• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan aplikasinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan aplikasinya"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

YANG TERKANDUNG DALAM AL-

QUR’AN

SURAT AL-A’RAF AYAT 26-27 DAN APLIKASINYA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh: SITI NURBAITI

1110011000056

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Islam (S.Pd.D

Oleh

Siti Nurbaiti

NrM. 11100110000s6

JURUSAN

PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM

FAKULTAS

ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

h Bimbingan

(3)

LBMBAR PENGESAHAN DOSEN PBMBIMBING

Skripsi berjuclul Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Al-Qrrr'an Surat Al'A'raf ayat26-27 dan Aplikasinya disusun oleh Siti Nurbaiti,

NIM. 111001 1000056, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Kegumau, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak diujikan

pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 14 Januari 201 5

Yang mengesahkan,

Pembimbing

(4)

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

UIN

Syarif Hidayatullah lakarta dan telah

dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 02 Februari 2015 di

hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana SI

(S.Pd.l) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, Februari 2015

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan PAI)

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag NrP. 19s80707 198703

I

00s

Sekretaris (Sekretaris Jurusan PAI)

Marhamah Saleh. Lc. MA NIP. 19720313 200801 2 010

Penguji I

Dr. Sururin. M. Ag

NrP. 19710319 199803 2 001

Penguji II

Drs. Masan AF. M. Pd

NIP. 195107t6 t98103 1 005

Mengetahui:

Dr. FIj. Nurlena Rifa'i. MA. Ph.D

(5)

SURAT PERI\YATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

KARYA

ILMIAH

Pendidikan Agama Islam

Jl. Utan Jati Kp. Wadas RT. 005 RW. 006 Kel. Pegadungan Kalideres Jakarta Barat 1 1830

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung

dalam Al-Qur'an surat

Al-A'raf

ayat 26-27 dan Aplikasinya adalah benar

hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Nama

NIM

Jurusan

Alamat

Nama Pembimbing

NIP

Siti Nurbaiti

1 1 1001 1000056

Kec.

: Prof. Dr. H. Salman Harun :19450612 1965101 001

Demikian surat pemyataan

ini

saya

menerima segala konsekuensi apabila

sendiri.

buat dengan sesungguhnya dan saya siap

terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya

Jakarta, 14Januai2015

Yang Menyatakan

(6)

Saya yang bertanda tangan di Nama

Tempat/Tgl. Lahir NIM

Jurusan/Prodi

Judul Skripsi

Dosen Pembimbing

bawah ini,

Siti Nurbaiti

J akarta, 07 Novemb er 1992

1 1 1001 1000056

Pendidikan Agama Islam

Nilai-nilai Pendidikan Islam Yang Terkandung Dalam

A1-Qur'an Surat Al-A'raf Ayat 26-27 dan Aplikasinya Prof. Dr. H. Salman Harun

dengan ini menyatakan bahwa slaipsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan

saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, Januari 2015

(7)

i

ABSTRAK

Nama : Siti Nurbaiti

NIM : 1110011000056

Fak/Jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam

Judul : Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 26-27 dan Aplikasinya

Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, di dalamnya menjelaskan berbagai aspek-aspek kehidupan termasuk mengenai pendidikan. Setiap ayat yang disebutkan di dalam al-Qur’an mempunyai makna dan nilai-nilai yang berarti, dan nilai-nilai yang terkandung adalah sebagai pembelajaran dan pendidikan bagi kehidupan umat manusia. Sebagai pedoman dan tuntunan hidup, al-Qur’an diturunkan oleh Allah bukan sekedar untuk dibaca secara tekstual melainkan dipahami dan diamalkan.

Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27 merupakan ayat al-Qur’an yang di dalamnya menjelaskan hal-hal mengenai nilai-nilai pendidikan Islam, terutama dalam masalah pakaian. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam surat Al-A’raf ayat 26-27.

Untuk memperoleh data yang refresentatif dalam pembahasan skripsi ini, digunakan metode penelitian studi kepustakaan (library research), yaitu dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisis buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. Adapun jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dalam al-Qur’an surat Al

(8)

Fak / Jur : MT and Teaching Science / Islamic Education

Title : Values of Islamic Education Contained in the Qur'an Surah Al-Araf verse 26-27 and Applications

The Qur'an is the source of knowledge, in which explain various aspects of life including education about. Each verse is mentioned in the Qur'an has meaning and values are means, and values contained are as learning and education for human life. As a guideline and life guidance, the Qur'an was revealed by God not just to read textually but understood and practiced.

Al Quran surah Al-Araf verse 26-27 is a verse from the Qur'an that in it explains things about the educational values of Islam, especially in the matter of clothing. The purpose of this study was intended to determine the values of Islamic education contained in the Al-Araf verse 26-27.

To obtain data refresentatif in the discussion of this thesis, used research methods literature study (library research), that is by searching, collecting, reading, and analyzing the books that are relevant to the discussion of this thesis. The type of this thesis is a qualitative study.

(9)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada

baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul pilihan yang membawa cahaya penerang

dengan ilmu pengetahuan. Serta iringan do’a untuk keluarga, sahabat, dan seluruh

pengikutnya yang selalu setia sampai akhir zaman.

Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam

Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan Aplikasinya” ini merupakan tugas akhir

yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada

jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, selesainya penulisan skripsi ini

tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan, motivasi serta dukungan dari

berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya sehingga penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mennghanturkan ucapan terima

kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.

3. Ibu Marhamah Shaleh, Lc. MA Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. H. Salman Harun, Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, mendidik, memberikan saran dan motivasi, serta mengarahkan

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Alm. Dr. Anshori LAL, MA, Dosen pembimbing skripsi yang telah

(10)

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

khususnya di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah banyak membina,

membimbing dan menyampaikan ilmu pengetahuannya kepada penulis,

mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis di dunia dan di akhirat.

