih dari satu generasi dan satu lingkungan kaum keluarga yang lebih luas disebut keluarga luas atau extended family. Pada hakikatnya keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui kehidupan pernikahan. Keluarga sebagai kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.31

30

H. A. Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini

(Konsep dan Praktik PAUD Islami), (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), cet. I, h. 15

31

Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam, Membumikan Pendidikan Karakter:

(37)

Dalam Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, disebutkan

bahwa “keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya”.32 Kedudukan keluarga menjadi perantara dalam kehidupan masyarakat, alat kontrol sekaligus kekuatan sosial. Dalam konteks sosiologis, keluarga sebagai lembaga sosial dengan mengatur interaksi dan komunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Nilai yang tumbuh dalam keluarga terkait dengan hak dan kewajiban setiap anggota keluarga. Usaha membahagiakan dan menyelamatkan keluarga dari kehancuran dan keruntuhan sebagai usaha nyata penyelamatan Negara.33

Keluarga memiliki fungsi ganda, baik eknomi, perlindungan, religi, rekreasi, biologis, kasih sayang dan status. Keluarga dapat menjalin komunikasi dialogis yang baik dengan cinta kasih. Hal ini tumbuh atas dasar pernikahan sehingga lahirlah rasa persaudaraan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan tentang nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Melalui pernikahan dapat dan akan menumbuhkan kasih sayang yang berakar, membuahkan kesetiaan, sesakit seseorang, serasa dan serasi, seia sekata, saling asah, saing asih dan saling asuh.34

Dalam konteks pendidikan karakter menurut Muslich, menggambarkan bahwa nilai-nilai dasar yang ditanamkan dalam keluarga antara lain:

1) Nilai kerukunan: Kerukunan merupakan salah satu perwujudan budi pekerti. Orang yang memiliki budi pekerti luruh tentu lebih menghargai kerukunan dan kebersamaan dari perpecahan.

2) Nilai ketakwaan dan keimanan: Ketakwaan dan keimanan merupakan pengendali utama budi pekerti.

3) Nilai toleransi: Toleransi adalah mau memperhatikan sesamanya. Dalam keluarga toleransi ini dapat ditanamkan melalui proses saling memperlihatkan dan saling memahami antar anggota keluarga.

32

Rosyadi, op. cit., h. 16

33

Jafar dan Salam, op. cit., h. 49

34

(38)

24

4) Nilai kebiasaan sehat: kebiasaan sehat adalah kebiasaan-kebiasaan hidup yang sehat mengarah pada pembangunan diri lebih baik dari sekarang.35

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa Pengalaman-pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan yang dialami anak dalam keluarga akan menjadi dasar bagi pembinaan moral dan akhlaknya, sehingga sangat mempengaruhi dalam penyesuaian dengan norma-norma lingkungan yang luas di luar rumah. Lingkungan keluarga merupakan penghubung pertama dari nilai-nilai perilaku yang terdapat di lingkungan masyarakat. Untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan, orangtua sebaiknya memerhatikan cara mendidik dan memerhatikan pula ciri-ciri khas dari setiap perkembangan yang dilalui anak, serta melaksanakan sendiri nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pembentukan Karakter Melalui Sekolah

Sekolah merupakan salah satu lingkungan sosial yang dibutuhkan anak. Ia berfungsi memperluas kehidupan sosial anak, tempat anak belajar menyesuaikan diri terhadap bermacam-macam situasi. Mengapa sekolah menjadi penting dalam pembentukan karakter anak?

