• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN LIMA KOMPONEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN LIMA KOMPONEN"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN

LIMA KOMPONEN DALAM KEGIATAN

PENDIDIKAN

Penyusun :

1. Fatimah Sinar Mustika 2. Hayin Maulidatul Latifah 3. Aprisilia Herdiapradita 4. Hani Kurniawati

Pendidikan Fisika Bilingual Jurusan Fisika

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu Pendidikan dengan judul “Lima Komponen dalam Pendidikan” dengan baik tanpa adanya kendala apapun yang berarti.

Tugas makalah “Lima Komponen dalam Pendidikan” ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.Tujuan lain penyusunan tugas ini adalah supaya para pembaca dapat memahami tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan setiap orang.

Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Yang utama kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Vina Serevina selaku Dosen Pengantar Ilmu Pendidikan. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan makalah yang kami buat.

Tiada gading yang tak bisa retak, demikian pula makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami mohon atas saran dan kritikannya dari para pembaca guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan semoga amal-amal baik kami selalu dicatat di sisi Allah SWT.

(4)
(5)
(6)

1. Tujuan Pendidikan

a. Arti Pentingnya Tujuan Pendidikan

...7

b. Tujuan Pendidikan Menurut

Lavengeld ...8

c. Perbedaan Macam-macam Tujuan Pendidikan

(7)

a. Pengertian Lingkungan Pendidikan

...25

b. Fungsi Lingkungan Pendidikan

...25

c. Penggolongan Lingkungan Pendidikan Menurut

Ki Hajar Dewantara

... ...26

C. Hubungan timbal balik antara komponen pendidikan

...30

Bab III PENUTUP

A. Kesimpulan ... ...31

DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya

Dalam proses pendidikan sangat diperlukan komponen-komponen pendidikan. Komponen itu sendiri berarti bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai sebuah tujuan. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya proses pendidikan.

B. Rumusan Masalah

a. Apakah pengertian dari komponen pendidikan?

(9)

c. Bagaimana hubungan timbal balik antar komponen pendidikan?

d. Apa hakikat anak sebagai subyek didik?

e. Bagaimanakah seorang Pendidik itu?

f. Apa saja tujuan dari Pendidikan?

g. Bagaimana alat-alat Pendidikan dapat digunakan dalam proses pembelajaran?

h. Mengapa Lingkungan Pendidikan berperan dalam keberlangsungan pendidikan?

C. Tujuan

a. Mengetahui pengertian dari komponen pendidikan.

b. Mengetahui macam-macam komponen pendidikan.

c. Mengetahui hubungan timbal balik antar komponen pendidikan.

d. Mengetahui hakikat anak sebagai subyek didik.

e. Mengetahui bagaimanakah seorang pendidik itu.

f. Mengetahui tujuan dari pendidikan.

g. Mengetahui bagaimana alat-alat pendidikan dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

(10)

BAB II

Komponen-komponen pendidikan yang diperlukan keberadaannya agar terjadi proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik ada lima, yaitu:

a. Arti Pentingnya Tujuan Pendidikan

(11)

kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian, maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadinya. (Umar Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 37).

Menurut Robert F. Mager (1975) dalam kata pengantar bukunya

Preparing Instructional Objectives, mengemukakan bahwa suatu pernyataan yang jelas tentang tujuan pendidikan akan merupakan dasar pokok bagi

pemilihan metode dan bahan pengajaran

serta pemilihan alat-alat untuk menilai apakah

pengajaran itu telag berhasil. Hal ini menunjukkan

betapa pentingnya masalah tujuan itu dalam

pendidikan dan pengajaran (Purwanto,

1995: 38).

(kiri) Robert F. Mager, (kanan) buku Preparing Instructional Objectives (Sumber: www.google.com).

Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu, maka menjadi keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan di dalam melaksanakan pendidikan (Umar Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 37).

b. Tujuan Pendidikan Menurut Lavengeld

(12)

menentukan dirinya sendiri secara mandiri atas tanggung jawab sendiri. Pergaulan antara anak dan anak tidak mengandung kemungkinan untuk munculnya situasi pendidikan. Hal ini bukan berarti bahwa pergaulan mereka tidak berpengaruh bagi perkembangan pribadi anak melainkan pergaulan mereka tidak akan terdapat hubungan berdasarkan kesimpulan. Pendek kata pendidikan tidak mungkin berlangsung dalam pergaulan anak dan anak. Demikian halnya bahwa pendidikan tidak berlangsung dalam pergaulan orang dewasa dengan orang dewasa. Dalam pergaulan orang dewasa mungkin terdapat pengaruh positiv bagi perkembangan pribadi kedua belah pihak yang bergaul, namun demikina hal itu bukanlah pendidikan melainkan disebut bildung, artinya suatu upaya pembinaan diri atas tanggung jawab sendiri (M.J.Langeveld, 1980:104).

tidak perlu bimbingan lagi. Langeveld

berpendapat bahwa setelah anak itu dewasa

dan cukup cakap mengatasi masalah-masalah hidupnya, anak tidak perlu dibimbing atau ditolong lagi. Jadi tujuan pendidikan menurut Langeveld adalah untuk mengantarkan anak menjadi dewasa dan mampu memecahkan kesulitan atau hambatan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

(13)

c. Perbedaan Macam-Macam Tujuan Pendidikan

Di dalam bukunya Beknopte Theoritische Paedagogiek, Langeveld mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai berikut:

(Sumber: www.google.com)

1)Tujuan Umum

Tujuan umum disebut juga tujuan sempurna, tujuan terakhir, atau tujuan bulat. Tujuan umum ialah tujuan di dalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orangtua atau pendidik lain, yang telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat pada anak didik itu sendiri dan dihubungkan dengan syarat-syarat dan alat-alat untuk mencapai tujuan umum itu (Purwanto, 1995: 20).

2)Tujuan-Tujuan Tak Sempurna

Yang dimaksud dengan tujuan tak sempurna atau tak lengkap ini ialah tujuan-tujuan mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu yang

hendak dicapai dengan pendidikan itu, yaitu

segi-segi yang berhubungan dengan nilai-nilai hidup

yang tertentu, seperti keindahan, kesusilaan,

keagamaan, kemasyarakatan, dan seksual. Oleh karena

itu, kita dapat juga mengatakan, pendidikan

(14)

kemasyarakatan, pendidikan intelektual, dan lain-lain yang masing-masing seginya (Purwanto, 1995: 21).

3)Tujuan-Tujuan Sementara

Tujuan sementara merupakan tempat-tempat pemberhentian sementara pada jalan yang menuju ke tujuan akhir, seperti anak-anak dilatih untuk belajar kebersihan, belajar berbicara, belajar berbelanja, dan belajar bermain-main bersama teman-temannya (Purwanto, 1995: 21).

(Sumber: www.google.com)

Umpamanya, kita melatih anak belajar berbicara sampai anak itu sekarang dapat berbicara. Dalam hal ini tujuan kita telah tercapai (tujuan sementara), yaitu anak dapat berbicara. Tetapi, tidak hanya sampai di situ tujuan kita. Anak kita ajar berbicara agar anak itu dapat berbicara dengan baik dan sopan santun terhadap sesama manusia, agar ia berbuat susila (tujuan tak lengkap), dan seterusnya. Tujuan sementara ini merupakan

tingkatan-tingkatan untuk menuju kepada

tujuan umum. Untuk mencapai

tujuan-tujuan sementara itu di dalam praktik

harus mengingat dan memperhatikan

jalannya perkembangan pada anak. Untuk

itu maka perlu adanya psikologi perkembangan (Purwanto, 1995: 22).

4) Tujuan-Tujuan Perantara

(15)

memahami buku (textbook) yang berbahasa asing (Inggris, Jerman), perlulah pertama kali belajar bahasa Inggris/Jerman tersebut. Faham bahasa Inggris/Jerman tersebut berarti tujuan perantara tercapai. Untuk mencapai tujuan berikutnya yaitu untuk memahami buku atau textbook yang berbahasa asing tadi (Meilanie, 2013: 57).

5) Tujuan Insidental

Tujuan ini hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat yang terlepas pada jalan yang menuju kepada tujuan umum. Contoh, seorang ayah memanggil anaknya dengan tujuan anak mencapai kepatuhan. Ayah itu menuntut supaya perintahnya ditaati. Tetapi, dalam situasi lain mungkin si ayah itu mempunyai tujuan lain. Contoh, ayah memanggil anaknya untuk makan bersama-sama. Ayah ingin perintahnya dituruti namun ia juga ingin agar anaknya mempunyai kebiasaan tetap untuk makan bersama-sama keluarga sehingga dengan demikian bermaksud pula untuk memperkuat rasa sama-sama terikat dalam ikatan keluarga (Purwanto, 1995: 22).

