• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Erdi pada Seminar Global Pendidi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Erdi pada Seminar Global Pendidi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI SEKOLAH MENGATASI KEKURANGAN BIAYA PENDIDIKAN DI

BAWAH SLOGAN SEKOLAH GRATIS DARI BOS DAN BOSDA1

oleh Dr. Erdi, M.Si

Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

Indonesia

Pendidikan merupakan faktor yang secara signifikan mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu pembangunan pendidikan memerlukan perencanaan yang komprehensif dengan melibatkan indikator-indikator ekonomi, kependudukan, kependidikan maupun potensi sumber daya alam. Implementasi dari kebijakan di bidang pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar dilakukan secara terpusat melalui penetapan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Tidak jarang kemudian kebijakan ini ditanggapi sebagai kebijakan umum yang ”mengharamkan” sekolah untuk melakukan pemungutan iuran pendidikann dan memandang keberadaan BOS dan BOSDA sebagai saatu-satunya pembiayaan pendidikan.

Sejak diumumkan adanya BOS dan BOSDA pada tahun 2006 oleh pemerintah yang menyatakan sekolah gratis untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), terjadi penurunan tingkat partisipasi orang tua murid dalam dunia pendidikan. Masyarakat kemudian menyerahkan urusan pembiayaan pendidikan sepenuhnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara bantuan yang disebut BOS dimaksud adalah relatif kecil dan tidak mencukupi kebutuhan yang sebenarnya. Kondisi ini cukup menyulitkan para pelaksana di unit pelaksana satuan pendidikan.

Kemudian, terdapat beberapa daerah dan sekolah yang “keluar dari belenggu kebijakan BOS” dan melakukan inisiasi unik untuk menyelesaikan persoalan pendanaan sekolah. Diantara daerah dimaksud adalah Kebupaten Melawi yang menerapkan MBS untuk menyiasati kekurangan dana BOS, Kabupaten Kubu Raya dengan mengurangi perjalanan dinas pejabat publik dan mengalokasikan kelebihan dana dari perjalanan dinas untuk menambah pembiayaan bidang pendidikan; dan Pemerintah Kota Singkawang dengan kebijakan mendirikan sekolah berbasis keunggulan local dengan mengintegrasikan kurikulum dengan keunggulan local daerah. Semua itu membutuhkan kebijakan khusus dan keberanian pelaku pendidikan.

Makalah ini berusaha untuk mendiskripsikan tiga kebijakan khusus daerah yang unik itu dan saya sebut sebagai reformasi dan transformasi pendidikan daerah yang berani keluar dari “cengkraman BOS” untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan daerah di tengah keterbatasan sumberdaya yang dimiliki daerah dalam rangka mewujudkan pendidikan berkualitas. Ketiga daerah dimaksud adalah Kabupaten Melawi, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Singkawang. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menularkan implementasi “best practice” dalam bidang pendidikan dari Kalimantan Barat bagi Indonesia.

Keywords: pendidikan gratis, kebutuhan sekolah, transformasi pendidikan daerah dan belenggu kebijakan.

1

(2)

STRATEGI SEKOLAH MENGATASI KEKURANGAN KEBUTUHAN SEKOLAH DI BAWAH SLOGAN PENDIDIKAN GRATIS

DARI BOS DAN BOSDA

oleh Dr. Erdi, M.Si

Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Tanjungpura Pontianak,

Kalimantan Barat

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan faktor yang secara signifikan mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu pembangunan pendidikan memerlukan perencanaan yang komprehensif dengan melibatkan indikator-indikator ekonomi, kependudukan, kependidikan maupun potensi sumber daya alam. Sejalan dengan hal itu, strategi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diarahkan pada kemampuan kecakapan dan keterampilan hidup (life skill) para peserta didik. Pendidikan kecakapan hidup ini sangat relevan dengan pengembangan pendidikan kejuruan, yakni pendidikan yang mempersiapkan peserta didik agar dapat bekerja dalam bidang tertentu (UU Sisdiknas No: 20. 2003) sesuai dengan kompetensi lulusan.