Perkembangan moral dan spiritual seseorang berjalan seiring dengan perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu, sekolah sebagai wahana pengembangan kognitif anak sangat penting, artinya dalam pembentukan karakter. Dunia sekolah yang sampai saat ini manis menekankan bentuk-bentuk hafalan sebenarnya kurang mendukung pembentuk-bentukan karakter. Belajar untuk menerapkan suatu pelajaran akan lebih membekas dalam diri anak, ketimbang kata-kata dan menghafalnya saja.36

Sekolah juga sebaiknya menyediakan pengasuhan dan kasih sayang bagi pertumbuhan moral anak. Orang dewasa lain dapat berperan sebagai sosok yang dapat diandalkan dalam membentuk karakter anak. Orang dewasa lainnya antara lain adalah guru di sekolah. Karakter gguru sering

35

ibid, h. 63

36

H. A. Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini

(39)

kali menjadi perhatian murid. Perilaku dan sikap guru dalam menciptakan suasana tertentu di dalam kelas dapat mempengaruhi pertumbuhan moral murid. Guru yang memperlihatkan perhatian personal meninggalkan kesan dalam bagi anak didik.37

Selain guru, lingkungan sekolah juga dapat menjadi pengaruh pada pembentukan karakter anak. Anak belajar menerima dan menjalankan aturan atau norma-norma di sekolah. Biasanya seorang anak akan mengaktualisasikan dirinya di antara teman-teman dan gurunya. Kegiatan yang dilakukannya akan lebih banyak ke arah mencoba-coba untuk mencari jati diri. Dengan demikian, lingkungan sekolah adalah tempat pembentukan karakter seseorang yang sifatnya eksploratif.

Guru dan teman-teman sangat mempengaruhi perkembangan tingkah laku anak. Pribadi gurulah yang biasanya menjadi tokoh yang ditiru oleh anak karena pribadi guru merupakan pengganti orangtua. Dengan demikian, guru diharapkan sacara langsung agar dapat membimbing dan mengarahkan tingkah laku anak terhadap hal-hal yang terpuji.

c. Pembentukan Karakter Melalui Masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan dan lembaga pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat dimulai sejak anak-anak lepas dari asuhan keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat dilaksanakan tidak begitu terikat dengan peraturan dan syarat tertentu.38 Masyarakat dapat diartikan pula sebagai komunitas yang amat heterogen dengan berbagai aspeknya. Di dalamnya terdapat kegiatan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, politik, seni budaya, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Semuanya ini merupakan lingkungan yang dapat digunakan kegiatan pendidikan.39

37

H. A. Rahmat Rosyadi, ibid, h. 18

38Armai Arief dan Busahdiar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Wahana Kardofa,

2009), Cet. I, h. 134

39

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),

(40)

26

Di lingkungan masyarakat, sikap anak langsung mengarah pada aspek praktis. Secara otomatis ia akan mempraktikkan nilai-nilai dan norma-norma yang ditanamkan dalam keluarga dan dipelajari di sekolah. Nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sekitarnya tentu saja akan berpengaruh pada pembentukan karakternya, melalui kehidupan di masyarakat, anak senantiasa akan mempraktikkan berbagai aspek nilai dan norma yang berlaku.40

Dengan demikian, lingkungan masyarakat memiliki peran pelaksanaan pendidikan. Karena selain hidup di lingkungan keluarga maupun sekolah, anak juga ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa dalam masyarakat terdapat norma dan tata nilai yang harus dipatuhi. Sehingga norma dan tata nilai inilah yang akan mempengaruhi terhadap perkembangan anak. Masyarakat yang peduli akan pendidikan, maka akan membantu terhadap perkembangan pendidikan karakter anak tersebut, tetapi jika lingkungan masyarakat tidak peduli akan pendidikan justru akan menjerumuskan anak kepada hal yang negatif.

B.Hasil Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan ini disebut juga sebagai tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan paparan tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Dengan tinjauan pustaka ini penelitian seseorang dapat diketahui keasliannya dengan cara mempertegas perbedaan dan persamaan diantara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas oleh penulis.

