NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
YANG TERKANDUNG DALAM AL-
QUR’AN
SURAT AL-A’RAF AYAT 26-27 DAN APLIKASINYA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)
Oleh: SITI NURBAITI
1110011000056
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S.Pd.D
Oleh
Siti Nurbaiti
NrM. 11100110000s6
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
h Bimbingan
LBMBAR PENGESAHAN DOSEN PBMBIMBING
Skripsi berjuclul Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Al-Qrrr'an Surat Al'A'raf ayat26-27 dan Aplikasinya disusun oleh Siti Nurbaiti,
NIM. 111001 1000056, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Kegumau, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak diujikan
pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 14 Januari 201 5
Yang mengesahkan,
Pembimbing
Ilmu
Tarbiyah dan KeguruanUIN
Syarif Hidayatullah lakarta dan telahdinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 02 Februari 2015 di
hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana SI
(S.Pd.l) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, Februari 2015
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan PAI)
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag NrP. 19s80707 198703
I
00sSekretaris (Sekretaris Jurusan PAI)
Marhamah Saleh. Lc. MA NIP. 19720313 200801 2 010
Penguji I
Dr. Sururin. M. Ag
NrP. 19710319 199803 2 001
Penguji II
Drs. Masan AF. M. Pd
NIP. 195107t6 t98103 1 005
Mengetahui:
Dr. FIj. Nurlena Rifa'i. MA. Ph.D
SURAT PERI\YATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
KARYA
ILMIAH
Pendidikan Agama Islam
Jl. Utan Jati Kp. Wadas RT. 005 RW. 006 Kel. Pegadungan Kalideres Jakarta Barat 1 1830
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung
dalam Al-Qur'an surat
Al-A'raf
ayat 26-27 dan Aplikasinya adalah benarhasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Nama
NIM
Jurusan
Alamat
Nama Pembimbing
NIP
Siti Nurbaiti
1 1 1001 1000056
Kec.
: Prof. Dr. H. Salman Harun :19450612 1965101 001
Demikian surat pemyataan
ini
sayamenerima segala konsekuensi apabila
sendiri.
buat dengan sesungguhnya dan saya siap
terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
Jakarta, 14Januai2015
Yang Menyatakan
Saya yang bertanda tangan di Nama
Tempat/Tgl. Lahir NIM
Jurusan/Prodi
Judul Skripsi
Dosen Pembimbing
bawah ini,
Siti Nurbaiti
J akarta, 07 Novemb er 1992
1 1 1001 1000056
Pendidikan Agama Islam
Nilai-nilai Pendidikan Islam Yang Terkandung Dalam
A1-Qur'an Surat Al-A'raf Ayat 26-27 dan Aplikasinya Prof. Dr. H. Salman Harun
dengan ini menyatakan bahwa slaipsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan
saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, Januari 2015
i
ABSTRAK
Nama : Siti Nurbaiti
NIM : 1110011000056
Fak/Jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Judul : Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 26-27 dan Aplikasinya
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, di dalamnya menjelaskan berbagai aspek-aspek kehidupan termasuk mengenai pendidikan. Setiap ayat yang disebutkan di dalam al-Qur’an mempunyai makna dan nilai-nilai yang berarti, dan nilai-nilai yang terkandung adalah sebagai pembelajaran dan pendidikan bagi kehidupan umat manusia. Sebagai pedoman dan tuntunan hidup, al-Qur’an diturunkan oleh Allah bukan sekedar untuk dibaca secara tekstual melainkan dipahami dan diamalkan.
Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27 merupakan ayat al-Qur’an yang di dalamnya menjelaskan hal-hal mengenai nilai-nilai pendidikan Islam, terutama dalam masalah pakaian. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam surat Al-A’raf ayat 26-27.
Untuk memperoleh data yang refresentatif dalam pembahasan skripsi ini, digunakan metode penelitian studi kepustakaan (library research), yaitu dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisis buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. Adapun jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dalam al-Qur’an surat Al
Fak / Jur : MT and Teaching Science / Islamic Education
Title : Values of Islamic Education Contained in the Qur'an Surah Al-Araf verse 26-27 and Applications
The Qur'an is the source of knowledge, in which explain various aspects of life including education about. Each verse is mentioned in the Qur'an has meaning and values are means, and values contained are as learning and education for human life. As a guideline and life guidance, the Qur'an was revealed by God not just to read textually but understood and practiced.
Al Quran surah Al-Araf verse 26-27 is a verse from the Qur'an that in it explains things about the educational values of Islam, especially in the matter of clothing. The purpose of this study was intended to determine the values of Islamic education contained in the Al-Araf verse 26-27.
To obtain data refresentatif in the discussion of this thesis, used research methods literature study (library research), that is by searching, collecting, reading, and analyzing the books that are relevant to the discussion of this thesis. The type of this thesis is a qualitative study.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul pilihan yang membawa cahaya penerang
dengan ilmu pengetahuan. Serta iringan do’a untuk keluarga, sahabat, dan seluruh
pengikutnya yang selalu setia sampai akhir zaman.
Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam
Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan Aplikasinya” ini merupakan tugas akhir
yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada
jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, selesainya penulisan skripsi ini
tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan, motivasi serta dukungan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya sehingga penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mennghanturkan ucapan terima
kasih kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.
3. Ibu Marhamah Shaleh, Lc. MA Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. H. Salman Harun, Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, mendidik, memberikan saran dan motivasi, serta mengarahkan
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Alm. Dr. Anshori LAL, MA, Dosen pembimbing skripsi yang telah
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
khususnya di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah banyak membina,
membimbing dan menyampaikan ilmu pengetahuannya kepada penulis,
mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis di dunia dan di akhirat.