Dalyono (2005) menyatakan bahwa keberhasilan belajar anak didik dipengaruhi oleh keadaan sekolah tempat belajarnya. Faktor yang mempengaruhi tersebut adalah kualitas guru, metode pengajaran, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak didik, keadaan fasilitas atau perlengkapan d isekolah, keadaan ruanganbelajar, jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu, prestasi belajar yang baik selain dipengaruhi adanya motivasi dari dalam diri (intern) dan luar diri (ekstern) harus juga ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana yang lengkap.

Sarana dan prasarana merupakan masalah yang esensial dalam pendidikan sehingga pembaharuan pendidikan tidak sekadar memperbaharui gedung sekolah, tetapi juga mencakup masalah yang paling dominan yaitu alat peraga. Bila suatu sekolah kurang memperhatikan fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan maka para siswa tersebut kurang bersemangat untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Hal ini mengakibatkan prestasi belajar anak didik menjadi rendah.

(3)

Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Keberadaan BOS dan BOSDA sebagai unsur pembiayaan pendidikan telah mengalihkan partisipasi masyarakat seakan pembiayaan pendidikan dipindahkan hanya menjadi urusan pemerintah semata.

Lalu masalah yang timbul kemudian adalah “apakah sarana dan prasarana sekolah yang disiapakan melalui pendanaan BOS dan BOSDA tersebut dapat mencukupi kebutuhan ril sekolah dan apa yang dapat ditempuh pihak sekolah dalam rangka mencukupinya guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas?

Makalah ini mencoba untuk mengurai benang kusut dalam pembiayaan pendidikan dengan melihat best practice yang telah dilakukan oleh beberapa daerah di Kalimantan Barat di tengah keterbatasan sumberdaya untuk pembiayaan pembiayaan pendidikan.

B. MELIHAT BESARAN BOS PADA JENJANG SD, SMP DAN SMA

Semula, saat pembiayaan pendidikan dengan skim dari dana BOS untuk SMP Reguler dan SMP Terbuka adalah sama yaitu sebesar Rp 354.000 per siswa per tahun sehingga besaran dana BOS untuk setiap siswa per semester hanya sebesar Rp 177.000. Alokasi dana BOS ke sekoleh kemudian adalah dengan mengalikan jumlah siswa dengan angka konstan tersebut. Hal yang sama adalah pembiayaan BOS untuk SD yang besarnya Rp 397.000 per siswa per tahun dan untuk di wilayah kota dan Rp 400.000 per siswa per tahun untuk perdesaan

Merujuk pada Panduan BOS 2012 atau Petunjuk Teknis BOS 2012 yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2011 tanggal 5 Desember 2011 tentang Standar Biaya Non Personalia tahun 2009 bisa dikatakan alokasi BOS per siswa telah sesuai Standar tersebut. Yang jelas besar biaya satuan BOS tahun 2012 yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan SD/SDLB sebesar Rp 580.000 per siswa per tahun dan SMP/SMPLB/SMPT/SATAP sebesar Rp 710.000 per siswa per tahun.

Sementara BOS SMA sederajat yang telah digelontorkan oleh pemerintah dikabarkan sebesar Rp 2,118 triliun. Itu adalah dana untuk memenuhi sebanyak 4,23 juta anak SMA se Indonesia. BOS SMA untuk tahun pelajaran 2013-2014 ini dianggap sudah sangat besar sehingga Irjen Kemendikbud berharap agar anggaran yang telah dikucurkan itu benar-benar dapat mengurangi secara signifikan biaya pendidikan di jenjang SMA dan sederajat.

(4)

Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) di atas Rp 100 ribu per bulan. Kemendikbud sendiri memperkirakan, rata-rata biaya ril operasional di tingkat SMA adalah sebesar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per tahun per siswa; sementara pemerintah baru mematok sebesar Rp 1 juta per tahun. Dan oleh karena itu, Irjen Kemendikbud itu mengharapkan sekolah dapat menurunkan biaya SPP mereka hingga 50% dari besaran yang sudah ditetapkan selama ini.

