• Tidak ada hasil yang ditemukan

Garis Besar Pengelolaan Penerimaan Negar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Garis Besar Pengelolaan Penerimaan Negar"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Garis Besar Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

Oleh Rahajeng Arum Mukti dari berbagai sumber.

A. Pengelolaan PNBP Secara Umum

1. Tata Cara Pemungutan PNBP

Menteri dapat menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut PNBP yang Terutang. (Pasal 6 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1997)

Pemungutan PNBP dilakukan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(2)

bayar yang bersangkutan untuk menghitung sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan sendiri (self assessment).

Pemungutan PNBP pada Satuan Kerja kementerian lembaga/negara dapat dilakukan oleh Bendahara Penerimaan yang diangkat oleh Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Bendahara Penerimaan mempunyai fungsi menagih/memungut, menerima, menyimpan, menyetorkan, membukukan dan melaporkan/ mempertanggungjawabkan PNBP. Wewenang bendahara penerimaan adalah menagih/memungut PNBP yang harus dibayar oleh wajib bayar, yang tarif jumlahnya telah ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku.

Penunjukan Bendahara Penerimaan dan PNBP dapat disetorkan ke Rekening Bendahara Penerimaan dalam hal didaerah tersebut tidak terdapat Bank/Pos Persepsi. Dalam hal pemungutan PNBP berada di beberapa tempat yang tidak satu kota dengan Bendahara Penerimaan PA/KPA dapat menunjuk Bendahara Penerimaan Pembantu.

Instansi Pemerintah yang ditunjuk, wajib menyetor langsung Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diterima ke Kas Negara.

Tidak dipenuhinya kewajiban Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut dan menyetor, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Instansi Pemerintah yang ditunjuk, wajib menyampaikan rencana dan laporan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak secara tertulis dan berkala kepada Menteri.

2. Penggunaan PNBP

Dengan tetap memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5, sebagian dana PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Pasal 8 UU No 20 Tahun1997 dan Pasal 4 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1999)

Instansi dapat menggunakan sebagian dana Penerimaan Negara Bukan Pajak setelah memperoleh persetujuan dari Menteri. (Pasal 5 PP Nomor 73 Tahun 1999)

Sebagian dana PNBP dapat digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu meliputi: 1. Penelitian dan pengembangan teknologi,

2. Pelayanan kesehatan, 3. Pendidikan dan pelatihan, 4. Penegakan hukum,

(3)

1) Permohonan penggunaan PNBP diajukan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.

2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) paling sedikit dilengkapi dengan:

a. Tujuan penggunaan dana PNBP;

b. Rincian kegiatan pokok Instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP; c. Jenis PNBP beserta tariff yang berlaku;

d. Laporan realisasi 3 (tiga) tahun sebelumnya, perkiraan tahun anggaran berjalan, serta perkiraan 3 (tiga) tahun mendatang. (Pasal 6 PP No. 73 Tahun 1999)

Dalam rangka penyusunan RAPBN, Menteri / Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran / pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-KL). (Pasal 14 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara)

Berdasarkan hasil pembahasan target (rencana) PNBP, Direktorat PNBP menetapkan pagu penggunaan PNBP dengan formula sebagai berikut:

target (rencana) PNBP X % persetujuan penggunaan PNBP dari Menkeu = pagu penggunaan PNBP

Pengalokasian pagu penggunaan PNBP lebih lanjut ke dalam program, sub program, kegiatan sub kegiatan, dan akun belanja dilakukan oleh Direktorat Anggaran I, II, III dengan berpedoman pada juknis penyusunan RKA-KL serta KMK Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana PNBP.

3. Penyetoran PNBP

Seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.

Penyetoran langsung ke Kas Negara dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi yang ditunjuk oleh Bendahara Umum Negara.

Dalam hal disuatu tempat tertentu tidak tersedia layanan Bank/Pos Persepsi, penyetoran ke Kas Negara dapat dilakukan melalui Bendahara Penerimaan.

Bendahara Penerimaan berkewajiban melakukan penyetoran secepatnya ke Rekening Kas Negara.

Penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dilaksanakan oleh Bendahara Penerimaan setiap akhir hari kerja saat PNBP diterima.

Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan pada hari kerja berikutnya setelah PNBP diterima dapat dilakukan dalam hal:

(4)

b. Layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota dengan tempat/kedudukan Bendahara Penerimaan tidak tersedia; atau

c. Dalam hal tidak tersedia layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota dengan tempat kedudukan Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada huruf b, sepanjang memenuhi kondisi sebagai berikut:

1. Kondisi geografis satuan kerja yang tidak memungkinkan melakukan penyetoran setiap hari;

2. Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan tempat/kedudukan Bendahara Penerimaan melampaui waktu 2 jam; dan/atau

3. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran PNBP lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh;

Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan dapat dilakukan secara berkala. Dalam hal pemungutan PNBP suatu satuan kerja berada di beberapa tempat yang tidak satu kota dengan Bendahara Penerimaan, dapat ditunjuk Bendahara Penerimaan Pembantu oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan Pembantu ke rekening Kas Negara dilaksanakan pada hari kerja saat PNBP diterima.

PNBP yang diterima oleh Bendahara Penerimaan Pembantu setelah pukul 12.00 waktu setempat disetorkan ke rekening Kas Negara pada hari kerja berikutnya.

Dalam hal penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan, Bendahara Penerimaan Pembantu dapat menyetorkan PNBP yang diterimanya secara berkala sesuai ketentuan.

Bendahara Penerimaan Pembantu melakukan pembukuan atas setoran penerimaan yang dikelolanya dan melaporkan secara periodik kepada Bendahara Penerimaan satuan kerja induknya.

Kepala satuan kerja dapat mengajukan permohonan untuk melakukan penyetoran secara berkala atas PNBP yang diterima oleh Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan disertai dengan penjelasan perlunya penyetoran PNBP dilakukan secara berkala.

Permohonan tersebut, paling sedikit dilengkapi dengan:

a. Alamat satuan kerja dan alamat bank persepsi/pos persepsi tempat penyetoran PNBP satker yang bersangkutan;

b. Penjelasan mengenai jarak tempuh, kondisi geografis, dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran;

(5)

d. Usulan periode penyetoran PNBP secara berkala yang akan dilakukan oleh satuan kerja.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelitian dan penilaian atas permohonan satuan kerja.

Atas hasil penelitian dan penilaian tersebut, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat menerbitkan surat penolakan atau persetujuan kepada Kepala satuan kerja untuk melakukan penyetoran PNBP secara berkala.

Surat penolakan atau persetujuan tersebut, sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Persetujuan penyetoran PNBP secara berkala dapat diberikan dengan ketentuan penyetoran dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu minggu.

Surat persetujuan atau penolakan penyetoran PNBP secara berkala ditembuskan kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Direktur Jenderal Anggaran, dan Pimpinan Instansi Pemerintah satuan kerja yang bersangkutan.

Dalam rangka memfasilitasi pengelolaan PNBP, yang meliputi: sistem perencanaan PNBP, sistem billing, dan sistem pelaporan PNBP, saat ini sudah ada sebuah system informasi yang dikelola oleh Ditjen Anggaran Kemenkeu yang dinamakan Sistem Informasi PNBP Online, atau SIMPONI.

Sistem billing adalah sistem yang memfasilitasi penerbitan kode billing dalam rangka pembayaran atau penyetoran penerimaan negara.

4. Pelaporan PNBP

(6)

berkala kepada Menteri Keuangan. (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1997) Laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis oleh pejabat instansi pemerintah kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. (Pasal 5 ayat (1) PP No. 1 Tahun 2004)

B. Dasar Hukum Pengelolaan PNBP

1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

4. Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan

Penyetoran PNBP.

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi PNBP.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan PNBP.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang tata cara penentuan jumlah dan penyetoran PNBP yang terutang.

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan dan penyelesaian keberatan atas penetapan PNBP yang terutang.

11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.02/2009 tentang pedoman umum pemeriksaan penerimaan Negara bukan pajak.

12. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 3/PMK.02/2013 Tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Oleh Bendahara Penerimaan. 13. Peraturan Menteri Keuangan No 32/PMK.05/2014 Tentang Sistem Penerimaan

Negara Secara Elektronik.

