• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai pendidikan ibadah yang terkandung dalam surat al-hajj ayat 41

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-nilai pendidikan ibadah yang terkandung dalam surat al-hajj ayat 41"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

i

NIM : 106011000044

Fak/Jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam

Judul : Nilai-nilai Pendidikan Ibadah yang Terkandung dalam Surat al- Hajj ayat 41

Skripsi ini mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan ibadah. Pembahasan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan ibadah yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 41.

Pendidikan ibadah merupakan proses membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan sifat-sifat yang berguna bagi kehidupan manusia dalam menyempurnakan hakikat kemanusiaannya, semua ini bersumber dari penghambaan diri, penundukan diri, dan penghinaan diri dihadapan sang pencipta.

Untuk memperoleh data yang representatif dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan riset kepustakaan dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisa buku-buku, ada relevansinya dengan masalah penelitian. Kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis. Adapun jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif.

(2)

ii

meskipun masih belum sempurna.

Shawalat beriring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad

SAW, yang telah membawa kedamaian dan rahmat untuk semesta alam. Atas jerih

payah beliau kita berada di bawah bendera Islam.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini, terselesaikan atas dukungan dari

dosen, orang tua, rekan dan lainnya. Banyakanya pihak yang turut mendukung

penyelesaiannya, membuat penulis tidak mungkin menyebutkannya satu-persatu,

namun di bawah ini akan kami sebutkan mereka yang memiliki andil besar atas

terselesaikannya skripsi ini:

1. Kedua Orang Tua penulis (H. Balyah dan Hj. Rohmanah) yang telah merawat

dan mendidik dengan penuh kasih sayang secara tulus, mendo’akan dan mencukupi moril dan materil kepada penulis sejak kecil sampai sekarang dan

seterusnya (kasih sayang mereka tidak pernah terputus sepanjang hayat),

kakak tercinta Hijazi, Kholisah, Bahjah, Cherman, Maimunah serta adikku

Qori Amaliah yang selalu mendorong penulis agar skripsi ini dapat segera

diselesaikan.

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M. A, beserta seluruh staffnya.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam bapak Bahrissalim, M.Ag dan

seketaris Jurusan Pendidikan Agama Islam bapak Drs. Sapiuddin Shidiq, MA

beserta seluruh staffnya.

4. Bapak Dr. Anshori, M.A, LAL yang telah sabar dan meluangkan waktunya

(3)

iii

dapat bermanfaat dikemudian hari.

6. Bapak pimpinan beserta para staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan

Fakulatas Tarbiyah dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan

kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian

skripsi ini.

7. Teman-temanku Mahasiswa UIN Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan

2006 khususnya kelas “B” (Arief selaku editor skripsi penulis, Ansori, Deden, Naseh, Roni, Yudi, Azis), sahabat-sahabat PPMPK serta Ibnu dan Fadhil yang

selalu memberikan support dan semangat kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala

dari rahmat Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbal alamin.

Jakarta, 19 Oktober 2010

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Pembatasan Masalah... 5

D. Perumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Metode Penelitian... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Nilai-nilai Pendidikan 1. Pengertian Nilai... 7

2. Pengertian Pendidikan... 8

3. Pengertian Pendidikan Islam... 10

4. Tujuan Pendidikan Islam... 11

5. Dasar Pendidikan Islam... 15

B. Ibadah 1. Pengertian Ibadah... 18

2. Dasar hukum Ibadah... 21

3. Macam-macam Ibadah... 24

4. Ruang Lingkup Ibadah... 26

(5)

v

A. Teks Ayat dan Terjemahnya... 30

B. Tafsir Ayat... 30

BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN IBADAH YANG

TERKANDUNG DALAM SURAT AL-HAJJ

AYAT 41

1. Pendidikan Shalat... 37

2. Pendidikan Zakat... 53

3. Pendidikan Amr Ma’ruf dan Nahi Munkar...

66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 77

B. Saran... 78

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟anul Karim adalah “mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya

selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah swt.

kepada Rasulullah, Muhammad saw. untuk mengeluarkan manusia dari

suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan

yang lurus.”1

Al-Qur‟an memuat begitu banyak aspek kehidupan manusia. Tak ada

rujukan yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur‟an yang

hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya, baik yang tersurat maupun yang

tersirat, serta tak akan pernah habis untuk digali dan dipelajari.

Ketentuan-ketentuan hukum yang dinyatakan dalam al-Qur‟an dapat diberlakukan

dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun, selama tidak ada larangan

atau hambatan bagi umat Islam untuk melaksanakannya.

Al-Qur‟an sebagai ajaran suci umat Islam, di dalamnya berisi petunjuk

menuju ke arah kehidupan yang lebih baik, tinggal bagaimana manusia

memanfaatkannya. Menanggalkan nilai-nilai yang ada di dalamnya berarti

1

(7)

menanti datangnya masa kehancuran. Sebaliknya, kembali kepada al-Qur‟an

berarti mendambakan ketenangan lahir dan batin, karena ajaran yang terdapat

dalam al-Qur‟an berisi kedamaian.

Al-Qur‟an mengandung tiga hal:

1. Yang berkaitan dengan iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab,

rasul-rasul dan hari akhir. Pembahasan ini terdapat dalam ilmu kalam (tauhid)

atau disebut juga ilmu ushûl al-dîn.

2. Yang berkaitan dengan gerak-gerik hati dan sifat yang mengandung

anjuran untuk memperindah akhlak. Pembahasan ini terdapat dalam ilmu

akhlak.

3. Yang berkaitan dengan anggota badan, di antaranya yang berbentuk

perintah-perintah untuk dilaksanakan, larangan-larangan untuk dijauhi

dan yang berbentuk pilihan. Masalah ini merupakan pembahasan para

fuqahâ.2

Dari penjelasan tentang kandungan al-Qur‟an yang telah dijelaskan oleh

Syaikh Muhammad Hudory, penulis berasumsi bahwa al-Qur‟an

mengkhususkan pada tiga aspek:

1) Berkaitan dengan masalah ketauhidan. Seperti pengenalan tentang

sifat-sifat ketuhanan, meyakini adanya malaikat, mempercayai para rasul,

mempercayai kepada kitab-kitab Allah, mempercayai adanya hari akhir,

serta mempercayai kepada qada dan qadar.

2) Berkaitan dengan masalah akhlak. Antara lain menjunjung kehormatan

kaum Muslimin, taubat, husn al-zhan (positive thinking) kepada orang lain, serta amr ma‟ruf nahi munkar.

3) Berkaitan dengan masalah ibadah. Seperti salat, zakat, puasa, serta haji.