7. Seluruh Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan FITK atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis
untuk mendapatkan referensi yang mendukung dalam penyelesaian skripsi
ini.
8. Kepada kedua Orang tua penulis ayahanda Alm. H. Abdul Razak dan uminda
Hj. Iin Nurainah yang telah memberikan dukungan, do’a, pengorbanan,
perjuangan serta semangat hingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
9. Kakak-kakak penulis Asep Awaludin, Agus Rachman dan adik-adik penulis
Nurrozzah Sylvianda, Dede Khairunnisa serta keluarga besar penulis yang
telah banyak membantu baik moril maupun materil, memberikan do’a,
dorongan dan semangat selama penulisan skripsi ini.
10.Sahabat terbaik Nurchoirum Mauzuroh, Isnin Nadra, Intan Rahma Yuri
terimakasih atas segala canda, tawa, air mata, dukungan, dan mimpi-mimpi
yang akan kita wujudkan dikemudian hari.
11.Teman seperjuangan teh uchie, mae, mimah, albert dan seluruh keluarga
besar P20AI serta kawan-kawanku di PAI angkatan 2010, terimakasih atas
dukungan, bantuan, dorongan serta motivasi kepada penulis.
12.Sahabat Baniez Eleven Maria Ulfah, Nur Azizah, Amanah terimakasih atas
dukungan, bantuan dan motivasinya kepada penulis.
13.Sang Motivator pribadi Ahmad Abdul Hafiz, yang selalu setia menemani
langkah penulis dan mengisi hari-hari dengan senyum dan tawa, terimakasih
atas do’a, nasihat, saran, pengorbanan, serta bantuannya baik moril maupun
materil selama ini, semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud. Aamiin.
Tiada kata yang dapat melukiskan rasa syukur dan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini yang
kalian semua. Akhir kata tiada gading yang tak retak, penulis menyatakan sebagai
manusia tidak sempurna, dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya sederhana ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jakarta, Januari 2015
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
D.Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ... 7
BAB II : KAJIAN TEORETIK A.Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 8
B. Pendidikan Berpakaian Islami ... 20
C.Hasil Penelitian yang Relevan ... 23
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A.Objek dan Waktu Penelitian ... 25
B. Metode Penulisan ... 25
C.Fokus Penelitian ... 26
BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Tafsir Surat Al-A’raf ayat 26-27 ... 28
B. Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Surat Al-A’raf ayat 26-27 ... 47
1. Nilai-nilai Pendidikan Ibadah ... 47
a. Menutup aurat ... 47
b. Perintah bersyukur ... 53
2. Nilai-nilai Pendidikan Aqidah ... 56
a. Pendidikan Taqwa ... 56
b. Pendidikan Keimanan ... 60
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan ... 67
B. Implikasi ... 69
C.Saran ... 69
1
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah untuk menjadi
pedoman bagi seluruh umat masuia, dengan segala petunjuknya yang
lengkap, meliputi aspek kehidupan yang bersifat universal. Nabi Muhammad
Saw sebagai pendidik pertama (pada masa awal pertumbuhan Islam) telah
menjadikan al-Qur’an sebagai dasar utama dalam pendidikan Islam. Bahkan
lebih dari itu, kedudukan al-Qur’an pun telah menjadi sumber pokok dalam
pendidikan Islam.
“Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah,
syari’ah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai
persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk
memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu.
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 44 dijelaskan:”1
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl [16]:44)
Dapat kita ketahui, bahwa agama Islam ialah agama yang membawa
manusia kepada kemajuan dan peradaban tinggi dalam masyarakat, yaitu
dengan menganjurkan memakai perhiasan yang sederhana dan pakaian yang
layak bagi diri seseorang.2
Pelajaran pertama ihwal peradaban, yang diajarkan Islam kepada
umatnya dalam soal pakaian ini, adalah dalam surat Al-A’raf ayat 26-27: 3
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.
(QS. Al-A’raf [7]: 26-27)
Menurut M. Quraish Shihab, “ayat di atas menegaskan bahwa setiap
laki-laki dan perempuan wajib menutup auratnya. Ayat ini berpesan kepada
manusia bahwa sesungguhnya Allah telah menyiapkan bahan pakaian untuk
menutupi aurat lahiriah serta bathiniah yakni bahan-bahan pakaian indah
untuk menghiasi diri dan digunakan dalam peristiwa-peristiwa istimewa.”4
2 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004), cet. Ke-73, h. 212.
Kemudian, setelah menyebut kedua macam pakaian itu, disebut Allahlah
pakaian ketiga, pakaian takwa. Dengan ini diterangkan bahwasannya pakaian
bukanlah semata-mata dua yang lahir itu saja, tetapi ada lagi pakaian ketiga
yang lebih penting, yaitu pakaian takwa, pakaian jiwa.5
Mengenai nikmat Allah yang telah diberikan kepada manusia dan Adam
dahulu. Manusia diperintahkan untuk menjauhkan diri dari perilaku maksiat
dan durhaka, serta bertaqwa, baik dalam keadaan tertutup maupun nyata
(terbuka). Karena Allah yang menurunkan kepada manusia hujan dan awan.