Untuk membunyikan besaran BOS di atas, maka perlu dihubungkan dengan jumlah mata pelajaran sehingga penyerapan dana BOS dimaksud dapat dengan mudah dimaknai. Penulis mencoba browsing ke situs http://pustakaaslikan.blogspot.com/2013/05/isi-kurikulum-2013-mata-pelajaran.html. Dari situs ini diperoleh keterangan bahwa jumlah pelajaran SD sebanyak 8 mata pelajaran (MP), SMP sebanyak 10 MP dan SMA/Sederajat sebanyak 9 MP. Dengan informasi ini, besaran dana bos terdistribusi sebagai berikut:

Tabel 1

Distribusi Serapan Dana BOS Per Siswa per MP per SMT di Indonesia (Keadaan hingga 2014)

Dari gambaran tabel di atas, barulah dapat dibunyikan betapa kecil pembiayaan pendidikan di Indonesia, yang tidak sampai Rp 10.000,00 per bulan per mata pelajaran per siswa. Jumlah ini masih lebih besar dari uang jajan harian anak kelas IV SD di wilayah perkotaan yang terkadang diberikan lebih dari Rp 10.000 per hari oleh orang tuanya. Sementara tujuan akhir melalui proses pembelajaran ini sebagai sasaran puncak dan evaluasi proses pembelajaran adalah lulus semua kompetensi dasar melalui penyelenggaraan ujian nasional.

(5)

mengalokasikan GNP mereka sebesar 20% untuk pendidikan, sementara Indonesia baru mampu mengalokasikan GNP kepada sector pendidikan sebesar 0.08% (Global Growth Competitiveness Index, 2013).

C. STRATEGI DAN BEST PRAKTICE DARI BEBERAPA DAERAH DI KALBAR

1. Pemerintah Kota Singkawang: Penerapan Kurikulum Kepariwisataan Melalui Kearifan Lokal dan Menjalin Kerjasama Para Pihak

Singkawang merupakan salah satu Pemeerintah Daerah di Kalimantan Barat yang meletakkan basis pembangunan masyarakat pada bidang pariwisata. Pemerintah Kota Singkawang telah menempatkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor pengungkit pembangunan sektor lain. Guna mewujudkan tujuan ini, salah satunya dilakukan melalui pembangunan pendidikan keahlian yang selaras dengan kekuatan potensi atau daya dukung sektor pariwisata yang ada di Kota Singkawang. Salah satu satuan tingkat penyelenggara pendidikan yang mencoba mensinergikan potensi pariwisata (keunggulan lokal di bidang pariwisata) dengan pendidikan adalah SMK Negeri 3 Kota Singkawang.

Penetapan Singkawang sebagai kota tujuan pariwisata tidak muncul secara tiba-tiba. Daerah ini, menurut sesepuh Tionghoa Singkawang2) dianggap sebagai kota leluhur yang pasti akan didatangi oleh banyak orang, tidak hanya untuk urusan upacara adat dan sembahyang kubur (cheng beng), tetapi juga menikmati atraksi budaya yang dikaitkan dengan kalender kepariwisataan.

Tidak jarang, para wisatawan dimaksud membutuhkan pemandu wisata dan berbagai kebutuhan yang terintegrasi ke dalam agen perjalanan wisata sehingga keberadaan pekerja pariwisata menjadi kebutuhan berkelanjutan dan sejalan dengan penetapan Kota Singkawang sebagai destinasi utama di Kalimantan Barat, baik oleh pemerintah Kota Singkawang maupun oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Kebutuhan akan tenaga profesional di bidang kepariwisataan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipungkiri adanya. Status ini kemudian ditangkap oleh pihak sekolah dengan mendirikan Program Studi (Prodi) khusus berbasis kepariwisataan.

Sebagaimana diakui oleh dewan guru di SMKN 3 bahwa ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan sangat berpengaruh besar pada keberhasilan pendidikan. Kondisi sarana dan prasarana penunjang belajar yang kurang dapat menyebabkan para siswa

2

(6)

kurang bersemangat dalam belajar sehingga mengakibatkan prestasi belajar anak didik menjadi rendah. Hasilnya adalah tidak tercapainya tujuan investasi sumberdaya manusia.