Sebagai salah satu contoh tentang nilai-nilai al-Qur‟an tersebut diatas

dapat ditemukan dalam surat al-Hajj/22 ayat 41.



























2
(8)

“Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Q.S. Al-Hajj/22: 41)

Di dalam ayat ini terdapat nilai-nilai ibadah yang bisa dijadikan sandaran

bagi umat Islam dalam melangsungkan kehidupan ibadahnya. Nilai-nilai

tersebut berupa salat, zakat, dan amr ma‟ruf dan nahi munkar. Tentunya

dalam memahami ayat ini agar dapat dipergunakan dalam kehidupan

sehari-hari diperlukan adanya proses memahami atau yang biasa disebut dengan

proses pembelajaran. Proses pembelajaran itu sendiri tidak mungkin

dilakukan tanpa adanya komponen-komponen pendukung seperti orang yang

berusaha memahami, orang yang memberikan pemahaman, dan sesuatu yang

akan dipahami. Semua proses pembelajaran ini jika dilakukan dengan tanpa

adanya paksaan maka dapat disebut pendidikan.

Memang dalam ayat ini tidak tertuang kalimat “pendidikan” secara

tersurat. Akan tetapi secara tersirat, ayat ini memberikan indikasi adanya

pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah “usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.”3 Dengan definisi pendidikan yang telah disebutkan, maka jelaslah

bahwa dalam pelaksanaan suatu ibadah memerlukan pendidikan. Karena tidak

mungkin seseorang langsung dapat melaksanakan suatu ibadah tanpa adanya

pendidikan atau dalam hal ini usaha secara sadar untuk mengetahui hal-hal

yang dibutuhkan dalam terlaksananya ibadah tersebut. Setelah terjadinya

proses pendidikan ibadah yang kemudian diiringi dengan pengamalan,

otomatis akan muncul nilai-nilai dari pelaksanaan ibadah tersebut.

3

(9)

Namun nampaknya melihat fenomena yang terjadi di dalam kehidupan

umat manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur‟an

yang telah disebutkan dalam surat al-Hajj ayat 41. Akibatnya bentuk

penyimpangan terhadap nilai-nilai tersebut banyak terjadi di setiap lapisan

masyarakat muslim. Hal ini dapat terlihat dari berbagai peristiwa yang terjadi

di masyarakat, seperti menganggap remeh ibadah, kurangnya rasa saling

menghormati orang lain, dan pelanggaran hukum-hukum syariat lainnya.

Hal ini terjadi disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat

terhadap pentingnya arti ibadah tersebut. Sebagaimana pengertian ibadah

dalam Kamus Istilah Fiqih, “ibadah yaitu memperhambakan diri kepada Allah dengan taat melaksanakan segala perintah dan anjuran-Nya, serta

menjauhi segala larangan-Nya karena Allah semata; baik dalam bentuk

kepercayaan, perkataan maupun perbuatan. Orang beribadah berusaha

melengkapi dirinya dengan perasaan cinta, tunduk dan patuh kepada Allah

swt.”4

Untuk itu, diperlukan upaya strategis untuk memulihkan kondisi tersebut

dengan cara menumbuhkembangkan kembali rasa cinta terhadap nilai-nilai

pendidikan ibadah yang terkandung dalam al-Qur‟an. Karena dengan adanya

rasa cinta terhadap hal tersebut, maka akan tumbuh kesadaran untuk

menerapkan nilai-nilai pendidikan ibadah dalam setiap aspek kehidupan.

Dari latar belakang diatas, penulis berpendapat bahwa kurangnya

penerapan nilai-nilai pendidikan ibadah menjadi salah satu faktor penyebab

merosotnya moral masyarakat muslim. Atas dasar pertimbangan tersebut di

atas, maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dan dituangkan ke

dalam skripsi dengan judul: “Nilai-nilai Pendidikan Ibadah yang Terkandung dalam Surat Al-Hajj ayat 41.”

4

(10)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas

dalam tulisan ini yaitu:

1. Nilai-nilai pendidikan ibadah yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat

41.

2. Penerapan nilai-nilai pendidikan ibadah yang terkandung dalam surat

al-Hajj ayat 41.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi

masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu: nilai-nilai pendidikan

ibadah yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 41. Nilai-nilai pendidikan

tersebut meliputi:

1. Nilai pendidikan ibadah salat yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat

41.

2. Nilai pendidikan ibadah zakat yang terkandung dalam surat a-Hajj ayat

41.

3. Nilai pendidikan ibadah amr ma‟ruf nahi munkar yang terkandung dalam

surat al-Hajj ayat 41.

D. Perumusan Masalah

Untuk memudahkan dalam perumusan masalah penulisan skripsi ini,

penulis bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas. Maka penulis dapat

merumuskan masalah yaitu: “nilai-nilai pendidikan ibadah apa saja yang

terkandung dalam surat al-Hajj ayat 41?”

E. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

melalui penelitian ini adalah:

1. Penulis ingin menjelaskan nilai-nilai pendidikan ibadah salat yang

terkandung dalam surat al-Hajj ayat 41

2. Penulis ingin menjelaskan nilai-nilai pendidikan ibadah zakat yang

(11)

3. Penulis ingin menjelaskan nilai-nilai pendidikan ibadah amr ma‟ruf nahi

munkar yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 41

F. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, penulis memberikan beberapa manfaat

dalam penelitian ini yaitu:

1. Hasil penelitian ini sedikit banyaknya dapat menambah kontribusi dalam

ilmu pengetahuan khususnya di bidang tafsir.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para pembaca.

3. Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti

oleh penulis berikutnya.

G. Metode Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan riset kepustakaan, yaitu

dengan menggunakan al-Qur‟an dan tafsirannya sebagai sumber utama

dalam penulisan dalil-dalil yang berkaitan dengan pembahasan skripsi

seperti: Tafsir al-Misbah, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Azhar dan Tafsir

Fi Zhilalil Qur‟an, serta buku-buku ilmiah yang relevan sebagai sumber

penulisan skripsi.

2. Metode Penelitian

Adapun metode pembahasan tafsir dalam skripsi ini adalah metode

deskriptif analisis yaitu penulis menganalisis masalah yang akan dibahas dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan berupa ayat-ayat

al-Qur‟an yang berkaitan dengan apa yang akan ditafsirkan, hadits-hadits

dan pendapat para mufassir. Kemudian menganalisa pendapat para

mufassir, selanjutnya membuat kesimpulan.

3. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang

(12)

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Nilai-nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai

Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan “sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan

manusia sesuai dengan hakikatnya.”1

Selanjutnya, di dalam buku Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, Mohammad Noor Syam menyatakan bahwa: “nilai ialah suatu penetapan atau suatu kualitas sesuatu objek yang menyangkut

suatu jenis apresiasi atau minat.”2

Lebih lanjut dikatakan bahwa: “nilai itu

sungguh-sungguh ada dalam arti bahwa ia praktis dan efektif di dalam jiwa

dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat.