Dengan diturunkannya air hujan itu tumbuhlah kapas dan katun, yang
kemudian bisa dijadikan bahan baku untuk membuat wol dan bulu unta serta
jenis-jenis pakaian lain yang dapat dipergunakan menutupi aurat ataupun
pakaian untuk menutup badan, bahkan untuk menghiasi diri. Allah
menurunkan yang demikian itu dari langit, dengan demikian Allah
menurunkan materi atau bahan baku kapas, katun dan sebagainya untuk
memenuhi kebutuhan sandang bagi manusia, yang bisa menutup tubuh dan
auratnya. Di samping itu, Allah menciptakan beberapa sifat keingintahuan
yang mendorong manusia untuk terus mempelajari cara-cara mempergunakan
dan mengolahnya, sehingga menjadi pakaian yang baik dan menarik.6
Dari ayat di atas sebelumnya bisa dilihat bagaimana Islam memposisikan
manusia dengan sangat mulia. Merupakan sebuah kenikmatan tentunya jika
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menutup aurat menghiasi diri
dengan pakaian yang merupakan sebuah hiasan dan keindahan.
“Fenomena terbuka aurat pernah terjadi puluhan ribu tahun yang lalu, dimana Adam dan Hawa melanggar perintah Allah karena termakan bujuk
rayu setan. Maka tanggallah semua hiasan pakaian dan hiasan surga yang
mereka kenakan. Dengan itu maka di turunkanlah mereka di dunia ini.”7
Aurat berasal dari bahasa Arab yang secara literal berarti celah,
kekurangan, sesuatu yang memalukan atau sesuatu yang dipandang buruk
5 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), juz VIII, h. 197.
6 Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid, An-Nur, (Bandung: Mizan), vol 2, h. 1376.
dari anggota tubuh manusia yang membuat malu bila dipandang. Hal ini
sebagaimana yang dapat difahami dari surat an-Nur ayat 31 yang diartikan
sesuatu anggota tubuh manusia yang membuat malu bila dipandang, atau
buruk untuk diperlihatkan.8
“Pada hakikatnya menutup aurat adalah fitrah manusia yang diaktualkan pada saat ia memiliki kesadaran. Hal lain yang mengisyaratkan bahwa
berpakaian atau menutup aurat merupakan fitrah manusia adalah penggunaan
istilah “Ya Bani Adam” (Wahai putra putri Adam) dalam ayat-ayat yang
berbicara tentang berpakaian.”9
M. Quraish Shihab dalam bukunya mengatakan:
Pada saat ini yang sering kali menjadi masalah bagi sementara orang adalah memadukan antara fungsi pakaian sebagai hiasan dengan fungsinya menutup aurat. Di sini tidak jarang orang tergelincir sehingga mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang dinilainya keindahan dan hiasan. Agama Islam menghendaki para pemeluknya agar berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut atau paling sedikit fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Ini karena penampakan aurat dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakkan serta bagi yang melihatnya.10
Di zaman modern seperti sekarang ini, masih ada wanita-wanita yang
memakai jilbab tetapi apa yang dipakainya itu atau gerak-gerik yang
diperagakannya tidak sejalan dengan tuntutan agama dan budaya masyarakat
Islam.
“Allah SWT memang menciptakan manusia dengan keunikan dan kekhasan yang beragam dan membedakan antara yang satu dengan yang lain.
Dengan keragaman yang ada ini akan terus berlaku sampai akhir zaman.
Perkembangan zamanlah kemudian yang mengubah gaya berbusana
8 Husen Muhammad, Fiqih Perempuan, (Yogyakarta: LKIS, 2001), h. 51. 9 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 158.
orang Barat, hingga akhirnya sampai pada model mutakhir seperti sekarang
ini.”11
Islam sendiri telah meletakkan satu etika berpakaian yang prinsip asasnya
ialah menutup aurat, ia cukup baik dan mempunyai tujuan yang amat jelas
kebaikan dan manfaatnya kepada umat Islam, yaitu untuk menjaga
kehormatan dan kesucian diri, sebagai tanda pengenalan umat Islam dan
orang beriman, serta menjaga pandangan mata dari melihat suatu yang haram
dipandang.
Sebagaimana Allah telah memberi peringatakan kepada Adam dan anak
cucunya, bahwa setan telah meminta kesempatan yang luas untuk
memperdayakan Adam dan anak cucunya. Dia akan datang dari muka
menggoda, dari belakang dan dari rusuk kanan dan rusuk kiri, dia tidak akan
berhenti sebelum maksudnya berhasil. Sedangkan manusia telah diberi ilham
oleh Allah untuk berpakaian yang perlu dan berpakaian perhiasan. Dalam
memakai pakaian manusia hendak selalu mengingat akan perdaya setan dan
iblis yang mula-mula menggoda dan menjebak untuk masuk dalam siasatnya,
sehingga Adam dan Hawa melanggar larangan dari Allah untuk tidak
mendekati pohon terlarang itu, maka yang mula-mula sekali terbuka ialah apa
arti kemaluan, sehingga terbukalah aurat masing-masing sampai mereka
cepat-cepat untuk mengambil daun-daun surga guna menutup aurat karena
sangat malu. Oleh sebab itu hendaklah manusia untuk selalu berpakaian
lengkap.12
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27, dengan
judul “Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Al-Qur’an
Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan Aplikasinya”.