Sepanjang sepengetahuan penulis, skripsi yang membahas tentang metode memang sudah sangat banyak sekali. Akan tetapi, yang membahas tentang metode yang terkandung didalam ayat Al-Qur’an khususnya surat Al-„A’raf ayat 35-36 baru penulis saja yang mengkajinya secara khusus. Adapun penulis menemukan skripsi yang hampir sama dengan skripsi yang penulis teliti, sebagai berikut:

40

(41)

1. “Metode Pendidikan Islam Dalam Perspektif al-Qur’an Kajian Surat an-Nahl 125-127”. disusun oleh: Cindi Pratiwi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Didalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis melalui pure library research (penelitian kepustakaan). Adapun analisisnya menggunakan metode tafsir tahlili. Hasil penelitiannya ditemukan metode pendidikan Islam dalam surat an-Nahl ayat 125-127 yaitu Hikmah, Al-Mauizah hasanah, Al-Jiddal, Al-Muhtadin, dan Asshobru.41

2. “Metode Pembelajaran Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Surat al-Kahfi ayat 60-82)”. Disusun oleh Ahmad Sajali Yusuf. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis melalui pure library research (penelitian kepustakaan), adapun analisisnya menggunakan tafsir tahlili. Hasil penelitiannya ditemukan metode pembelajaran dalam al-Qur’an di dalam surat al-Kahfi ayat 60-82 yaitu metode hiwar, metode tanya jawab, metode kisah, metode latihan/tajribah, metode pemberian hukuman/punishment dan metode pembiasaan.42

Dari kedua penelitian di atas, dapat diambil persamaan dan perbedaan dalam pembuatan skripsi penulis, sebagai berikut:

a. Persamaannya: Pertama, kedua skripsi di atas sama-sama fokus pada metode pembelajaran. Kedua, metode penelitian menggunakan metode kualitatif. Ketiga. Kedua skripsi di atas sama-sama membahas tentang metode pembelajaran dalam al-Qur’an. Keempat, metode tafsir yang digunakan dalam kedua skripsi di atas menggunakan metode tafsir tahlili.

41

Cindi Pratiwi,Metode Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Qur’an Kajian Surat

an-Nahl ayat 125-127,”Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014),

tidak dipublikasikan.

42

Ahmad Sajali Yusuf,Metode Pembelajaran Dalam al-Qur’an (Kajian Tafsir Surat

Al-Kahfi ayat 60-82,” Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014), tidak

(42)

28

(43)

29 A. Objek dan Waktu Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah mengenai kajian tentang tafsir surat Al-„A’raf ayat 35-36. Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu selama satu semester terhitung dari bulan Mei 2016.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriprif analisis yang menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library Research).

Karena penelitian ini merupakan library research, maka sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sebagaimana

yang dikatakan oleh Maman, “sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan

dan perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah,

jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain sebagainya”.1

C. Fokus Penelitian

Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut

dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.2 Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini, yaitu mengenai tafsir surat Al-„A’raf ayat 35-36.

1

U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada Press, 2006), h. 80

2

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),

(44)

30

Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mengkaji tentang tafsir surat Al-„A’raf ayat 35-36 dan mengkaji tentang metode pendidikan karakter yang terdapat dalam ayat tersebut, serta mencari data-data dan sumber yang membahas mengenai ayat tersebut.

D. Prosedur Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil data dari beberapa sumber buku yang berhubungan dan erat kaitannya dengan pembahasanan

yang akan penulis bahas yang disebut dengan istilah “library research (Penelitian Kepustakaan)” yakni penambilan data dari buku-buku atau karya ilmiah yan berkaitan dengan masalah yang akan dibahas baik berupa tafsir, Al-Qur’an, pendidikan dan akhlak.

Sedangkan dalam pembahasan menggunakan metode deskriptif analisis. Maka prosedur penelitian tafsir surat Al-„A’raf ayat 35-36 adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Dalam skripsi ini penulis mengumpulkan data dari buku-buku atau sumber, yang terdiri dari sumber primer (Sumber Pokok) dan sumber sekunder (Sumber Pendukung), yaitu dengan sumber primer sebagai berikut:

a. Al-Qur’an dan Terjemahnya

b. Kitab-kitab Tafsir, baik karya ulama klasik maupun ulama modern terutama kitab Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab..