Nilai-nilai itu sungguh suatu realita dalam arti bahwa ia valid sebagai suatu

cita-cita yang benar yang berlawanan dengan cita-cita yang palsu atau bersifat

khayali.”

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. II, h. 783.

2

(13)

Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika. Etika juga

sering disebut dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai

tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek

kehidupannya. Sumber-sumber etika dan moral bisa merupakan hasil

pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideologi bahkan dari agama. Dalam

konteks etika pendidikan Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling

shahih adalah al-Qur‟an dan al-Sunnah Nabi saw. yang kemudian

dikembangkan dengan hasil ijtihad para ulama. Nilai-nilai yang bersumber

kepada adat istiadat atau tradisi dan ideologi sangat rentan dan situasional.3

Dari definisi-definisi di atas, penulis menyimpulkan nilai ialah sifat-sifat

yang berguna bagi kehidupan manusia dalam menyempurnakan hakikat

kemanusiaannya yang hal tersebut merupakan sebuah ketetapan yang didapat

dari sebuah objek dalam segala jenis minat atau apresiasi.

2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata “didik”,lalu kata ini mendapat awalan “me-”

sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam

memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan

pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.4

Sedangkan arti pendidikan menurut istilah yang dikemukakan oleh para

ahli pendidikan beraneka ragam. Di antaranya sebagai berikut:

Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

“proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang atau

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;

proses, cara, dan perbuatan mendidik.”5

Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, dinyatakan bahwa: “Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

3

Said Agil Husin Al-Munawwar, Aktualisasi Nila-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam, ( Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), Cet. II, h. 3.

4

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Pustaka, 1997), h. 10.

5

(14)

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara.”6

Sementara Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan adalah

pengembangan pribadi dalam semua aspeknya.” Dengan penjelasan bahwa

yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain

(guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati. Jelasnya pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang

secara maksimal.7

Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan adalah “bimbingan atau

pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan

rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.8

M. Ngalim Purwanto mendefinisikan pendidikan adalah “segala usaha

orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin

perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.” Atau lebih jelas

lagi, pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang

dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar

berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.9

M. Alisuf Sabri dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Pendidikan

mengemukakan berbagai pengertian pendidikan dari para ahli didik, yaitu:

1. Lengeveld: Mendidik ialah mempengaruhi anak dalam upaya membimbingnya agar menjadi dewasa. Usaha membimbing haruslah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Oleh karena itu pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak yang diarahkan kepada tujuan pendidikan.

6

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional; Undang-Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 3.

7

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. II, h. 26-27.

8

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1989), Cet. VIII, h. 19.

9

(15)

2. Hoogveld: Mendidik ialah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri.

3. SA. Branata, dkk: Pendidikan ialah usaha yang disengaja diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.

4. Ki Hajar Dewantara: Mendidik ialah menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.10

Berdasarkan keseluruhan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh si pendidik untuk

perkembangan jasmani dan rohani peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan atau latihan menuju terbentuknya kepribadian yang

bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya yang akan datang.

Dengan demikian di dalam pendidikan terdapat beberapa unsur, di

antaranya:

1. Usaha; usaha itu bersifat bimbingan dan dilakukan secara sadar,

2. Ada pendidik,

3. Ada yang dididik,

4. Bimbingan mempunyai dasar dan tujuan, dan

5. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.

Dari definisi di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa,

nilai-nilai pendidikan atau nilai-nilai-nilai-nilai dalam pendidikan adalah sifat-sifat atau

hal-hal yang penting atau berguna bagi manusia untuk perkembangan jasmani

dan rohani melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang

dapat mengarahkan potensi personal manusia tersebut menuju terbentuknya

kepribadian yang bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya yang akan

datang.

3. Pengertian Pendidikan Islam

Definisi pendidikan secara umum di atas telah mendapatkan atribut Islam

sehingga menjadi pendidikan Islam. Pendidikan yang sebagaimana telah

disebutkan definisinya dengan pendidikan Islam mempunyai perbedaan.

10

(16)

Perbedaan tersebut antara lain pada tujuan pendidikan secara khusus, yaitu

pendidikan pada umumnya bertujuan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pendidikan Islam adalah “suatu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan

hukum-hukum agama Islam, menuju kepada terbentuknya kepribadian utama.

Kepribadian utama menurut Islam tersebut adalah peribadi yang memiliki

nilai-nilai agama Islam, bertanggung jawab dan sejalan dengan pedoman

al-Qur‟an serta hadits.” Demikian Ahmad D. Marimba mendefinisikan

pendidikan Islam. Dan tampaknya dalam proses pendidikan Islam ini ia

menekankan pada aspek pembentukan akhlak.

Zuhairini dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah “usaha yang diarahkan pada pembentukan

kepribadian seseorang yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya

dengan ajaran Islam dapat berfikir, membuat suatu keputusan dan bertindak

berdasarkan nilai Islam serta bertanggung jawab sesuai dengan

nilai-nilai Islam pula.”11

M. Arifin berpendapat, pendidikan Islam adalah “sistem pendidikan yang

dapat memberikan kemampuan seseoranguntuk memimpin kehidupannya

sesuai dengan cita-cita Islam karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan

mewarnai corak kepribadiannya.”12

Sedangkan bagi Ahmad Tafsir, pendidikan Islam ialah “bimbingan yang

diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara

maksimal sesuai dengan ajaran Islam.”13 Atau dengan kata lain bimbingan

terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.

4. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan agama Islam secara umum adalah ”meningkatkan

keimanan, pemahaman, pengetahuan, pengalaman peserta didik tentang

agama Islam. Sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa

11

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h. 290. 12

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :Bumi Aksara, 2000), h. 10. 13

(17)

kepada Allah swt serta berakhlak mulia dan berguna bagi masyarakat, agama

dan negara.14

Secara khusus pendidikan Islam sesuai dengan falsafah dan pandangan

hidup yang telah digariskan oleh al-qur‟an, paling tidak mempunyai dua

tujuan:

1. Tujuan keagamaan, maksudnya ialah beramal untuk akhirat, sehingga ia

menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah SWT yang

diwajibkannya.

2. Tujuan ilmiah, maksudnya ialah apa yang diungkapkan oleh pendidikan

modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.15

Menurut al-Syaibani, beliau menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi

tiga tujuan, yaitu:

1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. 2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku

masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan dalam kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.