(Sumber: www.google.com)

d. Hierarki Tujuan dalam Pendidikan

Berdasarkan perbedaan itu,

tujuan pendidikan dapat kita

bedakan dan susun menurut

hierarkinya sebagai berikut:

1) Tujuan Umum

(16)

yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Purwanto, 1995:40).

Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan: "Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan" (Purwanto, 1995: 36).

Tujuan umum atau tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan dasar dan pedoman bagi penyusun kurikulum untuk semua lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, dari jenjang Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi (Purwanto, 1995: 40).

2) Tujuan Institusional

Tujuan institusional ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Tujuan institusional ini tercantum di dalam kurikulum sekolah/lembaga pendidikan yang menggambarkan yang harus dicapai setelah selesai belajar di sekolah itu. Dengan demikian, tujuan institusional SMA tidak sama dengan STM dan sebagainya (Purwanto, 1995: 41).

3) Tujuan Kurikuler

(17)

penjabaran dari tujuan umum. Dengan kata lain, tujuan kurikuler tiap mata pelajaran tidak boleh menyimpang dari tujuan institusional lembaga pendidikan yang bersangkutan dan tujuan institusional itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan tujuan umum dan tujuan nasional (Purwanto, 1995: 41).

4)Tujuan Instruksional

Tujuan Instruksional ialah tujuan pokok bahasan atau subpokok bahasan (topik-topik atau subtopik) yang akan diajarkan oleh guru. Tujuan instruksional biasanya dibedakan menjadi dua macam, yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Umumnya TIU dari tiap-tiap pokok bahasan telah dirumuskan di dalam kurikulum sekolah khususnya di dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Sedangkan TIK adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam pelajaran. TIK dibuat/dirumuskan oleh guru sendiri dan dicantumkan di dalam program satuan pelajaran (Satpel). Perumusan TIK tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan TIU dari pokok bahasan yang akan diajarkan (Purwanto, 1995: 42).

(18)

Hierarki tujuan dalam pendidikan (Umar Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 40)

2. Peserta Didik

a. Definisi Peserta Didik

Menurut Tholib (2009:38), pada hakikatnya siswa atau murid adalah orang yang sedang belajar. Seorang siswa/ murid / pelajar menginginkan agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Siswa adalah orang yang menghendaki dan berusaha (belajar) agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman

(experience) dan

kepribadian yang baik,

untuk bekal

kehidupannya agar berbahagia

(sukses)di

dunia dan di akhirat

kelak.

(19)

b. Ciri-ciri Peserta didik

Menurut Umar T. dan Lasulo (1994: 52), ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ada empat ciri-ciri, yaitu:

1) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. maupun ke arah penyesuaian dengan lingkungan.

3) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi

Dalam proses perkembangannya peserta didik membutuhkan bantuan dan bimbingan.

4) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri

Individu ini diartikan “orang seorang tidak bergantung dari orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri.”

Untuk itu peserta didik harus dipandang secara filosofis yaitu menerima kehadiran keakuannya, ke individuannya, sebagaimana mestinya ia ada (eksistensinya). Jika kita mengerti dasar pendidikan untuk peserta didik ini, proses pendidikan akan dapat berjalan wajar.

(20)

Peserta didik perlu di bagi menjadi beberapa jenis sehingga proses pendidikan akan lebih mudah di laksanakan:

1) Peserta didik menurut tahap perkembangan umur

Menurut Abu Ahmadi, (2003:42) Peserta didik membagian peserta didik menurut perkembangan dan umur adalah:

0 – 7 tahun = masa kanak-kanak

7 – 14 tahun = masa sekolah

14 – 21 tahun = pubertas

masa kanak-kanak (kiri), masa sekolah (tengah), masa pubertas (kanan)

Pada masa ke masa ini peserta didik mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Masa sekolah untuk peserta didik adalah masa pendidikan formal, tekananannya disini disamping guru sebagai orang tua kedua, maka orang tuanya sendiri masih harus tetap memperhatikan pendidikan anaknya.