Sebagai unit penyelenggara pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana merupakan masalah esensial yang dihadapi oleh sekolah ini. Tidak mungkin sekolah ini memiliki semua unit praktik yang dibutuhkan siswa, seperti hotel praktik, taman wisata praktik, agen perjalanan wisata praktik dan lain-lain.

Dalam hal gedung saja misalnya, sekolah ini masih menumpang tanah milik Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat. Masalah lainnya adalah masih minimnya perhatian pemerintah daerah, yang dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Singkawang c.q. Dinas Pendidikan dalam memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana sekolah. Jadi, dalam hal pemenuhan sarana dan prasarana, SMKN 3 Kota Singkawang ini menghadapi beberapa kendala infrastruktur dan supra struktur, seperti status tanah yang masih hak pakai, sarana gedung yang belum mencukupi, sarana laboratorium berikut peralatan dan sarana praktek lapangan.

Di tengah keterbatasan kapasitas dan kewenangan, adalah tidak mungkin pihak sekolah menyediakan sendiri berbagai kebutuhan itu sehingga jalan yang mereka tempuh adalah mencari mitra pendukung bagi pelaksanaan kurikulum pendidikan. Cara ini dianggap sebagai cara yang paling efektif dilakukan oleh pihak sekolah. Di tengah keterbatasan anggaran dari pemerintah daerah pada satu sisi dan besarnya peluang pengembangan pariwisata pada sisi lainnya, sekolah kemudian melaksanakan kemitraan dengan berbagai pihak sehingga tujuan pendidikan kepariwisataan ini dapat dilaksanakan, meskipun dengan berbagai macam kekurangan.

Cara kedua adalah dengan menyulap beberapa bagian ruang yang ada untuk dijadikan Front Office Hotel, Kamar Inap dan lain-lain sehingga siswa secara langsung praktek di situ dengan dipandu oleh Guru. Empat gambar berikut memperlihatkan fenomena ini.

(7)

pariowisata hingga pengusaha hiburan, hotel, restoran dan lain-lain); dan kekurangan guru bidang prodi yang kemudian diselesaikan dengan menjalin kemitraan dengan pihak swasta pengelola dan pengusaha jasa kepariwisataan.

Gambar 1 dan 2

Salah satu ruang pada SMK yang dijadikan Front Office Hotel dan Guru yang memandu Prakerin Siswa

Gambar 3 dan 4.

Salah satu ruang pada SMK yang dijadikan seakan-akan Kamar Hotel dan Guru yang memandu Praktek Kerja Industri (Prakerin) Siswa Perhotelan

(8)

Tabel 2

Para Pihak yang Telah Menjalin Kerjasama Dengan SMKN 3 Singkawang dan Bidang yang Dikerjasamakan

No Jenis Usaha Kaitan Bidang Pendidikan Jumlah MoU

1 Hotel dan Restoran Prodi Jasa Boga 8

2 Penginapan Prodi Akomodasi 7

3 Usaha Perjalanan Wisata Prodi Perjalanan Wisata 30

4 Penjahit dan Konveksi Prodi Tata Busana 6

5 Pengusaha Objek Wisata Seluruh Prodi 9

Jumlah MoU 60

Sumber: Peneliti, diringkas dari kumpulan MoU SMKN 3, 2013

Dari tabel 2 banyak hal yang telah didapat oleh siswa sejak sekolah menjalankan kemitraan dengan pelaku industri. Selain dapat secara langsung memanfaatkan berbagai fasilitas di perusahaan, siswa juga diberikan bimbingan secara langsung oleh pemilik usaha, sementara para guru pembimbing juga mengikuti kegiatan praktek itu sehingga antara teori dengan praktek dapat terperbaiki dari masa ke masa. Beberapa sarana sekolah yang terkait dengan praktek memang tidak mampu disediakan oleh sekolah. Sebagai contoh adalah kebutuhan hotel praktek, yang sudah dicoba difasilitasi oleh pihak sekolah dan Pemerintah Kota Singkawang kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah membuat perencanaan akan kebutuhan dan kemudian ditanggapi secara serius, permasalahan kemudian datang akibat status tanah yang tidak jelas

.