3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.16

Zuhairini mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan agama islam adalah

membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim sejati, beriman teguh,

beramal saleh serta berakhlak mulia dan berguna bagi masyarakat, agama dan

negara.17

Tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah

pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan

“kehendak” Tuhan yang sesuai dengan syari‟at Islam, serta mengisi tugas

14

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), Cet III, h. 79.

15

Departemen Agama RI, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), h. 3.

16

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam..., h. 49. 17

(18)

kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan

utama pendidikannya.

Secara praktis Muhammad Athiyah al-Abrasyi, menyimpulkan bahwa

tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran, yaitu :

1. Membentuk akhlak mulia

2. Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat

3. Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya

4. Menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik

5. Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.18

Imam al-Ghazali, sebagaiman dikutip Zainuddin dalam buku seluk-beluk

pendidikan dari al-ghazali, memandang dan membagi tujuan-tujuan

pendidikan menjadi tiga aspek, yaitu

1. Aspek keilmuan, yang bertujuan agar manusia senang berfikir,

menggalakkan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga

menjadi manusia yang cerdas dan terampil.

2. Aspek kerohanian, yang menghantarkan manusia agar berakhlak mulia dan

kepribadian yang kuat.

3. Aspek ke-Tuhanan, yang mengantarkan manusia beragama agar dapat

mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Abdullah al-Misri secara secara lebih spesifik memberikan poin-poin

sebagai tujuan pendidikan Islam :

1. Memperkenalkan kepada generasi muda tentang aqidah Islam, dasar ibadah dan pelaksanaannya dengan benar sehingga mereka dapat menghormati agamanya sendiri.

2. Menumbuhkan kesadaran agama yang benar kepada diri seseorang mengenai agama termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia.

3. Menanamkan keimanan kepada Allah, malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab dan hari akhir berdasarkan pada kesadaran yang benar.

4. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan dalam adab dan pengetahuan keagamaan dan untuk mengikuti hukum-hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan.

18

(19)

5. Menanamkan rasa cinta dan penghargaan pada al-qur‟an dengan membacanya secara baik, memahaminya, dan mengamalkan ajaran-ajarannya.

6. Menumbuhkan rasa bangga pada sejarah dan kebudayaan islam dan

syuhada serta mengikuti jejak mereka.

7. Menumbuhkan rasa senang, optimis, kepercayaan diri, tanggung jawab, menghargai kewajiban, tolong menolong atas kebaikan dan takwa, kasih sayang, cinta kebaikan, sabar, berjuang untuk kebaikan, memgang teguh prinsip, berkorban untuk islam dan tanah air, serta siap untuk membelanya. 8. Mendidika naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda serta menguatkannya dan nilai-nilai, membiasakan mereka menahan emosi dan menyuburkan motivasinya, serta mengajarkan adab sopan santun.

9. Menanamkan iman yang kokoh kepada Allah, semangat keagamaan dan akhlak pada diri mereka. Serta menanamkan rasa cinta, zikir, takwa dan takut kepada Allah

10.Membersihkan hati mereka dari rasa dengki, benci kekerasan, tipuan, khianat, nifak, ragu, perpecahan dan perselisihan.19

Dalam hal ini Abuddin Nata mencoba memberikan cirri-ciri tujuan

pendidikan Islam. Antara lain adalah :

1. Mengarahkan manusia agar mejadi khalifah Tuhan di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan melaksanakan tugas-tugas kemakmuran dan mengolah bumi sesuai dengan kehendaknya.

2. Mengarahkan manusia agar setiap pelaksanaan tugas kekhalifahannya dilaksakan dalam rangka beribadah kepada Allah sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan.

3. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia sehingga fungsi kekhalifahannya tidak disalah gunakan.

4. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmani manusia agar memiliki keterampilan, ilmu, serta akhlak sebagai pendukung tugas kekhalifahannya.

5. Mengarahkannya kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.20

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

tujuan pendidikan Islam adalah:

1. Membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang saleh,

teguh imannya, taat beribadah dan berakhlak mulia.

19

Abdullah al-Misri, Lamhah Fi Wasail At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Gayatuha, (Beirut : Daar al-fikri), h. 245.

20

(20)

2. Membina dan mengarahkan manusia supaya bertakwa serta dapat

menunaikan hak-hak Allah, sebagai wujud pengabdiannya dalam tugasnya

sebagi khalifah di bumi.

3. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya sehingga ia

memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang dapat digunakan guna

menunjang kehidupan dan tugas kekhalifahannya.

4. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia

dan di akhirat

5. Dasar Pendidikan Islam

Dasar secara bahasa, berarti asas, fundamen, pokok atau pangkal segala

sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).21 lebih lanjut dikatakan bahwa, dasar

adalah landasan berdirinya sesuatu. Fungsi adalah memberikan arah kepada

tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya

sesuatu.22

Pendidikan Islam sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang

pendidikan dan pembinaan kepribadian tertentu memerlukan dasar atau

landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Dasar ilmu pendidikan

Islam adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber pada

al-Qur‟an dan as-Sunnah Rasulullah saw dan ijtihad (hasil pikir manusia). Dasar

inilah yang membuat ilmu pendidikan ini disebut sebagai ilmu pedidikan

Islam. Tanpa dasar ini, maka tidak akan ada ilmu pendidikan Islam.

1. Al-Qur’an

Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahwu yang disampaikan oleh

malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung

ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek

kehidupan melalui ijtihad. Ajaran berhubungan dengan masalah keimanan

yang disebut akidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut

syari‟ah.23

21

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, kamus..., h. 121. 22

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1994), Cet. I, h. 12. 23

(21)

Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, (pada masa awal

pertumbuhan Islam) telah menjadikan al-Qur‟an sebagai sumber pokok

serta dasar pendidikan Islam. Kedudukan al-Qur‟an sebagai sumber pokok

pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat al-Qur‟an itu yang berbunyi :

surat Al-Alaq 1-5





























































“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Al-Qur‟an diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan sebagai

pedoman hidupnya. Sebab pada dasarnya al-Qur‟an banyak membahas

tentang berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan

tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku

bangunan pendidikan yang dibutuhkan manusia. Hal ini tidak aneh

mengingat al-Qur‟an merupakan kitab hidayah, dan seseorang bisa

memperoleh hidayah tiada lain atas kehendak Allah, karena pendidikan

yang benar serta ketaatannya.

Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur‟an secara garis besar mempunyai

tiga tujuan pokok, diantaranya :

1. Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan, dan kepastian akan adanya hari pembalasan.

2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.