Masa akhir usia 12 tahun para pendidik harus tanggap bahwa peserta didik mulai mengalami perubahan pada tubuh. Pada masa ini peserta didik memasuki masa kritis dimana pendidik harus lebih memperhatikan dan memberi pengertian yang wajar dalam pembelajaran.

Sedangkan masa puberitas sendiri masih dapat dikatagorikan lagi menurut Agus Sujanto, (1980:270-271) menjadi:

masa pra pubertas : wanita 12-13 tahun

laki-laki 13-14 tahun

masa pubertas : wanita 13-18 tahun

laki-laki 14-18 tahun

(21)

laki-laki 19-23 tahun

Abu Ahmadi (2003:44) mengatakan bahwa dalam ketiga masa ini, pendidik harus tanggap dalam hal melaksanakan pendidikan khususnya karena anak didik mulai menginjak masa dewasa. Pendidik hendaknya mengetahui apa yang disebut dengan kedewasaan itu, sebab pada hakekatnya pendidiklah yang mendewasakan anak. Kedewasaan adalah jika peserta didik sudah bertanggung jawab atas keadaan dirinya baik secara psikologis, paedagogis, dan sosialogis serta biologis.

2) Peserta didik menurut status dan tingkat kemampuan

Menurut Sam Isbani dan kawan-kawan (1981:15) status dan kemampuan dasar peserta didik dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

(22)

anak berkelainan sosial (kiri), anak berkelainan jasmaniah (tengah), anak berkelainan mental (kanan)

3. Pendidik

a. Definisi Pendidik

Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2003:48), agar proses pendidikan dapat berjalan baik dan lancar maka seorang pendidik mempunyai ciri-ciri utama yaitu memiliki wibawa atau kewibawaan.

(23)

b. Kewibawaan Pendidik

Hal yang penting untuk diperhatikan ialah persoalan kewibawaan:

1) Definisi Kewibawaan

Kewibawaan adalah suatu pengaruh positif normatif yang diberikan kepada orang lain atau anak didik dengan tujuan agar yang bersangkutan dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Berbeda dengan kekuasaan, jika kekuasaan itu timbul bukan dari dalam pribadinya tetapi atas pemilihan dan pengangkatan atasan dari sesuatu yang dijabatnya.

2) Timbulnya Kewibawaan

Kewibawaan hanya akan timbul oleh mereka yang sudah dewasa. Dewasa disini berarti dewasa rohani yang ditopang kedewasaan jasmani. Kedewasaan jasmani tercapai bila individu telah mencapai puncak perkembangan jasmani yang optimal, dan kedewasaan rohani tercapai bila individu telah memiliki cita-cita dan pandangan hidup yang tetap.

Orang dewasa adalah orang yang mampu

mempertanggungjawabkan segenap aktivitas yang bertalian dengan statusnya. Ia mampu untuk menyatukan diri dengan norma-norma hidup yang meragukan dalam hidupnya. Pendidik ialah pendukung norma-norma tersebut dan mentransformasikan norma-norma atau kewibawan itu terhadap peserta didik.

3) Tiga sendi Kewibawaan

Ada 3 sendi kewibawaan yang menurut M. J. Langeveld harus dibina (1955:42-44) yaitu kepercayaan, kasih sayang, dan kemampuan.

a) Kepercayaan

(24)

b) Kasih sayang

Kasih sayang mengandung dua makna yakni penyerahan diri kepada yang disayangi dan pengendalian terhadap yang disayangi. Dengan adanya sifat penyerahan diri maka para pendidik timbul kesediaan untuk berkorban yang dalam bentuk konkretnya berupa pengabdian dalam kerja.

c) Kemampuan

Kemampuan mendidik dapat dikembangkan melalui beberapa cara, antara lain pengkajian terhadap ilmu pengetahuan, kependidikan, mengambil manfaat dari pengalaman kerja, dan lain-lain. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pentransformasian (pengoperan) kewibawaan dari pendidik ke peserta didik:

1. Untuk dapat mengikuti kewibawaan maka peserta didik harus mengerti tentang kewibawaan. Hal ini dapat diperoleh dengan pergaulan dengan pendidik.

2. Pendidik harus menyadari bahwa ia hanyalah sekadar penghantar kewibawaan dan dirinya bukan kewibawaan itu sendiri. Pendidik secara berangsur-angsur harus melepaskan diri dari ikatannya dengan peserta didik. Dikatan mendidik adalah membimbing untuk melepaskan.