7. Seluruh Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan FITK atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis

untuk mendapatkan referensi yang mendukung dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Kepada kedua Orang tua penulis ayahanda Alm. H. Abdul Razak dan uminda

Hj. Iin Nurainah yang telah memberikan dukungan, do’a, pengorbanan,

perjuangan serta semangat hingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

9. Kakak-kakak penulis Asep Awaludin, Agus Rachman dan adik-adik penulis

Nurrozzah Sylvianda, Dede Khairunnisa serta keluarga besar penulis yang

telah banyak membantu baik moril maupun materil, memberikan do’a,

dorongan dan semangat selama penulisan skripsi ini.

10.Sahabat terbaik Nurchoirum Mauzuroh, Isnin Nadra, Intan Rahma Yuri

terimakasih atas segala canda, tawa, air mata, dukungan, dan mimpi-mimpi

yang akan kita wujudkan dikemudian hari.

11.Teman seperjuangan teh uchie, mae, mimah, albert dan seluruh keluarga

besar P20AI serta kawan-kawanku di PAI angkatan 2010, terimakasih atas

dukungan, bantuan, dorongan serta motivasi kepada penulis.

12.Sahabat Baniez Eleven Maria Ulfah, Nur Azizah, Amanah terimakasih atas

dukungan, bantuan dan motivasinya kepada penulis.

13.Sang Motivator pribadi Ahmad Abdul Hafiz, yang selalu setia menemani

langkah penulis dan mengisi hari-hari dengan senyum dan tawa, terimakasih

atas do’a, nasihat, saran, pengorbanan, serta bantuannya baik moril maupun

materil selama ini, semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud. Aamiin.

Tiada kata yang dapat melukiskan rasa syukur dan terimakasih kepada

seluruh pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini yang

(11)

kalian semua. Akhir kata tiada gading yang tak retak, penulis menyatakan sebagai

manusia tidak sempurna, dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya sederhana ini

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Januari 2015

(12)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D.Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ... 7

BAB II : KAJIAN TEORETIK A.Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 8

B. Pendidikan Berpakaian Islami ... 20

C.Hasil Penelitian yang Relevan ... 23

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A.Objek dan Waktu Penelitian ... 25

B. Metode Penulisan ... 25

C.Fokus Penelitian ... 26

BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Tafsir Surat Al-A’raf ayat 26-27 ... 28

B. Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Surat Al-A’raf ayat 26-27 ... 47

1. Nilai-nilai Pendidikan Ibadah ... 47

a. Menutup aurat ... 47

b. Perintah bersyukur ... 53

2. Nilai-nilai Pendidikan Aqidah ... 56

a. Pendidikan Taqwa ... 56

b. Pendidikan Keimanan ... 60

(13)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 67

B. Implikasi ... 69

C.Saran ... 69

(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah untuk menjadi

pedoman bagi seluruh umat masuia, dengan segala petunjuknya yang

lengkap, meliputi aspek kehidupan yang bersifat universal. Nabi Muhammad

Saw sebagai pendidik pertama (pada masa awal pertumbuhan Islam) telah

menjadikan al-Qur’an sebagai dasar utama dalam pendidikan Islam. Bahkan

lebih dari itu, kedudukan al-Qur’an pun telah menjadi sumber pokok dalam

pendidikan Islam.

“Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah,

syari’ah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai

persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk

memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu.

Sebagaimana dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 44 dijelaskan:”1



















Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl [16]:44)

Dapat kita ketahui, bahwa agama Islam ialah agama yang membawa

manusia kepada kemajuan dan peradaban tinggi dalam masyarakat, yaitu

(15)

dengan menganjurkan memakai perhiasan yang sederhana dan pakaian yang

layak bagi diri seseorang.2

Pelajaran pertama ihwal peradaban, yang diajarkan Islam kepada

umatnya dalam soal pakaian ini, adalah dalam surat Al-A’raf ayat 26-27: 3















































Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A’raf [7]: 26-27)

Menurut M. Quraish Shihab, “ayat di atas menegaskan bahwa setiap

laki-laki dan perempuan wajib menutup auratnya. Ayat ini berpesan kepada

manusia bahwa sesungguhnya Allah telah menyiapkan bahan pakaian untuk

menutupi aurat lahiriah serta bathiniah yakni bahan-bahan pakaian indah

untuk menghiasi diri dan digunakan dalam peristiwa-peristiwa istimewa.”4

2 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004), cet. Ke-73, h. 212.

(16)

Kemudian, setelah menyebut kedua macam pakaian itu, disebut Allahlah

pakaian ketiga, pakaian takwa. Dengan ini diterangkan bahwasannya pakaian

bukanlah semata-mata dua yang lahir itu saja, tetapi ada lagi pakaian ketiga

yang lebih penting, yaitu pakaian takwa, pakaian jiwa.5

Mengenai nikmat Allah yang telah diberikan kepada manusia dan Adam

dahulu. Manusia diperintahkan untuk menjauhkan diri dari perilaku maksiat

dan durhaka, serta bertaqwa, baik dalam keadaan tertutup maupun nyata

(terbuka). Karena Allah yang menurunkan kepada manusia hujan dan awan.