3. Petunjuk mengenai syari‟ah dan hukun dengan jalan menerangkan

(22)

“Al-Qur‟an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang harus

ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat” 24

2. Al-Sunnah

Dasar yang kedua setelah al-Qur‟an ialah al-Sunnah Rasulullah saw,

amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam proses perubahan sikap

hidup sehari-hari tersebut menjadi dasar utama pendidikan Islam setelah

al-Qur‟an, karena Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi

umatnya, sebagaimana firmannya dalam surah al-Ahzab ayat 21 berikut

ini:











































”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Al-sunnah menurut bahasa artinya jalan; baik terpuji maupun tercela.

Sedang kan menurut istilah ahli hadis, ”sunnah ialah segala yang

dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran, sifat,

keadaan, maupun perjalanan hidup beliau: baik yang berupa yang

demikian itu terjadi sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul”.25

3. Ijtihad

Ijtihad yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki

oleh ilmuan syariat Islam untuk menetapkan atau menentukan suatu syariat

Islam dalam hhal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh

al-Qur‟an dan as-Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh

aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada

al-Qur‟an dan as-Sunnah.26

Ijtihad dalam bidang pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur‟an

dab as-sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan

24

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, ( Bandung : Mizan, 1997), Cet. XXVI, h. 40. 25

M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: Angkasa, 1994), Cet. II, h. 12. 26

(23)

Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhiubungan langsung

dengan kebutuhan hidup manusia, pada kondisi dan situasi tertentu.

Teori-teori pendidikan baru dari hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam

dan kebutuhan hidup.

Dengan demikian, untuk melengkapi dan merealisasikan ajaran Islam

itu memang sangat dibutuhkan ijtihad. Sebab globalnya al-Qur‟an dan

sunnah belum menjamin tujuan pendidikan Islam tercapai. Dalam hal ini,

pemikiran para ahli pendidikan muslim adalah salah satu bentuk ijtihad

dibidang pendidikan yang bisa dijadikan salah satu rujukan bagi kaum

muslimin dalam bidang pendidikan Islam.

B. Ibadah

1. Pengertian Ibadah

Ibadah mengandung banyak pengertian berdasarkan sudut pandang para

ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing ahli. Dalam hal ini

penulis melihat pengertian ibadah yang dikemukakan oleh berbagai ahli.

Secara etimologi "kata „ibadah‟ diambil dari bahasa Arab

yang berarti beribadah atau menyembah".27

Pengertian ibadah yang lebih mencakup segala esensinya dirumuskan oleh

para ulama secara terminologi adalah:

"Ibadah adalah suatu nama (konsep) yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun berbentuk perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi (dalam batin)".28

Yusuf al-Qardhawi, sebagaimana yang beliau kutip dari Abu al-A‟la al

-Maududi, berpendapat bahwa ibadah ialah “rasa tunduk seseorang kepada

27

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 886.

28

(24)

orang lain karena kebesaran dan kegagahannya, kemudian ia membatasi

kemerdekaan dan kebebasan dirinya, serta patuh secara mutlak kepadanya.”29

Di dalam Kamus Istilah Fiqih, “ibadah yaitu memperhambakan diri kepada Allah dengan taat melaksanakan segala perintah dan anjuran-Nya,

serta menjauhi segala larangan-Nya karena Allah semata; baik dalam bentuk

kepercayaan, perkataan maupun perbuatan. Orang beribadah berusaha

melengkapi dirinya dengan perasaan cinta, tunduk dan patuh kepada Allah

swt.”30

Menurut Abu Ahmadi dan Noor Salim dalam bukunya Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, pengertian ibadah terbagi kepada dua yaitu:

1. Ibadah secara umum berarti ibadah yang mencakup perilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat rida Allah swt.

2. Ibadah secara khusus ibadah adalah perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah swt dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. atau disebut ritual, seperti: salat, zakat, puasa, dan lain-lain.31

Secara menyeluruh kita dapat memahami bahwa ibadah itu ialah

penghambaan diri, penundukan diri, dan penghinaan diri dihadapan sang

pencipta baik secara ucapan, perbuatan, dan gerak-gerik hati pada saat sendiri

maupun di keramaian, yang diiringi dengan rasa ikhlas, rida, dan cinta dengan

apa yang Ia perintahkan untuk dilaksanakan dan menjauhi apa pun yang Ia

larang.

Kata ibadah diartikan berbeda menurut pandangan para ahli dalam

bidangnya masing-masing :

a. Pengertian ibadah menurut ahli bahasa

Ahli bahasa mengartikan dengan: taat, menurut, mengikut, tunduk. Dan mereka mengartikan juga dengan: tunduk yang setinggi-tingginya, dan dengan doa.

b. Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid

29

Yusuf al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, penerjemah. Umar Fanani, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1998), h. 37.

30 M. Abdul Majieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih..., h. 109. 31

(25)

Ulama tauhid mengartikan ibadah dengan:

"Meng-Esakan Allah, menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya dengan sepenuh hati ta'zhim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kita kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)".32

Dalam pengertian ini, ibadah ialah mengesakan yang disembah,

diyakini dengan keyakinan bahwa Dialah Yang Mahaesa, baik secara zat,

sifat, dan perbuatan.

c. Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak

Ulama akhlak mengartikan ibadah dengan :

"Mengerjakan segala taat badaniah dan menyelenggarakan segala syari'at(hukum)".

Dalam pengertian ini, masuk akhlak (budi pekerti) dan masuk pula

segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas seorang

pribadi), baik mengenai diri sendiri maupun mengenai keluarga dan

masyarakat bersama.

d. Pengertian ibadah menurut ulama Tasawuf

Adapun ulama tasawuf mengartikan ibadah dengan:

"Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginannafsunya untuk membesarkan Tuhannya".

Dalam pengertian ini, ibadah ialah kemampuan seorang muslim yang

sudah menjadi mukallaf untuk meninggalkan apa yang diinginkan oleh

hawa nafsunya karena mengagungkan Allah swt.

Pengertian ibadah menurut pengertian ahli tasawwuf terbagi tiga:

1. Beribadah kepada Allah karena mengharap benar akan memperoleh

pahala-Nya atau karena takut akan siksa-Nya.

32

(26)

2. Beribadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu mulia,

dilakukan oleh yang mulia jiwanya.

3. Beribadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak

disembah, dengan tidak mempedulikan apa yang akan diterima, atau

diperoleh dari pada-Nya.

e. Pengertian ibadah menurut ulama Fuqaha : Dalam pengertian fuqaha, ibadah itu adalah :

"Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharappahala-Nya di akhirat".