2. Kabupaten Kubu Raya: Pengurangan Perjalanan Dinas Pejabat dan Penundaan Pembangunan Rumah Dinas Bupati Untuk Menambah BOSDA

Indikator Pendidikan Dasar 9 tahun secara keseluruhan di Kabupaten Kubu Raya (KKR) hingga tahun 2011 belum terlampaui, terutama pada Angka Partisipasi Murni Sekolah Menengah Pertama (APM-SMP/MTs) yang kondisinya masih rendah, yakni 75,03 dan hanya aman pada Kecamatan Sungai Raya. Sementara APM pada jenjang pendidikan SD telah mencapai 92,54 dan diperkirakan akan tercapai. Sementara APM Pra Sekolah 6,77 masih belum aman hingga tahun 2015 karena terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan.

(9)

berjumlah 8.846 orang dan yang tidak sekolah 3.527 orang, Begitu juga anak usia SMA, yang sekolah hanya berjumlah 4.183 orang dan sebenyak 6.948 sudah tidak sekolah.

Secara umum, tantangan penuntasan program wajib belajar (WAJAR) di Kabupaten Kubu Raya, selain terkait dengan luasnya wilayah kabupaten yang kemudian menimbulkan persoalan dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan Kondisi yang lebih memprihatinkan terjadi pada daerah-daerah yang tergolong terpencil dan wilayah kepulauan, yag hanya dapat ditempuh dengan jalur transportasi air dan pulau-pulau terpencil dimana hampir seluruh sarana dan prasarana pendidikan tidak refresentatif. Pemerintah daerah KKR kemudian mengeluarkan dan melaksanakan lima paket kebijakan daerah, yakni:

1. Melaksanakan dan mendistribusikan BOS sebagai program nasional, pemerintah dan menambahkan Dana BOS dengan menyediakan BOSDA yang diambilkan dari APBD dengan mengurangi alokasi program dinas lain. Dengan kebijakan ini, KKR dapat memenuhi angka 20% dari APBD untuk urusan pendidikan.

2. Membangun sekolah dan ruang kelas baru dengan rasio yang cukup dan kemudian menjemput anak untuk sekolah. Tantangan yang dihadapi adalah justru anak pada daerah kepulauan dan kawasan terpencil tidak mau lagi sekolah dan memilih bekerja atau membantu orang tua. Kondisi ini dapat menyebabkan angka putus sekolah pada jenjang SMP dan SMA semakin besar.

3. Memprogramkan sertifikasi guru dengan terlebih dahulu memberikan rangsangan untuk menamatkan pendidikan setara S1.

4. Mengirim guru ke daerah khusus dengan pemberian tunjangan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan daerah dengan memilih guru dengan kualifikasi dan komitmen tinggi atau mengangkat guru baru yang berasal dari daerah setempat meskipun kebijakan ini terkadang dianggap sebagai kebijakan yang diskriminatif. Hal ini pun terjadi pada pendistribusian tenaga pendidik atau guru. Kalau tidak ada kebijakan khusus seperti ini, maka distribusi guru di wilayah perkotaan lebih dari mencukupi dibanding dengan jumlah guru di perdesaan.

(10)

Selain 5 kebijakan daerah di atas, masih terdapat dua kebijakan luar biasa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah KKR. Kedua kebijakan dimaksaud adalah:

1. Mengurangi perjalanan dionas para Kepala SKPD dan mengakumulasikan dana perjalanan dinas yang tidak terpakai itu menjadi dana BOSDA. Semula, Dana BOSDA KKR tahun 2011 hanya sebesar Rp 6 dan kemudian tahun 2012 setelah ditambah dari akumulasi biaya perjalanan dinas yang tidak dipakai menjadi Rp 11 M. Dana ini kemudian digunakan untuk menjangkau program wajib belajar bagi kaum perempuan di kawasan tertinggal, wajar 9 tahun bagi keluarga miskin dan marginal.