4. Alat Pendidikan

a. Definisi Alat Pendidikan

(25)

pendidikan, dan tujua pendidikan dapat menjadi alat pendidikan bilamana digunakan dan direncanakan dalam perbuatan atau tindakan mendidik.

Contohnya, jika seorang ayah mencat dindingrumahnya menjadi putih bersih demi kenyamanan kehidpan keluarganya maka ia menyediakan lingkungan pendidikan (keluarga). Dan jika ayah tadi menggunakannya pula untuk menasehati anaknya agar membiasakan diri menjaga kebersihan, maka ia menyediakan alat pendidikan (memberi nasehat merupakan alat pendidikan, dan dinding tembok putih merupakan alat bantu pendidikan).

Jadi alat pendidikan menurut Lavengeld (Tahlain, 1996: 50) adalah suatu perbuatan atau situasi yang sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.

b. Macam Alat Pendidikan (Tahlain, 1996: 52)

Berdasarkan batasan di atas nampak bahwa alat pendidikan terikat erat dengan tidakan atau perbuatan mendidik. Dalam bertindak tidak jarang terjadi bahwa pemdidikan menggunakan pula alat pendidikan pembantu (alat bantu).

Pembagian macam alat pendidikan dapat ditinjau dari segi wujudnya, yaitu berupa:

a. Perbuatan mendidik (sering disebut software) mencakup

(26)

b. Benda-benda sebagai alat bantu (sering disebut hardware) mencakup meja-kursi belajar, papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku,

peta, dan lainnya.

Ruangn kelas (hardware)

c. Tindakan pendidikan sebagai alat pendidikan

Tindakan pendidikan yang merupakan alat pendidikan dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandangnya, yaitu:( Tahlain, 1996: 53)

1) Pengaruh tindakan terhadap tingkah laku anak didik

Yang bersifat positif, mendorong anak didik untuk melakukan serta meneruskan tingkah laku tertentu, sepertiteladan, perintah, pujian, dan hadiah.

Yang bersifat mengekang, mendorong anak didik untuk menjauhi serta menghentikan tingkah laku tertentu seperti larangan, teguran, ancaman, dan hukuman.

2) Akibat tindakan terhadap perasaan anak didik:

(27)

Tidak menyenangkan anak didik atau menyebabkan anak didik menderita seperti teguran, ancaman, dan hukuman.

3)Bersifat melindungi anak didik:

Mencegah atau mengarahkan, seperti perintah, teladan, larangan. Memperbaiki, seperti teguran, ancaman, dan hukuman.

Pembagian semacam ini bermaksud membantu pendidik (calon pendidik) memahai fungsi serta akibat yang akan timbul dari penggunaan masing-masing alat pendidikan tersebut.

d. Dasar Pertimbangan dan Penggunaan Alat Pendidikan

Berdasarkan pada analisis faktor pendidikan makan akan dikemukakan berbagai pertimbangan mengenai alat pendidikan yang baik.

1) Alat Pendidikan yang Baik

Sebuah alat pendidikan yang akan digunakan, dikatakan baik berdasarkan pertimbangan berikut: ( Tahlain, 1996: 53-54)

a) Alat tersebut sesuai atau cocok dalam pencapaian tujuan pendidikan tertentu.

b) Pendidik memahami peranan alat tersebut dan cakap dalam menggunakannya. Jika memerlukan alat bantu, pendidik dapat memilih kapan tersedia atau membuat sendiri apabila belum tersedia.

c) Anak didik mampu menerima penggunaan alat pendidikan itu sesuai dengan keadaan dirinya (jenis kelamin, bakat, sifat, usia, kemampuan), sebab anak didiklah yang akan menerima dan mengolah pengaruh pendidikan dari alat pendidikan trsebut demi pencapaian kedewasaan dirinya.

(28)

2) Penggunaan Alat Pendidikan ( Tahlain, 1996: 54-57)

Penggunaan alat pendidikan berupa tindakan pendidikan nampak dalam bentuk tindakan yang bersumber pada kewibawaan pendidik, yaitu:

a) Teladan

Teladan adalah tindakan pendidik yang disengaja untk ditiru oleh anak didik. Teladan merupakan alat pendidikan yag utama, sebab terikat erat dalam pergaulan dan berlangsung secara wajar. Meskipun demikian, pendidik perlu memberi tahu kepada anak didik tingkah laku mana yang dapat ditiru dan mana yang tidak dapat ditiru. Teladan bermaksud membiasakan anak didik mencapai tujuan tertentu.