Dalam pengertian ini, ibadah ialah segala jenis ketaatan yang

dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan rida Allah Taala serta

mengharap pahala yang Allah berikan di akhirat nanti.33

Dari kelima pengertian ibadah menurut para ahli, penulis

menyimpulkan ibadah ialah mengikuti, menurut, serta tunduk dengan

seluruh jiwa dan raga dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi

larangan-Nya serta meyakini dengan sepenuh hati terhadap keesaan Allah

swt dalam segala hal, di antaranya yang berkaitan dengan akhlak dan

kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang bermasyarakat,

walaupun semua perintah dan larangan itu bertentangan dengan keinginan

hawa nafsu. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan keridaan Allah swt dan

mengharapkan pahala-Nya di akhirat kelak.

Secara menyeluruh penulis memahami bahwasanya nilai-nilai

pendidikan ibadah itu ialah proses membimbing, melatih, mengajar dan

menanamkan sifat-sifat yang berguna bagi kehidupan manusia dalam

menyempurnakan hakikat kemanusiaannya. Semua ini bersumber dari

penghambaan diri, penundukan diri, dan penghinaan diri di hadapan Sang

Pencipta.

2. Dasar Hukum Ibadah

33

(27)

Ibadah sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang

membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara

komprehensif. Agar penganutnya mampu memikul amanat yang dikehendaki

Allah, ibadah harus kita maknai secara rinci. Karena itu, keberadaan dasar

hukum ibadah harus merupakan sumber utama Islam itu sendiri, yaitu

al-Qur‟an dan al-Sunnah.

a. Al-Qur‟an

Menurut bahasa al-Qur‟an adalah yang dibaca. Hal ini karena al-Qur‟an

sebagai sumber utama ajaran Islam hanya dapat diketahui hukum-hukum

dan ajaran yang terkandung di dalamnya dengan jelas dibaca.

Sedangkan menurut istilah, al-Qur‟an ialah “kalam Allah, yang

mengandung mukjizat dan diturunkan kepada Rasulullah dalam bahasa

Arab yang dinukilkan kepada generasinya secara mutawatir, membacanya

merupakan ibadah, terdapat dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah

dan ditutup dengan surat al-Nâs.”34

Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah

kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam

sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti

penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, melainkan

sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah

atas hamba-hamba-Nya. Adapun ayat-ayat yang menyatakan perintah

untuk melaksanakan ibadah tersebut di antaranya dalam al-Qur‟an surat a

l-Baqarah/2 ayat 21 yang berbunyi:



































“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah/2: 21)

34

(28)

Di dalam al-Qur‟an terdapat penjelasan bahwa penciptaan manusia oleh

Allah tidak mengandung maksud lain kecuali supaya mereka menyembah

Allah atau beribadah kepada-Nya. Hal ini disebutkan dalam al-Qur‟an

surat Al-Dzâriyât/51 ayat 56 yang berbunyi:





















“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat/51: 56)

Dari dua ayat tersebut jelas tergambar program yang sudah Allah swt.

tetapkan untuk manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya adalah beribadah,

atau dengan kata lain menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi

larangan Allah dalam keadaan suka maupun duka.

b. Al-Sunnah

Setelah al-Qur‟an, Islam menjadikan al-Sunnah sebagai dasar hukum

ibadah. Secara harfiah, al-Sunnah berarti jalan, metode, dan program.

Sedangkan secara istilah, al-Sunnah adalah “sejumlah perkara yang

dijelaskan melalui sanad yang shahih, baik itu berupa perkataan,

perbuatan, peninggalan, sifat, pengakuan, larangan, hal yang disukai dan

dibenci, peperangan, tindak-tanduk, dan seluruh kehidupan Nabi saw.”35

Dalam dunia pendidikan, al-Sunnah memiliki dua manfaat pokok.

1. Al-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan

Islam sesuai dengan konsep al-Qur‟an, serta lebih merinci penjelasan

al-Qur‟an.

2. Al-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode

pendidikan. Misalnya, kita dapat menjadikan kehidupan Rasulullah

saw. dengan para sahabat atau pun anak-anak sebagai sarana

penanaman keimanan.

Adapun hadits yang menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah,

di antaranya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

35

(29)

“Dari Muaz bin Jabal berkata: aku pada suatu hari, menemani Nabi saw diatas keledainya. Kemudian, ia berkata: “Hai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba dan apa hak hamba atas Allah?” Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw

berkata: “Hak Allah atas hamba adalah bahwa mereka menyembah-Nya

(beribadah kepada-Nya) sendirinya dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya. Dan hak hamba atas Allah, bahwa Dia tidak mengazab orang yang tidak musyrik terhadap-Nya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).36

3. Macam-macam Ibadah

Pembagian ibadah menurut Hasby Ash Shiedieqy berdasarkan bentuk dan

sifat ibadah terbagi kepada enam macam :

1. Ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan lidah, seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir, taslim, doa, membaca hamdalah oleh orang yang bersin, memberi salam, menjawab salam, membaca basmalah ketika makan, minum dan menyembelih binatang, membaca al-Qur‟an dan lain -lain.

2. Ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu sifat, seperti berjihad di jalan Allah, membela diri dari gangguan, menyelenggarakan urusan jenazah.

3. Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan sesuatu pekerjaan, seperti puasa, yakni menahan diri dari makan, minum dan dari segala yang merusakan puasa.

4. Ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri dari sesutu pekerjaan, seperti i’tikaf (duduk di dalam sesuatu rumah dari rumah-rumah Allah), serta menahan diri dari jima‟ dan mubasyarah, haji, tawaf, wukuf di Arafah, ihram, menggunting rambut, mengerat kuku, berburu, menutup muka oleh para wanita dan menutup kepala oleh orang laki-laki.

5. Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak, seperti membebaskan orang-orang yang berhutang, memaafkan kesalahan orang, memerdekakan budak untuk kaffarat.

6. Ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan, khusyuk menahan diri dari berbicara dan dari berpaling lahir dan batin untuk menghadapi-Nya.37

36

Baihaqi, Fiqih Ibadah..., h. 12. 37

(30)

Di dalam buku Fiqih Ibadah karangan Baihaqi, beliau membagi Ibadah ke dalam empat macam berdasarkan:1. Khusus-umum, 2. Pelaksanaan, 3.

Kepentingan pribadi dan masyarakat, 4. Bentuk dan sifatnya.

Dari segi umum dan khususnya, ibadah terbagi kepada:

1. Ibadah khusus, yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash

al-Qur‟an atau hadits, seperti salat, puasa, haji. Ibadah yang terkategori

ibadah khusus tidak menerima penambahan atau pengurangan.

2. Ibadah umum, yaitu semua perbuatan baik atau terpuji yang dilakukan

oleh manusia muslim-mukmin dengan niat ibadah dan diamalkan

semata-mata karena Allah.