11 Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Islam Dihujat Islam Menjawab, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 151-153.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya penanaman nilai-nilai pendidikan berpakaian Islami bagi
manusia berdasarkan surat Al-A’raf ayat 26-27.
b. Masih banyak orang tua yang cuek dan bangga apabila anaknya tidak
berpakaian Islami.
c. Kurangnya kesadaran manusia akan berpakaian yang sesuai dengan
ajaran Islam.
d. Masih ada wanita-wanita yang memakai jilbab tetapi apa yang
dipakainya tidak sejalan dengan tuntutan agama.
e. Sedikitnya kajian tentang pengetahuan menanamkan makna pakaian bagi
manusia berdasarkan surat Al-A’raf ayat 26-27.
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis
membatasi masalah yaitu:
a. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam al-Qur’an surat Al
-A’raf ayat 26-27.
b. Aplikasi berpakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan
al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang
penulis ajukan adalah :
a. Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung di dalam al-Qur’an surat
Al-A’raf ayat 26-27.
b. Bagaimana aplikasi berpakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung
dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.
b. Untuk mengaplikasikan pendidikan berpakaian Islami dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan menarik minat peneliti lain, khususnya
para mahasiswa untuk mengembangkan penelitian lanjutan tentang
masalah yang sama.
b. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.
c. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai adab berpakaian sesuai
syari’at Islam.
d. Agar pesan-pesan yang terkandung didalamnya dapat direalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
8
KAJIAN TEORI
A. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya
pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of
Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan
bahwa “hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai.
Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses
penyesuaian terhadap nilai”.1
Prof. Dr. Hasan Langgulung mengatakan sebagaimana dikutip oleh
Jalaludin bahwa :
Pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu, dari sudut pandang individu dan masyarakat. Dari sudut individu pendidikan diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi individu, sedangkan dari sudut masyarakat pendidikan merupakan pewarisan nilai-nilai budaya kepada generasi muda agar tetap terpelihara dan terlestarikan. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pewarisan nilai-nilai tersebut adalaha nilai-nilai-nilai-nilai ajaran Islam. Nilai-nilai-nilai yang telah terbentuk dalam tradisi dan budaya Islam dan menjadi sebuah peradaban Islam.2
Sedangkan Susanto dalam bukunya Pemikiran Pendidikan Islam
mengatakan:
Pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan (internalisasi) dan mentransformasi nilai-nilai Islam yang meliputi proses perubahan sikap dan tingkah laku serta kognitif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual ke arah kedewasaan yang optimal dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.3
1 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 127.
2 Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 134.
Transformasi nilai-nilai Islam tersebut juga berarti merubah bentuk
kebiasaan masyarakat lama ke dalam bentuk kehidupan baru yang pada
pengamatannya diketahui bahwa kehidupan masyarakat lama dibentuk oleh
nilai-nilai adat yang diwariskan dari generasi sebelumnya yang berupa pola
pikir, prilaku yang harus di taati. Dengan transformasi nilai ajaran Islam
tersebut dapat mengarahkan kehidupan kita sesuai dengan ideologi Islam
serta dapat dengan mudah membentuk kehidupan diri kita sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam.
1. Pengertian Nilai
“Menurut bahasa nilai artinya harga, hal-hal yang penting atau berguna
bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan
hakikatnya.”4
Nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga, yang dipergunakan
sebagai landasan, pedoman atau pegangan seseorang dalam menjalankan
sesuatu sebagai pengukuran terhadap apa yang telah kita kerjakan atau
usahakan. Sesuatu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi
kehidupan manusia.
Menurut pandangan idealisme para pengikut Hegel (Hegelian)
sebagaimana dikutip Noor Syam, bahwa “nilai ialah suatu yang bersifat
normatif dan objektif, berlaku umum. Bahkan nilai itu bersifat idealisme,
cita-cita tiap pribadi yang mengerti dan menyadarinya, nilai itu menjadi norma,
ukuran untuk suatu tindakan seseorang apakah itu baik, buruk dan
sebagainya.”5 Lebih lanjut ditegaskan bahwa, nilai-nilai tidak hanya menurut
pikiran dan keinginan manusia secara subjektif. Nilai-nilai itu bersifat
objektif, universal, independen dalam arti bebas dari pengaruh rasioa dan
keinginan manusia secara individual.
4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3, h. 783.
Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan
untuk kebajikan. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan menghubungkan
sesuatu dengan yang lain dan kemudian mengambil keputusan. Sesuatu
dianggap punya nilai jika sesuatu itu dianggap penting, baik dan berharga
bagi kehidupan umat manusia, baik ditinjau dari segi religius, politik, hukum,
moral, etika, estetika, ekonomi dan sosial budaya.
Nilai bukan semata-mata utuk memenuhi dorongan intelek dan keinginan
manusia. Nilai justru berfungsi untuk membimbing dan membina manusia
supaya menjadi lebih luhur, lebih matang, sesuai dengan martabat human
dignity.
Berdasarkan pada pendapat serta pengertian sebagaimana tersebut di atas,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai ialah suatu hal yang bersifat
normatif dan objektif, sebagai ukuran atas suatu tindakan yang menjadi
norma yang akan membimbing dan membina manusia supaya mejadi lebih
luhur, berguna dan bermanfaat dalam kehidupannya.
Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas,
baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Notonegoro dalam Kaelan,
menyebutkan adanya 3 macam nilai. Dari ketiga jenis nilai tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:
1) Nilai Kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta manusia)
2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia.
3) Nilai kebaikan atau nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.6
Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan
bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud
material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non-material atau
immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat mengandung nilai yang
sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih
mudah diukur, yaitu dengan menggunakan panca indera maupun alat
pengukur seperti berat, panjang, luas, dan sebagainya. Sedangkan nilai
kerohanian atau spiritual lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal
tersebut, yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu
oleh alat indra, cipta, rasa, karsa, dan keyakinan manusia.