2. Menunda pembangunan rumah dinas bupati. Pemerintah Kabupaten Kubu Raya mengalihkan anggaran pembangunan rumah dinas bupati senilai Rp 6 miliar untuk perumahan guru dan sarana pendidikan di kabupaten tersebut. “Menjelang pengesahan APBD Tahun 2011, Bupati Kubu Raya membatalkan alokasi pembangunan rumah dinas Bupati dan dialihkan untuk pembangunan rumah dinas guru di daerah terpencil dan pembangunan sarana fisik sekolah. Selain itu, pemerintah juga mengalihkan sebesar Rp 1 M dana pembelian mobil dinas Bupati kepada penyediaan motor bagi tenaga tenaga lapangan pendidik di daerah tertinggal.

Dengan dua kebijakan pengalihan anggaran ini, Pemerintah KKR bertekad untuk menuntaskan wajar 9 tahun pada tahun 2015, menurunkan angka melek huruf menjadi angka baseline 93% pada penduduk usia 15 tahun ke atas dan membuat kesetaraan gender, terutama di bidang pendidikan yang angkanya masih cukup tinggi di KKR ini.

3. Kabupaten Melawi: Penerapan MBS melalui SPM Sekolah

Sejak diumumkannya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada tahun 2006 oleh pemerintah yang menyatakan bahwa sekolah gratis untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), terjadi penurunan tingkat partisipasi orang tua murid dalam dunia pendidikan. Masyarakat kemudian menyerahkan urusan pembiayaan pendidikan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Sementara bantuan yang disebut BOS dimaksud adalah relatif kecil dan tidak mencukupi kebutuhan yang sebenarnya. Kondisi ini cukup menyulitkan para pelaksana di unit pelaksana satuan pendidikan.

(11)

dunia pendidikan seperti sebelum adanya kebijakan BOS dan BOSDA. Dengan demikian, sejak 2011, semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan akhirnya memutuskan untuk tetap melaksanakan Program Pemerintah melalui BOS dan BOSDA serta menggali potensi lokal melalui keterlibatan para pihak dalam pemenuhan kebutuhan sekolah secara wajar. Salah satu jalan ke arah itu adalah pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) agar tercipta Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Kenyataan yang terjadi pada sekolah adalah kucuran dana dari BOS membantu sekitar 48% dari total kebutuhan sekolah. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Sekolah SD dan Kepala SMP di Pinoh Selatan. Kekurangan biaya operasional sekolah sebesar 52% dapat ditambahkan hingga mencapai unit cost kebutuhan sekolah yang ideal (minimal). Dengan demikian, mestinya bilamana konsep pendidikan gratis dimaksud yang diterapkan, maka APBD harus menanggung kekurangan dari BOS melalui pendanaan atau skema BOSDA tersebut sebesar 52%. Tetapi, hal itu tidak mungkin dilakukan karena kebutuhan itu mendapai Rp 115,623,450,000.00 atau 45% dari Total APBD Kabupaten.

Pliihan pelaksanaan MBS oleh Pemerintah Kabupaten Melawi adalah membuat MBS melalui SPM pada 20 sekolah (SD dan SMP) yang dilakukan dalam konteks untuk menumbuhkan berbagai bentuk nilai kebersamaan sehingga pembiayaan sekolah bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan insan pendidikan, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta.

Indikator SPM Pendidikan Dasar sebagaimana tertuang dalam Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 mencakup 10 indikator. Pihak sekolah kemudian membuat urutan prioritas kebutuhan yang antara lain adalah (1) ruang kelas sesuai rasio murid, (2) mebel sekolah, (3) ketersediaan tenaga guru, (4) peningkatan kualitas guru (percepatan S1), (5) sertifikasi gur, (6) ketersediaan alat peraga; (9) buku teks dan buku pengayaan serta (10) laboratorium. Untuk mengetahui kebutuhan ril di atas, sekolah kemudian membuat perencanaan sekolah dengan mengajak komite sekolah untuk membuat perencanaan dan kemudian secara bersama-sama pula berjuang mencari pendanaan bagi pemenuhannya.