C. Pengelolaan PNBP untuk Badan Layanan Umum

1. Landasasn hukum untuk pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum adalah

a. 74 Tahun 2012: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

b. 23 Tahun 2005: Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

2. Pengertian Badan Layan Umum

(7)

atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam pengelolaan keuangan negara melalui sistem APBN ada satu azas yang menyatakan bahwa semua pendapatan negara harus disetor ke kas negara dan semua pengeluaran harus melalui kas negara (azas universalitas). Dengan ditetapkannya satker pemerintah untuk melaksanakan Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU), maka azas universalitas ini boleh dilanggar, artinya pendapatan BLU tidak perlu langsung disetor ke rekening kas negara, melainkan boleh digunakan langsung oleh satker BLU. Namun setiap akhir triwulan satker BLU mengajukan SPM Pengesahan ke KPPN.

Satker pemerintah yang ditetapkan untuk dapat menerapkan status Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) penuh diberikan 11 macam fleksibilitas sesuai dengan yang tercantum dalam PP No. 23/2005, yaitu pengelolaan pendapatan, belanja, kas, piutang dan utang, kemudian investasi, pengadaan dan pengelolaan barang, pengembangan sistem dan prosedur pengelola keuangan dan akuntansi, remunerasi, status kepegawaian: PNS dan non PNS, serta nomenklatur kelembagaan dan pimpinan. Diantara karakteristik tersebut, karakteristik yang menjadi incaran oleh calon satker PK BLU, yaitu ketentuan yang menyatakan diperbolehkan bagi satker PK BLU untuk melanggar azas universalitas.

3. Pedoman Pengelolaan PNBP pada BLU

a. Penggunaan PNBP pada BLU secara Penuh

Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan operasional dan nonoperasional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo awal tahun berikutnya.

b. Penggunaan PNBP pada BLU secara Bertahap

(8)

dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.

4. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU

Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh

pimpinan BLU. Berdasarkan SPM pengesahan

tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana PNBP. Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).

5. Latar Belakang Adanya Perbedaan Karakteristik Pengelolaan PNBP Dari BLU

Latar belakang dari adanya perbedaan karakteristik pengelolaan PNBP dari BLU ini adalah sebagai bentuk pelaksanaan PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 68 dan pasal 69 yang menyatakan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.

6. Tujuan Perbedaan Karakteristik pengelolaan PNBP dari BLU

Keberadaan satker BLU dengan fleksibilitasnya, diharapkan, selain dapat meningkatkan kualitas layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, sekaligus dapat membenahi pengelolaan PNBP dengan lebih baik, sehingga tidak ada lagi pengeluaran yang off budget. Selain itu, satker BLU dapat lebih cepat memberikan layanan terhadap masyarakat dengan penggunaan PNBP secara langsung. Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.

7. Perkembangan Pengelolaan PNBP dari BLU

(9)

pembayaran, mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek, dan memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. dalam pasal 14 juga disebutkan bahwa penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU dan pendapatan lainnya yang bersumber dari selain APBN/APBD (pendapatan operasional, hibah, maupun hasil kerjasama dengan pihak lain) dilaporkan sebagai PNBP kementerian/lembaga atau PNBP daerah. Pendapatan-pendapatan ini (kecuali hibah terikat) dapat “dikelola langsung” untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Aturan ini menjadi tidak sesuai dengan pasal 12 ayat (2) dan pasal 13 ayat (2) UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran Negara/ Daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Dari pendapat ini, dapat diketahui bahwa perilaku sosial akan mempengaruhi perkembangan kehidupan sosial anak, sedangkan perilaku sosial terbentuk dari sikap keluarga,

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Terdapat hubungan antara umur dengan kejadian Kecelakaan Kerja pada perawat di Ruang IGD Rumah Sakit

Penandatangan Kontrak tidak bersedia menerbitkan SPPBJ karena tidak sependapat atas penetapan pemenang maka PA/KPA menyampaikan penolakan tersebut kepada Pokja

Mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menganalisis aspek-aspek perlokusi yang ditemukan dalam film “Spy” karya Paul Feig.. 1.3

Rataan tipe kelahiran pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic dengan tipe kelahiran tunggal memiliki

Dengan adanya kewajiban pelaporan transaksi tunai dan transaksi yang mencurigakan dari bank sesuai Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang kepada Pusat Pelaporan dan

Komponen struktur primer gedung berupa balok dan kolom yang berfungsi sebagai penopang beban lanjutan dan pelat termasuk dalam struktur sekunder pada bangunan gedung yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh keterlibatan pemakai, kemampuan teknik pemakai, dukungan manajeman puncak, program pelatihan dan pendidikan,