Contohnya, guru berpakain bersih agar anak didik menirunya. Guru dapat memberitahuakan bahwa hal itu perlu ditiru oleh anak didik.

Ada bahaya bahwa anak didik meniru tingkah laku guru yang belum pantas bagi anak-anak. Misalnya, siswa SD mulai merokok. Guru harus secara bijaksana menjelaskan alasannya mengapa anak didik harus meniru atau tidak harus meniru, agar anak didik tidak merasa dipaksa.

b) Perintah

Perintah ialah tindakan pendidik menyuruh anak didik melakukan sesuatu yang diharapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Perintah ini lahir dari pemahaman pendidik terhadap keadaan anak didik dan niat untuk membantu anak didik. Perintah mungkin merupakan kelanjutan dari teladan yang tidak atau belum dituruti oleh anak didik.

Usahakan agar anak didik menerima perintah secara positif, bukan karena merasa dipaksa, melainkan karena alasan rasional.

c) Larangan

(29)

Contohnya, guru melarang siswa merokok. Larangan diberikan karena tingkah lakunitu tidak pantas dan juga merugikan anak.

d) Pujian dan Hadiah

Pujian dan hadiah ialah tindakan pendidik yang berfungsi memperkuat penguasaan tujuan pendidikan tertentu yang dicapai oleh anak didik. Tindakan ini merupakan pengakuan setuju terhadapap yang telah dilakukan dan dicapai oleh anak didik. Pujian dan hadiah harus diberikan pada saat yang tepat, yaitu segera sesudah anak didik berhasil (jangan menunda). Jangan diberikan sebagai janji, karena akan dijadikan sebagai tujuan kegiatan (hal ini merupakan penyimpangan).

e) Teguran

Teguran merupakan tindakan pendidik untuk mengoreksi pencapaian tujuan pendidikan oleh anak didik. Biasanya teguan digunakan apabila anak didik bertingkah laku tidak atau kurang sesuai dengan perintah atau larangan. Teguran perlu disertai dengan usaha menyadarkan anak didik akan ketidaktepatan tingkah lakunya dan akibatnya, agar ia menerima teguran itu dengan rela hati.

teguran f) Ancaman

(30)

kelanjutan dari teguran. Ancaman lazimnya menimbulkan ketakutan, dan menimbulkan kemungkinan anak didik menerima karena mngerti, atau anak didik menerima karena takut atau anak didik menolak karena tidk ingin dipaksa. Usahakan agar ancaman digunakan pada saat yang tepat, misalnya pelanggaran berulang kalidan cukup berat, dan jangan membiasakan diri untuk selalu menggunakan alat ini.

g) Hukuman

Hukuman merupakan alat pendidikan yang istimewa karena membuat anak didik menderita. Hukuman adalah tindakan pendidik terhadap anak didik karena melakukan kesalahan, dan dilakukan agar anak didik tidak lagi melakukannya. Berat ringannya hukuman bergantung pada tujuan yang hendak dicapai dan keadaan anak didik. Bentuk hukuman berupa hukuman badan, hukuman perasaan (diejek, dipermalukan, dimaki), hukuman intelektual. Sebaiknya jangan menggunakan hukuman badan dan hukuman perasaan karena dapat mengganggu hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didik. Baiasakan diri menggunakan hukuman intelektual, artinya anak didik diberi kegiatan tertentu sebagai hukuman berdasarkan alasan bahwa kegiatan itu akan langsung membawanya ke perbaikan hasil belajarnya.

Hukuman fisik hukuman perasaan hukuman

intelektual

(31)

harus melakukan tugas rumah. Lalu dosen menentukan ugas yang sesuai baginya.

Ada berbagai dasar pandangan mengenai pemberian hukuman ini, antara lain agar:

1. Anak didik memperbaiki perbuatannya,

2. Anak didik mengganti kerugian akibat perbuatannnya,

3. Masyarakat atau orang lain dilindungi sehingga tidak meniru perbuatan yang salah,

4. Anak didik takut mengulangi perbuatan yang salah,

5. Anak didik belajar dari pengalaman (hukuman alam). Pandangan ini sebenarnya kurang sesuai bagi pendidikan, karena sebenarnya bukan hukuman sebagai alat melainkan akibat perbuatan.