Dengan diturunkannya air hujan itu tumbuhlah kapas dan katun, yang

kemudian bisa dijadikan bahan baku untuk membuat wol dan bulu unta serta

jenis-jenis pakaian lain yang dapat dipergunakan menutupi aurat ataupun

pakaian untuk menutup badan, bahkan untuk menghiasi diri. Allah

menurunkan yang demikian itu dari langit, dengan demikian Allah

menurunkan materi atau bahan baku kapas, katun dan sebagainya untuk

memenuhi kebutuhan sandang bagi manusia, yang bisa menutup tubuh dan

auratnya. Di samping itu, Allah menciptakan beberapa sifat keingintahuan

yang mendorong manusia untuk terus mempelajari cara-cara mempergunakan

dan mengolahnya, sehingga menjadi pakaian yang baik dan menarik.6

Dari ayat di atas sebelumnya bisa dilihat bagaimana Islam memposisikan

manusia dengan sangat mulia. Merupakan sebuah kenikmatan tentunya jika

Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menutup aurat menghiasi diri

dengan pakaian yang merupakan sebuah hiasan dan keindahan.

“Fenomena terbuka aurat pernah terjadi puluhan ribu tahun yang lalu, dimana Adam dan Hawa melanggar perintah Allah karena termakan bujuk

rayu setan. Maka tanggallah semua hiasan pakaian dan hiasan surga yang

mereka kenakan. Dengan itu maka di turunkanlah mereka di dunia ini.”7

Aurat berasal dari bahasa Arab yang secara literal berarti celah,

kekurangan, sesuatu yang memalukan atau sesuatu yang dipandang buruk

5 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), juz VIII, h. 197.

6 Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid, An-Nur, (Bandung: Mizan), vol 2, h. 1376.

(17)

dari anggota tubuh manusia yang membuat malu bila dipandang. Hal ini

sebagaimana yang dapat difahami dari surat an-Nur ayat 31 yang diartikan

sesuatu anggota tubuh manusia yang membuat malu bila dipandang, atau

buruk untuk diperlihatkan.8

“Pada hakikatnya menutup aurat adalah fitrah manusia yang diaktualkan pada saat ia memiliki kesadaran. Hal lain yang mengisyaratkan bahwa

berpakaian atau menutup aurat merupakan fitrah manusia adalah penggunaan

istilah “Ya Bani Adam” (Wahai putra putri Adam) dalam ayat-ayat yang

berbicara tentang berpakaian.”9

M. Quraish Shihab dalam bukunya mengatakan:

Pada saat ini yang sering kali menjadi masalah bagi sementara orang adalah memadukan antara fungsi pakaian sebagai hiasan dengan fungsinya menutup aurat. Di sini tidak jarang orang tergelincir sehingga mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang dinilainya keindahan dan hiasan. Agama Islam menghendaki para pemeluknya agar berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut atau paling sedikit fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Ini karena penampakan aurat dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakkan serta bagi yang melihatnya.10

Di zaman modern seperti sekarang ini, masih ada wanita-wanita yang

memakai jilbab tetapi apa yang dipakainya itu atau gerak-gerik yang

diperagakannya tidak sejalan dengan tuntutan agama dan budaya masyarakat

Islam.

“Allah SWT memang menciptakan manusia dengan keunikan dan kekhasan yang beragam dan membedakan antara yang satu dengan yang lain.

Dengan keragaman yang ada ini akan terus berlaku sampai akhir zaman.

Perkembangan zamanlah kemudian yang mengubah gaya berbusana

8 Husen Muhammad, Fiqih Perempuan, (Yogyakarta: LKIS, 2001), h. 51. 9 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 158.

(18)

orang Barat, hingga akhirnya sampai pada model mutakhir seperti sekarang

ini.”11

Islam sendiri telah meletakkan satu etika berpakaian yang prinsip asasnya

ialah menutup aurat, ia cukup baik dan mempunyai tujuan yang amat jelas

kebaikan dan manfaatnya kepada umat Islam, yaitu untuk menjaga

kehormatan dan kesucian diri, sebagai tanda pengenalan umat Islam dan

orang beriman, serta menjaga pandangan mata dari melihat suatu yang haram

dipandang.

Sebagaimana Allah telah memberi peringatakan kepada Adam dan anak

cucunya, bahwa setan telah meminta kesempatan yang luas untuk

memperdayakan Adam dan anak cucunya. Dia akan datang dari muka

menggoda, dari belakang dan dari rusuk kanan dan rusuk kiri, dia tidak akan

berhenti sebelum maksudnya berhasil. Sedangkan manusia telah diberi ilham

oleh Allah untuk berpakaian yang perlu dan berpakaian perhiasan. Dalam

memakai pakaian manusia hendak selalu mengingat akan perdaya setan dan

iblis yang mula-mula menggoda dan menjebak untuk masuk dalam siasatnya,

sehingga Adam dan Hawa melanggar larangan dari Allah untuk tidak

mendekati pohon terlarang itu, maka yang mula-mula sekali terbuka ialah apa

arti kemaluan, sehingga terbukalah aurat masing-masing sampai mereka

cepat-cepat untuk mengambil daun-daun surga guna menutup aurat karena

sangat malu. Oleh sebab itu hendaklah manusia untuk selalu berpakaian

lengkap.12

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27, dengan

judul “Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan Aplikasinya”.

11 Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Islam Dihujat Islam Menjawab, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 151-153.

(19)

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya penanaman nilai-nilai pendidikan berpakaian Islami bagi

manusia berdasarkan surat Al-A’raf ayat 26-27.

b. Masih banyak orang tua yang cuek dan bangga apabila anaknya tidak

berpakaian Islami.

c. Kurangnya kesadaran manusia akan berpakaian yang sesuai dengan

ajaran Islam.

d. Masih ada wanita-wanita yang memakai jilbab tetapi apa yang

dipakainya tidak sejalan dengan tuntutan agama.

e. Sedikitnya kajian tentang pengetahuan menanamkan makna pakaian bagi

manusia berdasarkan surat Al-A’raf ayat 26-27.