2. Landasan Nilai-nilai Pendidikan Islam
“Setiap usaha, kegiatan, tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh
karena itu pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia harus
mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan
pendidikan Islam itu dihubungkan.”7
“Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial
yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran-ajarannya
kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan
landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu
al-Qur’an dan as-Sunnah.”8
Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam
ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat
universal yakni al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih juga pendapat para
sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad
D. Marimba yang menjelaskan bahwa “yang menjadi landasan atau dasar
pendidikan sebagai sebuah bangunan sehingga isi al-Qur’an dan al-Hadits
7 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 19.
menjadi pedoman, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap
berdirinya pendidikan.”9
a. Al-Qur’an
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, “Secara etimologi al
-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qira’atan, yang berarti
mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf
atau kata-kata dari satu bagian ke bagian yang lain secara teratur.”10
Menurut Zakiyah Daradjat:
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW. didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan
dengan amal yang disebut syari’ah.11
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir dalam bukunya Ilmu Pendidikan
Islam, mengatakan:
Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama
dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak ada satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jangkauan al-Qur’an.12
b. As-Sunnah
Setelah al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan as-Sunnah sebagai
dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah sunnah berarti jalan,
metode dan program. Secara istilah sunnah adalah perkara yang
dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan,
perbuatan, atau sifat Nabi Muhammad SAW.
9 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 19. 10 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 32. 11 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 19.
Abdurrahman An Nahlawi dalam bukunya Prinsip-prinsip dan
Metode Pendidikan Islam :
Sebagaimana al-Qur’an, sunnah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia menjadi manusia yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunnah memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu:
1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam
al-Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.
2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang dilakukannya.13
3. Pengertian Pendidikan Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “proses
perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”14
“Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan
akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya).
Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie”,
yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.”15 Djumransjah dan
Abdul Malik Karim Amrullah dalam bukunya Pendidikan Islam, “Istilah
pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam
masyarakat dan bangsa.”16
Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam
pelaksanaannya berdasarkan pada ajaran Islam. Karena ajaran Islam
berdasarkan al-Qur’an, As-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah,
13 Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: Diponogoro, 1992), h. 47.
14 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 232.
15 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 13.
maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada Al-Qur’an, As-Sunnah,
pendapat para ulama serta warisan sejarah tersebut.17
Pendidikan dalam pengertian luas adalah “meliputi semua perbuatan atau
semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamannya, kecakapan serta ketrampilannya kepada generasi muda,
sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memnuhi fungsi
hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah.”18
Secara terminologi pendidikan mempunyai beberapa pengertian,
diantaranya menurut Anton Moeliono yang dikutip oleh Samsul Nizar, ia
mendefinisikan pendidikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik.”19
Sedangkan menurut Langeveld sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri,
menyebutkan bahwa pendidikan itu ialah “pemberian bimbingan atau bantuan
rohani bagi yang masih memerlukan, pendidikan itu terjadi melalui pengaruh
dari seseorang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa.”20
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dan
peserta didik atau dalam mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam
lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu adanya
keterkaitan dan saling mempengaruhi antara pendidik dengan anak didik.
Dalam saling mempengaruhi ini, peranan pendidik lebih besar dan lebih
utama karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih
berpengalaman, lebih banyak menguasai nila-nilai pengetahuan dan
lingkungan dibanding dengan peserta didik.21
Pengertian pendidikan secara umum itu kemudian dihubungkan dengan
Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian
17 Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press), h. 15. 18 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. Ke-V h. 92. 19 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet. Ke-1, h. 92.
baru. Abdurahman An-Nahlawi menggambarkan hubungan antara Islam dan
pendidikan sebagai berikut:
“Islam merupakan syari’at Allah bagi manusia yang dengan syari’at itu
manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan
amanat besar itu membutuhkan pengalaman, pengembangan, dan pembinaan.
Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan
Islam.”22
Dari definisi diatas baik secara etimologi maupun terminologi, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha transfer nilai-nilai budaya
dalam rangka penyempurnaan tingkah laku, pendewasaan dan pemahaman.
Atau dengan kata lain bahwa orientasi dari pendidikan adalah pembentukan
nilai-nilai kepribadian yang luhur dan berkualitas.
4. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan agama Islam secara umum adalah “meningkatkan
keimanan, pemahaman, pengetahuan, pengalaman peserta didik tentang
agama Islam. Sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah swt serta berakhlak mulia dan berguna bagi masyarakat, agama
dan Negara.”23
“Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki
kejelasan tujuan yang hendak dicapai. Banyak dari para ahli yang mengkaji
dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tujuan pendidikan tersebut. Hal
ini bisa dimengerti karena tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang
amat penting.”24
22 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di rumah, Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), cet. Ke-1, h. 28.
23 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), cet. Ke-3, h. 79.
Abuddin Nata berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad
Syar’i:
Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Sulit dibayangkan jika ada suatu kegiatan tanpa memiliki kejelasan tujuan. Menurutnya, perumusan dan penetapan tujuan pendidikan Islam harus memenuhi kriteria berikut: a. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah di muka bumi dengan
melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengelola bumi sesuai kehendak Tuhan.
b. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahan di muka bumi dilakukan dalam rangka pengabdian atau beribadah kepada Allah.
c. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia sehingga tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.
d. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa, dan jasmani guna pemilikan pengetahuan, akhlak dan keterampilan yang dapat digunakan mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya. Serta, e. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.25
Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani yang dikutip oleh Ahmad Syar’i
merumuskan tujuan pendidikan Islam sejalan dengan misi Islam itu sendiri,
yaitu: “mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlakul
karimah”. Sementara Jalaluddin dan Usman Said menyimpulkan tujuan pendidikan Islam telah terangkum dalam kandungan surah al-Baqarah ayat
201:
dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".26
25Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), cet. Ke-1, h. 24-25.
