ANALISIS PUISI SAJAK KECIL TENTANG CINTA KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO BERDASARKAN PSIKOANALISIS TEORI MIMPI DAN FANTASI
Sajak Kecil Tentang Cinta
mencintai angin harus menjadi siut mencintai air harus menjadi ricik mencintai gunung harus menjadi terjal mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak mencintaiMu(mu) harus menjadi aku
Penulis memilih teori psikoanalisis untuk menganalisis puisi ini karena tertarik dengan teori yang dikemukakan oleh Freud (yang menemukan bahwa mimpi bekerja melalui mekanisme atau cara kerja tertentu, dan ternyata mekanisme mimpi itu mirip dengan pola yang terdapat dalam karya sastra).
Mekanisme-mekanisme mimpi tersebut antara lain:
a. Kondensasi/pemadatan (bersifat arbriter dengan meringkas atau menghilangkan bagian-bagian tertentu yang dianggap tidak layak atau tidak penting). Dalam puisi ditunjukkan oleh ungkapan-ungkapan penuh konotasi, asosiasi, sugesti, dan polyinterpretable. Pemakaian gaya bahasa metonimi, metafor dan personifikasi.
b. Pemindahan/displacement (mimpi yang menonjolkan sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan isi mimpi yang harus diwujudkan/ kadang-kadang berkebalikan dengan pikiran yang tersembunyi)
Dan di dalam puisi ada yang disebut metonimi, yaitu proses penggantian suatu ujaran dengan penanda lain dalam satu arti berdampingan; menyebutkan sebagian sebagai ganti keseluruhan, di dalam puisi Sajak Kecil Tentang Cinta ini misalnya,
Bait 1 - mencintai angin harus menjadi suit Bait 2 - mencintai air harus menjadi ricik Bait 3 - mencintai gunung harus menjadi terjal Bait 4 - mencintai api harus menjadi jilat
Bait 6 - mencintaiMu(mu) harus menjadi aku
Di setiap pergantian bait pengarang menggunakan kata ‘harus menjadi’ kecuali pada bait ke lima ‘harus menebas’, kata-kata tersebut dapat sebagai kata penjelas untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh pengarang.
Seperti mekanisme mimpi pemindahan (displacement) yang terpapar di atas, pengarang menyebutkan kata sebagian sebagai keseluruhan, artinya dalam sebagian kata tersebut mengandung makna yang menyeluruh dari kalimat yang disampaikannya.
Misalnya, pada bait ke-3: mencintai gunung harus menjadi terjal
Pengarang mengibaratkan gunung dengan keterjalan yang ada di dalamnya, mencintai gunung berarti harus siap menjadi terjal dengan segala keterjalan yang ada di dalamnya.
Pada bait ke-5: mencintai cakrawala harus menebas jarak
Dalam bait ini, pengarang mengungkapakannya dengan cara yang berbeda, bila di awal bait sampai bait ke empat pengarang menggunakan kata ‘harus menjadi’, pada bait ini pengarang menggunakan kata ‘harus menebas’, hal ini pengarang
mempermudahkan pembaca menyerna maksud dari bait tersebut, mencintai cakrawala harus menebas jarak yang berarti mencintai cakrawala harus berani
menerjang/melawan/menghadapi jarak yang membentang di dalamnya. Pada bait yang terakhir: mencintaiMu(mu) harus menjadi aku
Pembaca akan dapat memahami isi dari puisi tersebut dari bait terakhir ini, bahwa mencintaiMu(mu) harus menjadi aku yang berarti jika mencintai seseorang harus menjadi diri sendiri; sebagai aku bagi yang memiliki cinta itu sendiri dengan segala risikonya.
c. Simbolisasi/pelambangan (pemakaian lambang-lambang konvensional yang dihasilkan oleh imajinasi, yang berupa kata benda, sikap, perilaku, peristiwa).
Simbolisasi dapat diartikan sebagai metafora dalam puisi, yaitu mengganti sebuah ujaran dengan penanda lain yang mempunyai kemiripan analogi. Dalam puisi terungkap melalui tipografi, bunyi, diksi, orkrestasi bunyi, citraan dan bunyi. Misalnya, menyebutkan bunga untuk melabangkan cinta.
simbol/lambang tersebut memiliki makna tersendiri sesuai yang maksudkan oleh pengarang.
d. Figurasi (transformasi pikiran dalam gambar) mekanisme mimpi ini ada dalam seni lukis atau seni rupa lain, tetapi juga ada di dalam sastra misalnya pada komik.
Di dalam psikoanaisis ini, proses penciptaan karya sastra ada dua cara: a. Sublimasi
Terkait dengan proses ketidaksadaran, dalam lapisan tak sadar manusia memiliki id yang selalu menginginkan pemuasan dan kesenangan, seringkali keinginan id itu bertentantangan dengan super ego yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyrakat. Tetapi, dorongan-dorongan tersebut harus tetap
dipuaskan, sehingga dorongan-dorongan itu dialihkan ke dalam bentuk karya seni, ilmu, dll. Proses pengalihan dorongan id ke dalam bentuk yang dapat diterima masyarakat itu disebut sublimasi.
Menurut Freud, sublimasi tersebutlah yang menjadi akar dari kebudayaan manusia, dalam sublimasi terkandung kreativtas atau kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru, misalnya novel, puisi, lukisan, teori keilmuan dll itu merupakan bentuk lain dari dorongan-dorongan id yang telah dimodifikasi. Cara ini lebih sering digunakan dalam penulisan puisi, novel, atau penulisan yang berbau fiktif.
b. Asosiasi
Yang dikembangkan Freud dalam psikoanalisinya adalah asosiasi bebas yang berarti pengungkapan hal apapun yang masuk dalam ingatan seseorang. Misalnya ketika proses penulisan dimulai, pengarang yang menggunakan teknik asosiasi akan menuliskan apa saja yang akan masuk dalam pikirannya. Setelah proses menulis tersebut mandek, barulah pengarang akan meneliti dan memeriksa kembali tulisannya. Biasanya cara ini sering digunakan oleh pengarang yang menulis cerpen, novel atau puisi.
sublimasi dan asosiasi.
AKU INGIN
aku ingin mencintaimu dengan sederhana : dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya debu aku ingin mencintaimu dengan sederhana : dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Menurut gue, kayanya puisi ini ingin menyampaikan bahwa cinta itu tidak perlu ditunjukan, dikatakan dan dijanjikan. Mencintai itu tinggalah dengan sederhana. Seperti yang ditulis dalam puisi tersebut yang terbilang -sangat- sederhana tetapi dengan makna yang mendalam. Dalam kata anak muda jaman sekarang, bisa dideskripsikan puisi tersebut berarti, "Aku gak romantis bukan berati aku gak cinta" gitu mungkiin ya haha. (padahal puisi itu kurang romantis gimana coba yaaaa)
SAJAK KECIL TENTANG CINTA
mencintai angin harus menjadi siut mencintai air harus menjadi ricik mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaiMu(mu) harus menjadi aku
Menurut gue, puisi ini ingin nunjukin bahwa untuk mencintai sesuatu kita harus menjadi bagian dari sesuatu tersebut. Seperti untuk mencintai Pencipta, kita harus menjadi apa yang Dia
ciptakan. Harus menyadari bahwa kita tak kan ada tanpaNya, maka jika kita menyadari hal itu kita akan senantiasa mencintaiNya. Tulus dan tanpa terpaksa. Itu -mungkin- dari sisi baris
terakhir dengan artian Mu adalah Sang Pencipta. Dari sudut pandang (mu) dibaris terakhir yang