C. Pembatasan Masalah

Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis

membatasi masalah yaitu:

a. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam al-Qur’an surat Al

-A’raf ayat 26-27.

b. Aplikasi berpakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan

al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang

penulis ajukan adalah :

a. Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung di dalam al-Qur’an surat

Al-A’raf ayat 26-27.

b. Bagaimana aplikasi berpakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari

(20)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung

dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.

b. Untuk mengaplikasikan pendidikan berpakaian Islami dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan menarik minat peneliti lain, khususnya

para mahasiswa untuk mengembangkan penelitian lanjutan tentang

masalah yang sama.

b. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.

c. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai adab berpakaian sesuai

syari’at Islam.

d. Agar pesan-pesan yang terkandung didalamnya dapat direalisasikan

dalam kehidupan sehari-hari.

(21)

8

KAJIAN TEORI

A. Nilai-nilai Pendidikan Islam

Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya

pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of

Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan

bahwa “hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai.

Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses

penyesuaian terhadap nilai”.1

Prof. Dr. Hasan Langgulung mengatakan sebagaimana dikutip oleh

Jalaludin bahwa :

Pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu, dari sudut pandang individu dan masyarakat. Dari sudut individu pendidikan diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi individu, sedangkan dari sudut masyarakat pendidikan merupakan pewarisan nilai-nilai budaya kepada generasi muda agar tetap terpelihara dan terlestarikan. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pewarisan nilai-nilai tersebut adalaha nilai-nilai-nilai-nilai ajaran Islam. Nilai-nilai-nilai yang telah terbentuk dalam tradisi dan budaya Islam dan menjadi sebuah peradaban Islam.2

Sedangkan Susanto dalam bukunya Pemikiran Pendidikan Islam

mengatakan:

Pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan (internalisasi) dan mentransformasi nilai-nilai Islam yang meliputi proses perubahan sikap dan tingkah laku serta kognitif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual ke arah kedewasaan yang optimal dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.3

1 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 127.

2 Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 134.

(22)

Transformasi nilai-nilai Islam tersebut juga berarti merubah bentuk

kebiasaan masyarakat lama ke dalam bentuk kehidupan baru yang pada

pengamatannya diketahui bahwa kehidupan masyarakat lama dibentuk oleh

nilai-nilai adat yang diwariskan dari generasi sebelumnya yang berupa pola

pikir, prilaku yang harus di taati. Dengan transformasi nilai ajaran Islam

tersebut dapat mengarahkan kehidupan kita sesuai dengan ideologi Islam

serta dapat dengan mudah membentuk kehidupan diri kita sesuai dengan

nilai-nilai ajaran Islam.

1. Pengertian Nilai

“Menurut bahasa nilai artinya harga, hal-hal yang penting atau berguna

bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan

hakikatnya.”4

Nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga, yang dipergunakan

sebagai landasan, pedoman atau pegangan seseorang dalam menjalankan

sesuatu sebagai pengukuran terhadap apa yang telah kita kerjakan atau

usahakan. Sesuatu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi

kehidupan manusia.

Menurut pandangan idealisme para pengikut Hegel (Hegelian)

sebagaimana dikutip Noor Syam, bahwa “nilai ialah suatu yang bersifat

normatif dan objektif, berlaku umum. Bahkan nilai itu bersifat idealisme,

cita-cita tiap pribadi yang mengerti dan menyadarinya, nilai itu menjadi norma,

ukuran untuk suatu tindakan seseorang apakah itu baik, buruk dan

sebagainya.”5 Lebih lanjut ditegaskan bahwa, nilai-nilai tidak hanya menurut

pikiran dan keinginan manusia secara subjektif. Nilai-nilai itu bersifat

objektif, universal, independen dalam arti bebas dari pengaruh rasioa dan

keinginan manusia secara individual.

4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3, h. 783.

(23)

Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan

untuk kebajikan. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan menghubungkan

sesuatu dengan yang lain dan kemudian mengambil keputusan. Sesuatu

dianggap punya nilai jika sesuatu itu dianggap penting, baik dan berharga

bagi kehidupan umat manusia, baik ditinjau dari segi religius, politik, hukum,

moral, etika, estetika, ekonomi dan sosial budaya.

Nilai bukan semata-mata utuk memenuhi dorongan intelek dan keinginan

manusia. Nilai justru berfungsi untuk membimbing dan membina manusia

supaya menjadi lebih luhur, lebih matang, sesuai dengan martabat human

dignity.

Berdasarkan pada pendapat serta pengertian sebagaimana tersebut di atas,

maka penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai ialah suatu hal yang bersifat

normatif dan objektif, sebagai ukuran atas suatu tindakan yang menjadi

norma yang akan membimbing dan membina manusia supaya mejadi lebih

luhur, berguna dan bermanfaat dalam kehidupannya.

Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas,

baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Notonegoro dalam Kaelan,

menyebutkan adanya 3 macam nilai. Dari ketiga jenis nilai tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.

b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:

1) Nilai Kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta manusia)

2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia.

3) Nilai kebaikan atau nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.6

Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan

bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud

(24)

material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non-material atau

immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat mengandung nilai yang

sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih

mudah diukur, yaitu dengan menggunakan panca indera maupun alat

pengukur seperti berat, panjang, luas, dan sebagainya. Sedangkan nilai

kerohanian atau spiritual lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal

tersebut, yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu

oleh alat indra, cipta, rasa, karsa, dan keyakinan manusia.

2. Landasan Nilai-nilai Pendidikan Islam

“Setiap usaha, kegiatan, tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh

karena itu pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia harus

mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan

pendidikan Islam itu dihubungkan.”7

“Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial

yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran-ajarannya

kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan

landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu

al-Qur’an dan as-Sunnah.”8

Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam

ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat

universal yakni al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih juga pendapat para

sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad

D. Marimba yang menjelaskan bahwa “yang menjadi landasan atau dasar

pendidikan sebagai sebuah bangunan sehingga isi al-Qur’an dan al-Hadits

7 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 19.