Ibadah umum, dengan demikian amatlah banyak. Di antara contohnya adalah makan dan minum dengan niat agar badan menjadi sehat sehingga

kuat beribadat. Demikian juga mendidik anak dengan niat agar ia menjadi

anak yang saleh; membeli kain sarung, mukena, sajadah dengan niat agar

nyaman beribadah; berusaha memperoleh uang banyak dengan niat agar dapat

melaksanakan ibadah haji; bergaul dengan isteri dengan niat agar terhindar

dari perbuatan zina. Demikian pula amr ma‟ruf dan nahi munkar. Singkat

kata, semua perbuatan mukmin (tentu saja yang baik dan halal; yang tidak

baik dan tidak halal bukan perbuatan manusia mukmin) yang dilakukan

dengan niat ibadah terhitung ibadah umum.

Dari segi pelaksanaannya, ibadah terbagi kepada:

1. Ibadah jasmaniyah dan ruhaniyah, yaitu ibadah yang dilaksanakan dengan menggunakan jasmani dan ruhani, seperti salat dan puasa.

2. Ibadah ruhaniyah dan maliyah, yaitu ibadah yang dilaksanakan dengan menggunakan ruhani dan harta, seperti zakat.

3. Ibadah jasmaniyah, ruhaniyah, dan maliyah, yaitu ibadah yang

dilaksanakan dengan menggunakan jasmani, ruhani, dan harta sekaligus,

seperti haji, dan amr ma‟ruf dan nahi munkar.

Dari segi pribadi dan masyarakatnya, ibadah terbagi kepada:

(31)

2. Ibadah ijtima’i, yaitu ibadah yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi

tuntutan kebutuhan sosial kebutuhan sosial kemasyarakatan, seperti zakat

dan haji.

Dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah terbagi kepada:

1. Ibadah yang terdiri atas perkataan atau ucapan lidah seperti berzikir,

bertasbih, bertahmid, bertahlil, bershalawat dan sebagainya.

2. Ibadah yang sudah terinci perkataan dan perbuatannya, seperti salat, zakat,

puasa, dan haji.

3. Ibadah yang tidak ditentukan teknik pelaksanaannya, seperti menolong

orang lain, berjihad, membela diri, mendirikan madrasah, masjid, rumah

sakit, dan sebagainya.

4. Ibadah yang pelaksanaannya dalam bentuk menahan diri seperti puasa,

ihram, dan i’tikaf.

5. Ibadah yang sifatnya menggugurkan hal, seperti membebaskan seorang

dari kewajiban membayar hutangnya kepada kita, memaafkan kesalahan

yang dilakukan orang lain kepada kita dan sebagainya.38

4. Ruang Lingkup Ibadah

Menurut Ibn Taimiyah, ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan

kepada Allah swt, baik dalam perkataan maupun perbuatan, lahir dan batin.

Maka termasuk kedalam hal ini adalah salat, zakat, puasa, haji, benar dalam

pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua,

menghubungkan silaturahmi, memenuhi janji, amr ma‟ruf nahi munkar, jihad

terhadap orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim

fakir miskin dan ibn sabil, berdoa, berzikir, membaca al-Qur‟an, ikhlas, sabar,

syukur, rela menerima ketentuan Allah swt, tawakkal, raja‟ (berharap atas

rahmat), khauf (takut terhadap azab), dan lain-lain sebagainya.

Ruang lingkup ibadah yang dikemukakan Ibn Taimiyah di atas

cakupannya sangat luas, bahkan menurut beliau semua ajaran agama itu

38

(32)

termasuk ibadah. Bilamana diklasifikasikan kesemuanya dapat menjadi

beberapa kelompok saja, yaitu:

a. Kewajiban-kewajiban atau rukun-rukun syariat seperti salat, puasa, zakat,

dan haji.

b. Yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban diatas dalam bentuk

ibadah-ibadah sunnah, seperti zikir, membaca al-Qur‟an, doa dan istigfar.

c. Semua bentuk hubungan sosial yang baik serta pemenuhan hak-hak

manusia, seperti berbuat baik kepada orang tua, menghubungkan

silaturahmi, berbuat baik kepada anak yatim, fakir miskin dan ibn sabil.

d. Akhlak insaniyah (bersifat kemanusiaan), seperti benar dalam berbicara, menjalankan amanah dan menepati janji.

e. Akhlak rabbaniyah (bersifat ketuhanan), seperti mencintai Allah swt dan rasul-rasul-Nya, takut kepada Allah swt, ikhlas dan sabar terhadap hukum-Nya.39

5. Tujuan Ibadah

Allah swt. menciptakan manusia bukannya tanpa tujuan. Mahasuci Allah

dari berbuat tanpa tujuan, bertindak serampangan, atau bersenda gurau. Allah

swt. berfirman mengenai hal itu dalam al-Qur‟an surat al-Mu‟minun/23 ayat

115:



















Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?” (Q.S. al-Mu‟minun/23: 115)

Allah swt. menciptakan manusia sesungguhnya dengan tujuan tertentu. Dia

telah menjelaskan tujuan penciptaan manusia yaitu untuk menyembah-Nya

atau beribadah kepada-Nya.

39

(33)

Tujuan ibadah lainnya dapat dilihat dari segi kejiwaan manusia. Sepanjang

sejarahnya terlihat bahwa manusia selalu terdorong oleh dirinya dan alam

lingkungannya untuk mencari Tuhan guna dipuja dan disembahnya. Jika ia

tidak menemukan Tuhan yang sebenarnya, ia akan menyembah (beribadah)

kepada tuhan apa saja, baik yang ada di dalam alam, seperti matahari, bulan,

bintang, batu atau kayu besar dan sebagainya maupun yang dibuatnya sendiri

seperti patung (berhala) atau yang lainnya.40

Ibadah mempunyai tujuan pokok dan tujuan tambahan.

a. Tujuan pokoknya adalah menghadapkan diri kepada Allah yang Maha Esa

dan mengkonsentrasikan niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan

adanya tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat.

b. Tujuan tambahan adalah agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan

terwujudnya usaha yang baik.

Salat umpamanya, disyariatkan pada dasarnya bertujuan untuk

menundukkan diri kepada Allah swt. dengan ikhlas, mengingatkan diri

dengan berzikir. Sedangkan tujuan tambahannya antara lain adalah untuk

menghindarkan diri dari perbuatan keji dan munkar, sebagaimana dipahami

dari firman Allah swt:





























































“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. al-Ankabut/29: 45)

Selain itu menghindarkan diri dari kemungkaran dan kekejian. Masih

banyak tujuan lain yang dapat diwujudkan melalui ibadah salat, seperti

40

(34)

beristirahat dari kesibukan dunia, membantu dalam memenuhi kebutuhan,

membawa seseorang masuk surga dan menjauhkannya dari neraka.41

6. Hikmah Pelaksanaan Ibadah

Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk mematuhi perintah Allah

swt, bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya dan melaksanakan hak

sesama manusia. Oleh karena itu tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan

manfaat kepada kehidupan manusia yang bersifat material, tidak pula

merupakan hal yang mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan

akal yang terbatas.

Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah

swt. Ini berarti ia tidak harus mengetahui rahasianya secara terperinci.

Seandainya ibadah itu harus sesuai dengan kemampuan akal dan harus

mengetahui hikmah atau rahasianya secara terperinci, tentu orang yang lemah

kemampuan akalnya untuk mengetahui hikmah tersebut tidak akan

melaksanakan atau bahkan menjauhi ibadah. Mereka akan menyembah akal

dan nafsunya, tidak akan menyembah Tuhan.

Mengenai hikmah melaksanakan ibadah ini, al-Ghazali mengungkapkan

bahwa ibadah bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia, sebagaimana

obat untuk menyembuhkan badan yang sakit. Sebagai contoh ibadah dapat

menyembuhkan hati manusia, misalnya seseorang yang sedang resah dan

gelisah, keresahan dan kegelisahannya dapat disembuhkan dengan salat.

Begitu juga orang yang mempunyai penyakit tamak atau rakus dalam hal

makan dan minum, penyakit tersebut dapat dikurangi bahkan dapat

disembuhkan bila orang tersebut rajin berpuasa.

Oleh karena itu, menurut al-Ghazali, ibadah wajib diikuti sebagaimana

yang telah dicontohkan oleh para Nabi, karena mereka dapat mengetahui

rahasianya berdasarkan inspirasi kenabian, bukan dengan kemampuan akal.42

41

A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah..., h. 9. 42

(35)

29

BAB III

TAFSIR AL-

QUR’AN SURAT Al

-HAJJ AYAT 41

Surah al-Hajj adalah surah yang ke-105 jika ditinjau dari bilangan turunnya

surah-surah al-Qur‟an. Dia turun sesudah surah an-Nur dan sebelum surah

al-Munafiqun. Jumlah ayat-ayatnya sebanyak 77 ayat, menurut perhitungan

pakar-pakar qira’at Mekkah dan Madinah.

Nama al-Hajj adalah satu-satunya nama yang dikenal untuk surah ini.

Penamaan tersebut agaknya disebabkan karena dalam surah ini diuraikan perintah

Allah kepada Nabi Ibrahim as agar mengumandangkan panggilan berkunjung ke

Baitullah serta beberapa uraian tentang ibadah haji dan manfaatnya.

Surat ini dimulai dengan mengajak seluruh manusia agar bertakwa dan

mempersiapkan diri menghadapi kedahsyatan kiamat. Ajakan kepada seluruh

manusia mengesankan bahwa surat ini Makkiyah, karena salah satu ciri ayat-ayat

Makkiyah adalah ajakannya yang berbunyi ( ). Di dalam surah ini juga

ditemukan ajakan kepada kaum musyrikin untuk mempercayai prinsip-prinsip

pokok ajaran Islam sambil mengancam mereka dengan siksa yang pedih. Ini juga

adalah ciri-ciri ayat-ayat Makkiyah. Tetapi adanya ayat-ayat yang memerintahkan

salat serta uraian tentang haji dan izin berperang, mengesankan bahwa ayat-ayat

(36)

dibicarakan oleh ayat-ayat yang turun di Madinah, apalagi dalam surah ini ada

uraian tentang izin berperang yang tentu saja baru dapat terlaksana setelah

terbentuk masyarakat Islam yang memiliki kemampuan berperang. Dari sini,

maka para ulama berbeda pendapat menyangkut masa turun surah ini, apakah

sebelum Nabi berhijrah atau sesudahnya.1

Secara garis besar surat al-Hajj ayat 41 berkaitan dengan dua ayat

sebelumnya dan tiga ayat setelahnya, yang berisikan tentang diizinkan membela

diri dari serangan orang yang memeranginya, keterusiran kaum muslim dari

tempat tinggal mereka, peritah menjalankan ibadah setelah diberikan kekuasaan,

dan perintah untuk bersabar. Kemudian disaat penulis menjalani proses

perkuliahan dalam mata kuliah tafsir tarbawi, terpampanglah surat al-Hajj ayat 41

sebagai salah satu ayat pendidikan diantara banyak ayat lain yang menjelaskan

tentang pendidikan. Dengan dasar inilah, maka penulis mengangkat skripsi yang

berjudul sebagaimana tertuang di Bab I.

A.

Teks Ayat dan Terjemahnya





































“Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Q.S. Al-Hajj/22: 41)

B. Tafsir Ayat

Menurut Abu al-Aliyah, orang yang disebutkan dalam ayat ini ialah para

sahabat Muhammad saw. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Utsman bin

Affan, dia berkata, “Mengenai kamilah ayat, “orang-orang yang jika Kami

teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” ini diturunkan. Kami diusir dari

kampung halaman kami sendiri tanpa alasan yang benar, kecuali karena kami

1

(37)

mengatakan bahwa Tuhan kami adalah Allah. Kemudian kami teguhkan di

bumi, lalu kami mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang

ma‟ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar. Kepunyaan Allahlah

kesudahan segala perkara. Jadi, ayat ini

Referensi

Dokumen terkait

Dan yang paling utama adalah bahwa penulis lebih memfokuskan pembahasan pada pesan yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 233, tentang pendidikan anak.. Dalam penelitian

Dan secara praktis dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penulis dan pembaca dalam memahami pesan yang terkandung dalam surat al-Maidah ayat 8-11 mengenai pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dalam surat al-Ankabut ayat 16 sampai 24 terdapat nilai-nilai pendidikan, yaitu nilai pendidikan tauhid yang pada intinya

Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat ini adalah nilai pendidikan keimanan melalui penelitian alam meliputi tentang

Ayat ini berpesan Hai anak Adam, yakni manusia putra putri Adam sejak putra pertama hingga anak terakhir dari keturunannya sesungguhnya Kami Tuhan Yang Maha Kuasa

Berdasarkan dari penjelasan kedua tafsir di atas, maka dapat kita ambil pelajaran yakni hendaklah ketika ada di dalam majelis disunnahkan untuk memperbaiki tempat duduk

Dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya; dan sungguh, Allahakan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur. Surah al hajj termasuk

1. Para mufassir berpendapat bahwa kandungan surat Al-Israa‟ ayat 23-24 adalah Allah SWT memberi perintah kepada manusia supaya bertauhid dan beribadah kepadaNya