Dari berbagai tujuan pendidikan Islam di atas menggambarkan betapa
luasnya ruang lingkup dan sasaran yang harus dicapai pendidikan Islam,
namun demikian, pada hakikatnya tujuan pendidikan Islam identik dengan
tujuan kehidupan manusia khususnya umat Islam, yang pada intinya untuk
memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
5. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar secara bahasa, “berarti asa, fundamen, pokok atau pangkal segala
sesuatu (pendapat, ajaran, aturan)”.27
Lebih lanjut dikatakan bahwa, dasar
adalah landasan berdirinya sesuatu. “Fungsi adalah memberikan arah kepada
tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya
sesuatu.”28
Pendidikan Islam sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan pembinaan kepribadian tertentu memerlukan dasar atau
landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Ajaran itu bersumber
pada al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah saw dan ijtihad (hasil pikir
manusia). Dasar inilah yang membuat ilmu pendidikan ini disebut sebagai
ilmu pendidikan Islam. Tanpa dasar ini, maka tidak ada ilmu pendidikan
Islam.
a. Al-Qur’an
“al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh
malaikat jibril kepada Nabi Muhammad saw. Di dalamnya terkandung
ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek
kehidupan melalui ijtihad. Ajaran berhubungan dengan masalah keimanan
yang disebut akidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut
syari’ah.”29
Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, (pada masa awal
pertumbuhan Islam) telah menjadikan al-Qur’an sebagai sumber pokok
serta dasar pendidikan Islam. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pokok
27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus…. h. 121.
pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat al-Qur’an itu yang berbunyi:
surat Al-„Alaq 1-5
bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Al-Qur’an diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan sebagai
pedoman hidupnya. Sebab pada dasarnya al-Qur’an banyak membahas
tentang berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan
tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku
bangunan pendidikan yang dibutuhkan manusia. Hal ini tidak aneh
mengingat al-Qur’an merupakan kitab hidayah, dan seseorang bisa
memperoleh hidayah tiada lain atas kehendak Allah, karena pendidikan
yang benar serta ketaatannya.
Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur’an secara garis besar mempunyai
tiga tujuan pokok, diantaranya:
1) Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan, dan kepastian akan adanya hari pembalasan.
2) Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
3) Petunjuk mengenai syari’ah dan hukum dengan jalan menerangkan
dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.30
b. As-Sunnah
Dasar yang kedua setelah al-Qur’an ialah as-Sunnah Rasulullah saw,
amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam proses perubahan sikap
hidup sehari-hari tersebut menjadi dasar utama pendidikan Islam setelah
al-Qur’an, karena Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi
umatnya, sebagaimana firmannya dalam surah al-Ahzab ayat 21 berikut
ini:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
As-Sunnah menurut bahasa artinya jalan, baik terpuji maupun tercela.
Sedangkan menurut istilah ahli hadits, “sunnah ialah segala yang
dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran, sifat,
keadaan, maupun perjalanan hidup beliau: baik yang berupa demikian itu
terjadi sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul.”31
c. Ijtihad
“Adapun ijtihad menurut istilah ulama ushul ialah mencurahkan daya
kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’
secara terinci.”32
Menurut Zakiyah Daradjat:
Ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan mengunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menetapkan atau menentukan suatu syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan
termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada al-Qur’an dan as-Sunnah.33
Dari berbagai definisi di atas ijtihad berarti mencurahkan segenap
kemampuan akal pikiran dalam menetapkan suatu permasalahan hukum
yang belum ditemukan kepastian hukumnya dalam al-Qur’an dan as
-Sunnah. Ijtihad ini dilakukan oleh para ulama yang memenuhi persyaratan
untuk berijtihad.
Ijtihad dalam bidang pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur’an
dan as-Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan
Islam. Dengan demikian, untuk merealisasikan ajaran Islam itu sangat
dibutuhkan ijtihad. Dan setiap muslim atau ulama yang berijtihad harus
benar-benar mengetahui berbagai disiplin ilmu agar ijtihadnya dapat
mengarahkan umat Islam kearah kebaikan dan kebenaran.
B. Pendidikan Berpakaian Islami
Menurut M. Quraish Shibab, “al-Qur’an paling tidak menggunakan tiga
istilah untuk pakaian, yaitu libas, tsiyab, dan sarabil. Kata libas ditemukan
sebanyak sepuluh kali, tsiyab ditemukan sebanyak delapan kali, sedangkan
sarabil ditemukan sebanyak tiga kali dalam dua ayat”.34
Menurut Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, “pakaian yaitu apa
yang dikenakan oleh manusia untuk menutup anggota tubuhnya, keseluruhan
atau sebagiannya, untuk melindungi dirinya dari panas dan bahaya, seperti
gamis, pakaian, dan selendang, dan inti dari berpakaian adalah menutupi”.35
Menurut M. Quraish Shihab:
Sejak dini Allah SWT telah mengilhami manusia sehingga timbul dalam dirinya dorongan untuk berpakaian, bahkan kebutuhan untuk berpakaian, sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Tha-Ha [20]: 117-118, yang mengingatkan Adam bahwa jika ia terusir dari surga karena setan, tentu ia akan bersusah payah di dunia untuk mencari sandang, pangan, dan
33 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-III, h. 21.