(32)

5.Lingkungan Pendidikan

a. Pengertian Lingkungan Pendidikan

Manusia dewasa (pendidik) dan manusia belum dewasa (anak didik) bersama-sama hidup dalam suatu kesatuan hidup tertentu di dalam suatu alam lingkungan sekitar (milieu). Lingkungan sekitar (milieu) mencakup :

a. tempat (lingkungan fisik) : keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam;

b. kebudayaan (lingkungan budaya) : dengan warisan budaya tertentu : bahasa, seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, keagamaan ;

c. kelompok hidup bersama (lingkungan sosial/masyarakat) : keluarga, kelompok bermain, desa, perkumpulan.

Lingkungan sekitar mempengaruhi perkembangan anak. Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan (pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat peraga, dan lainnya), dinamakan lingkungan pendidikan. (Tahlain, 1996: 39-40)

b. Fungsi Lingkungan Pendidikan

(33)

pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian tujuan secara optimal, dan dalam waktu serta dengan daya/dana yang seminimal mungkin. Dengan demikian diharapkan mutu sumber daya manusia makin lama semakin meningkat. Hal itu hanya dapat diwujudkan apabila setiap lingkunganpendidikan tersebut dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. (Tirtarahardja & La Sula, 2000: 164)

c. Penggolongan Lingkungan Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Jika dilihat dari segi anak didik nampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Lingkungan-lingkungan itu menurut Ki Hajar Dewantara (Tri Pusat Pendidikan) ialah (a) lingkungan keluarga, (b) lingkungan sekolah, dan (c) lingkungan organisasi pemuda. (Tahlain, 1996 : 41)

A. Lingkungan keluarga

(34)

disebut primary community (lingkungan pendidikan utama). (Tahlain, 1996 :

41)

Lingkungan keluarga

Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang-seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh. Pada umumnya kewajiban ibu bapak itu sudah berjalan dengan sendirinya sebagai suatu tradisi. Bukan hanya ibu bapak yang beradab dan berpengetahuan saja yang dapat melakukan kewajiban mendidik anak-anaknya, akan tetapi rakyat desa pun melakukan hal ini. Mereka senantiasa melakukan usaha yang sebaik-baiknya untuk kemajuan anak-anaknya. (Tirtarahardja & La Sula, 2000 : 170-171)

(35)

Sekolah merupakan lembaga sosial formal yang didirikan berdasarkan UU negara sebagai tempat / lingkungan pendidikan. Sekolah di satu pihak mewakili negara dan di pihak lain mewakili orang tua/masyarakat setempat. Di dalam kehidupan bersekolah anak meneruskan pendidikan yang sudah diterima olehnya di dalm keluarga, dan berusaha mengembangkan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi pandangan hidup bangsa negara.

Upacara Bendera hari Senin

Lingkungan sekolah merupakan lingkungan pendidikan utama yang kedua. Siswa-siwi, guru, administrator, konselor hidup bersama dan melaksanakan pendidikan secara teratur dan berencana. (Tahlain, 1996 : 41-42)

C. Lingkungan organisasi pemuda

(36)

mengembangkan kesadaran sosial, kecakapan sosial dalam bergaul, keterampilan dan pengetahuan.

Penghijauan yang dilakukan anggota karang taruna

Dalam GBHN 1983 ditegaskan:

“Pengembangan wadah-wadah pembinaan generasi muda seperti organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan organisasi mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi, organisasi fungsional pemuda seperti antara lain KNPI, Pramuka, Karang Taruna, organisasi olahraga, dan lainnya perlu ditingkatkan secara terarah dan teratur. Untuk itu perlu selalu dipelihara suasana yang sehat agar kreativitas dan tanggung jawab semakin berkembang serta diusahakan bertambahnya fasilitas dan sarana yang memungkinkan peningkatan dan pengembangan kegiatan generasi muda.”