Adapun sumber sekunder sebagai berikut:

a. Tafsir yang berkaitan dengan pembahasan.

b. Buku-buku yang berkaitan dengan Al-Qur’an, metode pendidikan, dan pendidikan karakter.

c. Kamus-kamus yang relevan dengan pembahasan.

(45)

2. Analisis Data

Dalam skripsi ini penulis menganalisis data dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan mengumpulkan data secara sistematis dan konsisten, kemudian menganalisis, menyeleksi, menarasikan untuk diambil penarikan kesimpulan.

Dan dalam penafsiran ini menggunakan metode tahlili (analisis) yaitu suatu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan ayat-ayat

al-Qur’an, ayat demi ayat, sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani.3 Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufassir dalam menyusun suatu karya tafsir berdasarkan metode tahlili di antaranya:

a. Menguraikan kata-kata dan lafadz.

b. Menjelaskan arti yang terkandung dalam ayat tersebut. c. Menguraikan kandungan ayat secara umum dan maksudnya. d. Menjelaskan balaghah dan keindahan susunan kalimat.

e. Merumuskan dan menggali hukum-hukum yang terkandung dalam ayat tersebut.

f. Serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya.4

3. Penarikan kesimpulan

Setelah penulis mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini, kemudian penulis menganalisis dan menarasikan untuk diambil kesimpulan.

3

M. Ali. Hasan, Studi Islam: Al-Qur’an dan Sunnah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2000), Cet. I, h. 215

4

(46)

33

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Kajian Tafsir Surat al-A’raf Ayat 35-36

1. Teks dan Terjemah Surat al-A’raf Ayat 35-36





























































































35. Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka Barangsiapa yang bertakwa dan Mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

36. dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

2. Sejarah Surat al-A’raf

Surah al-A’raf yang berjumlah 206 ayat termasuk golongan surah Makiyyah, diturunkan sebelum surah al-An’am dan termasuk golongan surah

as-sab’ut-tiwal (tujuh surah yan panjang). Dinamakan Al-A’raf karena

perkataan al-A’raf terdapat dalam ayat 46 yang menemukakan tentang keadaan orang-orang yang berada di atas al-A’raf, yaitu: tempat yang tertinggi di batas surga dan neraka.1

Surah ini juga yang memperkenalkannya dengan nama Alif-Lam-Shad karena ia merupakan ayatnya yang pertama. Meski demikian, kita tidak dapat

1Ahsin Sakho Muhammad, Se

Referensi

Dokumen terkait

2) Bibit kentang yang dihasilkan berupa bibit kentang unggul bermutu sehingga mampu menghasilkan umbi konsumsi berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar domestik dan

Dari hasil kuesioner terhadap responden yang belum pernah menggunakan jasa boga untuk acara pernikahan (responden kelompok pertama) dapat diketahui faktor-faktor yang

Masyarakat yang menguasai dua atau beberapa bahasa harus memilih salah satu bahasa jika mereka akan berkomunikasi. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan

Perencanaan SDM perlu karena efektifnya suatu organisasi pada setiap tingkat hirearki sangat tergantung dari ketrampilan para karyawan dalam menangani tugas

Zato: prodana količina = tržni potencial x • število gospodinjstev po prodajnih področjih Slovenije • odstotek ciljnih odjemalcev bučnega olja, ki se zavedajo ne samo imena

Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan

LAMPIRAN IV Uji Validitas dan Reliabilitas untuk Variabel Kinerja Karyawan Y1 Pengujian menggunakan bantuan software SPSS ver.14, dengan nilai rtabel untuk 63 responden adalah

Perhitungan analisis dilakukan dengan program SAP 2000 dan cara manual dengan program Ms Excel untuk mengetahui dmensi struktur kolom dan balok pada gedung