papan. Dorongan tersebut diciptakan Allah dalam naluri manusia yang memiliki kesadaran kemanusiaan. Itu sebabnya terlihat bahwa manusia primitif pun selalu menutupi apa yang dinilainya sebagai aurat.36
Berpakaian dalam Islam dikenakan oleh seseorang sebagai ungkapan
ketaatan dan ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian bagi orang
muslim maupun muslimah memiliki nilai ibadah. Oleh karena itu dalam
berpakaian seseorang harus mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam berpakaian seseorang pun tidak dapat
menentukan kepribadiannya secara mutlak, akan tetapi sedikit dari pakaian
yang digunakannya akan tercermin kepribadiannya dari sorotan lewat
pakaiannya.
“Pakaian adalah nikmat dan anugerah Allah yang besar diberikan kepada hamba-hamba-Nya, Allah memuliakan mereka dengan pakaian tersebut,
sebab ia dapat menutupi dan melindungi anggota tubuhnya, menghadirkan
keindahan, karena itu kebutuhannya kepada pakaian merupakan hal pokok
yang harus terpenuhi.”37
“Islam mengajarkan bahwa pakaian adalah penutup aurat. Islam mewajibkan setiap wanita dan laki-laki untuk menutupi anggota tubuhnya
yang menarik perhatian lawan jenisnya. Langkah pertama yang diambil Islam
dalam usaha mengukuhkan bangunan masyarakatnya adalah melarang
bertelanjang dan menentukan aurat laki-laki dan wanita.”38
Berpakaian adalah mengenakan pakaian untuk menutupi aurat dan
sekaligus perhiasan untuk memperindah jasmani seseorang. Berpakaian tidak
hanya sekedar kain penutup badan, tidak hanya sekedar mode atau trend yang
mengikuti perkembangan zaman. Islam mengajarkan tata cara atau adab
berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama, baik secara moral, indah
dipandang dan nyaman digunakan.
Islam datang untuk menghadirkan masyarakat yang bersih dan menjaga
diri, karena itu, Islam melarang menyingkap aurat secara umum, dan secara
36 Shihab, op. cit., h. 210.
37 Abdussalam Thawilah, op. cit., h. 3.
khusus sangat menekankan kepada kaum wanita agar menjaga tubuhnya.
Islam telah menata sebuah aturan dalam rangka menjaga kemuliaan dan
kehormatan dirinya, Islam menyuruh kaum wanita untuk berhijab disertai
keindahan.39
Menurut Syaikh Abdul Wahab Abussalam Thawilah, pakaian itu
memiliki hukum taklif terdiri dari lima bagian:
1. Pakaian yang wajib, yaitu yang berfungsi menutup aurat, menjaga dari panas serta bahaya-bahaya yang lain.
2. Pakaian yang disukai, tujuannya berfungsi sebagai perhiasan dan memperlihatkan kenikmatan tanpa disertai sikap sombong dan berlebih-lebihan, hal ini bisa dilihat pada momentum hari raya Idul
Fitri dan Idul Adha, hari jum’at, berkumpul untuk sebuah acara serta
momentum-momentum lainnya. Allah berfirman, “Dan adapun dengan nikmat Tuhanmu maka ceritakanlah”. (QS. Adh-Dhuha: 11) 3. Yang diharamkan, yaitu pakaian dan perhiasan yang Allah haramkan
karena sebuah hikmah yang Allah kehendaki, seperti sutra, emas bagi laki-laki, wanita menampakkan perhiasannya, pakaian yang digunakan dengan maksud sombong.
4. Yang dibenci (makruh), pakaian yang dikenakan secara
berlebih-lebihan dan sombong. Diriwayatkan dari Amru bin Syu’aib dari
ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda, “makan
dan minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan sombong.”
5. Yang diperbolehkan (mubah), yaitu pakaian yang bagus untuk berhias, yang bersih dari sikap berlebih-lebihan.40
Islam tidak pernah menentukan bentuk pakaian tertentu, akan tetapi
hanya meletakkan dasar-dasar dan kaidah pokok dalam aturan berpakaian dan
memerintahkan untuk menaati aturan-aturan tersebut. Apabila seorang
laki-laki dan wanita telah memerhatikan aturan dan kaidah tersebut, maka itulah
pakaian yang sesuai dengan syari’at, tanpa harus mempermasalahkan bentuk
pakaian, jahitan, dan hal-hal yang lain. Dan di antara kaidah penting tersebut
ialah hendaknya pakaian itu menutupi aurat.
Semua ketentuan yang diwajibkan Islam kepada wanita dalam hal
pakaian bertujuan untuk mencegah terjadinya fitnah dan kerusakan. Wanita
benar-benar diperhatikan secara berlebihan di mana tidak dilakukan pada
kaum laki-laki. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan para istri
Rasulullah saw. dan wanita-wanita mukmin untuk berhijab. Seperti yang
sudah diketahui bahwa perintah berhijab datang setelah ditetapkan perintah
wajibnya menutup aurat, karena itu batasan yang ditutup dalam berhijab lebih
dari batasan kewajiban menutup aurat.