Di dalam lingkungan organisasi pemuda, anak dan pemuda mengalami pendidikan juga. Organisasi pemuda merupakan lingkungan pendidikan utama yang ketiga. (Tahlain, 1996 :42)

d. Penggolongan Lingkungan Pendidikan Menurut Pola Pengelolaannya

(37)

kali ini dibedakan lingkungan pendidikan menurut pola pengelolaannya. Penggolongan lingkungan pendidikan menurut pola pengelolaannya. Philip H. Coombs membedakan bentuk pengelolaan pendidikan menjadi tiga bagian, yaitu (a) pendidikan informal, (b) pendidikan formal, dan (c) pendidikan nonformal. (Tahlain, 1996 : 43)

1) Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir atau mati, di dalam keluarga, dalam pekerjaan, atau pergaulan sehari-hari. Proses pendidikan ini berlangsung seumur hidup dan secara paling wajar. (Tahlain, 1996 : 43)

Ciri-ciri proses pendidikan informal :

 tidak diselenggarakan secara khusus;

 medan (lingkungan) pendidikannya tidak diadakan dengan maksud khusus menyelenggarakan pendidikan;

 tidak diprogramkan secara tertentu;

 tidak ada waktu belajar tertentu;

 metodenya tidak formal;

 tidak ada evaluasi yang sistematis;

(38)

Keluarga yang sedang menonton tayangan TV berkualitas

2) Pendidikan formal

Pendidikan formal yang kita kenal dengan pendidikan sekolah ialah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi). Pendidikan di sekolah merupakan proses yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina warga negara yang baik, masa depan kaum muda dan nagsa negara. (Tahlain, 1996 : 43-44)

Ciri-ciri proses pendidikan formal :

 diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hirarkis;

 usia siswa (anak didik) di suatu jenjang relatif homogen;

 waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan

yang harus diselesaikan;

 isi pendidikan (materi) lebih banyak yang bersifat akademis dan umum;

(39)

Kegiatan belajar mengajar formal di dalam kelas

3) Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal, sering disebut pula pendidikan luar sekolah, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang secara teratur, terarah, disengaja, tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan nonformal bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan keterampilan lkerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan taraf hidup mereka. (Tahlain, 1996 : 44)

Ciri-ciri proses pendidikan nonformal :

 diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah;

 peserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah;

 tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu

pendek;

 peserta tidak perlu homogen;

 ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis;

 isi pendidikan bersifat praktis dan khusus.

 Keterampilan sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap

(40)

Kursus menjahit merupakan contoh pendidikan nonformal

C. Hubungan timbal balik antara komponen pendidikan

(41)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber

Ahmadi, A., & Uhbiyati, N. (2003). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rieka Cipta.

Isbani, S., & dkk. (1981). Pendidikan Anak Luar Biasa. Surakarta: FIP UNS Sebelas Maret.

Kasan, T. (2009). Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Studio Press.

Langeveld, M. J. (1980). Pedagogik Teoritis Sistematis. (terjemahan). Bandung: Jenmars.

Meilanie, S. M. (2013). Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: FIP Universitas Negeri Jakarta.

Purwanto, M. Ngalim. (1995). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sujanto, A. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Aksara Baru.

Tanlain, Wens, dkk.(1996).Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan pelat rekonstruksi mandibula dengan non- locking system serta profil pelat yang tebal meningkatkan terjadinya komplikasi plate exposure pada kasus ini karena

Penyebab Solusi yang ditawarkan 1 Belum memiliki konsep tentang sarana outbound terpadu untuk bidang pendidikan Keterbatasan SDM Sekolah Alam Rumbai dalam mendesain

searah antara pelayanan dengan persepsi masyarakat tentang perankan syariah di Kecamatan Selong. Di mana semakin tinggi tingkat pelayanan maka akan semakin baik persepsi

Akibat hukum kepailitan penjamin, yaitu bahwa penjamin tidak berwenang lagi untuk melakukan pengurusan terhadap harta kekayaannya yang menjadi boedel pailit karena

Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila.

Selain itu peneliti juga bertindak sebagai humaninstrument yaitu manusia sebagai alat yang denganpengetahuannyamenjaring dan menglah data yang telah diperolehnya. Instrumen

Merger dan Akuisisi adalah dua hal yang biasa dilakukan dalam menjalankan strategi. Sebuah merger terjadi ketika dua organisasi dengan ukuran yang lebih sama bersatu menjadi badan

Sebaliknya sekalipun holiness, pentakosta dan kharismatik sudah mengembalikan peran kesembuhan ilahi dalam pelayanan gereja, yang harus kita syukuri, ternyata ajaran ini juga