(25)

menjadi pedoman, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap

berdirinya pendidikan.”9

a. Al-Qur’an

Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, “Secara etimologi al

-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qira’atan, yang berarti

mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf

atau kata-kata dari satu bagian ke bagian yang lain secara teratur.”10

Menurut Zakiyah Daradjat:

Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW. didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan

dengan amal yang disebut syari’ah.11

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir dalam bukunya Ilmu Pendidikan

Islam, mengatakan:

Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama

dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak ada satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jangkauan al-Qur’an.12

b. As-Sunnah

Setelah al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan as-Sunnah sebagai

dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah sunnah berarti jalan,

metode dan program. Secara istilah sunnah adalah perkara yang

dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan,

perbuatan, atau sifat Nabi Muhammad SAW.

9 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 19. 10 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 32. 11 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 19.

(26)

Abdurrahman An Nahlawi dalam bukunya Prinsip-prinsip dan

Metode Pendidikan Islam :

Sebagaimana al-Qur’an, sunnah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia menjadi manusia yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunnah memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu:

1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam

al-Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.

2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang dilakukannya.13

3. Pengertian Pendidikan Islam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “proses

perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”14

“Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan

akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya).

Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie”,

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.”15 Djumransjah dan

Abdul Malik Karim Amrullah dalam bukunya Pendidikan Islam, “Istilah

pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk

membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam

masyarakat dan bangsa.”16

Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam

pelaksanaannya berdasarkan pada ajaran Islam. Karena ajaran Islam

berdasarkan al-Qur’an, As-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah,

13 Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: Diponogoro, 1992), h. 47.

14 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 232.

15 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 13.

(27)

maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada Al-Qur’an, As-Sunnah,

pendapat para ulama serta warisan sejarah tersebut.17

Pendidikan dalam pengertian luas adalah “meliputi semua perbuatan atau

semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,

pengalamannya, kecakapan serta ketrampilannya kepada generasi muda,

sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memnuhi fungsi

hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah.”18

Secara terminologi pendidikan mempunyai beberapa pengertian,

diantaranya menurut Anton Moeliono yang dikutip oleh Samsul Nizar, ia

mendefinisikan pendidikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik.”19

Sedangkan menurut Langeveld sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri,

menyebutkan bahwa pendidikan itu ialah “pemberian bimbingan atau bantuan

rohani bagi yang masih memerlukan, pendidikan itu terjadi melalui pengaruh

dari seseorang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa.”20

Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dan

peserta didik atau dalam mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam

lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu adanya

keterkaitan dan saling mempengaruhi antara pendidik dengan anak didik.

Dalam saling mempengaruhi ini, peranan pendidik lebih besar dan lebih

utama karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

berpengalaman, lebih banyak menguasai nila-nilai pengetahuan dan

lingkungan dibanding dengan peserta didik.21

Pengertian pendidikan secara umum itu kemudian dihubungkan dengan

Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian

17 Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press), h. 15. 18 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. Ke-V h. 92. 19 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet. Ke-1, h. 92.

(28)

baru. Abdurahman An-Nahlawi menggambarkan hubungan antara Islam dan

pendidikan sebagai berikut:

“Islam merupakan syari’at Allah bagi manusia yang dengan syari’at itu

manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan

amanat besar itu membutuhkan pengalaman, pengembangan, dan pembinaan.

Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan

Islam.”22

Dari definisi diatas baik secara etimologi maupun terminologi, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha transfer nilai-nilai budaya

dalam rangka penyempurnaan tingkah laku, pendewasaan dan pemahaman.

Atau dengan kata lain bahwa orientasi dari pendidikan adalah pembentukan

nilai-nilai kepribadian yang luhur dan berkualitas.

4. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan agama Islam secara umum adalah “meningkatkan

keimanan, pemahaman, pengetahuan, pengalaman peserta didik tentang

agama Islam. Sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa

kepada Allah swt serta berakhlak mulia dan berguna bagi masyarakat, agama

dan Negara.”23

“Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki

kejelasan tujuan yang hendak dicapai. Banyak dari para ahli yang mengkaji

dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tujuan pendidikan tersebut. Hal

ini bisa dimengerti karena tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang

amat penting.”24

22 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di rumah, Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), cet. Ke-1, h. 28.

23 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), cet. Ke-3, h. 79.

(29)

Abuddin Nata berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad

Syar’i:

Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Sulit dibayangkan jika ada suatu kegiatan tanpa memiliki kejelasan tujuan. Menurutnya, perumusan dan penetapan tujuan pendidikan Islam harus memenuhi kriteria berikut: a. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah di muka bumi dengan

melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengelola bumi sesuai kehendak Tuhan.

b. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahan di muka bumi dilakukan dalam rangka pengabdian atau beribadah kepada Allah.

c. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia sehingga tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.

d. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa, dan jasmani guna pemilikan pengetahuan, akhlak dan keterampilan yang dapat digunakan mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya. Serta, e. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan di akhirat.25

Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani yang dikutip oleh Ahmad Syar’i

merumuskan tujuan pendidikan Islam sejalan dengan misi Islam itu sendiri,

yaitu: “mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlakul

karimah”. Sementara Jalaluddin dan Usman Said menyimpulkan tujuan pendidikan Islam telah terangkum dalam kandungan surah al-Baqarah ayat

201:













dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".26

25Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), cet. Ke-1, h. 24-25.

(30)

Dari berbagai tujuan pendidikan Islam di atas menggambarkan betapa

luasnya ruang lingkup dan sasaran yang harus dicapai pendidikan Islam,

namun demikian, pada hakikatnya tujuan pendidikan Islam identik dengan

tujuan kehidupan manusia khususnya umat Islam, yang pada intinya untuk

memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.

5. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Dasar secara bahasa, “berarti asa, fundamen, pokok atau pangkal segala

sesuatu (pendapat, ajaran, aturan)”.27

Lebih lanjut dikatakan bahwa, dasar

adalah landasan berdirinya sesuatu. “Fungsi adalah memberikan arah kepada

tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya

sesuatu.”28

Pendidikan Islam sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang

pendidikan dan pembinaan kepribadian tertentu memerlukan dasar atau

landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Ajaran itu bersumber

pada al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah saw dan ijtihad (hasil pikir

manusia). Dasar inilah yang membuat ilmu pendidikan ini disebut sebagai

ilmu pendidikan Islam. Tanpa dasar ini, maka tidak ada ilmu pendidikan

Islam.

a. Al-Qur’an

“al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh

malaikat jibril kepada Nabi Muhammad saw. Di dalamnya terkandung

ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek

kehidupan melalui ijtihad. Ajaran berhubungan dengan masalah keimanan

yang disebut akidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut

syari’ah.”29

Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, (pada masa awal

pertumbuhan Islam) telah menjadikan al-Qur’an sebagai sumber pokok

serta dasar pendidikan Islam. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pokok

27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus…. h. 121.

(31)

pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat al-Qur’an itu yang berbunyi:

surat Al-„Alaq 1-5

















bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Al-Qur’an diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan sebagai

pedoman hidupnya. Sebab pada dasarnya al-Qur’an banyak membahas

tentang berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan

tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku

bangunan pendidikan yang dibutuhkan manusia. Hal ini tidak aneh

mengingat al-Qur’an merupakan kitab hidayah, dan seseorang bisa

memperoleh hidayah tiada lain atas kehendak Allah, karena pendidikan

yang benar serta ketaatannya.

Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur’an secara garis besar mempunyai

tiga tujuan pokok, diantaranya:

1) Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan, dan kepastian akan adanya hari pembalasan.

2) Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.

3) Petunjuk mengenai syari’ah dan hukum dengan jalan menerangkan

dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.30

(32)

b. As-Sunnah

Dasar yang kedua setelah al-Qur’an ialah as-Sunnah Rasulullah saw,

amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam proses perubahan sikap

hidup sehari-hari tersebut menjadi dasar utama pendidikan Islam setelah

al-Qur’an, karena Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi

umatnya, sebagaimana firmannya dalam surah al-Ahzab ayat 21 berikut

ini:







Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

As-Sunnah menurut bahasa artinya jalan, baik terpuji maupun tercela.

Sedangkan menurut istilah ahli hadits, “sunnah ialah segala yang

dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran, sifat,

keadaan, maupun perjalanan hidup beliau: baik yang berupa demikian itu

terjadi sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul.”31

c. Ijtihad

“Adapun ijtihad menurut istilah ulama ushul ialah mencurahkan daya

kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’

secara terinci.”32

Menurut Zakiyah Daradjat:

Ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan mengunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menetapkan atau menentukan suatu syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan

(33)

termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada al-Qur’an dan as-Sunnah.33

Dari berbagai definisi di atas ijtihad berarti mencurahkan segenap

kemampuan akal pikiran dalam menetapkan suatu permasalahan hukum

yang belum ditemukan kepastian hukumnya dalam al-Qur’an dan as

-Sunnah. Ijtihad ini dilakukan oleh para ulama yang memenuhi persyaratan

untuk berijtihad.

Ijtihad dalam bidang pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur’an

dan as-Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan

Islam. Dengan demikian, untuk merealisasikan ajaran Islam itu sangat

dibutuhkan ijtihad. Dan setiap muslim atau ulama yang berijtihad harus

benar-benar mengetahui berbagai disiplin ilmu agar ijtihadnya dapat

mengarahkan umat Islam kearah kebaikan dan kebenaran.

B. Pendidikan Berpakaian Islami

Menurut M. Quraish Shibab, “al-Qur’an paling tidak menggunakan tiga

istilah untuk pakaian, yaitu libas, tsiyab, dan sarabil. Kata libas ditemukan

sebanyak sepuluh kali, tsiyab ditemukan sebanyak delapan kali, sedangkan

sarabil ditemukan sebanyak tiga kali dalam dua ayat”.34

Menurut Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, “pakaian yaitu apa

yang dikenakan oleh manusia untuk menutup anggota tubuhnya, keseluruhan

atau sebagiannya, untuk melindungi dirinya dari panas dan bahaya, seperti

gamis, pakaian, dan selendang, dan inti dari berpakaian adalah menutupi”.35

Menurut M. Quraish Shihab:

Sejak dini Allah SWT telah mengilhami manusia sehingga timbul dalam dirinya dorongan untuk berpakaian, bahkan kebutuhan untuk berpakaian, sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Tha-Ha [20]: 117-118, yang mengingatkan Adam bahwa jika ia terusir dari surga karena setan, tentu ia akan bersusah payah di dunia untuk mencari sandang, pangan, dan

33 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-III, h. 21.

(34)

papan. Dorongan tersebut diciptakan Allah dalam naluri manusia yang memiliki kesadaran kemanusiaan. Itu sebabnya terlihat bahwa manusia primitif pun selalu menutupi apa yang dinilainya sebagai aurat.36

Berpakaian dalam Islam dikenakan oleh seseorang sebagai ungkapan

ketaatan dan ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian bagi orang

muslim maupun muslimah memiliki nilai ibadah. Oleh karena itu dalam

berpakaian seseorang harus mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam

al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam berpakaian seseorang pun tidak dapat

menentukan kepribadiannya secara mutlak, akan tetapi sedikit dari pakaian

yang digunakannya akan tercermin kepribadiannya dari sorotan lewat

pakaiannya.