Dapat penulis simpulkan bahwa berpakaian Islami merupakan hal mutlak
yang harus diperhatikan oleh setiap muslim dan muslimah karena sejak
zaman Rasulullah saw. sampai sekarang ini berpakaian itu merupakan hal
yang tidak boleh dilalaikan karena dengan berpakaian, aurat manusia akan
tertutup dan terlindung dari segala penyakit. Dengan berpakaian Islami ini,
kaum wanita akan lebih terhormat dan terpandang. Mereka juga akan terjaga
dari gangguan orang-orang usil dan tidak bermoral.
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis
lakukan adalah sebagai berikut:
1. Adab Berpakaian Muslimah Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 26
(Studi Komparatif Sayyid Quthb dan Hamka), ditulis oleh Susilawati,
NIM: 105034001190 mahasiswa jurusan Tafsir Hadits Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, dengan hasil penelitian,
bahwa analisis persamaan dan perbedaan pemikiran Sayyid Quthb dan
Hamka dalam menafsirkan surat Al-A’raf ayat 26 tentang adab berpakaian
yaitu perbedaan dalam menafsirkan kata “Libaasut Taqwa”.41
Persamaan penelitian Susilawati dengan penelitian ini terletak pada ayat
al-Qur’an yang dikaji, yaitu sama-sama meneliti ayat 26 surat Al-A’raf,
sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji. Penelitian
Susilawati menggunakan metode komparatif dengan membahas
41
perbandingan antara pandangan Sayyid Quthb dengan Hamka dalam
masalah pakaian.
2. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat Al-Ankabut Ayat
16-24, ditulis oleh Rahmat Hidayatullah, NIM: 105011000198 mahasiswa
jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013, adapun nilai-nilai pendidikan yang
terkandung dalam surat Al-Ankabut Ayat 16-24 adalah nilai pendidikan
tauhid, yang pada intinya meng-Esakan Allah dalam Dzat maupun sifat,
pendidikan kesabaran yang mengajarkan betapa pentingnya kesabaran
dalam kehidupan, pendidikan syukur yang mengajarkan kita untuk selalu
bersyukur ketika dalam keadaan apapun dan Allah akan menambahkan
nikmat apabila kita selalu bersyukur kepada-Nya, pendidikan belajar
mengajar, yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh seorang
Muslim dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan oleh
Allah SWT, dan orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki
kedudukan yang sama dengan kebaikan orang yang jihad di medan perang
melawan orang-orang kafir dan pendidikan iman kepada hari kebangkitan,
keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir,
keimanan kepada Allah tidak sempurna kecuali dengan keimanan kepada
hari akhir, dengan beriman kepada hari akhir manusia akan sadar bahwa
ada kehidupan setelah kematian yang didalamnya terdapat balasan ketika
manusia hidup di dunia.42
Persamaan penelitian Rahmat Hidayatullah dengan penelitian ini terletak
pada objek yang dikaji yaitu sama-sama meneliti tentang nilai-nilai
pendidikan Islam, sedangkan perbedaannya terletak pada ayat al-Qur’an
yang dikaji. Penelitian Rahmat Hidayatullah membahas tentang Q.S
Al-Ankabut Ayat 16-24, sedangkan penulis membahas tentang Q.S. Al-A’raf
ayat 26-27.
25 A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek yang dibahas pada penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan
Islam yang terkandung dalam al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan
aplikasinya. Adapun waktu yang dilalui penulis dalam penelitian ini adalah
mulai bulan Oktober 2014 – Januari 2015.
B. Metode Penulisan
Sebagaimana penulisan karya ilmiah lazimnya, maka dalam menulis dan
menguraikan skripsi ini penulis menggunakan metode yang berlaku dalam
penulisan ilmiah. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
penelitian kepustakaan (library research), yakni mengambil dan
mengumpulkan data berbagai pendapat dan pandangan para ahli yang telah
termuatkan ke dalam berbagai buku-buku tafsir al-Qur’an dan buku-buku
pendidikan Islam.
Adapun sumber primer dalam penulisan skirpsi ini adalah al-Qur’an dan
terjemahnya serta kitab-kitab tafsir para ulama yang meliputi kitab Tafsir
Al-Mishbah, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir
Ibnu Katsir. Sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku pendidikan
Islam dan buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
analisis metode tafsir tahlili, yaitu metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib
susunan/urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri dengan sedikit
disebut dengan metode tajzi’i tampak merupakan metode tafsir yang paling
tua usianya.1
Metode tahlili merupakan metode paling tua. Metode ini paling banyak
dipakai para mufassir klasik, namun di masa sekarang pun tafsir model ini
masih dominan. Tafsir tahlili menonjolkan pengertian dan kandungan lafadz,
hubungan ayat dengan ayat, sebab-sebab nuzulnya, hadis-hadis Nabi, aqwal
sahabat atau tabi’in, dan pendapat mufassirin lainnya yang ada kaitannya
dengan ayat-ayat yang akan diterangkan artinya tersebut.
Lebih rinci lagi, Abd al-Hayy al-Farmawy mengatakan bahwa “tafsir
tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan
ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya”. Di dalam tafsirnya, penafsir
mengikuti urutan ayat, membahas mengenai asbabun nuzul dan dalil-dalil
yang berasal dari Rasul, sahabat atau tabi’in yang kadang-kadang bercampur
baur dengan pendapat penafsir sendiri dan diwarnai oleh latar belakang
pendidikannya.2
Analisis metode tahlili yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini,
yaitu membahas surat Al-A’raf ayat 26-27, maka penulis menganalisis
penjelasan mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ayat
tersebut dengan mencari sumber-sumber yang dapat menjelaskan makna dan
pe