Setelah diupayakan ketersediaannya dalam dua tahun, bantuan pun tidak kunjung tiba, Pihak komite kemudian memutuskan untuk melakukan pengumpulan dana bagi pembelian bahan dan mengerjakan pembangunannya secara gotong-royong. Hasilnya adalah terbangun sebanyak 3 (tiga) ruang kelas baru seperti yang terlihat pada Gambar 5 dan 6 dihalaman berikutnya.

(12)

pagi dan sore, tidak jadi dilaksanakan. Para guru pun menjadi senang karena tidak harus datang ke sekolah pagi dan sore sehingga ada waktu yang digunakan guru untuk melaksanakan aktivitas lain, termasuk menggarap kebun karet yang menjadi sector unggulan di Kabupaten Melawi ini.

Gambar 5

Salah satu lokal sekolah hasil kumpulan dana Komite Sekolah

Gambar 6

Kondisi Ruang Belajar dengan tambahan meja dari dana kumpulan komite

D. KESIMPULAN: LESSON LEARNED KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Dari pemaparan tiga model best practice di atas, pelajaran penting yang dapat dipetik oleh pemerintah, pelaku pendidikan, pelaksana teknis pendidikan dan para pihak lainnya, termasuk para pemilik perusahaan yang beroperasi di daerah untuk:

1. Para stakeholder pendidikan seperti guru, kepala sekolah, siswa, orang tua murid dan masyarakat untuk menyatukan langkah dengan ikut mengawasi dan berpartisipasi aktif dalam proses pengelolaan dan BOS. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada efektifitas penggunaan dan BOS itu sendiri dan kedua kekurangan dana dapat dicarikan solusi dengan berusaha atau mengajak pihak lain yang peduli dan berkepentingan dengan pendidikan.

2. Para pelaku pendidkan atau pihak lembaga pendidikan untuk bersikap kooperatif dan terbuka dengan menerapkan asas tranparansi dan akuntabilitas terutama dalam pengelolaan dana BOS. Transparansi dan akuntabilitas yang dilakukan dalam pengelolaan BOS diharapkan dapat memancing para pihak untuk ikut secara bersama-sama memikirkan keberlangsungan proses, outpun dan kualitas pendidikan di daerah. 3. Kepada pemangku kebijakan untuk tetap mengkaji dan mengevaluasi kbijakan yang

(13)

sekolah untuk mengupayakan pendanaan dari luar sekolah yang tidak bersifat mengikat.

E. REFERENSI

Dalyono . 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.

Erdi. 2012. Laporan Pencapaian Pembangunan Millinim Kabupaten Kubu Raya 2011. Stain Pontianak Press. Pontianak.

Gambar

Gambar 3 dan 4.
Gambar 5Gambar 6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan teori proses produksi menggunakan manufacturing cycle effevtiveness, maka Konveksi Lida Jaya Padurenan Kudus lebih mengoptimalkan

Laporan keuangan yang dihasilkan oleh Oracle EBS, khususnya aplikasi Oracle Financial, belum menyertakan fitur rasio keuangan yang berfungsi sebagai alat

Data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari dalam bentuk informasi baik lisan maupun tertulis, seperti: yang diperoleh dari jawaban kuesioner yang disebarkan

Apakah Komunikasi Pemasaran Terpadu yang terdiri dari periklanan (Advertising), penjualan perorangan (personal selling), promosi (sales promotion), hubungan masyarakat

Al-Turabi sebagai seorang pemikir Islam telah banyak memberikan pengaruh terhadap legalisasi hukum Islam di Sudan, beliau memiliki pemikiran pembaruan terhadap

= Ditinjau dari rancangan RKPD yang akan dibuat harus sesuai dengan prinsip dan kebijakan dari organisasi, dimana BAPPEDA sebagai selaku.. lembaga yang melakukan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan penambahan konsentrasi STPP pada pati sente termodifikasi dengan metode cross- linking berpengaruh terhadap

Firewall tersusun dari aturan-aturan yang diterapkan baik terhadap hardware, software ataupun sistem itu sendiri dengan tujuan untuk melindungi jaringan, baik