“Pakaian adalah nikmat dan anugerah Allah yang besar diberikan kepada hamba-hamba-Nya, Allah memuliakan mereka dengan pakaian tersebut,

sebab ia dapat menutupi dan melindungi anggota tubuhnya, menghadirkan

keindahan, karena itu kebutuhannya kepada pakaian merupakan hal pokok

yang harus terpenuhi.”37

“Islam mengajarkan bahwa pakaian adalah penutup aurat. Islam mewajibkan setiap wanita dan laki-laki untuk menutupi anggota tubuhnya

yang menarik perhatian lawan jenisnya. Langkah pertama yang diambil Islam

dalam usaha mengukuhkan bangunan masyarakatnya adalah melarang

bertelanjang dan menentukan aurat laki-laki dan wanita.”38

Berpakaian adalah mengenakan pakaian untuk menutupi aurat dan

sekaligus perhiasan untuk memperindah jasmani seseorang. Berpakaian tidak

hanya sekedar kain penutup badan, tidak hanya sekedar mode atau trend yang

mengikuti perkembangan zaman. Islam mengajarkan tata cara atau adab

berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama, baik secara moral, indah

dipandang dan nyaman digunakan.

Islam datang untuk menghadirkan masyarakat yang bersih dan menjaga

diri, karena itu, Islam melarang menyingkap aurat secara umum, dan secara

36 Shihab, op. cit., h. 210.

37 Abdussalam Thawilah, op. cit., h. 3.

(35)

khusus sangat menekankan kepada kaum wanita agar menjaga tubuhnya.

Islam telah menata sebuah aturan dalam rangka menjaga kemuliaan dan

kehormatan dirinya, Islam menyuruh kaum wanita untuk berhijab disertai

keindahan.39

Menurut Syaikh Abdul Wahab Abussalam Thawilah, pakaian itu

memiliki hukum taklif terdiri dari lima bagian:

1. Pakaian yang wajib, yaitu yang berfungsi menutup aurat, menjaga dari panas serta bahaya-bahaya yang lain.

2. Pakaian yang disukai, tujuannya berfungsi sebagai perhiasan dan memperlihatkan kenikmatan tanpa disertai sikap sombong dan berlebih-lebihan, hal ini bisa dilihat pada momentum hari raya Idul

Fitri dan Idul Adha, hari jum’at, berkumpul untuk sebuah acara serta

momentum-momentum lainnya. Allah berfirman, “Dan adapun dengan nikmat Tuhanmu maka ceritakanlah”. (QS. Adh-Dhuha: 11) 3. Yang diharamkan, yaitu pakaian dan perhiasan yang Allah haramkan

karena sebuah hikmah yang Allah kehendaki, seperti sutra, emas bagi laki-laki, wanita menampakkan perhiasannya, pakaian yang digunakan dengan maksud sombong.

4. Yang dibenci (makruh), pakaian yang dikenakan secara

berlebih-lebihan dan sombong. Diriwayatkan dari Amru bin Syu’aib dari

ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda, “makan

dan minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan sombong.”

5. Yang diperbolehkan (mubah), yaitu pakaian yang bagus untuk berhias, yang bersih dari sikap berlebih-lebihan.40

Islam tidak pernah menentukan bentuk pakaian tertentu, akan tetapi

hanya meletakkan dasar-dasar dan kaidah pokok dalam aturan berpakaian dan

memerintahkan untuk menaati aturan-aturan tersebut. Apabila seorang

laki-laki dan wanita telah memerhatikan aturan dan kaidah tersebut, maka itulah

pakaian yang sesuai dengan syari’at, tanpa harus mempermasalahkan bentuk

pakaian, jahitan, dan hal-hal yang lain. Dan di antara kaidah penting tersebut

ialah hendaknya pakaian itu menutupi aurat.

Semua ketentuan yang diwajibkan Islam kepada wanita dalam hal

pakaian bertujuan untuk mencegah terjadinya fitnah dan kerusakan. Wanita

benar-benar diperhatikan secara berlebihan di mana tidak dilakukan pada

(36)

kaum laki-laki. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan para istri

Rasulullah saw. dan wanita-wanita mukmin untuk berhijab. Seperti yang

sudah diketahui bahwa perintah berhijab datang setelah ditetapkan perintah

wajibnya menutup aurat, karena itu batasan yang ditutup dalam berhijab lebih

dari batasan kewajiban menutup aurat.

Dapat penulis simpulkan bahwa berpakaian Islami merupakan hal mutlak

yang harus diperhatikan oleh setiap muslim dan muslimah karena sejak

zaman Rasulullah saw. sampai sekarang ini berpakaian itu merupakan hal

yang tidak boleh dilalaikan karena dengan berpakaian, aurat manusia akan

tertutup dan terlindung dari segala penyakit. Dengan berpakaian Islami ini,

kaum wanita akan lebih terhormat dan terpandang. Mereka juga akan terjaga

dari gangguan orang-orang usil dan tidak bermoral.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis

lakukan adalah sebagai berikut:

1. Adab Berpakaian Muslimah Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 26

(Studi Komparatif Sayyid Quthb dan Hamka), ditulis oleh Susilawati,

NIM: 105034001190 mahasiswa jurusan Tafsir Hadits Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, dengan hasil penelitian,

bahwa analisis persamaan dan perbedaan pemikiran Sayyid Quthb dan

Hamka dalam menafsirkan surat Al-A’raf ayat 26 tentang adab berpakaian

yaitu perbedaan dalam menafsirkan kata “Libaasut Taqwa”.41

Persamaan penelitian Susilawati dengan penelitian ini terletak pada ayat

al-Qur’an yang dikaji, yaitu sama-sama meneliti ayat 26 surat Al-A’raf,

sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji. Penelitian

Susilawati menggunakan metode komparatif dengan membahas

41

(37)

perbandingan antara pandangan Sayyid Quthb dengan Hamka dalam

masalah pakaian.

2. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat Al-Ankabut Ayat

16-24, ditulis oleh Rahmat Hidayatullah, NIM: 105011000198 mahasiswa

jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2013, adapun nilai-nilai pendidikan yang

terkandung dalam surat Al-Ankabut Ayat 16-24 adalah nilai pendidikan

tauhid, yang pada intinya meng-Esakan Allah dalam Dzat maupun sifat,

pendidikan kesabaran yang mengajarkan betapa pentingnya kesabaran

dalam kehidupan, pendidikan syukur yang mengajarkan kita untuk selalu

bersyukur ketika dalam keadaan apapun dan Allah akan menambahkan

nikmat apabila kita selalu bersyukur kepada-Nya, pendidikan belajar

mengajar, yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh seorang

Muslim dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan oleh

Allah SWT, dan orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki

kedudukan yang sama dengan kebaikan orang yang jihad di medan perang

melawan orang-orang kafir dan pendidikan iman kepada hari kebangkitan,

keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir,

keimanan kepada Allah tidak sempurna kecuali dengan keimanan kepada

hari akhir, dengan beriman kepada hari akhir manusia akan sadar bahwa

ada kehidupan setelah kematian yang didalamnya terdapat balasan ketika

manusia hidup di dunia.42

Persamaan penelitian Rahmat Hidayatullah dengan penelitian ini terletak

pada objek yang dikaji yaitu sama-sama meneliti tentang nilai-nilai

pendidikan Islam, sedangkan perbedaannya terletak pada ayat al-Qur’an

yang dikaji. Penelitian Rahmat Hidayatullah membahas tentang Q.S

Al-Ankabut Ayat 16-24, sedangkan penulis membahas tentang Q.S. Al-A’raf

ayat 26-27.

(38)

25 A. Objek dan Waktu Penelitian

Objek yang dibahas pada penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan

Islam yang terkandung dalam al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan

aplikasinya. Adapun waktu yang dilalui penulis dalam penelitian ini adalah

mulai bulan Oktober 2014 – Januari 2015.

B. Metode Penulisan

Sebagaimana penulisan karya ilmiah lazimnya, maka dalam menulis dan

menguraikan skripsi ini penulis menggunakan metode yang berlaku dalam

penulisan ilmiah. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

penelitian kepustakaan (library research), yakni mengambil dan

mengumpulkan data berbagai pendapat dan pandangan para ahli yang telah

termuatkan ke dalam berbagai buku-buku tafsir al-Qur’an dan buku-buku

pendidikan Islam.

Adapun sumber primer dalam penulisan skirpsi ini adalah al-Qur’an dan

terjemahnya serta kitab-kitab tafsir para ulama yang meliputi kitab Tafsir

Al-Mishbah, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir

Ibnu Katsir. Sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku pendidikan

Islam dan buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

analisis metode tafsir tahlili, yaitu metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an

yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang

terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib

susunan/urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri dengan sedikit

(39)

disebut dengan metode tajzi’i tampak merupakan metode tafsir yang paling

tua usianya.1

Metode tahlili merupakan metode paling tua. Metode ini paling banyak

dipakai para mufassir klasik, namun di masa sekarang pun tafsir model ini

masih dominan. Tafsir tahlili menonjolkan pengertian dan kandungan lafadz,

hubungan ayat dengan ayat, sebab-sebab nuzulnya, hadis-hadis Nabi, aqwal

sahabat atau tabi’in, dan pendapat mufassirin lainnya yang ada kaitannya

dengan ayat-ayat yang akan diterangkan artinya tersebut.

Lebih rinci lagi, Abd al-Hayy al-Farmawy mengatakan bahwa “tafsir

tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan

ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya”. Di dalam tafsirnya, penafsir

mengikuti urutan ayat, membahas mengenai asbabun nuzul dan dalil-dalil

yang berasal dari Rasul, sahabat atau tabi’in yang kadang-kadang bercampur

baur dengan pendapat penafsir sendiri dan diwarnai oleh latar belakang

pendidikannya.2

Analisis metode tahlili yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini,

yaitu membahas surat Al-A’raf ayat 26-27, maka penulis menganalisis

penjelasan mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ayat

tersebut dengan mencari sumber-sumber yang dapat menjelaskan makna dan

pe

Referensi

Dokumen terkait

2013.. HUBUNGAN ANTARA INTELLECTUAL CAPITAL DENGAN KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DAN ASURANSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2010.. ARIF

― Hubungan antara Motivasi dengan Prokrastinasi Akademik dalam Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Dalam mengembangkan produk Remote Presentasi dilakukan 10 tahap perancangan, yaitu perencanaan produk, identifikasi kebutuhan pelanggan, spesifikasi produk, penyusunan konsep,

Dari latar belakang diatas, studi ini akan meneliti: Berapa besar komposisi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah di Indonesia, berapa besar pengaruh komposisi

dengan sedikit mengutak atik dunia semantik, pengertian indeks pu n – sejauh menyangkut Kitab Suci al-Qur’an – dapat meluas lagi, b ukan han ya sekedr

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan produksi biji kakao terfermentasi atas dukungan Nestle Cocoa Plan di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju

Dari hasil perencanaan RTH (Ruang Terbuka Hijau) Perumahan Galmas Residence yang telah diuraikan pada bab – bab tersebut, maka diperoleh hasil sebagai berikut : (1) RTH I, dengan

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bahan antibakteri dari cac- ing tanah Al/olobophora rosea dan antibakteri yang dihasilkan oleh rnikroba dalam tubuh cacing tersebut